Pengupahan

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015

Info
Isi
<<>>

BAB IV
PELINDUNGAN UPAH


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 11

Setiap Pekerja/Buruh berhak memperoleh Upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.


Bagian Kedua Penetapan Upah

Pasal 12
Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.


Pasal 13
(1)

Upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a ditetapkan secara harian, mingguan, atau bulanan.

(2)

Dalam hal Upah ditetapkan secara harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perhitungan Upah sehari sebagai berikut:

  1. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, Upah sebulan dibagi 25 (dua puluh lima); atau

  2. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, Upah sebulan dibagi 21 (dua puluh satu).


Pasal 14
(1)

Penetapan besarnya Upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a dilakukan dengan berpedoman pada struktur dan skala Upah.

(2)

Struktur dan skala Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun oleh Pengusaha dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.

(3)

Struktur dan skala Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberitahukan kepada seluruh Pekerja/Buruh.

(4)

Struktur dan skala Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampirkan oleh Perusahaan pada saat permohonan:

  1. pengesahan dan pembaruan Peraturan Perusahaan; atau

  2. pendaftaran, perpanjangan, dan pembaruan Perjanjian Kerja Bersama.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 15
(1)

Upah berdasarkan satuan hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b ditetapkan sesuai dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati.

(2)

Penetapan besarnya Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha berdasarkan hasil kesepakatan antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha.


Pasal 16

Penetapan Upah sebulan berdasarkan satuan hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, untuk pemenuhan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan berdasarkan Upah rata- rata 3 (tiga) bulan terakhir yang diterima oleh Pekerja/Buruh.


Bagian Ketiga Cara Pembayaran Upah

Pasal 17
(1) Upah wajib dibayarkan kepada Pekerja/Buruh yang bersangkutan.
(2) Pengusaha wajib memberikan bukti pembayaran Upah yang memuat rincian Upah yang diterima oleh Pekerja/Buruh pada saat Upah dibayarkan.
(3) Upah dapat dibayarkan kepada pihak ketiga dengan surat kuasa dari Pekerja/Buruh yang bersangkutan.
(4) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembayaran Upah.


Pasal 18
(1)

Pengusaha wajib membayar Upah pada waktu yang telah diperjanjikan antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh.

(2)

Dalam hal hari atau tanggal yang telah disepakati jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, atau hari istirahat mingguan, pelaksanaan pembayaran Upah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.


Pasal 19

Pembayaran Upah oleh Pengusaha dilakukan dalam jangka waktu paling cepat seminggu 1 (satu) kali atau paling lambat sebulan 1 (satu) kali kecuali bila Perjanjian Kerja untuk waktu kurang dari satu minggu.


Pasal 20

Upah Pekerja/Buruh harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode dan per tanggal pembayaran Upah.


Pasal 21
(1)

Pembayaran Upah harus dilakukan dengan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.

(2)

Pembayaran Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tempat yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

(3)

Dalam hal tempat pembayaran Upah tidak diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, maka pembayaran Upah dilakukan di tempat Pekerja/Buruh biasanya bekerja.


Pasal 22
(1)

Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dibayarkan secara langsung atau melalui bank.

(2)

Dalam hal Upah dibayarkan melalui bank, maka Upah harus sudah dapat diuangkan oleh Pekerja/Buruh pada tanggal pembayaran Upah yang disepakati kedua belah pihak.


Bagian Keempat Peninjauan Upah

Pasal 23
(1) Pengusaha melakukan peninjauan Upah secara berkala untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup dan/atau peningkatan produktivitas kerja dengan mempertimbangkan kemampuan Perusahaan.
(2) Peninjauan Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Bagian Kelima Upah Pekerja/Buruh Tidak Masuk Kerja dan/atau Tidak Melakukan Pekerjaan


Pasal 24
(1)

Upah tidak dibayar apabila Pekerja/Buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan.

(2)

Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan:

  1. berhalangan;

  2. melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; atau c. menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; tetap dibayar Upahnya.

(3)

Alasan Pekerja/Buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

  1. Pekerja/Buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

  2. Pekerja/Buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; dan

  3. Pekerja/Buruh tidak masuk bekerja karena:

    1. menikah;

    2. menikahkan anaknya;

    3. mengkhitankan anaknya;

    4. membaptiskan anaknya;

    5. isteri melahirkan atau keguguran kandungan;

    6. suami, isteri, orang tua, mertua, anak, dan/atau menantu meninggal dunia; atau

    7. anggota keluarga selain sebagaimana dimaksud pada angka 6) yang tinggal dalam satu rumah meninggal dunia.

(4)

Alasan Pekerja/Buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

  1. menjalankan kewajiban terhadap negara;

  2. menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan agamanya;

  3. melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan Pengusaha dan dapat dibuktikan dengan adanya pemberitahuan tertulis; atau

  4. melaksanakan tugas pendidikan dari Perusahaan.

(5)

Alasan Pekerja/Buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c apabila Pekerja/Buruh melaksanakan:

  1. hak istirahat mingguan;

  2. cuti tahunan;

  3. istirahat panjang;

  4. cuti sebelum dan sesudah melahirkan; atau

  5. cuti keguguran kandungan.


Pasal 25

Pengusaha wajib membayar Upah apabila Pekerja/Buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi Pengusaha tidak mempekerjakannya, karena kesalahan sendiri atau kendala yang seharusnya dapat dihindari Pengusaha.


