Sungai
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
BAB III
PENGELOLAAN SUNGAI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 18
Pengelolaan sungai meliputi:
konservasi sungai;
pengembangan sungai; dan
pengendalian daya rusak air sungai.
Pengelolaan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap:
penyusunan program dan kegiatan;
pelaksanaan kegiatan; dan
pemantauan dan evaluasi.
Pasal 19
Pengelolaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan oleh:
Menteri, untuk sungai pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
gubernur, untuk sungai pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan
bupati/walikota, untuk sungai pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
Pengelolaan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.
Pengelolaan sungai dilaksanakan berdasarkan norma, standar, pedoman, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Konservasi Sungai
Pasal 20
Konservasi sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a dilakukan melalui kegiatan:
perlindungan sungai; dan
pencegahan pencemaran air sungai.
Perlindungan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui perlindungan terhadap:
palung sungai;
sempadan sungai;
danau paparan banjir; dan
dataran banjir.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pula terhadap:
aliran pemeliharaan sungai; dan
ruas restorasi sungai.
Pasal 21
Perlindungan palung sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a dilakukan dengan menjaga dimensi palung sungai.
Menjaga dimensi palung sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan pengambilan komoditas tambang di sungai.
Pengambilan komoditas tambang di sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan pada sungai yang mengalami kenaikan dasar sungai.
Pasal 22
Perlindungan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b dilakukan melalui pembatasan pemanfaatan sempadan sungai.
Dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk kepentingan pengendali banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan dengan larangan:
menanam tanaman selain rumput;
mendirikan bangunan; dan
mengurangi dimensi tanggul.
Pemanfaatan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk keperluan tertentu.
Pasal 23
Perlindungan danau paparan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c dilakukan dengan mengendalikan sedimen dan pencemaran air pada danau.
Pengendalian sedimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pencegahan erosi pada daerah tangkapan air.
Pasal 24
Perlindungan dataran banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf d dilakukan pada dataran banjir yang berpotensi menampung banjir.
Perlindungan dataran banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membebaskan dataran banjir dari peruntukan yang mengganggu fungsi penampung banjir.
Pasal 25
Perlindungan aliran pemeliharaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a ditujukan untuk menjaga ekosistem sungai.
Menjaga ekosistem sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan mulai dari hulu sampai muara sungai.
Perlindungan aliran pemeliharaan sungai dilakukan dengan mengendalikan ketersediaan debit andalan 95% (sembilan puluh lima persen).
Dalam hal debit andalan 95% (sembilan puluh lima persen) tidak tercapai, pengelola sumber daya air harus mengendalikan pemakaian air di hulu.
Pasal 26
Perlindungan ruas restorasi sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b ditujukan untuk mengembalikan sungai ke kondisi alami.
Perlindungan ruas restorasi sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
kegiatan fisik; dan
rekayasa secara vegetasi.
Kegiatan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi penataan palung sungai, penataan sempadan sungai dan sempadan danau paparan banjir, serta rehabilitasi alur sungai.
Pasal 27
Pencegahan pencemaran air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan melalui:
penetapan daya tampung beban pencemaran;
identifikasi dan inventarisasi sumber air limbah yang masuk ke sungai;
penetapan persyaratan dan tata cara pembuangan air limbah;
pelarangan pembuangan sampah ke sungai;
pemantauan kualitas air pada sungai; dan
pengawasan air limbah yang masuk ke sungai.
Pencegahan pencemaran air sungai dilaksanakan sesuai dengan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan sungai diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pengembangan Sungai
Pasal 29
Pengembangan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b merupakan bagian dari pengembangan sumber daya air.
Pasal 30
Pengembangan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan melalui pemanfaatan sungai.
Pemanfaatan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemanfaatan untuk:
rumah tangga;
pertanian;
sanitasi lingkungan;
industri;
pariwisata;
olahraga;
pertahanan;
perikanan;
pembangkit tenaga listrik; dan
transportasi.
Pengembangan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak merusak ekosistem sungai, mempertimbangkan karakteristik sungai, kelestarian keanekaragaman hayati, serta kekhasan dan aspirasi daerah/masyarakat setempat.
Pasal 31
Pemanfaatan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada; dan
mengalokasikan kebutuhan air untuk aliran pemeliharaan sungai.
Dalam melakukan pemanfaatan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang:
mengakibatkan terjadinya pencemaran; dan
mengakibatkan terganggunya aliran sungai dan/atau keruntuhan tebing sungai.
Pasal 32
Dalam melakukan pemanfaatan sungai untuk perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf h, selain harus mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, harus pula mempertimbangkan daya tampung dan daya dukung lingkungan sungai.
Pasal 33
Dalam melakukan pemanfaatan sungai untuk pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf i, selain harus mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dilarang menimbulkan banjir dan kekeringan pada daerah hilir.
Bagian Keempat
Pengendalian Daya Rusak Air Sungai
Pasal 34
Pengendalian daya rusak air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c dilakukan melalui pengelolaan resiko banjir.
Pengelolaan resiko banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpadu bersama pemilik kepentingan.
Pasal 35
Pengelolaan resiko banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ditujukan untuk mengurangi kerugian banjir.
Pengelolaan resiko banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
pengurangan resiko besaran banjir; dan
pengurangan resiko kerentanan banjir.
Kegiatan pengurangan resiko banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
Pengurangan resiko besaran banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a dilakukan dengan membangun:
prasarana pengendali banjir; dan
prasarana pengendali aliran permukaan.
