Pengupahan
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 78 TAHUN 2015
TENTANG
PENGUPAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
| Menimbang | : | bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan; |
|---|
| Mengingat | : |
|
|---|
MEMUTUSKAN:
Menetapkan | : | PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGUPAHAN. |
|---|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
- Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
- Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
- Pengusaha adalah:
- orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
- orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
- orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
- Perusahaan adalah:
- setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
- usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
- Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
- Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat- syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
- Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.
- Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
- Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
- Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
BAB II
KEBIJAKAN PENGUPAHAN
Pasal 3
- Upah minimum;
- Upah kerja lembur;
- Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
- Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
- Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
- bentuk dan cara pembayaran Upah;
- denda dan potongan Upah;
- hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah;
- struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
- Upah untuk pembayaran pesangon; dan
- Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
BAB III
PENGHASILAN YANG LAYAK
Pasal 4
- Upah; dan
- pendapatan non Upah.
Pasal 5
- Upah tanpa tunjangan;
- Upah pokok dan tunjangan tetap; atau
- Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap.
Pasal 6
- bonus;
- uang pengganti fasilitas kerja; dan/atau
- uang servis pada usaha tertentu.
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
- Pekerja/Buruh dalam jabatan/pekerjaan tertentu; atau
- seluruh Pekerja/Buruh.
Pasal 10
BAB IV
PELINDUNGAN UPAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
Bagian Kedua Penetapan Upah
Pasal 12
Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
Pasal 13
- bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, Upah sebulan dibagi 25 (dua puluh lima); atau
- bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, Upah sebulan dibagi 21 (dua puluh satu).
Pasal 14
- pengesahan dan pembaruan Peraturan Perusahaan; atau
- pendaftaran, perpanjangan, dan pembaruan Perjanjian Kerja Bersama.
Pasal 15
Pasal 16
Bagian Ketiga Cara Pembayaran Upah
Pasal 17
(1) Upah wajib dibayarkan kepada Pekerja/Buruh yang bersangkutan.
(2) Pengusaha wajib memberikan bukti pembayaran Upah yang memuat rincian Upah yang diterima oleh Pekerja/Buruh pada saat Upah dibayarkan.
(3) Upah dapat dibayarkan kepada pihak ketiga dengan surat kuasa dari Pekerja/Buruh yang bersangkutan.
(4) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembayaran Upah.
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Bagian Keempat Peninjauan Upah
Pasal 23
(1) Pengusaha melakukan peninjauan Upah secara berkala untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup dan/atau peningkatan produktivitas kerja dengan mempertimbangkan kemampuan Perusahaan.
(2) Peninjauan Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Bagian Kelima Upah Pekerja/Buruh Tidak Masuk Kerja dan/atau Tidak Melakukan Pekerjaan
Pasal 24
- berhalangan;
- melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; atau c. menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; tetap dibayar Upahnya.
- Pekerja/Buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
- Pekerja/Buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; dan
- Pekerja/Buruh tidak masuk bekerja karena:
- menikah;
- menikahkan anaknya;
- mengkhitankan anaknya;
- membaptiskan anaknya;
- isteri melahirkan atau keguguran kandungan;
- suami, isteri, orang tua, mertua, anak, dan/atau menantu meninggal dunia; atau
- anggota keluarga selain sebagaimana dimaksud pada angka 6) yang tinggal dalam satu rumah meninggal dunia.
- menjalankan kewajiban terhadap negara;
- menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan agamanya;
- melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan Pengusaha dan dapat dibuktikan dengan adanya pemberitahuan tertulis; atau
- melaksanakan tugas pendidikan dari Perusahaan.
- hak istirahat mingguan;
- cuti tahunan;
- istirahat panjang;
- cuti sebelum dan sesudah melahirkan; atau
- cuti keguguran kandungan.
Pasal 25
Pasal 26
- untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari Upah;
- untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima persen) dari Upah;
- untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh persen) dari Upah; dan
- untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah sebelum Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan oleh Pengusaha.
- Pekerja/Buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
- menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
- mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
- membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
- isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
- suami, isteri, orang tua, mertua, anak, dan/atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; atau
- anggota keluarga selain sebagaimana dimaksud dalam huruf f yang tinggal dalam 1 (satu) rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Bagian Keenam Upah Kerja Lembur
Pasal 33
Upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b wajib dibayar oleh Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja atau pada istirahat mingguan atau dipekerjakan pada hari libur resmi sebagai kompensasi kepada Pekerja/Buruh yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh Upah untuk Pembayaran Pesangon
Pasal 34
- Upah pokok; dan
- tunjangan tetap yang diberikan kepada Pekerja/Buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada Pekerja/Buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar Pekerja/Buruh dengan subsidi, maka sebagai Upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh Pekerja/Buruh.
