Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023

Kerangka Peraturan

Bagian Kesatu
Tujuan dan Pedoman Pemidanaan


Paragraf 1
Tujuan Pemidanaan

Pasal 51

Pemidanaan bertujuan:

  1. mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat;

  2. memasyaralatkan terpidana dengan mengadalan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna;

  3. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa arnan dan damai dalam masyarakat; dan menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.


Pasal 52

Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia.


Paragraf 2
Pedoman Pemidanaan

Pasal 53
(1)

Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan.

(2)

Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan.


Pasal 54
(1)

Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:

  1. bentuk kesalahan pelaku Tindak Pidana;

  2. motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana;

  3. sikap batin pelaku Tindak Pidana;

  4. Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan;

  5. cara melakukan Tindak Pidana;

  6. sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan Tindak Pidana;

  7. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pelalu Tindak Pidana;

  8. pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku Tindak Pidana;

  9. pengaruh Tindak Pidana terhadap Korban atau keluarga Korban;

  10. pemaafan dari Korban dan/atau keluarga Korban; dan/ atau

  11. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

(2)

Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan pada waktu dilakukan Tindak Pidana serta yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.


Pasal 55

Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak dibebaskan dari pertanggungiawaban pidana berdasarkan alasan peniadaan pidana jika orang tersebut telah dengan sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana tersebut.


Pasal 56

Dalam pemidanaan terhadap Korporasi wajib dipertimbangkan:

  1. tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan;

  2. tingkat keterlibatan pengunrs yang mempunyai kedudukan fungsional Korporasi dan/ atau peran pemberi perintah, pemegang kendali, dan/ atau pemilik manfaat Korporasi;

  3. lamanya Tindak Pidana yang telah dilakukan;

  4. frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi;

  5. bentuk kesalahan Tindak Pidana;

  6. keterlibatanPejabat;

  7. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat;

  8. rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan;

  9. pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/ atau

  10. kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana.


Paragraf 3
Pedoman Penerapan Pidana Penjara dengan Perumusan Tunggal dan
Perumusan Alternatif

Pasal 57

Dalam hal Tindak Pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan, jika hal itu dipertimbangkan telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan.


Paragraf 4
Pemberatan Pidana

Pasal 58

Faktor yang memperberat pidana meliputi:

  1. Pejabat yang melakukan Tindak Pidana sehingga melanggar kewajiban jabatan yang khusus atau melakukan Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan;

  2. penggunaan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, atau lambang negara Indonesia pada waktu melakukan Tindak Pidana; atau

  3. pengulangan Tindak Pidana.


Pasal 59

Pemberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dapat ditambah paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana.


Paragraf 5
Ketentuan Lain tentang Pemidanaan

Pasal 60
(1)

Pidana penjara dan pidana tutupan bagi terpidana yang sudah berada di dalam tahanan mulai berlaku pada saat putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2)

Dalam hal terpidana tidak berada di dalam tahanan, pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pada saat putusan pengadilan mulai dilaksanakan.


Pasal 61
(1)

Pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda yang dijatuhkan dikurangi seluruh atau sebagian masa penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani terdakwa sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2)

Pengurangan pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepadankan dengan penghitungan pidana penjara pengganti denda.


Pasal 62
(1)

Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati.

(2)

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang.


Pasal 63

Jika narapidana melarikan diri, masa selama narapidana melarikan diri tidak diperhitungkan sebagai waktu menjalani pidana penjara.


Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):