Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022

Kerangka Peraturan
  • JUDULUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL
  • PEMBUKAAN
      • a. bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelindungan dari kekerasan dan berhak…
      • b. bahwa kekerasan seksual bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan…
      • c. bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kekerasan seksual…
      • d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,…
      • Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik…
  • BATANG TUBUH
      • Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Tindak Pidana Kekerasan…
      • Pasal 2Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual didasarkan pada asas: a. penghargaan…
      • Pasal 3Substansi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bertujuan…
        • ayat (1)Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas: a. pelecehan seksual nonfisik; b.…
        • ayat (2)Selain Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1),…
      • Pasal 5Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan…
      • Pasal 6Dipidana karena pelecehan seksual fisik: a. Setiap Orang yang melakukan…
        • ayat (1)Pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelecehan…
        • ayat (2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Korban…
      • Pasal 8Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat…
      • Pasal 9Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat…
        • ayat (1)Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah…
        • ayat (2)Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. perkawinan…
      • Pasal 11Setiap pejabat atau orang yang bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat resmi,…
      • Pasal 12Setiap Orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan…
      • Pasal 13Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya…
        • ayat (1)Setiap Orang yang tanpa hak: a. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar…
        • ayat (2)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan…
        • ayat (3)Kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)…
        • ayat (4)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf …
        • ayat (5)Dalam hal Korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud…
        • ayat (1)Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan…
        • ayat (2)Ketentuan mengenai penambahan 1/3 (satu per tiga) sebagaimana dimaksud pada…
        • ayat (1)Selain pidana penjara, pidana denda, atau pidana lainnya menurut ketentuan…
        • ayat (2)Terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menjatuhkan…
        • ayat (3)Ketentuan mengenai penjatuhan pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat…
        • ayat (4)Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat
        • ayat (2)dicantumkan dalam amar putusan pengadilan.
        • ayat (1)Selain dijatuhi pidana, pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat dikenakan…
        • ayat (2)Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Rehabilitasi…
        • ayat (3)Pelaksanaan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di bawah…
        • ayat (1)Korporasi yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur…
        • ayat (2)Dalam hal Tindak Pidana Kekerasan Seksual dilakukan oleh Korporasi, pidana…
        • ayat (3)Selain pidana denda, hakim juga menetapkan besarnya Restitusi pelaku Korporasi.
        • ayat (4)Terhadap Korporasi dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa: a. perampasan…
      • Pasal 19Setiap Orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara…
        • Pasal 20Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap Tindak…
          • ayat (1)Penyidik, penuntut umum, dan hakim yang menangani perkara Tindak Pidana…
          • ayat (2)Dalam hal belum terdapat penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memenuhi…
          • ayat (3)Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan ketentuan…
        • Pasal 22Penyidik, penuntut umum, dan hakim melakukan pemeriksaan terhadap…
        • Pasal 23Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di…
  • PENUTUP
  • JUDULUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL
  • PEMBUKAAN
      • a. bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelindungan dari kekerasan dan berhak…
      • b. bahwa kekerasan seksual bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan…
      • c. bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kekerasan seksual…
      • d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,…
      • Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik…
  • BATANG TUBUH
      • Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Tindak Pidana Kekerasan…
      • Pasal 2Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual didasarkan pada asas: a. penghargaan…
      • Pasal 3Substansi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bertujuan…
        • ayat (1)Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas: a. pelecehan seksual nonfisik; b.…
        • ayat (2)Selain Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1),…
      • Pasal 5Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan…
      • Pasal 6Dipidana karena pelecehan seksual fisik: a. Setiap Orang yang melakukan…
        • ayat (1)Pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelecehan…
        • ayat (2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Korban…
      • Pasal 8Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat…
      • Pasal 9Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat…
        • ayat (1)Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah…
        • ayat (2)Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. perkawinan…
      • Pasal 11Setiap pejabat atau orang yang bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat resmi,…
      • Pasal 12Setiap Orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan…
      • Pasal 13Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya…
        • ayat (1)Setiap Orang yang tanpa hak: a. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar…
        • ayat (2)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan…
        • ayat (3)Kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)…
        • ayat (4)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf …
        • ayat (5)Dalam hal Korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud…
        • ayat (1)Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan…
        • ayat (2)Ketentuan mengenai penambahan 1/3 (satu per tiga) sebagaimana dimaksud pada…
        • ayat (1)Selain pidana penjara, pidana denda, atau pidana lainnya menurut ketentuan…
        • ayat (2)Terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menjatuhkan…
        • ayat (3)Ketentuan mengenai penjatuhan pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat…
        • ayat (4)Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat
        • ayat (2)dicantumkan dalam amar putusan pengadilan.
        • ayat (1)Selain dijatuhi pidana, pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat dikenakan…
        • ayat (2)Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Rehabilitasi…
        • ayat (3)Pelaksanaan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di bawah…
        • ayat (1)Korporasi yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur…
        • ayat (2)Dalam hal Tindak Pidana Kekerasan Seksual dilakukan oleh Korporasi, pidana…
        • ayat (3)Selain pidana denda, hakim juga menetapkan besarnya Restitusi pelaku Korporasi.
        • ayat (4)Terhadap Korporasi dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa: a. perampasan…
      • Pasal 19Setiap Orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara…
        • Pasal 20Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap Tindak…
          • ayat (1)Penyidik, penuntut umum, dan hakim yang menangani perkara Tindak Pidana…
          • ayat (2)Dalam hal belum terdapat penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memenuhi…
          • ayat (3)Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan ketentuan…
        • Pasal 22Penyidik, penuntut umum, dan hakim melakukan pemeriksaan terhadap…
        • Pasal 23Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di…
  • PENUTUP
Kerangka<< BAB II >>