Pembangunan prasarana pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan membuat:
peningkatan kapasitas sungai;
tanggul;
pelimpah banjir dan/atau pompa;
bendungan; dan
perbaikan drainase perkotaan.
Pembangunan prasarana pengendali aliran permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan membuat:
resapan air; dan
penampung banjir.
Pasal 37
Resapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf a dapat berupa saluran, pipa berlubang, sumur, kolam resapan, dan bidang resapan sesuai dengan kondisi tanah dan kedalaman muka air tanah.
Dalam hal bidang resapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan untuk keperluan lain, wajib menggunakan lapis penutup atau perkerasan lulus air.
Pasal 38
Pembangunan penampung banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b harus terhubung dengan sungai.
Dalam hal penampung banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibangun di atas hak atas tanah perorangan atau badan hukum, pelaksanaannya wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Pasal 39
Pembangunan prasarana yang berfungsi sebagai pengendali banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dilaksanakan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Pembangunan prasarana yang berfungsi sebagai drainase kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf e dilaksanakan oleh bupati/walikota.
Pasal 40
Pembangunan prasarana pengendali aliran permukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) dilaksanakan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota apabila pengendali aliran permukaan berfungsi sebagai pengendali banjir.
Pembangunan prasarana pengendali aliran permukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) dilaksanakan oleh bupati/walikota apabila pengendali aliran permukaan berfungsi sebagai drainase kota.
Pasal 41
Pengurangan resiko kerentanan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf b dilakukan melalui pengelolaan dataran banjir.
Pengelolaan dataran banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penetapan batas dataran banjir:
penetapan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir;
pengawasan peruntukan lahan di dataran banjir;
persiapan menghadapi banjir;
penanggulangan banjir; dan
pemulihan setelah banjir.
Pasal 42
Penetapan batas dataran banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a dilakukan dengan identifikasi genangan banjir yang terjadi sebelumnya dan/atau pemodelan genangan dengan debit rencana 50 (lima puluh) tahunan.
Penetapan batas dataran banjir dilakukan oleh Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Pasal 43
Dalam dataran banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) ditetapkan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b.
Penetapan zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peta zonasi peruntukan lahan dataran banjir.
Penetapan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir dilakukan oleh bupati/walikota.
Pasal 44
Bupati/walikota melakukan pengawasan atas zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3).
Pasal 45
Persiapan menghadapi banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf d dilakukan melalui kegiatan:
penyediaan dan pengujian sistem prakiraan banjir serta peringatan dini;
pemetaan kawasan beresiko banjir;
inspeksi berkala kondisi prasarana pengendali banjir;
peningkatan kesadaran masyarakat;
penyediaan dan sosialisasi jalur evakuasi dan tempat pengungsian; dan
penyusunan dan penetapan prosedur operasi lapangan penanggulangan banjir.
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupati dan/atau walikota sesuai kewenangannya.
Pasal 46
Penanggulangan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf e dikoordinasikan oleh badan penanggulangan bencana nasional, provinsi, atau kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
Pemulihan setelah banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf f dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melalui kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memulihkan kondisi lingkungan, fasillitas umum, fasilitas sosial, serta prasarana sungai.
Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengelolaan dataran banjir diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Penyusunan Program dan Kegiatan
Pasal 49
Penyusunan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a meliputi program konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya rusak air sungai.
Pasal 50
Program konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya rusak air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 disusun berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan sumber daya air.
Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, program konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya rusak air sungai disusun berdasarkan kebutuhan.
Program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disesuaikan dengan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang akan ditetapkan.
Pasal 51
Program konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya rusak air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
Program konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya rusak air sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kegiatan tahunan.
Rencana kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat rencana rinci pelaksanaan kegiatan serta pemantauan dan evaluasi kegiatan konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya rusak air sungai.
Pasal 52
Penyusunan program dan rencana kegiatan tahunan harus memperhitungkan:
manfaat dan dampak jangka panjang;
penggunaan teknologi yang ramah lingkungan;
biaya pengoperasian dan pemeliharaan yang minimum; dan
ketahanan terhadap perubahan kondisi alam setempat.
Penyusunan program dan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pelaksanaan Kegiatan
Pasal 53
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b meliputi kegiatan:
fisik dan nonfisik konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya rusak air sungai; dan
operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai.
Pasal 54
Pelaksanaan kegiatan fisik dan nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan sendiri berdasarkan izin.
Pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas operasi dan pemeliharaan kegiatan fisik.
Dalam hal tertentu pelaksanaan kegiatan fisik dan nonfisik dapat dilakukan tanpa izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin kepada masyarakat diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 55
Pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan prasarana sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b dilakukan melalui kegiatan:
pengaturan dan pengalokasian air sungai;
pemeliharaan untuk pencegahan kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana sungai; dan
perbaikan terhadap kerusakan prasarana sungai.
Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b dilakukan melalui penyelenggaraan kegiatan konservasi sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 28, dan pengembangan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 33.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara operasi dan pemeliharaan prasarana sungai serta pemeliharaan sungai diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 56
Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan pengamatan, pencatatan, dan evaluasi hasil pemantauan.
Hasil evaluasi pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai masukan dalam peningkatan kinerja dan/atau peninjauan ulang rencana pengelolaan sungai.