Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
Bagian Keenam
Pelindungan Korban
Pasal 42
Dalam waktu paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak menerima laporan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, kepolisian dapat memberikan Pelindungan sementara kepada Korban.
Pelindungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan surat perintah Pelindungan sementara untuk waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak Korban ditangani.
Untuk keperluan Pelindungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian berwenang membatasi gerak pelaku, baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari Korban dalam jarak dan waktu tertentu maupun pembatasan hak tertentu dari pelaku.
Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam surat perintah Pelindungan sementara.
Pasal 43
Dalam waktu paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak pemberian Pelindungan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), kepolisian wajib mengajukan permintaan Pelindungan kepada LPSK.
Pemberian Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
Dalam hal pemberian Pelindungan sementara dan Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1), kepolisian dan LPSK dapat bekerja sama dengan UPTD PPA.
Pasal 45
Dalam hal tersangka atau terdakwa tidak ditahan dan ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, intimidasi, ancaman, dan/atau kekerasan kepada Korban dan berdasarkan permintaan Korban, Keluarga, penyidik, penuntut umum, atau Pendamping, hakim dapat mengeluarkan penetapan pembatasan gerak pelaku, baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari Korban dalam jarak dan waktu tertentu maupun pembatasan hak tertentu dari pelaku.
Penetapan pembatasan gerak pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali untuk waktu paling lama 6 (enam) bulan.
Permohonan perpanjangan penetapan pembatasan gerak pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum masa berlaku pembatasan berakhir.
Pembatasan gerak pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepolisian.
Dalam hal terdapat pelanggaran penetapan pembatasan gerak pelaku, terhadap tersangka atau terdakwa dilakukan penahanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 46
Pemerintah Pusat berwenang melakukan penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 47
Demi kepentingan umum, jaksa dapat mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk memerintahkan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika menghapus informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.