Pendidikan Kedokteran
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
BAB II
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
Pendidikan Kedokteran diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dalam menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dibina oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Bagian Kedua
Pembentukan
Pasal 6
Perguruan tinggi yang akan membuka program studi kedokteran dan/atau program studi kedokteran gigi wajib membentuk Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi.
Fakultas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang berbentuk universitas atau institut.
Pembentukan Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memenuhi syarat dan ketentuan sebagai berikut:
memiliki Dosen dan Tenaga Kependidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan;
memiliki gedung untuk penyelenggaraan pendidikan;
memiliki laboratorium biomedis, laboratorium kedokteran klinis, laboratorium bioetika/humaniora kesehatan, serta laboratorium kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat; dan
memiliki Rumah Sakit Pendidikan atau memiliki rumah sakit yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran.
Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi yang memenuhi syarat dapat menambah program studi lain di bidang kesehatan.
Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi harus memberikan manfaat dan berperan aktif dalam mendukung program untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan ketentuan pembentukan Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta penambahan program studi pada Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Penyelenggara Pendidikan Kedokteran
Pasal 7
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) merupakan penyelenggara Pendidikan Kedokteran.
Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Pendidikan Akademik; dan
Pendidikan Profesi.
Pendidikan Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
program Sarjana Kedokteran dan program Sarjana Kedokteran Gigi;
program magister; dan
program doktor.
Pendidikan Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pembelajaran akademik, laboratorium, dan lapangan di bidang ilmu biomedis, bioetika/humaniora kesehatan, ilmu pendidikan kedokteran, serta kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat.
Pendidikan Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
program profesi dokter dan profesi dokter gigi; dan
program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis.
Program profesi dokter dan profesi dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a merupakan program lanjutan yang tidak terpisahkan dari program sarjana.
Program profesi dokter dan profesi dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilanjutkan dengan program internsip.
Program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diselenggarakan secara nasional bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi rumah sakit pendidikan, Organisasi Profesi, dan konsil kedokteran Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Program dokter layanan primer, dokter spesialis- subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) huruf b hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki akreditasi kategori tertinggi untuk program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi.
Dalam hal mempercepat terpenuhinya kebutuhan dokter layanan primer, Fakultas Kedokteran dengan akreditas kategori tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang akreditasinya setingkat lebih rendah dalam menjalankan program dokter layanan primer.
Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis.
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam menyelenggarakan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang menyelenggarakan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 9
Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi hanya dapat menerima Mahasiswa sesuai dengan kuota nasional.
Ketentuan mengenai kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 10
Dalam hal adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menugaskan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi untuk meningkatkan kuota penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan/atau dokter gigi spesialis-subspesialis sepanjang memenuhi daya tampung dan daya dukung sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 11
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi atas nama perguruan tinggi dalam mewujudkan tujuan Pendidikan Kedokteran bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran, dan/atau lembaga lain, serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 12
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran harus sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran di Rumah Sakit
Pasal 13
Pendidikan Profesi di rumah sakit dilaksanakan setelah rumah sakit ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan.
Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan dan standar.
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sebagai berikut:
mempunyai Dosen dengan kualifikasi Dokter dan/atau Dokter Gigi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
memiliki teknologi kedokteran dan/atau kedokteran gigi yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran;
mempunyai program penelitian secara rutin; dan d. persyaratan lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit Pendidikan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri.
Pasal 14
Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 memiliki fungsi pendidikan, penelitian, dan pelayanan.
Fungsi pendidikan, penelitian, dan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.
Untuk menunjang penyelenggaraan fungsi pendidikan, penelitian, dan pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (2) diperlukan sistem informasi kedokteran, termasuk menggunakan dokumen medik.
Fungsi penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab bersama antara Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, serta berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi.
Bagian Kelima
Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran
Pasal 15
Rumah Sakit Pendidikan terdiri atas:
Rumah Sakit Pendidikan Utama;
Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi; dan
Rumah Sakit Pendidikan Satelit.
Pasal 16
Wahana Pendidikan Kedokteran terdiri atas:
pusat kesehatan masyarakat;
laboratorium; dan
fasilitas lain.
