Sungai
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
Bagian Keempat
Pengendalian Daya Rusak Air Sungai
Pasal 34
Pengendalian daya rusak air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c dilakukan melalui pengelolaan resiko banjir.
Pengelolaan resiko banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpadu bersama pemilik kepentingan.
Pasal 35
Pengelolaan resiko banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ditujukan untuk mengurangi kerugian banjir.
Pengelolaan resiko banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
pengurangan resiko besaran banjir; dan
pengurangan resiko kerentanan banjir.
Kegiatan pengurangan resiko banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
Pengurangan resiko besaran banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a dilakukan dengan membangun:
prasarana pengendali banjir; dan
prasarana pengendali aliran permukaan.
Pembangunan prasarana pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan membuat:
peningkatan kapasitas sungai;
tanggul;
pelimpah banjir dan/atau pompa;
bendungan; dan
perbaikan drainase perkotaan.
Pembangunan prasarana pengendali aliran permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan membuat:
resapan air; dan
penampung banjir.
Pasal 37
Resapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf a dapat berupa saluran, pipa berlubang, sumur, kolam resapan, dan bidang resapan sesuai dengan kondisi tanah dan kedalaman muka air tanah.
Dalam hal bidang resapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan untuk keperluan lain, wajib menggunakan lapis penutup atau perkerasan lulus air.
Pasal 38
Pembangunan penampung banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b harus terhubung dengan sungai.
Dalam hal penampung banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibangun di atas hak atas tanah perorangan atau badan hukum, pelaksanaannya wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Pasal 39
Pembangunan prasarana yang berfungsi sebagai pengendali banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dilaksanakan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Pembangunan prasarana yang berfungsi sebagai drainase kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf e dilaksanakan oleh bupati/walikota.
Pasal 40
Pembangunan prasarana pengendali aliran permukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) dilaksanakan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota apabila pengendali aliran permukaan berfungsi sebagai pengendali banjir.
Pembangunan prasarana pengendali aliran permukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) dilaksanakan oleh bupati/walikota apabila pengendali aliran permukaan berfungsi sebagai drainase kota.
Pasal 41
Pengurangan resiko kerentanan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf b dilakukan melalui pengelolaan dataran banjir.
Pengelolaan dataran banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penetapan batas dataran banjir:
penetapan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir;
pengawasan peruntukan lahan di dataran banjir;
persiapan menghadapi banjir;
penanggulangan banjir; dan
pemulihan setelah banjir.
Pasal 42
Penetapan batas dataran banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a dilakukan dengan identifikasi genangan banjir yang terjadi sebelumnya dan/atau pemodelan genangan dengan debit rencana 50 (lima puluh) tahunan.
Penetapan batas dataran banjir dilakukan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Pasal 43
Dalam dataran banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) ditetapkan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b.
Penetapan zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peta zonasi peruntukan lahan dataran banjir.
Penetapan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir dilakukan oleh bupati/walikota.
Pasal 44
Bupati/walikota melakukan pengawasan atas zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3).
Pasal 45
Persiapan menghadapi banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf d dilakukan melalui kegiatan:
penyediaan dan pengujian sistem prakiraan banjir serta peringatan dini;
pemetaan kawasan beresiko banjir;
inspeksi berkala kondisi prasarana pengendali banjir;
peningkatan kesadaran masyarakat;
penyediaan dan sosialisasi jalur evakuasi dan tempat pengungsian; dan
penyusunan dan penetapan prosedur operasi lapangan penanggulangan banjir.
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupati dan/atau walikota sesuai kewenangannya.
Pasal 46
Penanggulangan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf e dikoordinasikan oleh badan penanggulangan bencana nasional, provinsi, atau kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
Pemulihan setelah banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf f dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melalui kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memulihkan kondisi lingkungan, fasillitas umum, fasilitas sosial, serta prasarana sungai.
Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengelolaan dataran banjir diatur dengan peraturan Menteri.