Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019

Info
Isi

Bagian Keempat
Kuota Haji Khusus


Pasal 64
(1)

Menteri menetapkan kuota haji khusus.

(2)

Kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari kuota haji Indonesia.

(3)

Kuota haji khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kuota:

  1. Jemaah Haji Khusus; dan

  2. petugas haji khusus.

(4)

Pengisian kuota haji khusus dilakukan berdasarkan urutan pendaftaran secara nasional.


Pasal 65
(1)

Pengisian kuota haji khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah penetapan Menteri. (2) Dalam hal kuota haji khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi pada Hari penutupan pengisian kuota, Menteri dapat memperpanjang masa pengisian sisa kuota dalam waktu 7 (tujuh) Hari untuk:

  1. Jemaah sebelumnya mengalami kegagalan sistem;

  2. pendamping Jemaah Haji Khusus lanjut usia;

  3. Jemaah Haji Khusus yang terpisah dari mahram atau keluarga;

  4. Jemaah Haji Khusus penyandang disabilitas dan pendampingnya; dan

  5. Jemaah Haji Khusus pada urutan berikutnya.

(3)

Dalam hal kuota haji khusus tidak terpenuhi selama 7 (tujuh) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengisian sisa kuota akhir berdasarkan nomor urut berikutnya berbasis PIHK serta berdasarkan kesiapan jemaah dan setiap PIHK paling lama 7 (tujuh) Hari.


Pasal 66

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian kuota haji khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 64 dan pengisian sisa kuota haji khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 67
(1)

PIHK hanya memberangkatkan Jemaah Haji Khusus yang terdaftar dan yang telah melaporkan kepada Menteri.

(2)

PIHK wajib memberangkatkan Jemaah Haji Khusus paling sedikit 45 (empat puluh lima) jemaah.

(3)

Dalam hal PIHK memperoleh kurang dari 45 (empat puluh lima) jemaah, PIHK wajib menggabungkan jemaahnya dengan PIHK lain.

(4)

Penggabungan Jemaah Haji Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan atas persetujuan jemaah yang dibuktikan dengan surat persetujuan dan dilaporkan kepada Menteri.

(5)

Dalam hal Jemaah Haji Khusus tidak menyetujui penggabungan jemaah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Jemaah Haji Khusus tersebut menjadi daftar tunggu tahun berikutnya.

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan Jemaah Haji Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.


Terkait

Komentar!