Perjanjian Internasional
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
InfoIsiUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
Terkait
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2000
TENTANG
PERJANJIAN INTERNASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
| Menimbang | : |
|
|---|
| Mengingat | : |
|
|---|
Dengan Persetujuan Bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan | : | UNDANG-UNDANG TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL. |
|---|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan
- Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
- Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk pengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification) aksesi (accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval).
- Surat Kuasa (Full Powers) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberkan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerntah Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau penyelesaikan hal-hal yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional.
- Surat Kepercayaan (Credentials) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu perjanjian internasional.
- Persyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internaisonal yang bersifat multilateral.
- Pernyataan (Declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahamam atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian internasional, yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral, guna memperjelas makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hak dan kewajiban negara dalam perjanjian internasional.
- Organisasi Internasional adalah organisasi antar pemerintah yang diakui sebagai subjek hukum internaisonal dan mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian internasional.
- Suksesi Negara adalah peralihan hak dan kewajiban dari satu negara kepada negara lain, sebagai akibat pergantian negara, untuk melanjutkan tanggung jawab pelaksanaan hubungan luar negeri dan pelaksanaan kewajiban sebagai pihak suatu perjanjian internasional, sesuai dengan hukum internasional dan prinsip-prinsip dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
- Menteri adalah menteri yang bertanggungjawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri.
Pasal 2
Menteri memberikan pertimbangan politis dan mengambil
langkah-langkah yang diperlukan dalam pembautan dan pengesahan
perjanjianinternasional, dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan
Rakyat dalam hal yang menyakut kepentingan publik.
Pasal 3
Pemerintah Republik Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian
internasional melalui cara-cara sebagai berikut :
- penandatanganan;
- pengesahan;
- pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik;
- cara-cara lan sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.
BAB II
PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 4
(1)Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional
dengan satu negara atau lebih, organisasi internasional, atau subjek
hukum internasional lain berdasarkan kesepakatan, dan para pihak
berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan iktikad
baik.
(2)Dalam pembuatan perjanjian internasional, Pemerintah Republik
Indonesia berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan
prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan
memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional
yang berlaku.
Pasal 5
(1)Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun
nondepartemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana
untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan
konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan Menteri.
(2)Pemerintah Republik Indonesia dalam mempersiapkan pembuatan
perjanjian internasional, terlebih dahulu harus menetapkan posisi
Pemerintah Republik Indonesia yang dituangkan dalam suatu pedoman
delegasi Republik Indonesia.
(3)Pedoman delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan
Menteri, memuat hal-hal sebagai berikut :
- latar belakang permasalahan;
- analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain yang dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia;
- posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan.
(4)Perundingan rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh
Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain
sesuai dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan
masing-masing.
Pasal 6
(1)Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan,
perundingan perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan.
(2)Penandatanganan suatu perjanjian internasional merupakan
persetujuan atas naskah perjanjian internasional tersebut yang telah
dihasilkan dan/atau merupakan pernyataan untuk mengikatkan diri
secara definitif sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Pasal 7
(1)Seseorang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dengan tujuan
menerimaan atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau
mengikatkan diri pada perjanjian internasional, memerlukan Surat
Kuasa.
(2)Pejabat yang tidak memerlukan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 3 adalah :
- Presiden, dan
- Menteri.
(3)Satu atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan, dan/atau
menerima hasil akhir suatu perjanjian internasional, memerlukan Surat
Kepercayaan.
(4)Surat Kuasa dapat diberkan secara terpisah atau disatukan dengan
Surat Kepercayaan, sepanjang dimungkinkan, menurut ketentuan dalam
suatu perjanjian internasional atau pertemuan internasional.
(5)Penandatangan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerja
sama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku
dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara
atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen,
dilakukan tanpa memerlukan Surat Kuasa.
Pasal 8
(1)Pemerintah Republik Indonesia dapat melakukan pensyaratan dan/atau
pernyataan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian internasional
tersebut.
(2)Pensyaratan dan pernyataan yang dilakukan pada saat penandatangan
perjanjian internasional harus ditegaskan kembali pada saat pengesahan
perjanjian tersebut.
(3)Pensyaratan dan pernyataan yang ditetapkan Pemerintah Republik
Indonesia dapat ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis
atau menurut tata cara yang ditetapkan dalma perjanjian internasional.
BAB III
PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 9
(1)Pengesahan perjanjian internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia
dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional
tersebut.
(2)Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.
Pasal 10
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang
apabila berkenaan dengan :
- masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
- perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia;
- kedaulatan atau hak berdaulat negara;
- hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
- pembentukan kaidah hukum baru;
- pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Pasal 11
(1)Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk
materi sebagaimana dimaksud Pasal 10, dilakukan dengan keputusan
presiden.
