Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
- JUDULUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2019 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH
- PEMBUKAAN
Konsideran (Menimbang)
- a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya…
- b. bahwa salah satu jaminan negara atas kemerdekaan beribadah ialah memberikan…
- c. bahwa semakin meningkatnya jumlah warga negara untuk menunaikan ibadah haji…
- d. bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2OO8 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji…
- e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,…
Dasar Hukum (Mengingat)
- Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik…
- BATANG TUBUH
- PENUTUP
BAB II
JEMAAH HAJI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dapat mendaftar sebagai Jemaah Haji dengan membayar setoran awal dan menyerahkan salinan dokumen kependudukan yang sah.
Pasal 5
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi:
berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah;
memenuhipersyaratankesehatan;
melunasi Bipih; dan
belum pernah menunaikan Ibadah Haji atau sudah pernah menunaikan Ibadah Haji paling singkat 10 (sepuluh) tahun sejak menunaikan Ibadah Haji yang terakhir.
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dikecualikan bagi:
petugas penyelenggara Ibadah Haji reguler;
pembimbing KBIHU; dan
petugas PIHK.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Peraturan menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Jemaah Haji
Pasal 6
Jemaah Haji berhak:
mendapatkan bukti setoran dari BPS Bipih dan nomor porsi dari Menteri;
mendapatkan bimbingan manasik haji dan materi lainnya di tanah air, dalam perjalanan, dan di Arab Saudi;
mendapatkan pelayanan akomodasi, konsumsi, dan kesehatan;
mendapatkan pelayanan transportasi;
mendapatkan pelindungan sebagai Jemaah Haji Indonesia;
mendapatkan identitas haji dan dokumen lainnya yang diperlukan untuk pelaksanaan Ibadah Haji;
mendapatkan asuransi jiwa sesuai dengan prinsip syariat;
mendapatkan pelayanan khusus bagi Jemaah Haji penyandang disabilitas;
mendapatkan informasi pelaksanaan Ibadah Haji;
memilih PIHK untuk Jemaah Haji Khusus; dan
melimpahkan nomor porsi kepada suami, istri, ayah, ibu, anak kandung, atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga dengan alasan meninggal dunia atau sakit permanen menurut keterangan kesehatan Jemaah Haji.
Pelimpahan porsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k berlaku hanya untuk 1 (satu) kali pelimpahan.
Ketentuan mengenai tata cara pelimpahan porsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 7
Jemaah Haji berkewajiban:
mendaftarkan diri ke kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota bagi Jemaah Haji Reguler;
mendaftarkan diri ke PIHK pilihan jemaah yang terhubung dengan Siskohat bagi Jemaah Haji Khusus;
membayar Bipih yang disetorkan ke BPS Bipih;
melaporkan diri ke kantor Kementerian Agama di kabupatenlkota bagi Jemaah Haji Khusus melalui PIHK; dan
memenuhi persyaratan dan mematuhi ketentuan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji. Bagian Ketiga Kuota Jemaah Haji
Pasal 8
Jemaah Haji diberangkatkan berdasarkan kuota haji Indonesia.
Kuota haji Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Kuota haji Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kuota:
haji reguler; dan
haji khusus.
Kuota haji reguler sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas kuota:
Jemaah Haji; dan
petugas haji.
Kuota haji khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas kuota:
Jemaah Haji Khusus; dan
petugas haji khusus.
Penetapan kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan prinsip transparan dan proporsional.
Pasal 9
Dalam hal terdapat penambahan kuota haji Indonesia setelah Menteri menetapkan kuota haji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Menteri menetapkan kuota haji tambahan.
Ketentuan mengenai pengisian kuota haji tambahan diatur dengan Peraturan Menteri.