Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022

Info
Isi

Bagian Kesepuluh
Pemeriksaan di Sidang Pengadilan


Pasal 58

Pemeriksaan perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual dilakukan dalam sidang tertutup.


Pasal 59
(1)

Majelis hakim membacakan putusan perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam sidang yang terbuka untuk umum.

(2)

Dalam membacakan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), majelis hakim wajib merahasiakan identitas Saksi dan/atau Korban.

(3)

Pengadilan harus merahasiakan informasi yang memuat identitas Saksi dan/atau Korban dalam putusan atau penetapan pengadilan.

(4)

Pengadilan di setiap tingkatan wajib memberikan salinan putusan kepada terdakwa, advokat, penyidik, dan penuntut umum dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak putusan diucapkan.

(5)

Petikan putusan wajib diberikan kepada terdakwa, advokat, dan penuntut umum dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah putusan diucapkan.


Pasal 60
(1)

Pemeriksaan terhadap Saksi dan/atau Korban dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan martabatnya, tanpa intimidasi, tidak menjustifikasi kesalahan, cara hidup, dan kesusilaan, termasuk pengalaman seksual Saksi dan/atau Korban dengan pertanyaan yang bersifat menjerat atau yang tidak berhubungan dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai alasan yang meringankan terdakwa.

(2)

Hakim dan penuntut umum dalam melakukan pemeriksaan terhadap Korban menggali dan mempertimbangkan keadaan khusus yang melatarbelakangi Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau dampak terhadap Korban.

(3)

Pertanyaan dan/atau pernyataan yang bersifat merendahkan, menyalahkan, mengintimidasi, serta menggunakan pengalaman dan/atau latar belakang seksualitas tidak boleh diajukan, baik kepada Saksi, Korban, maupun terdakwa.


Pasal 61

Pengadilan mengupayakan penyediaan fasilitas dan Pelindungan yang dibutuhkan agar Saksi atau Korban dapat memberikan kesaksian.


Pasal 62

Majelis hakim dapat memerintahkan lembaga yang memberikan pendampingan untuk mengganti Pendamping Korban atas permintaan Korban, Keluarga Korban, atau wali Korban.


Pasal 63

Majelis hakim wajib mempertimbangkan Pemulihan Korban dalam putusan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang.


Terkait

Komentar!