(2)Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap keputusan
presiden yang mengesahkan suatu perjanjian internaisonal kepada
Dewan Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi.
Pasal 12
(1)Dalam mengesahkan suatu perjanjian internasional, lembaga
pemrakarsa yang terdiri atas lembaga l\negara dan lembaga pemerintah,
baik departemen maupun nondepartemen, menyiapkan salinan naskah
perjanjian, terjemahan, rancangan undang-undang, atau rancangan
keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional
dimaksud serta dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
(2)Lembaga pemrakarsa, yang terdiri atas lembaga negara dan lembaga
pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen,
mengkoordinasikan pembahasan rancangan dan/atau materi
permasalahan dimaksud dalam ayat (1) yang pelaksanaannya dilakukan
bersamaan dengan pihak-pihak terkait.
(3)Prosedur pengajuan pengesahan perjanjian internasional dilakukan
melalui Menteri untuk disampaikan kepada Presiden.
Pasal 13
Setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan
perjanjian internasional ditempatkan dalam Lembaga Negara Republik
Indonesia.
Pasal 14
Menteri menandatangani piagam pengesahan untuk mengikatkan
Pemerintah Republik Indoensia pada suatu perjanjian internasional untuk
dipertukarkan dengan negara pihak atau disimpan oleh negara atau lembaga
penyimpan pada organisasi internasional.
BAB IV
PEMBERLAKUAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 15
(1)Selain perjanjian internasional yang perlu disahkan dengan
undang-undang atau keputusan presiden, Pemerintah Republik
Indonesia dapat membuat perjanjian internasional yang berlaku setelah
penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik,
atau melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati oleh para pihak pada
perjanjian tersebut.
(2)Suatu perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak
setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam perjanjian
tersebut.
Pasal 16
(1)Pemerintah Republik Indonesia melakukan perubahan atas ketentuan
suatu perjanjian internasional berdasarkan kesepakatan antara pihak
dalam perjanjian tersebut.
(2)Perubahan perjanjian internasional mengikat para pihak melalui cara
sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tersebut.
(3)Perubahan atas suatu perjanjian internasional yang telah disahkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia dilakukan dengan peraturan
perundangan yang setingkat.
(4)Dalam hal perubahan perjanjian internasional yang hanya bersifat teknis
administratif, pengesahan atas perubahan tersebut dilakukan melalui
prosedur sederhana.
BAB V
PENYIMPANAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 17
(1)Menteri yang bertanggungjawab menyimpan dan memelihara naskah asli
perjanjian internasional yang dibuat oleh Pemerntah Republik Indonesia
serta menyusun daftar naskah resmi dan menerbitkannya dalam
himpunan perjanjian internasional.
(2)Salinan naskah resmi setiap perjanjian internasional disampaikan
kepada lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen
maupun nondepartemen pemrakarsa.
(3)Menteri memberitahukan dan menyampaikan salinan naskah resmi
suatu perjanjian internasional yang telah dibuat oleh Pemerintah
Republik Indonesia kepada sekretariat organisasi internasional yang
didalamnya Pemerintah Republik Indonesia menjadi anggota.
(4)Menteri memberitahukan dan menyampaikan sallinan piagam
pengesahan perjanjian internasional kepada instansi-instansi terkait.
(5)Dalam hal Pemerintah Republik Indonesia ditunjuk sebagai penyimpan
piagam pengesahan perjanjian internasional, Menteri menerima dan
menjadi penyimpan piagam pengesahan perjanjian internasional yang
disampaikan negara-negara pihak.
BAB VI
PENGAKHIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 18
Perjanjian internasional berakhir apabila :
a terdapat kesepakatan pada pihak melalui prosedur yang ditetapkan
dalam perjanjian;
- tujuan perjanjian tersebut telah tercapai;
- terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;
- salah satu pihak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
- dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
- muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
- objek perjanjian hilang;
- terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.
Pasal 19
Perjanjian internasional yang berakhir sebelum waktunya, berdasarkan
kesepakatan para pihak, tidak mempengaruhi penyelesaian setiap pengaturan
yang menjadi bagian perjanjian dan belum dilaksanakan secara penuh pada
saat berakhirnya perjanjian tersebut.
Pasal 20
Perjanjian internasional tidak berakhir karena suksesi negara, tetapi
berlaku selama negara pengganti menyatakan terikat pada perjanjian tersebut.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, pembuatan atau
pengesahan perjanjian internasional yang masih dalam proses, diselesaikan
sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.