Sumber Daya Air
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
- JUDULUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR
- PEMBUKAAN
Konsideran (Menimbang)
- a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan…
- b. bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang…
- c. bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi…
- d. bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan…
- e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan sudah tidak sesuai…
- f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, d,…
Dasar Hukum (Mengingat)
- Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 huruf D ayat…
- BATANG TUBUH
- PENUTUP
BAB V
PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR
Pasal 51
Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pengelolaan sumber daya air.
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat.
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat.
Pasal 52
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.
Pasal 53
Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan baik melalui kegiatan fisik dan/atau nonfisik maupun melalui penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai.
Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih diutamakan pada kegiatan nonfisik.
Pilihan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh pengelola sumber daya air yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai pencegahan kerusakan dan bencana akibat daya rusak air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 54
Penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan dengan mitigasi bencana.
Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpadu oleh instansi terkait dan masyarakat melalui suatu badan koordinasi penanggulangan bencana pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Ketentuan mengenai penanggulangan kerusakan dan bencana akibat daya rusak air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 55
Penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional ditetapkan dengan keputusan presiden.
Pasal 56
Dalam keadaan yang membahayakan, gubernur dan/atau bupati/ walikota berwenang mengambil tindakan darurat guna keperluan penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1).
Pasal 57
Pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem prasarana sumber daya air.
Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan masyarakat.
Ketentuan mengenai pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 58
Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau, waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
Ketentuan mengenai pengendalian daya rusak air pada sungai, danau, waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut yang berada di darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.