Pasal 35
- dalam hal penghasilan Pekerja/Buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 (tiga puluh) kali penghasilan sehari;
- dalam hal Upah Pekerja/Buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan Upah minimum provinsi atau kabupaten/kota; atau
- dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan Upahnya didasarkan pada Upah borongan, maka perhitungan Upah sebulan dihitung dari Upah rata- rata 12 (dua belas) bulan terakhir.
Bagian Kedelapan
Upah untuk Perhitungan Pajak Penghasilan
Pasal 36
Bagian Kesembilan
Pembayaran Upah dalam Keadaan Kepailitan
Pasal 37
Pasal 38
Bagian Kesepuluh
Penyitaan Upah Berdasarkan Perintah Pengadilan
Pasal 39
Pasal 40
BAB V
UPAH MINIMUM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 41
- Upah tanpa tunjangan; atau
- Upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Bagian Kedua
Penetapan Upah minimum Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota
Pasal 45
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
Bagian Ketiga
Penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota
Pasal 49
Pasal 50
BAB VI
HAL-HAL YANG DAPAT DIPERHITUNGKAN DENGAN UPAH
Pasal 51
- denda;
- ganti rugi;
- pemotongan Upah untuk pihak ketiga;
- uang muka Upah;
- sewa rumah dan/atau sewa barang-barang milik Perusahaan yang disewakan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh;
- hutang atau cicilan hutang Pekerja/Buruh kepada Pengusaha; dan/atau
- kelebihan pembayaran Upah.
Pasal 52
BAB VII
PENGENAAN DENDA DAN PEMOTONGAN UPAH
Bagian Kesatu
Pengenaan Denda
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
- mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya Upah dibayar, dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) untuk setiap hari keterlambatan dari Upah yang seharusnya dibayarkan;
- sesudah hari kedelapan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditambah 1% (satu persen) untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari Upah yang seharusnya dibayarkan; dan
- sesudah sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga yang berlaku pada bank pemerintah.
Pasal 56
Bagian Kedua
Pemotongan Upah
Pasal 57
- denda;
- ganti rugi; dan/atau
- uang muka Upah, dilakukan sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama.
- pembayaran hutang atau cicilan hutang Pekerja/Buruh; dan/atau
- sewa rumah dan/atau sewa barang-barang milik Perusahaan yang disewakan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh, harus dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis atau perjanjian tertulis.
Pasal 58
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 59
- tidak membayar tunjangan hari raya keagamaan kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2);
- tidak membagikan uang servis pada usaha tertentu kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2);
- tidak menyusun struktur dan skala Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) serta tidak memberitahukan kepada seluruh Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
- tidak membayar Upah sampai melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
- tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53; dan/atau f. melakukan pemotongan Upah lebih dari 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran Upah yang diterima Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
- teguran tertulis;
- pembatasan kegiatan usaha;
- penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
- pembekuan kegiatan usaha.
Pasal 60
- pengaduan; dan/atau
- tindak lanjut hasil pengawasan ketenagakerjaan.
Pasal 61
Pasal 62
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 63
- upah minimum provinsi yang masih dibawah kebutuhan hidup layak, gubernur wajib menyesuaikan Upah minimun provinsi sama dengan kebutuhan hidup layak secara bertahap paling lama 4 (empat) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan;
- Pengusaha yang belum menyusun dan menerapkan struktur dan skala Upah, wajib menyusun dan menerapkan struktur dan skala Upah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini serta melampirkannya dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) paling lama 2 (tahun) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 2015 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 237 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN I. UMUM Upah merupakan salah satu aspek yang paling sensitif di dalam Hubungan Kerja. Berbagai pihak yang terkait melihat Upah dari sisi masing-masing yang berbeda. Pekerja/Buruh melihat Upah sebagai sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya. Secara psikologis Upah juga dapat menciptakan kepuasan bagi Pekerja/Buruh. Di lain pihak, Pengusaha melihat Upah sebagai salah satu biaya produksi. Pemerintah melihat Upah, di satu pihak untuk tetap dapat menjamin terpenuhinya kehidupan yang layak bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya, meningkatkan produktivitas Pekerja/Buruh, dan meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan melihat berbagai kepentingan yang berbeda tersebut, pemahaman sistem pengupahan serta pengaturannya sangat diperlukan untuk memperoleh kesatuan pengertian dan penafsiran terutama antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha. Agar terpenuhinya kehidupan yang layak, penghasilan Pekerja/Buruh harus dapat memenuhi kebutuhan fisik, non fisik dan sosial, yang meliputi makanan, minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, jaminan hari tua, dan rekreasi. Untuk itu kebijakan pengupahan juga harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh beserta keluarganya. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan keadaan. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 perlu dilakukan penyempurnaan. Peraturan Pemerintah ini diharapkan dapat dipakai sebagai pegangan dalam pelaksanaan Hubungan Kerja dalam menangani berbagai permasalahan di bidang pengupahan yang semakin kompleks. Untuk peningkatan kesejahteraan Pekerja/Buruh dan keluarganya yang mendorong kemajuan dunia usaha serta produktivitas kerja, ketentuan mengenai pengaturan penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, pelindungan pengupahan, penetapan Upah minimum, dan pengenaan denda dalam Peraturan Pemerintah diarahkan pada sistem pengupahan secara menyeluruh. Peraturan Pemerintah ini pada hakekatnya mengatur pengupahan secara menyeluruh yang mampu menjamin kelangsungan hidup secara layak bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya sesuai dengan perkembangan dan kemampuan dunia usaha. Peraturan Pemerintah ini antara lain memuat: a. Kebijakan pengupahan; b. Penghasilan yang layak; c. Pelindungan Upah; d. Upah minimum; e. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; f. Pengenaan denda dan pemotongan Upah; dan g. Sanksi administratif. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Yang dimaksud dengan ”pada saat terjadi Hubungan Kerja” yaitu sejak adanya Perjanjian Kerja baik tertulis maupun tidak tertulis antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh. Yang dimaksud dengan ”pada saat putusnya Hubungan Kerja”, antara lain Pekerja/Buruh meninggal dunia, adanya Persetujuan Bersama atau adanya penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pendapatan non Upah merupakan penerimaan Pekerja/Buruh dari pemberi kerja dalam bentuk uang untuk pemenuhan kebutuhan keagamaan, memotivasi peningkatan produktivitas, atau peningkatan kesejahteraan Pekerja/Buruh dan keluarganya. Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “Upah tanpa tunjangan” adalah sejumlah uang yang diterima oleh Pekerja/Buruh secara tetap. Contoh: Seorang pekerja A menerima Upah sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) sebagai Upah bersih (clean wages) . Besaran Upah tersebut utuh digunakan sebagai dasar perhitungan hal–hal yang terkait dengan Upah, seperti tunjangan hari raya keagamaan, Upah lembur, pesangon, iuran jaminan sosial, dan lain – lain. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Upah pokok” adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Yang dimaksud dengan “tunjangan tetap” adalah pembayaran kepada Pekerja/Buruh yang dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran Pekerja/Buruh atau pencapaian prestasi kerja tertentu. Contoh: Komponen Upah terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap: Seorang pekerja menerima Upah sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dengan komponen Upah pokok Rp2.250.000,00 (dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan tunjangan tetap Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Dengan perhitungan sebagai berikut: Upah yang diterima = Rp3.000.000,00 = 100% Upah pokok = 75% x Rp3.000.000,00 = Rp2.250.000,00 Tunjangan tetap = 25% x Rp3.000.000,00 = Rp750.000,00 Ayat (3) Yang dimaksud dengan “tunjangan tidak tetap” adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan Pekerja/Buruh, yang diberikan secara tidak tetap untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran Upah pokok, seperti tunjangan transport dan/atau tunjangan makan yang didasarkan pada kehadiran. Contoh: Komponen Upah terdiri atas Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap: Seorang Pekerja/Buruh menerima Upah sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) dengan komponen Upah pokok Rp2.250.000,00 (dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah), tunjangan tetap Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), dan tunjangan tidak tetap Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Dengan perhitungan sebagai berikut: Upah yang diterima = Rp3.500.000,00 = 100% Upah pokok = 75% x Rp3.000.000,00 = Rp2.250.000,00 Tunjangan tetap = 25% x Rp3.000.000,00 = Rp750.000,00 Tunjangan tidak tetap = Rp500.000,00 Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “pada usaha tertentu” yaitu usaha perhotelan dan usaha restoran di perhotelan. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “fasilitas kerja” adalah sarana/peralatan yang disediakan oleh Perusahaan bagi jabatan atau pekerjaan tertentu atau seluruh Pekerja/Buruh untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan. Contoh: Fasilitas kendaraan, kendaraan antar jemput Pekerja/Buruh, dan/atau pemberian makan secara cuma-cuma. Yang dimaksud dengan “jabatan/pekerjaan tertentu” adalah kedudukan atau kegiatan yang membutuhkan fasilitas dan keahlian tertentu untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas yang ditetapkan oleh Perusahaan sebagai penerima fasilitas kerja . Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Yang dimaksud dengan “pekerjaan yang sama nilainya” adalah pekerjaan yang bobotnya sama diukur dari kompetensi, risiko kerja, dan tanggung jawab dalam satu Perusahaan. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Struktur dan skala Upah antara lain dimaksudkan untuk: a. mewujudkan Upah yang berkeadilan; b. mendorong peningkatan produktivitas di Perusahaan; c. meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh; dan d. menjamin kepastian Upah dan mengurangi kesenjangan antara Upah terendah dan tertinggi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Yang dimaksud dengan ”pemenuhan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah pemenuhan kewajiban Pengusaha kepada Pekerja/Buruh antara lain tunjangan hari raya keagamaan, Upah lembur, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, Upah karena sakit, iuran dan manfaat jaminan sosial. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Yang dimaksud dengan “Pekerja/Buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi Pengusaha tidak mempekerjakannya” misalnya Pekerja/Buruh yang diperintahkan untuk membongkar muatan kapal akan tetapi karena sesuatu hal kapal tersebut tidak datang, maka Pengusaha harus membayar Upah Pekerja/Buruh. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Seorang Pekerja/Buruh sangat dimungkinkan akan dapat jatuh pailit yang disebabkan tidak terbayarnya hutang kepada pihak lain, baik kepada Pengusaha dan/atau orang lain. Untuk menjamin kehidupan Pekerja/Buruh yang keseluruhan harta bendanya disita, ada jaminan untuk hidup bagi dirinya beserta keluarganya. Oleh karena itu dalam Pasal ini Upah dan pembayaran lainnya yang menjadi hak Pekerja/Buruh tidak termasuk dalam kepailitan. Penyimpangan terhadap ketentuan Pasal ini hanya dapat dilakukan oleh hakim dengan batas sampai dengan 25% (dua puluh lima persen). Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Penetapan Upah minimum berfungsi sebagai jaring pengaman ( safety net ) agar Upah tidak dibayar lebih rendah dari Upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga agar Upah tidak merosot sampai pada tingkat yang membahayakan gizi Pekerja/Buruh sehingga tidak mengganggu kemampuan kerja. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Formula perhitungan Upah minimum: UM n = UM t + {UM t x (Inflasi t + % ∆ PDB t )} Keterangan: UM n : Upah minimum yang akan ditetapkan. UM t : Upah minimum tahun berjalan. Inflasi t : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan periode September tahun berjalan. ∆ PDB t : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang dihitung dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang mencakup periode kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kwartal I dan II tahun berjalan. Formula perhitungan Upah minimum adalah Upah minimum tahun berjalan ditambah dengan hasil perkalian antara Upah minimum tahun berjalan dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun berjalan. Contoh: UM t : Rp. 2.000.000,00 Inflasi t : 5% ∆ PDB t : 6% UM n = UM t + {UM t x (Inflasi t + % ∆ PDB t )} UM n = Rp. 2.000.000,00 + {Rp. 2.000.000,00 x (5% + 6%)} = Rp. 2.000.000,00 + {Rp. 2.000.000,00 x 11%} = Rp. 2.000.000,00 + Rp. 220.000,00 = Rp. 2.220.000,00 Upah minimum tahun berjalan sebagai dasar perhitungan Upah minimum yang akan ditetapkan dalam formula perhitungan Upah minimum, sudah berdasarkan kebutuhan hidup layak. Penyesuaian nilai kebutuhan hidup layak pada Upah minimum yang akan ditetapkan tersebut secara langsung terkoreksi melalui perkalian antara Upah minimum tahun berjalan dengan inflasi tahun berjalan. Upah minimum yang dikalikan dengan inflasi ini akan memastikan daya beli dari Upah minimum tidak akan berkurang. Hal ini didasarkan jenis-jenis kebutuhan yang ada dalam kebutuhan hidup layak juga merupakan jenis-jenis kebutuhan untuk menentukan inflasi. Dengan demikian penggunaan tingkat inflasi dalam perhitungan Upah minimum pada dasarnya sama dengan nilai kebutuhan hidup layak. Penyesuaian Upah minimum dengan menggunakan nilai pertumbuhan ekonomi pada dasarnya untuk menghargai peningkatan produktivitas secara keseluruhan. Dalam pertumbuhan ekonomi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain peningkatan produktivitas, pertumbuhan tenaga kerja, dan pertumbuhan modal. Dalam formula ini, seluruh bagian dari pertumbuhan ekonomi dipergunakan dalam rangka peningkatan Upah minimum. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “sektor unggulan“ adalah sektor usaha menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang berdasarkan hasil penelitian dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan kabupaten/kota, potensial untuk ditetapkan Upah minimum sektoral. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup Jelas Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas.