Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019

Info
Isi
<<>>

BAB VI
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI KHUSUS


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 57

Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dilaksanakan oleh PIHK.


Bagian Kedua
Persyaratan


Pasal 58

Untuk mendapatkan izin menjadi PIHK, badan hukum harus memenuhi persyaratan :

  1. dimiliki dan dikelola oleh warga negara Indonesia yang beragama Islam;

  2. terdaftar sebagai PPIU yang terakreditasi;

  3. memiliki kemampuan teknis, kompetensi personalia, dan kemampuan finansial untuk menyelenggarakan Ibadah Haji khusus yang dibuktikan dengan jaminan bank; dan

  4. memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.


Pasal 59
(1)

Pelaksanaan Ibadah Haji khusus dilakukan oleh PIHK setelah mendapat izin dari Menteri.

(2)

Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama PIHK menjalankan kegiatan usaha Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.


Pasal 60

Pembukaan kantor cabang PIHK harus kepada Menteri melalui Kementerian kabupaten/ kota setempat.


Pasal 61

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan PIHK, izin PIHK, dan pembukaan kantor cabang PIHK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 60 diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Penyelenggara Ibadah Haji Khusus


Pasal 62

PIHK berhak mendapatkan:

  1. pembinaan dari Menteri;

  2. informasi tentang kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus;

  3. informasi tentang data Jemaah Haji Khusus pada tahun berjalan di setiap PIHK;

  4. identitas Jemaah Haji dan asuransi;

  5. penerimaan saldo setoran Bipih Khusus dari Badan Pengelola Keuangan Haji sesuai dengan jumlah Jemaah Haji Khusus yang telah melunasi Bipih Khusus dan yang akan berangkat pada tahun berjalan;

  6. informasi tentang hasil pengawasan dan akreditasi; dan

  7. kuota untuk penanggung jawab PIHK, petugas kesehatan, dan pembimbing Ibadah Haji khusus.


Pasal 63
(1)

PIHK wajib:

  1. memfasilitasi pengurusan dokumen perjalanan Ibadah Haji khusus;

  2. memberikan bimbingan dan pembinaan Ibadah Haji khusus;

  3. memberikan pelayanan kesehatan, transportasi, akomodasi, konsumsi, dan pelindungan;

  4. memberangkatkan, melayani, dan memulangkan Jemaah Haji Khusus sesuai dengan perjanjian;

  5. memberangkatkan penanggung jawab PIHK, petugas kesehatan, dan pembimbing Ibadah Haji khusus sesuai dengan ketentuan pelayanan haji khusus;

  6. memfasilitasi pemindahan calon Jemaah Haji Khusus kepada PIHK lain atas permohonan jemaah; dan

  7. melaporkan pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus kepada Menteri.

(2)

PIHK yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksu pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa

  1. teguran tertulis;

  2. pembekuan izin; atau

  3. pencabutan izin.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan dan pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Keempat
Kuota Haji Khusus


Pasal 64
(1)

Menteri menetapkan kuota haji khusus.

(2)

Kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari kuota haji Indonesia.

(3)

Kuota haji khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kuota:

  1. Jemaah Haji Khusus; dan

  2. petugas haji khusus.

(4)

Pengisian kuota haji khusus dilakukan berdasarkan urutan pendaftaran secara nasional.


Pasal 65
(1)

Pengisian kuota haji khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah penetapan Menteri. (2) Dalam hal kuota haji khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi pada Hari penutupan pengisian kuota, Menteri dapat memperpanjang masa pengisian sisa kuota dalam waktu 7 (tujuh) Hari untuk:

  1. Jemaah sebelumnya mengalami kegagalan sistem;

  2. pendamping Jemaah Haji Khusus lanjut usia;

  3. Jemaah Haji Khusus yang terpisah dari mahram atau keluarga;

  4. Jemaah Haji Khusus penyandang disabilitas dan pendampingnya; dan

  5. Jemaah Haji Khusus pada urutan berikutnya.

(3)

Dalam hal kuota haji khusus tidak terpenuhi selama 7 (tujuh) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengisian sisa kuota akhir berdasarkan nomor urut berikutnya berbasis PIHK serta berdasarkan kesiapan jemaah dan setiap PIHK paling lama 7 (tujuh) Hari.


Pasal 66

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian kuota haji khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 64 dan pengisian sisa kuota haji khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 67
(1)

PIHK hanya memberangkatkan Jemaah Haji Khusus yang terdaftar dan yang telah melaporkan kepada Menteri.

(2)

PIHK wajib memberangkatkan Jemaah Haji Khusus paling sedikit 45 (empat puluh lima) jemaah.

(3)

Dalam hal PIHK memperoleh kurang dari 45 (empat puluh lima) jemaah, PIHK wajib menggabungkan jemaahnya dengan PIHK lain.

(4)

Penggabungan Jemaah Haji Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan atas persetujuan jemaah yang dibuktikan dengan surat persetujuan dan dilaporkan kepada Menteri.

(5)

Dalam hal Jemaah Haji Khusus tidak menyetujui penggabungan jemaah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Jemaah Haji Khusus tersebut menjadi daftar tunggu tahun berikutnya.

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan Jemaah Haji Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Kelima
Biaya Perjalanan Ibadah Haji Khusu


Pasal 68
(1)

Menteri menetapkan setoran awal Bipih Khusus dan pelunasan Bipih Khusus untuk Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.

(2)

Bipih Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan oleh Jemaah Haji Khusus ke rekening Badan Pengelola Keuangan Haji di BPS Bipih Khusus melalui PIHK.

(3)

PIHK dapat memungut biaya di atas setoran Bipih Khusus sesuai dengan pelayanan tambahan dari standar pelayanan minimum.

(4)

Standar pelayanan minimum dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 69
(1)

Badan Pengelola Keuangan Haji menyerahkan saldo setoran Bipih Khusus kepada PIHK.

(2)

Saldo setoran Bipih Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan jumlah Jemaah Haji Khusus yang telah melunasi Bipih khusus dan berangkat pada tahun berjalan.


Pasal 70
(1)

Bipih Khusus yang telah disetorkan melalui BPS Bipih Khusus dikembalikan sesuai dengan perjanjian jemaah dengan PIHK jika:

  1. porsinya tidak dimanfaatkan oleh ahli waris bagi Jemaah Haji Khusus yang meninggal dunia sebelum berangkat menunaikan Ibadah Haji;

  2. Jemaah Haji Khusus membatalkan keberangkatannya dengan alasan yang sah; atau

  3. Jemaah Haji Khusus dibatalkan keberangkatannya dengan alasan yang sah.

(2)

Pengembalian Bipih Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Jemaah Haji Khusus, pihak yang diberi kuasa, atau ahli warisnya.

(3)

Jemaah Haji Khusus yang dibatalkan keberangkatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus mendapatkan pemberitahuan secara tertulis dari Menteri.

(4)

Pengembalian Bipih Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak Jemaah Haji Khusus meninggal dunia, membatalkan keberangkatannya, atau dibatalkan keberangkatannya.


Bagian Keenam
Petugas
Pasal 71
(1) PIHK wajib memberangkatkan 1 (satu) orang penanggung jawab PIHK, 1 (satu) orang petugas kesehatan, dan 1 (satu) orang pembimbing Ibadah Haji khusus untuk paling sedikit 45 (empat puluh lima) Jemaah Haji Khusus yang diberangkatkan ke Arab Saudi.
(2) Petugas kesehatan dan pembimbing Ibadah Haji khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dirangkap oleh Jemaah Haji Khusus.


Pasal 72

Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggung jawab PIHK, petugas kesehatan, dan pembimbing Ibadah Haji khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Ketujuh
Pendaftaran dan Penundaan


Pasal 73
(1)

Pendaftaran Jemaah Haji Khusus dilakukan sepanjang tahun setiap Hari sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.

(2)

Pendaftaran Haji khusus dilakukan oleh Jemaah Haji Khusus melalui PIHK yang terhubung dengan Siskohat.

(3)

Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip pelayanan sesuai dengan nomor urut pendaftaran.


Pasal 74

Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran, pemberangkatan Jemaah Haji Khusus berdasarkan nomor urut pendaftaran, pengecualian bagi Jemaah Haji Khusus lanjut usia yang dapat diberangkatkan, dan penundaan keberangkatan diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Kedelapan
Dokumen Perjalanan Ibadah Haji Khusus


Pasal 75
(1)

PIHK bertanggung jawab memfasilitasi pengurusan dokumen perjalanan Ibadah Haji khusus.

(2)

Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paspor dan visa untuk pelaksanaan Ibadah Haji.


