Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022

Info
Isi

Bagian Kedua
Alat Bukti


Pasal 24
(1)

Alat bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:

  1. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana;

  2. alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan; dan

  3. barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau sebagai hasil Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau benda atau barang yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.

(2)

Termasuk alat bukti keterangan Saksi yaitu hasil pemeriksaan terhadap Saksi dan/atau Korban pada tahap penyidikan melalui perekaman elektronik.

(3)

Termasuk alat bukti surat yaitu:

  1. surat keterangan psikolog klinis dan/atau psikiater/dokter spesialis kedokteran jiwa;

  2. rekam medis;

  3. hasil pemeriksaan forensik; dan/atau

  4. hasil pemeriksaan rekening bank.


Pasal 25
(1)

Keterangan Saksi dan/atau Korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan 1 (satu) alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

(2)

Keluarga dari terdakwa dapat memberi keterangan sebagai Saksi di bawah sumpah/janji, tanpa persetujuan terdakwa.

(3)

Dalam hal keterangan Saksi hanya dapat diperoleh dari Korban, keterangan Saksi yang tidak dilakukan di bawah sumpah/janji, atau keterangan Saksi yang diperoleh dari orang lain, kekuatan pembuktiannya dapat didukung dengan keterangan yang diperoleh dari:

  1. orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana tersebut;

  2. Saksi yang keterangannya berdiri sendiri tetapi ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu dan keterangannya dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah baik dalam kualifikasi sebagai keterangan Saksi maupun petunjuk; dan/atau

  3. ahli yang membuat alat bukti surat dan/atau ahli yang mendukung pembuktian tindak pidana.

(4)

Keterangan Saksi dan/atau Korban Penyandang Disabilitas mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keterangan Saksi dan/atau Korban yang bukan Penyandang Disabilitas.

(5)

Keterangan Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib didukung dengan penilaian personal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai akomodasi yang layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan.


Terkait

Komentar!