Bagian Keenam
Pendidikan Akademik dan Pendidikan Profesi
Paragraf 1
Pendidikan Akademik
Pasal 17
Untuk pencapaian kompetensi lulusan, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi menjamin kelangsungan Dosen yang memiliki keilmuan biomedis, kedokteran klinis, bioetika/humaniora kesehatan, ilmu pendidikan kedokteran, serta kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat.
Jaminan kelangsungan Dosen yang memiliki keilmuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui penyelenggaraan program magister dan/atau doktor di Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi yang memenuhi persyaratan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan program magister dan/atau doktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Pendidikan Profesi
Pasal 18
Untuk pembelajaran klinik dan pembelajaran komunitas, Mahasiswa diberi kesempatan terlibat dalam pelayanan kesehatan dengan bimbingan dan pengawasan Dosen.
Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap harus mematuhi kode etik Dokter atau Dokter Gigi, dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur keprofesian.
Pasal 19
Untuk penyelenggaraan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dapat mendidik Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis- subspesialis di Rumah Sakit Pendidikan dan/atau di Wahana Pendidikan Kedokteran.
Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis- subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam tahap mandiri pendidikan dapat ditempatkan di rumah sakit selain Rumah Sakit Pendidikan setelah dilakukan visitasi.
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang mengirim Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan program dokter gigi spesialis-subspesialis bertanggung jawab melakukan supervisi dan pembinaan bagi Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan program dokter gigi spesialis-subspesialis yang melaksanakan pelayanan di rumah sakit selain Rumah Sakit Pendidikan.
Ketentuan mengenai penempatan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis- subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis di rumah sakit selain Rumah Sakit Pendidikan diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Bagian Ketujuh
Sumber Daya Manusia
Paragraf 1
Dosen
Pasal 20
Dosen diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang berwenang.
Pengangkatan dan pemberhentian oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persetujuan pejabat berwenang dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengampu kelompok keilmuan biomedis, kedokteran klinis, bioetika/humaniora kesehatan, ilmu pendidikan kedokteran, serta kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat.
Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
Dosen dapat berasal dari perguruan tinggi, Rumah Sakit Pendidikan, dan Wahana Pendidikan Kedokteran.
Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran melakukan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pelayanan kesehatan.
Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran memiliki kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit yang memperhitungkan kegiatan pelayanan kesehatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
Warga negara asing yang mempunyai kompetensi dan kualifikasi akademis ilmu kedokteran atau ilmu kedokteran gigi dapat menjadi Dosen atau dosen tamu.
Ketentuan mengenai warga negara asing yang dapat menjadi Dosen atau dosen tamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Tenaga Kependidikan
Pasal 23
Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dibantu oleh Tenaga Kependidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari pegawai negeri dan/atau nonpegawai negeri.
Tenaga Kependidikan nonpegawai negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran
Pasal 24
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi, asosasi rumah sakit pendidikan, dan Organisasi Profesi.
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur standar untuk:
Pendidikan Akademik; dan
Pendidikan Profesi.
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
program Sarjana Kedokteran dan program Sarjana Kedokteran Gigi;
program magister; dan
program doktor.
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
program profesi dokter dan dokter gigi; dan
program dokter layanan primer, program dokter spesialis-subspesialis, dan program dokter gigi spesialis-subspesialis.
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling sedikit memuat:
standar kompetensi lulusan, standar isi, proses, Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran, Dosen, Tenaga Kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian;
standar penelitian;
standar pengabdian kepada masyarakat;
penilaian program pendidikan dokter dan dokter gigi yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala;
standar kontrak kerja sama Rumah Sakit Pendidikan dan/atau Wahana Pendidikan Kedokteran dengan perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran; dan
standar pemantauan dan pelaporan pencapaian program profesi dokter dan dokter gigi dalam rangka penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b paling sedikit memuat:
standar kompetensi lulusan, standar isi, proses, Rumah Sakit Pendidikan, Dosen, Tenaga Kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian;
penilaian program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala;
standar penelitian;
standar pengabdian kepada masyarakat;
standar kontrak kerja sama Rumah Sakit Pendidikan dan/atau Wahana Pendidikan Kedokteran dengan perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran; dan
standar pola pemberian insentif untuk Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis atas kinerjanya sebagai pemberi pelayanan kesehatan.
Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan dievaluasi secara berkala.
Peninjauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan dunia.
Bagian Kesembilan
Kurikulum
Pasal 25
Kurikulum dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Kedokteran.
Pengembangan Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diarahkan untuk menghasilkan Dokter dan Dokter Gigi dalam rangka:
pemenuhan kompetensi lulusan untuk melakukan pelayanan kesehatan di tingkat pertama/primer;
pemenuhan kompetensi khusus sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan di daerah tertentu; dan
pemenuhan kebutuhan Dokter dan Dokter Gigi sebagai pendidik, peneliti, dan pengembang ilmu.
Pengembangan Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan kemajuan ilmu kedokteran dan ilmu kedokteran gigi, muatan lokal, dan potensi daerah untuk memenuhi kebutuhan Dokter dan Dokter Gigi.
Pasal 26
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib melaksanakan Kurikulum berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran.
Bagian Kesepuluh
Mahasiswa
Paragraf 1
Calon Mahasiswa
Pasal 27
Calon Mahasiswa harus lulus seleksi penerimaan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Selain lulus seleksi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Mahasiswa harus lulus tes bakat dan tes kepribadian.
Seleksi penerimaan calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjamin adanya kesempatan bagi calon Mahasiswa dari daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, dan kondisi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Seleksi penerimaan calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui jalur khusus.
Seleksi penerimaan calon Mahasiswa melalui jalur khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditujukan untuk menjamin pemerataan penyebaran lulusan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi penerimaan calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 28
Dokter dapat mengikuti seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer dan dokter spesialis-subspesialis serta Dokter Gigi dapat mengikuti seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter gigi spesialis-subspesialis.
Dokter yang akan mengikuti seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer dan dokter spesialis-subspesialis serta Dokter Gigi yang akan mengikuti seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
memiliki surat tanda registrasi; dan
mempunyai pengalaman klinis di fasilitas pelayanan kesehatan terutama di daerah terpencil, terdepan/terluar, tertinggal, perbatasan, atau kepulauan.
Pasal 29
Seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) harus memperhatikan prinsip afirmatif, transparan, dan berkeadilan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi penerimaan Mahasiswa __ program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Mahasiswa Warga Negara Asing
Pasal 30
Warga negara asing dapat menjadi Mahasiswa sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Warga negara asing dapat menjadi Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kuota yang ditetapkan oleh Menteri.
Warga negara asing yang menjadi Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan khusus yang ditetapkan oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi.
Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar seluruh biaya pendidikan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai calon Mahasiswa warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Hak dan Kewajiban Mahasiswa
Pasal 31
Setiap Mahasiswa berhak:
memperoleh pelindungan hukum dalam mengikuti proses belajar mengajar, baik di Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi maupun di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran;
memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis; dan
memperoleh waktu istirahat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Setiap Mahasiswa paling sedikit berkewajiban:
mengembangkan potensi dirinya secara aktif sesuai dengan metode pembelajaran;
mengikuti seluruh rangkaian Pendidikan Kedokteran;
menjaga etika profesi dan etika rumah sakit serta disiplin praktik kedokteran;
mengikuti tata tertib yang berlaku di lingkungan Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Rumah Sakit Pendidikan, dan Wahana Pendidikan Kedokteran;
menghormati hak dan menjaga keselamatan pasien; dan
membayar biaya pendidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kesebelas
Beasiswa dan Bantuan Biaya Pendidikan
Pasal 32
Mahasiswa dapat memperoleh beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan.
Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari:
Pemerintah;
Pemerintah Daerah;
Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi; atau
pihak lain.
Pasal 33
Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk daerahnya.
Bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a dan huruf b diberikan kepada Mahasiswa tanpa kewajiban mengikat dalam rangka memenuhi program afirmasi.
Beasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan pertimbangan prestasi dan/atau potensi akademik.
Beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c diberikan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf d diberikan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 34
Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan dapat diberikan kepada Dosen dan/atau Tenaga Kependidikan untuk menjamin pemerataan kesempatan memperoleh peningkatan kualifikasi dan kompetensi.
Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk beasiswa ikatan dinas.
Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari:
Pemerintah;
Pemerintah Daerah;
Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi; atau
pihak lain.
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 34 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Keduabelas
Uji Kompetensi
Pasal 36
Untuk menyelesaikan program profesi dokter atau dokter gigi, Mahasiswa harus lulus uji kompetensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi.
Mahasiswa yang lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi.
Uji kompetensi Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dan berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 37
Mahasiswa yang telah lulus program profesi dokter atau profesi dokter gigi wajib mengangkat sumpah sebagai pertanggungjawaban moral kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas keprofesiannya.
Sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada etika profesi kedokteran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Mahasiswa yang telah lulus dan telah mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) harus mengikuti program internsip yang merupakan bagian dari penempatan wajib sementara.
Penempatan wajib sementara pada program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai masa kerja.
Pasal 39
Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis- subspesialis harus mengikuti uji kompetensi dokter layanan primer, dokter spesialis- subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis yang bersifat nasional dalam rangka memberi pengakuan pencapaian kompetensi profesi dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis dan dokter gigi spesialis-subspesialis.
Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dan berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
Bagian Ketigabelas
Kerja Sama Fakultas Kedokteran/Fakultas Kedokteran Gigi
dengan Rumah Sakit Pendidikan
Pasal 40
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Rumah Sakit Pendidikan Utama.
Dalam hal menyelenggarakan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis dan dokter gigi spesialis-subspesialis, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dapat bekerja sama paling banyak dengan 2 (dua) Rumah Sakit Pendidikan Utama.
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dapat bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit.
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan rumah sakit milik swasta, rumah sakit milik Pemerintah Daerah, dan rumah sakit milik instansi lainnya.
Pasal 41
Rumah Sakit Pendidikan dan/atau rumah sakit gigi dan mulut yang dimiliki Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Rumah Sakit Pendidikan Utama hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagai rumah sakit pendidikan utamanya.
Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit Pendidikan Utama dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit bagi Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi lainnya.
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terintegrasi.
Integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa integrasi fungsional di bidang manajemen dan/atau integrasi struktural.
Pasal 42
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam perjanjian kerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan berhak:
memperoleh fasilitas peralatan Pendidikan Kedokteran sesuai dengan perkembangan teknologi kedokteran dan/atau kedokteran gigi berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dan kebutuhan masyarakat serta berdasarkan fungsi dan kualifikasinya untuk ditempatkan dan digunakan sebagai fasilitas pendidikan di Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
memperoleh dukungan untuk penelitian kedokteran dan/atau kedokteran gigi di rumah sakit yang ditetapkan sebagai tempat penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.
Pasal 43
Perjanjian kerja sama antara Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan paling sedikit memuat:
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib mengirimkan Mahasiswa untuk melakukan pembelajaran, penelitian dan pelayanan di Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung rumah sakit tersebut; dan
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib berkontribusi mendanai pendidikan di Rumah Sakit Pendidikan.
Pasal 44
Rumah Sakit Pendidikan dalam perjanjian kerja sama dengan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam rangka pelaksanaan Pendidikan Kedokteran bersama-sama mengatur Dosen, proses Pendidikan Kedokteran, jumlah Mahasiswa pada setiap jenjang dan program yang dapat melakukan pembelajaran, penelitian, dan pelayanan di Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 40 sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempatbelas
Penelitian
Pasal 46
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib melaksanakan penelitian ilmu biomedis, ilmu kedokteran gigi dasar, ilmu kedokteran klinis, ilmu kedokteran gigi klinis, ilmu bioetika/humaniora kesehatan, ilmu pendidikan kedokteran, serta ilmu kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu kedokteran dan/atau ilmu kedokteran gigi.
Penelitian kedokteran dan kedokteran gigi yang menggunakan manusia dan hewan percobaan sebagai subjek penelitian harus memenuhi lolos kaji etik.
Penelitian kedokteran dan kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan-undangan.
Bagian Kelimabelas
Penjaminan Mutu
Pasal 47
Penyelenggara Pendidikan Kedokteran wajib mengembangkan sistem penjaminan mutu yang dilaksanakan secara internal dan eksternal.
Ketentuan mengenai sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.