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang sepanjang ditentukan dalam Undang-Undang ini.

  2. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

  3. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

  4. Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial yang diakibatkan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

  5. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

  6. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

  7. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat ketiga, orang yang mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi tanggungan Saksi dan/atau Korban.

  8. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

  9. Masyarakat adalah perseorangan, Keluarga, kelompok organisasi sosial, dan/atau organisasi kemasyarakatan, termasuk lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat.

  10. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya disingkat LPSK adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan pelindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

  11. Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disingkat UPTD PPA adalah unit pelaksana teknis operasional pada satuan kerja yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, yang berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan terpadu bagi perempuan dan Anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, dan masalah lainnya.

  12. Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat adalah lembaga masyarakat berbadan hukum yang memberikan pelayanan untuk Korban, Keluarga Korban, dan/atau Saksi Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

  13. Pelayanan Terpadu adalah penyelenggaraan layanan yang terintegrasi, multiaspek, lintas fungsi dan sektor bagi Korban, Keluarga Korban, dan/atau Saksi Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

  14. Pendamping adalah orang yang dipercaya dan memiliki kompetensi mendampingi Korban dalam mengakses hak atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan.

  15. Pencegahan adalah segala tindakan atau usaha yang dilakukan untuk menghilangkan berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan keberulangan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

  16. Hak Korban adalah hak atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan yang didapatkan, digunakan, dan dinikmati oleh Korban.

  17. Penanganan adalah tindakan yang dilakukan untuk memberikan layanan pengaduan, layanan kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan hukum, layanan hukum, pemulangan, dan reintegrasi sosial.

  18. Pelindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  19. Pemulihan adalah segala upaya untuk mengembalikan kondisi fisik, mental, spiritual, dan sosial Korban.

  20. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiel dan/atau imateriel yang diderita Korban atau ahli warisnya.

  21. Dana Bantuan Korban adalah dana kompensasi negara kepada Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

  22. Rehabilitasi adalah upaya yang ditujukan terhadap Korban dan pelaku untuk memulihkan dari gangguan terhadap kondisi fisik, mental, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar, baik sebagai individu, anggota Keluarga, maupun Masyarakat.

  23. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  24. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

  25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan tugas pemerintahan di bidang perlindungan anak.


Pasal 2

Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual didasarkan pada asas:

  1. penghargaan atas harkat dan martabat manusia;

  2. nondiskriminasi;

  3. kepentingan terbaik bagi Korban;

  4. keadilan;

  5. kemanfaatan; dan

  6. kepastian hukum.


Pasal 3

Substansi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bertujuan untuk:

  1. mencegah segala bentuk kekerasan seksual;

  2. menangani, melindungi, dan memulihkan Korban;

  3. melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku;

  4. mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan

  5. menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.


Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):