Pasal 26
(1)

Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a sebagai berikut:

  1. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari Upah;

  2. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima persen) dari Upah;

  3. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh persen) dari Upah; dan

  4. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah sebelum Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan oleh Pengusaha.

(2)

Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh perempuan yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b disesuaikan dengan jumlah hari menjalani masa sakit haidnya, paling lama 2 (dua) hari.

(3)

Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf c sebagai berikut:

  1. Pekerja/Buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;

  2. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

  3. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

  4. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

  5. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

  6. suami, isteri, orang tua, mertua, anak, dan/atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; atau

  7. anggota keluarga selain sebagaimana dimaksud dalam huruf f yang tinggal dalam 1 (satu) rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.


Pasal 27
(1)

Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf a tidak melebihi 1 (satu) tahun dan penghasilan yang diberikan oleh negara kurang dari besarnya Upah yang biasa diterima Pekerja/Buruh, Pengusaha wajib membayar kekurangannya.

(2)

Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf a tidak melebihi 1 (satu) tahun dan penghasilan yang diberikan oleh negara sama atau lebih besar dari Upah yang biasa diterima Pekerja/Buruh, Pengusaha tidak wajib membayar.

(3)

Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pengusaha.


Pasal 28

Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja atau tidak melakukan pekerjaannya karena menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan oleh agamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf b, sebesar Upah yang diterima oleh Pekerja/Buruh dengan ketentuan hanya sekali selama Pekerja/Buruh bekerja di Perusahaan yang bersangkutan.


Pasal 29

Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf c, sebesar Upah yang biasa diterima oleh Pekerja/Buruh.


Pasal 30

Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melaksanakan tugas pendidikan dari Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf d, sebesar Upah yang biasa diterima oleh Pekerja/Buruh.


Pasal 31

Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), sebesar Upah yang biasa diterima oleh Pekerja/Buruh.


Pasal 32

Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 31 ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.


Bagian Keenam Upah Kerja Lembur

Pasal 33
Upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b wajib dibayar oleh Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja atau pada istirahat mingguan atau dipekerjakan pada hari libur resmi sebagai kompensasi kepada Pekerja/Buruh yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh Upah untuk Pembayaran Pesangon


Pasal 34
(1)

Komponen Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon terdiri atas:

  1. Upah pokok; dan

  2. tunjangan tetap yang diberikan kepada Pekerja/Buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada Pekerja/Buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar Pekerja/Buruh dengan subsidi, maka sebagai Upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh Pekerja/Buruh.

(2)

Dalam hal Pengusaha memberikan Upah tanpa tunjangan, dasar perhitungan uang pesangon dihitung dari besarnya Upah yang diterima Pekerja/Buruh.


Pasal 35

Upah untuk pembayaran pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan ketentuan:

  1. dalam hal penghasilan Pekerja/Buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 (tiga puluh) kali penghasilan sehari;

  2. dalam hal Upah Pekerja/Buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan Upah minimum provinsi atau kabupaten/kota; atau

  3. dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan Upahnya didasarkan pada Upah borongan, maka perhitungan Upah sebulan dihitung dari Upah rata- rata 12 (dua belas) bulan terakhir.


Bagian Kedelapan
Upah untuk Perhitungan Pajak Penghasilan


Pasal 36
(1)

Upah untuk perhitungan pajak penghasilan yang dibayarkan untuk pajak penghasilan dihitung dari seluruh penghasilan yang diterima oleh Pekerja/Buruh.

(2)

Pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibebankan kepada Pengusaha atau Pekerja/Buruh yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

(3)

Upah untuk perhitungan pajak penghasilan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Kesembilan
Pembayaran Upah dalam Keadaan Kepailitan


Pasal 37
(1)

Pengusaha yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pernyataan pailit oleh pengadilan maka Upah dan hak-hak lainnya dari Pekerja/Buruh merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya.

(2)

Upah Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)

Hak-hak lainnya dari Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya setelah pembayaran para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan. __


Pasal 38

Apabila Pekerja/Buruh jatuh pailit, Upah dan segala pembayaran yang timbul dari Hubungan Kerja tidak termasuk dalam kepailitan kecuali ditetapkan lain oleh hakim dengan ketentuan tidak melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari Upah dan segala pembayaran yang timbul dari Hubungan Kerja yang harus dibayarkan.


Bagian Kesepuluh
Penyitaan Upah Berdasarkan Perintah Pengadilan


Pasal 39

Apabila uang yang disediakan oleh Pengusaha untuk membayar Upah disita oleh juru sita berdasarkan perintah pengadilan maka penyitaan tersebut tidak boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari jumlah Upah yang harus dibayarkan. Bagian Kesebelas Hak Pekerja/Buruh Atas Keterangan Upah


Pasal 40
(1)

Pekerja/Buruh atau kuasa yang ditunjuk secara sah berhak meminta keterangan mengenai Upah untuk dirinya dalam hal keterangan terkait Upah tersebut hanya dapat diperoleh melalui buku Upah di Perusahaan.

(2)

Apabila permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil maka Pekerja/Buruh atau kuasa yang ditunjuk berhak meminta bantuan kepada pengawas ketenagakerjaan.

(3)

Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dirahasiakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Terkait

Komentar!