Bagian Kesembilan
Pembinaan


Pasal 76
(1)

PIHK bertanggung jawab memberikan pembinaan Ibadah Haji kepada Jemaah Haji Khusus.

(2)

Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. bimbingan manasik Ibadah Haji;

  2. pelayanan kesehatan; dan

  3. pelayananperjalanan.

(3)

Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara terencana, terstruktur, terukur, dan terpadu sesuai dengan standardisasi pembinaan.

(4)

Standardisasi pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

  1. standar manasik Ibadah Haji;

  2. standar kesehatan; dan

  3. standar perjalanan.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai standardisasi pembinaan diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Kesepuluh
Pelayanan Kesehatan


Pasal 77
(1)

PIHK bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan Jemaah Haji Khusus sejak keberangkatan sampai dengan kembali ke tanah air.

(2)

Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan standardisasi organisasi kesehatan dunia yang sesuai dengan prinsip syariat.


Bagian Kesebelas
Pelayanan Transportasi


Pasal 78
(1)

PIHK bertanggung jawab memberikan pelayanan transportasi bagi Jemaah Haji Khusus dengan memperhatikan aspek keamanan, keselamatan, dan kenyamanan.

(2)

Transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. transportasi udara ke dan dari Arab Saudi; dan

  2. transportasi darat atau udara selama di Arab Saudi.

(3)

Pelayanan transportasi dilaksanakan sesuai dengan standardisasi pelayanan minimal transportasi Ibadah Haji khusus.

(4)

Ketentuan mengenai standardisasi pelayanan minimal transportasi Ibadah Haji khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Kedua Belas
Pelayanan Akomodasi dan Konsumsi


Pasal 79
(1)

PIHK bertanggung jawab memberikan pelayanan akomodasi dan konsumsi kepada Jemaah Haji Khusus.

(2)

Pelayanan akomodasi dan konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standardisasi pelayanan minimal akomodasi dan konsumsi Ibadah Haji khusus.

(3)

Ketentuan mengenai standardisasi pelayanan minimal akomodasi dan konsumsi Ibadah Haji khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga Belas
Pelindungan


Pasal 80
(1)

Jemaah Haji Khusus mendapatkan pelindungan:

  1. warga negara Indonesia di luar negeri;

  2. hukum;

  3. keamanan; dan

  4. jiwa, kecelakaan, dan kesehatan.

(2)

PIHK bertanggung jawab memberikan pelindungan kepada Jemaah Haji Khusus dan petugas haji khusus sebelum, selama, dan setelah Jemaah Haji Khusus dan petugas haji khusus melaksanakan Ibadah Haji.

(3)

Pemberian pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dilaksanakan oleh PIHK sesuai dengan kebijakan Menteri.


Pasal 81
(1)

Pelindungan jiwa, kecelakaan, dan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) huruf d diberikan dalam bentuk asuransi.

(2)

Besaran pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebesar Bipih Khusus.

(3)

Masa pertanggungan asuransi dimulai sejak pemberangkatan sampai dengan pemulangan.


Bagian Keempat Belas
Pelaporan


Pasal 82
(1)

PIHK melaporkan pelaksanaan operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus kepada Menteri.

(2)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. paket program Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus;

  2. jadwal keberangkatan dan kepulangan Jemaah Haji Khusus;

  3. daftar nama Jemaah Haji Khusus dan petugas PlHK;

  4. daftar Jemaah Haji Khusus yang batal berangkat; dan

  5. Jemaah Haji yang menggunakan visa haji mujamalah undangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi


Bagian Kelima Belas
Pengawasan dan Evaluasi


Pasal 83
(1)

Menteri melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap PIHK paling lama 60 (enam puluh) Hari terhitung sejak selesainya Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.

(2)

Hasil pengawasan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada DPR RI.


Pasal 84

Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan evaluasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Keenam Belas
Akreditasi


Pasal 85
(1)

Menteri melaksanakan akreditasi PIHK.

(2)

Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menilai kinerja dan kualitas pelayanan PIHK.

(3)

Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setiap 3 (tiga) tahun.

(4)

Menteri menetapkan standar akreditasi PIHK.

(5)

Menteri memublikasikan hasil akreditasi PIHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat secara elektronik dan/atau nonelektronik.

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi PIHK diatur dengan Peraturan Menteri.


Terkait

Komentar!