Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
- JUDULUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL
- PEMBUKAAN
Konsideran (Menimbang)
- a. bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelindungan dari kekerasan dan berhak…
- b. bahwa kekerasan seksual bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan…
- c. bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kekerasan seksual…
- d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,…
Dasar Hukum (Mengingat)
- Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik…
- BATANG TUBUH
- PENUTUP
Bagian Kesepuluh
Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Pasal 58
Pemeriksaan perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 59
Majelis hakim membacakan putusan perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Dalam membacakan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), majelis hakim wajib merahasiakan identitas Saksi dan/atau Korban.
Pengadilan harus merahasiakan informasi yang memuat identitas Saksi dan/atau Korban dalam putusan atau penetapan pengadilan.
Pengadilan di setiap tingkatan wajib memberikan salinan putusan kepada terdakwa, advokat, penyidik, dan penuntut umum dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak putusan diucapkan.
Petikan putusan wajib diberikan kepada terdakwa, advokat, dan penuntut umum dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah putusan diucapkan.
Pasal 60
Pemeriksaan terhadap Saksi dan/atau Korban dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan martabatnya, tanpa intimidasi, tidak menjustifikasi kesalahan, cara hidup, dan kesusilaan, termasuk pengalaman seksual Saksi dan/atau Korban dengan pertanyaan yang bersifat menjerat atau yang tidak berhubungan dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai alasan yang meringankan terdakwa.
Hakim dan penuntut umum dalam melakukan pemeriksaan terhadap Korban menggali dan mempertimbangkan keadaan khusus yang melatarbelakangi Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau dampak terhadap Korban.
Pertanyaan dan/atau pernyataan yang bersifat merendahkan, menyalahkan, mengintimidasi, serta menggunakan pengalaman dan/atau latar belakang seksualitas tidak boleh diajukan, baik kepada Saksi, Korban, maupun terdakwa.
Pasal 61
Pengadilan mengupayakan penyediaan fasilitas dan Pelindungan yang dibutuhkan agar Saksi atau Korban dapat memberikan kesaksian.
Pasal 62
Majelis hakim dapat memerintahkan lembaga yang memberikan pendampingan untuk mengganti Pendamping Korban atas permintaan Korban, Keluarga Korban, atau wali Korban.
Pasal 63
Majelis hakim wajib mempertimbangkan Pemulihan Korban dalam putusan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang.