Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2021 TENTANG POS, TELEKOMUNIKASI, DAN PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7O, Pasal 71, Pasal 72, dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran;

  1. Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun L999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun L999 Nomor 154, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO2 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO2 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a2521;

  4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2OO9 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor 146, Tambahan l.embaran Negara Republik Indonesia Nomor 5065);

  5. Undang-Undang 5 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang ^Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); MEMUTUSKAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TELEKOMUNIKASI, DAN PENYIARAN. POS, BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini ^yang dimaksud ^dengan: Pos adalah layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos untuk kepentingan umum. Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha ^yang menyelenggarakan Pos. Penyelenggaraan Pos adalah keseluruhan kegiatan pengelolaan dan penatausahaan layanan Pos. Layanan Pos Universal yang selanjutnya disingkat LPU adalah layanan Pos ^jenis tertentu ^yang wajib dijamin oleh pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memungkinkan masyarakat mengirim dan/atau menerima kiriman dari satu tempat ke tempat lain di dunia. Layanan Transaksi Keuangan adalah kegiatan penyetoran, penyimpanan, pemindahbukuan, pendistribusian, dan pembayaran uang dari dan/atau untuk pengguna ^jasa Pos sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. Menetapkan 1 2 3 4 5 6. Telekomunikasi . ^. 6 10 12. Alat Telekomunikasi perlengkaPan Yang bertelekomunikasi. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari hasil informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan Telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggararLya Telekomunikasi. Penomoran Telekomunikasi adalah kombinasi digit yang mencirikan identitas pelanggan, wilayah' elemen jaringan, penyelenggara, atau layanan Telekomunikasi. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat Telekomunikasi dan kelengkapannya y.rg digunakan dalam bertelekomunikasi' 7 8 9 Hak Labuh Sistem Komunikasi Kabel Transmisi Telekomunikasi Internasional Laut yang alat dalam 11 selanjutnya disebut Hak Labuh SKKL adalah hak yang diberikan kepada penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam rangka penyediaan sarana transmisiTelekomunikasiinternasionalsecara langsung ke witayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kerja sama dengan badan usaha asing. Jual Kembali Jasa Telekomunikasi adalah kegiatan menjual kembali layanan jasa Telekomunikasi' adalah setiaP digunakan perangkatTelekomunikasi adalah sekelompok Alat Telekomunikasi yang memungkinkan 13 bertelekomunikasi.


  6. Interkoneksi t4. Interkoneksi adalah keterhubungan ^antar Jaringan Telekomunikasi dari ^penyelenggara ^Jaringan Telekomunikasi yang berbeda. 15. Standar Teknis adalah ^persyaratan ^teknis ^Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang mencakup aspek ^elektris, elektronis, keselamatan, kesehatan, ^keamanan, dan/atau lingkungan. L6. Sertifikat AIat Telekomunikasi ^dan/atau ^Perangkat Telekomunikasi yang selanjutnya ^disebut Sertifikat adalah dokumen yang menyatakan ^kesesuaian ^tipe Alat Telekomunikasi dan/atau ^Perangkat Telekomunikasi terhadap Standar ^Teknis ^yang ditetapkan. 17. Spektrum Frekuensi ^Radio ^adalah ^gelombang elektromagnetik dengan frekuensi ^lebih kecil ^dari 3OOO GHz yang merambat di ^udara ^dan/atau ^rulang angkasa yang berfungsi sebagai ^media ^pengiriman dan/atau penerimaan informasi untuk ^keperluan antara lain Penyelenggaraan ^Telekomunikasi, penyelenggaraan Penyiaran, ^penerbangan, pelayaran, meteorologi, penginderaan ^jarak ^jauh, dan astronomi. 18. lzinPitaFrekuensi Radio ^yang ^selanjutnya ^disingkat IPFR adalah izin ^penggunaan ^Spektrum ^Frekuensi Radio dalam bentuk ^pita ^frekuensi ^radio berdasarkan persyaratan ^tertentu. 19. Izin Stasiun Radio ^yang selanjutnya ^disingkat ^ISR adalah izin penggunaan Spektrum ^Frekuensi ^Radio dalam bentuk kanal frekuensi radio ^berdasarkan persyaratan tertentu. 20.Izin 20. Izin Kelas adalah izin ^penggunaan ^Spektrum Frekuensi Radio yang melekat ^pada ^Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang telah memenuhi ^Standar Teknis dan digunakan berdasarkan ^persyaratan tertentu. 21. Biaya Hak Penggunaan ^Spektrum Frekuensi ^Radio yang selanjutnya disebut BHP Spektrum ^Frekuensi Radio adalah kewajiban ^yang harus ^dibayar ^oleh setiap pemegang izin ^penggunaan ^Spektrum Frekuensi Radio. 22. Penyiaran adalah ^pemancarluasan ^siaran ^melalui sarana pemancaran dan/atau ^sarana ^transmisi ^di darat, di laut, atau di antariksa ^dengan menggunakan Spektrum Frekuensi ^Radio melalui udara, kabel, dan/atau media ^lainnya ^untuk ^dapat diterima secara serentak dan ^bersamaan ^oleh masyarakat dengan ^perangkat penerima siaran. 23. Penyelenggaraan Multipleksing ^adalah ^penyaluran program siaran digital melalui infrastruktur Penyiaran dari penyelenggara ^multipleksing. 24, Izin Penyelenggaraan ^Penyiararl ^yang ^selanjutnya disingkat IPP adalah hak ^yang diberikan ^oleh negara kepada lembaga PenYiaran untuk menyelenggarakan Penyiaran. 25. Lembaga Penyiaran Publik ^yang ^selanjutnya disingkat LPP adalah lembaga ^Penyiaran ^yang berbentuk badan hukum ^yang didirikan ^oleh negara, bersifat independen, netral, ^tidak ^komersial, dan berfungsi memberikan layanan ^untuk kepentingan masyarakat. a PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA 33. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

    Pasal 2

    Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:

    1. Penyelenggaraan Pos;

    2. Penyelenggaraan Telekomunikasi;

    3. Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio; dan

    4. PenyelenggaraanPenyiaran. BAB II PENYELENGGARAAN POS Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berlaku untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (21 Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas layanan:

    5. komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik;

    6. paket;

    7. logistik;

    8. transaksi keuangan; dan/atau

    9. keagenan Pos. (3) Layanan Transaksi Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf d terdiri atas:

    10. wesel;

    11. giro;

    12. transfer (1) c. transfer dana; dan

    13. tabungan Pos. Pasal 4 Pelaksanaan Layanan Transaksi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a dan huruf c diselenggarakan oleh Penyelenggara Pos dengan tidak memberikan imbal hasil. Pelaksanaan Layanan Transaksi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf d diselenggarakan oleh Penyelenggara Pos dan dapat memberikan imbal hasil. Layanan Transaksi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) tidak memberikan pinjaman dan/atau kredit serta tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan. (2t (3) Pasal 5 (1) Layanan tabungan Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d dilakukan dengan menghimpun dana dari masYarakat. (2) Dana dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diinvestasikan dalam bentuk instrumen investasi yang memiliki risiko yang rendah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan' (3) Pengawasan terhadap pelaksanaan layanan tabungan Pos dilaksanakan oleh Menteri dan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 6 Penyelenggara Pos yang ditugaskan sebagai penyelenggara LPU wajib menyelenggarakan LPU di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

      (1)

      (21 (3) Menteri menetapkan ^penyelenggara LPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ^menetapkan ^wilayah, jumlah, metode, dan/atau formula subsidi penyelenggaraan LPU. Menteri dalam menetapkan formula ^subsidi untuk penyelenggaraan LPU sebagaimana dimaksud ^pada ayat (2) berkoordinasi dengan ^menteri ^yang menyelenggarakan urusan ^pemerintahan ^di ^bidang keuangan. Bagian Kedua Kerja Sama Pos Asing Pasal 7 (1) Penyelenggara Pos asing dapat ^menyelenggarakan ^Pos di wilayah Negara Kesatuan ^Republik ^Indonesia dengan syarat:

    14. wajib bekerja sama ^dengan ^Penyelenggara ^Pos dalam negeri melalui usaha ^patungan; ^dan b. kerja sama Penyelenggara ^Pos ^asing ^dengan Penyelenggara Pos dalam negeri ^dibatasi ^wilayah operasinya pada ibukota ^provinsi. (2) Penyelenggara Pos asing ^yang bekerja ^sama ^dengan Penyelenggara Pos dalam ^negeri ^melalui ^usaha patungan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ^huruf a tidak dapat melaksanakan ^pengiriman ^antarkota. Bagian Ketiga Sanksi Administratif dan Pendelegasian Kewenangan ^Mengatur Pasal 8 Dalam hal terdapat ketidaksesuaian ^dan/atau pelanggaran atas ketentuan Pasal 4, Pasal 5 ^ayat ^(2), Pasal 6 ayat (1), dan/atau Pasal ^7, ^Menteri mengenakan sanksi administratif ^kepada ^Pelaku Usaha berupa:

      (1)
      (2)
      1. teguran tertulis;

    15. pengenaan denda administratif;

    16. penghentian sementara kegiatan berusaha;

    17. daya paksa polisional; dan/atau

    18. pencabutan Perizinan Berusaha. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) huruf a diberikan paling banyak 3 ^(tiga) ^kali ^dalam jangka waktu masing-masing paling lama 1 (satu) bulan. Pengenaan sanksi administratif berupa ^teguran tertulis sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(21 mempertimbangkan tanggapan danfatau ^keberatan tertulis dari Penyelenggara ^Pos. Pengenaan sanksi administratif ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan ^secara berjenjang.

      (3)
      (4)

      Pasal 9 Ketentuan lebih lanjut ^jika diperlukan ^mengenai Penyelenggaraan Pos diatur dengan Peraturan ^Menteri. BAB III PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI Bagian Kesatu Umum


    Pasal 10

    Penyelenggaraan Telekomunikasi ^sebagaimana ^dimaksud dalam Pasal 2 huruf b terdiri atas:

    1. penyelenggaraanJaringanTelekomunikasi;

    2. penyelenggaraan ^jasa Telekomunikasi; ^dan c. PenyelenggaraanTelekomunikasi khusus. Bagian Bagian Kedua Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi (1) (2t (3) (41 Pasal 1 1 Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a meliputi:

    3. penyelenggaraan jaringan tetap; dan

    4. penyelenggaraanjaringan bergerak. Penyelenggaraan jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

    5. penyelenggaraan jaringan tetap lokal;

    6. penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh;

    7. penyelenggaraarr jaringan tetap sambungan internasional;

    8. penyelenggaraarl jaringan tetap tertutup; dan

    9. penyelenggaraan jaringan tetap lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. Penyelenggaraan jaringan bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

    10. penyelenggaraanjaringan bergerak terestrial;

    11. penyelenggaraanjaringan bergerak seluler;

    12. penyelenggaraan jaringan bergerak satelit; dan

    13. penyelenggaraan jaringan bergerak lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi yang menyediakan jaringan untuk disewakan termasuk namun tidak terbatas pada kabel dengan perangkat aktif Telekomunikasi atau tanpa perangkat aktif Telekomunikasi, dan jaringan yang disediakan dengan menggunakan Spektrum Frekuensi Radio' Bagian . Bagian Ketiga Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Pasal 12 (1) Penyelenggaraan jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud d"1"* Pasal 10 huruf b meliputi:

    14. penyelenggaraan jasa teleponi dasar;

    15. penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi; dan

    16. penyelenggaraanjasamultimedia' (21 penyelenggaraan jasa teleponi dasar sebagaimana dimlksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh:

    17. penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit suitched;

    18. penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh;

    19. penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung internasional;

    20. penyelenggarajaringan bergerak seluler;

    21. penyelenggara jaringan bergerak satelit; atau

    22. penyelenggarajaringan bergerak terestrial' (3) Selain penyelenggaraan jasa teleponi dasar sebagaimrna- dimiksud pada ayat (21, jasa teleponi dasai dapat diselenggarakan oleh penyelenggara jasa Telekomunikasi yang menyediakan layanan teleponi dasar melalui satlut y.ttg telah memperoleh hak labuh satelit.

      (4)

      Penyelenggaraan (4) Penyelenggaraan jasa teleponi dasar oleh penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis ciratit switch.ed sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menyediakan fasilitas telepon umum untuk kepentingan publik sesuai dengan kriteria peruntukan, lokasi, dan jumlah yang ditetapkan oleh Menteri. (5) Penyelenggara jaringan yang menyelenggarakan jasa ' teleponi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dapat menggunakan teknologi berbasis protokol internet. (6) Selain penyelenggaraan jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan penyelenggaraan jasa Telekomunikasi lain berdasarkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Pasal 13 Menteri menetapkan kewajiban pembangunan dan/atau penyediaan layanan yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara Telekomunikasi. Pasal 14 Menteri menetapkan standar kualitas Penyelenggaraan Telekomunikasi yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara Telekomunikasi. Pasal 15 (1) Pelaku Usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada pengguna di wilayah Indonesia dalam melakukan kerja sama usahanya dengan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif, serta menjaga kualitas layanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Kegiatan .

      (2)

      Kegiatan usaha melalui internet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    23. substitusilayananTelekomunikasi;

    24. platform layanan konten audio dan/atau visual; dan/atau

    25. layanan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. (3) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pelaku Usaha yang memenuhi ketentuan kehadiran signifikan berdasarkan:

    26. persentase trafik dari tralik domestik yang digunakan;

    27. pengguna harian aktif di Indonesia dalam periode tertentu sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau

    28. kriteria lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. (4) Ketentuan mengenai kerja sama dengan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Pelaku Usaha berupa pemilik danf atau pengguna akun pada kanal media sosial, kanal platform konten, kanal marketplace, dan jenis kanal lainnya. (5) Bentuk dan materi kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk yang disepakati oleh para pihak. (6) Dalam memenuhi kualitas layanan kepada penggunanya danlatau untuk kepentingan nasional, penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi dapat melakukan pengelolaan trafik. (71 Menteri melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan usaha melalui internet sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5), dan ayat (6). Bagian Bagian Keempat Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Pasal 16 (1) Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c diselenggarakan untuk:

    29. keperluan sendiri; atau

    30. keperluan pertahanan dan keamanan negara. (21 Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk keperluan:

    31. perseorangan;

    32. instansi pemerintah;

    33. dinas khusus; atau

    34. badan hukum. (3) Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus yang sifat, bentuk, dan kegunaannya diperuntukkan khusus bagi keperluan pertahanan negara yang dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia, serta untuk keperluan keamanan negara yang dilaksanakan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bagian Kelima Penetapan Penomoran Telekomunikasi


    Pasal 17

    Penetapan Penomoran Telekomunikasi terdiri atas:

    1. blok nomor' b. National .

    2. National Destination Code (NDC);

    3. Signalling Point Code (SPC);

    4. International Signalling Point Code (ISPC);

    5. Public Land Mobile Network Identitg (PLMNID);

    6. kode akses Intelligent Network (INI;

    7. kode akses Sambungan Internasional (SI);

    8. kode akses Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLIJ);

    9. kode akses Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (rrKP);

    10. kode akses pusat panggilan informasi (call center);

    11. kode akses konten pesan pendek premium (SMS premium);


  7. kode akses panggilan terkelola (calling card);

    1. kode akses pusat layanan masyarakat;

    2. kode akses pesan singkat layanan masyarakat;

    3. kode akses panggilan darurat; dan

    4. Penomoran Telekomunikasi lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

      Pasal 18
      (1)

      Blok nomor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a ditetapkan kepada penyelenggara jaringan tetap lokal yang menyelenggarakan jasa teleponi dasar. 12) ^National ^Destination ^Code ^(NDC) ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b ditetapkan kepada penyelenggara:


    5. ^jaringan bergerak seluler; dan/atau

    6. ^jaringan bergerak satelit. (3) Signalling Point Code (SPC) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c ditetapkan kepada PenYelenggara:

    7. ^jaringan .

    8. ^jaringan tetap lokal yang menyelenggarakan ^jasa teleponi dasar;

    9. ^jaringan bergerak seluler; dan/atau

    10. ^jaringan bergerak satelit. (41 International Signalling Point Code (ISPC) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d ditetapkan kepada penyelenggara:

    11. ^jaringan tetap sambungan internasional;

    12. ^jaringan bergerak seluler; dan/atau

    13. ^jaringan bergerak satelit. (5) Public Land Mobile Network ldentity (PLMNID) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e ditetapkan kepada penyelenggara:

    14. jaringan tetap lokal untuk kebutuhan mobilitas pengguna pada jaringan tetap;

    15. ^jaringan bergerak seluler; dan/atau

    16. ^jaringan bergerak satelit. (6) Kode akses Intelligent Network (IN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f ditetapkan kepada penyelenggara jaringan tetap lokal yang menyelenggarakan ^jasa teleponi dasar berbasis circuit switched. (71 Kode akses Sambungan Internasional (SI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g ditetapkan kepada penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional. (8) Kode akses Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf h ditetapkan kepada penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung ^jarak ^jauh.

      (9)

      Kode (9) Kode akses Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf i ditetapkan kepada penyelenggara ^jasa nilai tambah teleponi layanan Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP). (10) Kode akses pusat panggilan informasi (call enter) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf ^j ditetapkan kepada penyelenggara ^jasa nilai tambah teleponi layanan pusat panggilan informasi ^(call center). (11) Kode akses konten pesan pendek premium ^(SMS premium) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf k ditetapkan kepada penyelenggara ^jasa nilai tambah teleponi layanan konten pesan ^pendek premium (SMS premium). (12) Kode akses panggilan terkelola (calling card) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf ^I ditetapkan kepada penyelenggara ^jasa nilai tambah teleponi layanan panggilan terkelola. (13) Kode akses pusat layanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf m ditetapkan kepada penyelenggara:

    17. ^jaringan tetap lokal yang menyelenggarakan ^jasa teleponi dasar;

    18. ^jaringan tetap sambungan internasional;

    19. ^jaringan tetap lokal sambungan langsung ^jarak jauh;

    20. ^jaringan bergerak seluler; dan/atau

    21. ^jaringan bergerak satelit. (14) Kode akses pesan singkat layanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf n ditetapkan kepada penyelenggara:

    22. ^jaringan tetap lokal yang menyelenggarakan ^jasa teleponi dasar;

    23. ^jaringan tetap sambungan internasional;

    24. Jarlngan c. jaringan tetap lokal sambungan langsung jarak jauh;

    25. ^jaringan bergerak seluler; dan/atau

    26. ^jaringan bergerak satelit. (15) Kode akses pusat layanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dan kode akses pesan singkat layanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (l4l dapat ditetapkan kepada instansi pemerintah dan/atau badan usaha milik negara. (16) Kode akses panggilan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf o dapat ditetapkan kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan panggilan darurat. (l7l Peruntukan dan penggunaan Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (1) sampai dengan ayat (16) ditetapkan oleh Menteri. (18) Peruntukan dan penggunaan Penomoran Telekomunikasi dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan industri Telekomunikasi dan/atau perkembangan teknologi. (19) Penambahan peruntukan dan penggunaan Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (18) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 19 (1) Nomor protokol internet terdiri atas:

    27. alamat protokol internet (intemet protocol address);

    28. nomor sistem otonom number); dan (autonomous system c. nomor PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA c. nomor protokol internet lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Penetapan nomor protokol internet dapat diberikan kepada:

    29. instansi pemerintah; dan

    30. badan hukum. (3) Pengelolaan nomor protokol internet ditetapkan oleh Menteri. Bagian Keenam Hak Labuh Sistem Komunikasi Kabel Laut Transmisi Telekomunikasi Internasional Pasal 20 (1) Badan usaha asing yang akan menyediakan sarana transmisi Telekomunikasi internasional melalui sistem komunikasi kabel laut transmisi Telekomunikasi internasional secara langsung ke Indonesia wajib bekerja sama dengan penyelenggara ^jaringan tetap sambungan internasional dan/atau penyelenggara jaringan tetap tertutup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Penyelenggara jaringan tetap tertutup yang melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat penetapan Hak Labuh SKKL dari Menteri. (3) Dalam menetapkan Hak Labuh SKKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait. (4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan paling sedikit aspek:

    31. keamanan dan kerahasiaan informasi;

    32. pelindungan data pribadi; dan

    33. persaingan usaha yang sehat. (5) Hak Labuh SKKL untuk penyelenggara ^jaringan tetap sambungan internasional melekat pada izin penyelenggaraannya. (6) Hak Labuh SKKL berlaku sepanjang kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dihentikan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (71 Pelanggaran atas ketentuan ayat (1), ayat (21, ayat (4), dan/atau ayat (6) mengakibatkan Hak Labuh SKKL batal demi hukum. Bagian Ketujuh Fasilitasi Infrastruktur Telekomunikasi Pasal 21 (1) Dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat berperan serta menyediakan fasilitas untuk digunakan oleh penyelenggara Telekomunikasi secara bersama dengan biaya wajar berupa:

    34. tanah;

    35. bangunan; dan/atau

    36. infrastruktur pasifTelekomunikasi. (21 Pelaksanaan penyediaan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, danlatau sumber pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan kepada penyelenggara Telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur Telekomunikasi secara transparan, akuntabel, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (41 Fasilitasi dan/atau kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk namun tidak terbatas pada:

    37. pemberian hak perlintasan (ight of way);

    38. akses terhadap gedung dan kawasan;

    39. pungutan dan/atau retribusi berdasarkan biaya yang wajar dan menjamin kepastian berusaha;

    40. tarif sewa dan/atau penggunaan aset milik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan

    41. standardisasi teknis dan teknologi Telekomunikasi. (5) Dalam memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4l', Pemerintah Daerah dan/atau instansi yang berwenang wajib berkoordinasi dengan Menteri. Pasal 22 (1) Penyelenggara jaringan dalam menyelenggarakan Jaringan Telekomunikasi dapat bekerja sama dengan penyedia infrastruktur pasif. (2) Infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    42. gorong-gorong (duct);

    43. menara;

    44. tiang;

    45. lubang kabel (manhole); dan/atau

    46. infrastruktur pasif lainnya. (3) Penyediaan infrastrrrktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh:

    47. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;

    48. badan usaha milik negara danlatau badan usaha milik daerah;

    49. badan badan usaha milik swasta; dan/atau

    50. badan hukum atau pihak lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. (4) Kerja sarna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan harga pemanfaatan yang wajar dan berbasis biaya. (5) Penyedia infrastruktur pasif menetapkan tarif harga pemanfaatan infrastruktur pasif dengan mempertimbangkan ef,rsiensi nasional, kondisi pasar, dampak positif keekonomian, dan kepentingan masyarakat. (6) Dalam hal harga pemanfaatan infrastruktur pasif tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Menteri menetapkan tarif batas atas harga pemanfaatan yang wajib dipenuhi penyedia infrastruktur pasif. Bagian Kedelapan Penyewaan dan/atau Penggunaan Jaringan Telekomunikasi Pasal 23 (1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat menyewakan Jaringan Telekomunikasinya kepada penyelenggara Telekomunikasi lain dan non- penyelen ggar a Telekomun ikasi. (2) Penyewaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kesepakatan secara adil, wajar, dan non-diskriminatif. (3) Selain penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Jaringan Telekomunikasi dapat digunakan oleh penyelen ggara ^j asa Telekomunikasi. (4) Penggunaan Jaringan Telekomunikasi oleh penyelenggara jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa penggunaan Jaringan Telekomunikasinya untuk keperluan sendiri.

      (5)

      Penyewaan . c (5) Penyewaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau penggunaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa kapasitas Jaringan Telekomunikasi dan/atau sistem ^jaringanl sistem pendukung lainnya. Pasal 24 Penyewaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib dimuat dalam perjanjian tertulis. Bagian Kesembilan Pemanfaatan Infrastruktur Pe nyelen ggaraan Telekomunikasi Pasal 25 (1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastmktur pasif yang dapat digunakan untuk keperluan Telekomunikasi wajib membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif dimaksud kepada penyelen ggar a Telekomunikasi. (2) Pemanfaatan infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kerja sama para pihak secara adil, wajar, dan non- diskriminatif. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (21harus menjamin kesinambungan kualitas layanan. Pasal 26 (1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur aktif di bidang Telekomunikasi dan/atau Penyiaran dapat membuka akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud kepada penyelenggara Telekomunikasi berdasarkan kesepakatan melalui kerja sama para pihak dengan mempertimbangkan persaingan usaha yang sehat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

      (2)

      Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk bidang Telekomunikasi merupakan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi. (3) PenyelenggaraJaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyewakan kapasitas jaringan. Bagian Kesepuluh Tarif Penyelenggaraan Jaringan dan/atau Jasa Telekomunikasi Pasal 27 (1) Tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi terdiri atas tarif penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan tarif penyelenggaraan jasa Telekomunikasi. (2) Susunan tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi terdiri atas ^jenis dan struktur tarif. Pasal 28 (1) Jenis tarif penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi terdiri atas:

    51. tarif sewa ^jaringan; dan

    52. biaya Interkoneksi. (21 Jenis tarif penyelenggaraan jasa Telekomunikasi terdiri atas:

    53. tarif ^jasa teleponi dasar;

    54. tarif jasa nilai tambah teleponi; dan

    55. tarif ^jasa multimedia. Pasal 29 (1) Struktur tarif penyelenggaraan Telekomunikasi terdiri atas:

    56. tarif aktivasi; dan Jaringan b. tarif b. tarif pemakaian. (2) Struktur tarif penyelenggaraan jasa Telekomunikasi terdiri atas:

    57. tarif aktivasi;

    58. tarif berlangganan bulanan; dan

    59. tarif penggunaan. Pasal 30 (1) Besaran tarif penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan/atau jasa Telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau jasa Telekomunikasi berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri. (21 Menteri dapat menetapkan tarif batas atas dan latau tarif batas bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat. Bagian Kesebelas Jual Kembali Jasa Telekomunikasi Pasal 31 (1) Jual Kembali Jasa Telekomunikasi dapat dilaksanakan untuk ^jasa:

    60. teleponi dasar;

    61. nilai tambah teleponi; dan/atau

    62. multimedia. (2) Jual kembali jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk namun tidak terbatas pada jasa teleponi dasar yang menggunakan teknologi protokol internet.

      (3)

      Jual PRE S IDEN REPUALIK INDONESIA (3) Jual kembali jasa nilai tambah teleponi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk namun tidak terbatas pada jasa nilai tambah teleponi layanan konten pesan pendek premium (SMS premium). (4) Jual kembali jasa multimedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk namun tidak terbatas pada jasa multimedia layanan akses internet. (5) Jual Kembali Jasa Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan pola kerja sama yang disepakati dan dapat dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara penyelenggara jasa Telekomunikasi dengan pelaksana Jual Kembali Jasa Telekomunikasi. (6) Menteri dapat memfasilitasi pelaksanaan Jual Kembali Jasa Telekomunikasi untuk meningkatkan aksesibilitas layanan Telekomunikasi. Bagian Kedua Belas Interkoneksi Pasal 32 (1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi wajib menj amin tersedianya Interkoneksi. (2) Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan teknologi yang di sepakati oleh penyelen ggar a Telekomunikasi. Bagian Ketiga Belas Kewajiban Pelayanan Universal Pasal 33 (1) Menteri mengatur ketersediaan layanan Telekomunikasi pada wilayah pelayanan universal Telekomunikasi dalam rangka transformasi digital nasional.

      (2)

      Ketersediaan (21 Ketersediaan layanan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

    63. penyediaan infrastruktur Telekomunikasi untuk dimanfaatkan oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara ^jasa Telekomunikasi dalam menyediakan layanan Telekomunikasi di wilayah pelayanan universal Telekomunikasi; dan/atau

    64. pembiayaan penyediaan layanan Telekomunikasi di wilayah pelayanan universal Telekomunikasi oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara ^jasa Telekomunikasi. (3) Penyediaan infrastruktur Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf a termasuk namun tidak terbatas pada penyediaan infrastruktur pasif dan/atau infrastruktur aktif untuk dimanfaatkan oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara ^jasa Telekomunikasi dalam menyediakan layanan Telekomunikasi di wilayah pelayanan universal Telekomunikasi. (4) Untuk mengoptimalkan pemanfaatan layanan Telekomunikasi pada wilayah pelayanan universal Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melaksanakan pemberdayaan ekosistem teknologi informasi dan komunikasi. (5) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi wajib memberikan kontribusi kewajiban pelayanan universal dalam bentuk dana berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggaraan Telekomunikasi dan/atau kontribusi lainnya.

      (6)

      Dalam .

      (6)

      Dalam hal dana yang diperoleh dari kontribusi kewajiban pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mencukupi untuk menyediakan Iayanan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menggunakan dana lain yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Besaran kontribusi kewajiban pelayanan universal dalam bentuk dana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak. Bagian Keempat Belas Standar Teknis Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi Pasal 34 (1) Setiap Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukan, untuk diperdagangkan dan/atau digunakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memenuhi Standar Teknis. (2) Pemenuhan Standar Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan Sertifikat. Pasal 35 (1) Kewajiban Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) dikecualikan untuk Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

    65. merupakan a. merupakan barang bawaan danf atau barang yang dikirim melalui Penyelenggara Pos, yang digunakan untuk keperluan sendiri, tidak diperdagangkan, dan/atau tidak untuk tujuan komersial berupa Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi di sisi pelanggan, dengan ^jumlah paling banyak 2 (dua) unit, dengan merek dan model/tipe yang sama maupun berbeda;

    66. digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, keperluan penanganan bencana alam, dan/atau keperluan uji coba teknologi Telekomunikasi, informatika, dan Penyiaran, dengan ketentuan:

  8. tidak untuk diperdagangkan dan/atau tidak untuk tujuan komersial;

  9. wajib memiliki ISR, dalam hal menggunakan Spektrum Frekuensi Radio; dan

  10. jangka waktu penggunaan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang oleh Menteri berdasarkan hasil evaluasi;

    1. digunakan sebagai sampel uji dalam rangka pengujian Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi;

    2. digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan oleh kementerian/lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara, yang memiliki spesifikasi khusus serta tidak diperjualbelikan untuk umum;

    3. digunakan untuk perwakilan diplomatik dengan memperhatikan asas timbal balik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    4. digunakan sebagai sarana untuk mengukur AIat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi; dan

    5. Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang menimbulkan gangguan yang merugikan terhadap Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi lainnya. (3) Dalam hal setelah jangka waktu penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 3 berakhir, Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi:

    6. diekspor kembali keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    7. dimusnahkan; atau

    8. dalam hal tetap akan dipergunakan, wajib memiliki Sertifikat. (41 Pelaksanaan ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilaporkan kepada Menteri dengan melampirkan surat pemberitahuan ekspor barang yang dikeluarkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 36 (1) Standar Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) ditetapkan untuk:

    9. melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang ditimbulkan akibat pemakaian Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi;

    10. mencegah saling mengganggu antara Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi; dan

    11. menjamin keterhubungan dalam Jaringan Telekomunikasi. (2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c, Standar Teknis juga ditetapkan untuk mendorong berkembangnya industri, inovasi, dan rekayasa teknologi Telekomunikasi nasional. Pasal 37 (1) Menteri menetapkan Standar Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1). (2) Perumusan Standar Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

    12. adopsi standar internasional atau standar regional;

    13. adaptasi standar internasional atau standar regional; atau

    14. hasil pengembangan industri, inovasi, dan rekayasa teknologi Telekomunikasi nasional. (3) Dalam hal tertentu, Menteri dapat menyetujui penggunaan standar internasional untuk Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang belum memiliki Standar Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 38 (1) Menteri menerbitkan Sertilikat Alat Telekomunikasi danf atau Perangkat Telekomunikasi yang telah memenuhi Standar Teknis berdasarkan hasil pengujian untuk setiap tipe dan negara asal pembuatan Alat Telekomunikasi danf atau Perangkat Telekomunikasi.

      (2)

      Pengujian (21 Pengujian Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh laboratorium uji yang ditetapkan oleh Menteri sebagai balai uji Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi. (3) Laboratorium uji sebagaimana dimaksud pada ayat (21 wajib memiliki akreditasi dari lembaga yang berwenang. (4) Penerbitan Sertifikat serta pengujian Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 39 (1) Setiap Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang menggunakan Spektrum Frekuensi Radio dan sengaja didesain untuk:

    15. memblokir, mengacaukan/mengacak, dan/atau mengganggu penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang berrzin; atau

    16. menimbulkan gangguan elektromagnetik kepada masyarakat dan/atau Penyelenggaraan Telekomunikasi, dilarang dibuat, dirakit, dimasukkan untuk diperdagangkan dan/atau digunakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (21 Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi penggunaan Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi untuk kepentingan negara. (3) Penggunaan AIat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi untuk kepentingan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapatkan persetujuan Menteri.

      Pasal 40

      Pasal 40 (1) Menteri dapat melakukan saling pengakuan laporan hasil uji Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi dengan negara lain. (2) Saling pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 1 (1) Dalam penilaian kesesuaian Standar Teknis Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi, dikenakan biaya Sertifikat. (21 Biaya Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang besarannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 42 (1) Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang telah memperoleh Sertifikat wajib diberi label. (2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi:


    17. identitas pelaku usaha;

    18. nomor Sertifikat; dan

    19. tanda peringatan larangan melakukan perubahan yang menyebabkan Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi tidak sesuai dengan Standar Teknis yang ditetapkan. (3) Ketentuan mengenai label sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Bagian Kelima Belas Sanksi Administratif dan Pendelegasian Kewenangan Mengatur Pasal 43 (1) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian dan/atau pelanggaran atas ketentuan Pasal 13, Pasal 14, Pasal 20 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 ayat (6), Pasal 24, Pasal 25 ayat (1), Pasal 3O ayat (1), Pasal 32 ayat (1), dan/atau Pasal 33 ayat (5), Menteri mengenakan sanksi administratif kepada Pelaku Usaha berupa:

    20. teguran tertulis;

    21. pengenaan denda administratif;

    22. penghentian sementara kegiatan berusaha;

    23. pemutusan akses;

    24. daya paksa polisional;

    25. pencabutan layanan; dan/atau

    26. pencabutan Perizinan Berusaha. (2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu masing-masing paling lama 1 (satu) bulan. (3) Pengenaan sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan tanggapan dan/atau keberatan tertulis dari Pelaku Usaha. (4) Pencabutan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan pencabutan ^jenis penyelenggaraan tertentu yang tercantum dalam Perizinan Berusaha pada kegiatan usaha penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi atau kegiatan usaha penyelenggaraan ^jasa Telekomunikasi sesuai dengan jenis penyelenggaraan yang dilanggarnya dan tidak berakibat pada pencabutan jenis penyelenggaraan yang lain.

      (5)

      Pengenaan sanksi dimaksud pada ayat berjenjang. administratif sebagaimana (1) dapat dilakukan secara Pasal 44 Ketentuan lebih lanjut jika diperlukan mengenai Penyelenggaraan Telekomunikasi diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IV PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO Pasal 45 (1) Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio wajib terlebih dahulu mendapatkan izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dari Menteri. (21 lzin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    27. IPFR;

    28. ISR; dan

    29. Izin Kelas. (3) Menteri menetapkan izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio berdasarkan hasil analisis teknis. (41 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara perizinan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio serta ketentuan operasional penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 46 (1) IPFR berlaku untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun. (2) IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan ^jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun berdasarkan hasil evaluasi.

      (3)

      Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan pertimbangan:

    30. perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio di masa depan;

    31. penyamaan masa laku IPFR dan/atau jatuh tempo pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk IPFR;

    32. sebagai hasil pengalihan hak penggunaarl Spektrum Frekuensi Radio; atau

    33. pertimbangan lain yang ditetapkan oleh Menteri. PasaL 47 (1) ISR berlaku untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun. (21 ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan ^jangka waktu paling lama 5 (tima) tahun. (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan pertimbangan:

    34. perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio di masa depan;

    35. penyamaan masa laku ISR dan/atau jatuh tempo pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk ISR;

    36. penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang bersifat sementara untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi; atau

    37. pertimbangan lain yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 48 (1) Dalam hal pemegang tzin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang telah habis masa perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (21 atau Pasal 47 ayat (2)', bermaksud menggunakan Spektrum Frekuensi Radio untuk masa laku berikutnya, dapat mengajukan permohonan baru izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. (21 Proses permohonan baru izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui mekanisme evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan. (3) Pemegangizin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan prioritas dalam permohonan baru izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat l2l dengan memperhatikan:

    38. pemenuhan kewajiban penggunaan Spektrum Frekuensi Radio;

    39. pemenuhan kewajiban Penyelenggaraan Telekomunikasi atau penyelenggaraan Penyiaran; dan

    40. perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. (41 BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyesuaian dengan nilai keekonomian pita frekuensi radio pada saat diajukannya permohonan baru izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Pasal 49 (1) Menteri dapat menetapkan penggunaan bersama Spektrum Frekuensi Radio.

      (2)

      Penggunaan (2) Penggunaan bersama Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang diberikan kepada masing-masing pengguna Spektrum Frekuensi Radio dalam bentuk: IPFR; atau ISR. (3) Penggunaan bersama Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip efisiensi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan tidak menimbulkan gangguan yang merugikan. (41 Penggunaan bersama Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pembedaan waktu, wilayah, dan/atau teknologi. Pasal 50 (1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi pemegangizin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dapat melakukan kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk penerapan teknologi baru dengan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya dan/atau penyelenggara Telekomunikasi khusus. (21 Teknologi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merujuk pada teknologi Telekomunikasi yang implementasinya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan setelah pemberlakuan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. (3) Spektrum Frekuensi Radio yang dapat dikerjasamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pita frekuensi radio yang telah ditetapkan hak penggunaannya dalam bentuk IPFR. (4) Kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tujuan: a. b.

    41. optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio;

    42. efisiensi biaya pembangunan infrastruktur Telekomunikasi yang menggunakan Spektrum Frekuensi Radio;

    43. memperluas cakupan wilayah yang terlayani oleh layanan Telekomunikasi;

    44. peningkatan kualitas layanan Telekomunikasi;

    45. menghadirkan layanan Telekomunikasi baru;

    46. membuat harga layanan Telekomunikasi lebih terjangkau bagi masyarakat; dan/atau

    47. pemenuhan kebutuhan terhadap kepentingan nasional. (5) Kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat dan non-diskriminatif. (6) Kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri berdasarkan hasil evaluasi. (71 Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mempertimbangkan tujuan kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan prinsip kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (5). Pasal 51 (1) Permohonan persetujuan kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (6) dapat diajukan oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara Telekomunikasi khusus yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

    48. tidak memiliki kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang kepada Kementerian; b.bagipenyelenggaraJaringanTelekomunikasi, telah memenuhi kewajiban pembangunan penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi paling sedikit {O"t (lima puluh persen) dari seluruh kewajibanpembangunan5(lima)tahunansesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau

    49. ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan/atau optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. (2) Penyelenggara Telekomunikasi khusus sebagaimana dimlksud pada ayat (1) merupakan instansi pemerintah atau badan hukum Indonesia yang telah memenuhi ketentuan perizinan penyelenggaraan Telekomunikasi khusus. (3)KerjaSamapenggunaanSpektrumFrektr.ensiRadio seblgaimana- dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:

    50. penggunaan pita frekuensi radio yang h* penggunaannya telah ditetapkan kepada p."y.t"" gg ri Telekomunikasi lain sebagai pemegang IPFR; dan/atau

    51. penggunaan pita frekuensi radio hasil penggabungan dari beberapa pita frekuensi radio yang telah ditetapkan hak penggunaannya i<epada 2 (dua) atau lebih pemegang IPFR' (4) Selain bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri dapat menetapkan bentuk kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio lainnya a."g." memperhatikan perkembangan teknologi' (5) Kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio seblgaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan:

    52. di PRE S IDEN REPUBLIK INDONESTA a. di seluruh wilayah layanan dan sebagian pita frekuensi radio yang tercantum dalam IPFR;

    53. di seluruh wilayah layanan dan seluruh pita frekuensi radio yang tercantum dalam IPFR;

    54. di sebagian wilayah layanan dan sebagian pita frekuensi radio yang tercantum dalam IPFR; atau

    55. di sebagian wilayah layanan dan seluruh pita frekuensi radio yang tercantum dalam IPFR' Pasal 52 (1) Jangka waktu bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan tidak melebihi masa laku IPFR Yang dikerjasamakan. (21 Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk bentuk kerji sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 "y"t 1S; huruf a dilaksanakan dengan ketentuan tidak mengurangi kewajiban pembangunan Jaringan Telekomunikasi Pemegang IPFR. Pasal 53 (1) Jangka waktu bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b dilaksanakan dengan ketentuan tidak melebihi masa laku IPFR yang dikerjasamakan dengan mengikuti masa laku IPFR Yang Paling Pendek. (21 Penggunaan spektrum Frekuensi Radio untuk bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b dilaksanakan dengan ketentuan:

    56. pengguna layanan dari masing-masing pemegang ipf'n yang melakukan kerja sama mendapatkan peningkatan kualitas laYanan; dan

    57. tidak mengurangi kewajiban pembangunan Jaringan Telekomunikasi setiap pemegang IPFR' (1)

      Pasal 54

      Menteri melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidlksesuaian atas tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (41 danlatau prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (5), penyelenggara Telekomunikasi yang melakukan kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dikenai sanksi administratif berupa:


    58. teguran tertulis;

    59. denda administratif; dan/atau

    60. pencabutan persetujuan kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu 14 (empat belas) hari kalender. Dalam hal penyelenggara Telekomunikasi yang dikenai teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan batas waktu teguran tertulis ketiga belum menyesuaikan dengan prinsip dan/atau tujuan kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, dikenai sanksi denda administratif. Dalam hal penyelenggara Telekomunikasi yang dikenai sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dikenai sanksi denda "d-it i"tratif, tidak membayar denda administratif dan/atau belum menyesuaikan dengan prinsip dan/atau tujuan kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, dikenai sanksi pencabutan persetujuan kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. (21 (3) (4) (s) (6) Denda (6) Pasal 56 (1) Permohonan persetujuan pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dapat diajukan oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

    61. tidak memiliki kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang kepada Kementerian;

    62. telah memenuhi kewajiban pembangunan penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari seluruh kewajiban pembangunan 5 (lima) tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang besarannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 55 (1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi pemegangizin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dapat melakukan pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio kepada penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnYa. (2) Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud p"aa ayat (1) merupakan pita frekuensi radio yang ielah ditetapkan hak penggunaannya dalam bentuk IPFR. (3) Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip:

    63. persaingan usaha Yang sehat;

    64. non-diskriminatif; dan

    65. pelindungan konsumen.

    66. ketentuan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA c. ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan/atau optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. (21 Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk: ' a. pemegang IPFR mengalihkan hak penggunaan pita frekuensi radio kepada penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lain; atau

    67. 2 (dua) atau lebih pemegang IPFR saling melakukan pengalihan hak penggunaan pita frekuensi radio sesuai IPFR yang telah ditetapkan kepada masing-masing pemegang IPFR' (3) Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan dengan tujuan:

    68. optimalisasi manfaat dari penggunaan Spektrum Frekuensi Radio; dan/atau

    69. peningkatan kinerja sektorTelekomunikasi' (4) Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan dengan tujuan yang sama dengan tujuan kerja sama penggunaan spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 aYat (4). (5) Pengalihan hak penggunaan spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) mengakib^ik"., IPFR dicabut dari pemegang izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan ait.t"pt "t kepada penerima pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio' (6) Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:

    70. dapat 17t a. dapat dilakukan untuk seluruh ^pita ^frekuensi radio atau sebagian pita frekuensi ^radio ^yang tercantum dalam IPFR;

    71. tidak mengubah masa laku ^IPFR ^yang ^dialihkan; dan

    72. kewajiban yang melekat ^pada ^pita frekuensi ^radio yang dialihkan, termasuk namun tidak terbatas pada kewajiban pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio, menjadi beralih ^kepada penerima pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Dalam kral2 (dua) atau lebih badan ^hukum ^pemegang IPFR melakukan penggabungan atau ^peleburan badan hukum, pengalihan hak ^penggunaan ^Spektrum Frekuensi Radio dapat ditakukan untuk ^seluruh ^pita frekuensi radio. Pasal 57 (1) Pengalihan hak penggunaan Spektrum ^Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^55 ^ayat ^(1) wajib mendapatkan persetujuan dari ^Menteri berdasarkan hasil evaluasi. (21 Evaluasi sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) mempertimbangkan prinsip ^pengalihan ^hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat ^(3) dan ^tujuan pengalihan hak penggunaan Spektrum ^Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^56 ^ayat ^(3) dan/atau ayat (4). (3) Menteri melaksanakan ^pengawasan dan ^pengendalian terhadap pelaksanaan ^pengalihan hak ^penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.

      (4)

      Dalam (4) Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat ketidaksesuaian atas prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dan/atau tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) dan/atau ayat (4), penyelen ggara Telekomunikasi yang melakukan pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dikenai sanksi administratif berupa:

    73. teguran tertulis; dan

    74. pencabutan persetujuan pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hurrf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu 14 (empat belas) hari kalender. Dalam hal penyelenggara Telekomunikasi yang dikenai teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan batas waktu teguran tertulis ketiga belum menyesuaikan dengan prinsip dan/atau tujuan pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, dikenai sanksi administratif pencabutan persetujuan pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Pasal 58 Menteri dapat melakukan optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio terhadap izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang telah ditetapkan. Optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

    75. migrasi;

    76. refarming;

    77. pencabutanizinpenggunaan Spektrum Frekuensi Radio; dan/atau

    78. bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri. (s) (6) (1) (2t (3) Menteri (3) (1) (2t (3) (4) Menteri memberitahukan rencana pelaksanaan optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada peme ga., g izin pen ggunaan S pektrum Frekuensi Radio'

      Pasal 59

      Pemegan g izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio wajib membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio. Menteri menetapkan besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio dengan memperhatikan:


    79. jenis penggunaan Spektrum Frekuensi Radio;

    80. lebar pita frekuensi radio;

    81. lebar kanal frekuensi radio;

    82. luas cakupan;

    83. lokasi;

    84. nilai ekonomi Spektrum Frekuensi Radio;

    85. minat pasar; dan/atau

    86. tingkat inflasi. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dapat disesuaikan dalam hal terdapat:

    87. optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio; dan/atau

    88. pembebanan kepentingan nasional kepada pemegang izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Kewajiban BHP Spektrum Frekuensi Radio mulai dikenakan pada saat izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio diterbitkan. BHP Spektrum Frekuensi Radio dibayar di muka setiap tahun. (s)

      Pasal 60
      (1)

      (2t (3) (1) (21 Pasal 60 Kewajiban pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk bentuk kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf a hanya dikenakan kepada peny.l".rggara Telekomunikasi yang menjadi pemegang IPFR. Kewajiban pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk bentuk kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b dikenakan kepada setiap penyelenggara Telekomunikasi pemegang IPFR yang melakukan kerja sama dengan besaran yang ditetapkan sesuai IPFR masing-masing. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dapat disesuaikan berdasarkan jenis layanan atau penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagai hasil kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b. Pasal 61 BHP Spektrum Frekuensi Radio merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. BHP Spektrum Frekuensi Radio yang telah dibayarkan ke kas negara tidak dapat ditarik kembali.


      Pasal 62

      Kewajiban membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dikecualikan untuk penggunaan Spektrum Frekuensi Radio meliputi:


    89. Telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;

    90. Telekomunikasi .

    91. Telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas khusus;

    92. Telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah yang digunakan oleh perwakilan negara asing di Indonesia ke dan/atau dari negara asal berdasarkan asas timbal balik;

    93. penelitian, uji coba teknologi, danf atau uji coba Alat lelekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi atau Penyiaran yang tidak bersifat komersial yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga pendidikan dan pelatihan dalam negeri;

    94. kegiatan kenegaraan;

    95. kegiatan tanggap darurat penanggulangan bencana; dan/atau

    96. penggunaan Spektrum Frekuensi Radio berdasarkan Izin Kelas.

      (1)

      (21 (3) Pasal 63 lzin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dapat diathiri sebelum berakhir masa laku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 - Pengakhiran masa laku izin penggunaan Spektrum Freliuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar:

    97. pencabutanizinpenggunaan Spektrum Frekuensi Radio; atau

    98. permohonan penghentian izin penggunaan -Spektrum Frekuensi Radio oleh pemegang izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Pengakhiran izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan kewajiban pelunasan BHP Spektrum Frekuensi Radio yang terutang. Pasal 64 (1) Pengakhiran masa laku izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio atas dasar pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a dilakukan karena:

    99. ain Penyelenggaraan Telekomunikasi atau IPP telah berakhir atau dicabuU b. penggunaan Spektrum Frekuensi Radio tidak optimal;

    100. terdapat kepentingan umum yang lebih besar;

    101. perubahan perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio secara nasional;

    102. mengalihkan izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio tanpa persetujuan Menteri;

    103. tidak melaksanakan kegiatan pemancaran layanan sesuai ISR paling sedikit selama 12 (dua belas) bulan berdasarkan hasil monitoring Spektrum Frekuensi Radio sebanyak 3 (tiga) kali;

    104. umur masa pakai satelit berakhir, untuk ISR satelit;

    105. melanggar parameter teknis sebagaimana ditetapkan dalam ISR; dan/atau

    106. melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan. (21 Tata cara permohonan penghentian izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'

      Pasal 65

      Pasal 65 (1) Menteri menetapkan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang tidak optimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b berdasarkan evaluasi dengan memperhatikan pemenuhan terhadap kewajiban yang telah ditetapkan kepada ^pemegangizin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. (21 Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) meliputi aspek:


    107. penggelaranJaringanTelekomunikasi;

    108. kualitas layanan Telekomunikasi ^yang diselenggarakan;

    109. operasional pemancaran stasiun ^radio menggunakan pita frekuensi radio dan/atau kanal frekuensi radio yang telah ditetapkan; dan/atau

    110. pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio. Pasal 66 (1) Rencana pengakhiran masa laku izin ^penggunaan Spektrum Frekuensi Radio atas dasar ^pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat ^(2) huruf a karena:

    111. terdapat kepentingan umum ^yang lebih ^besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (ll huruf c; dan/atau

    112. perubahan perencanaan ^penggunaan Spektrum Frekuensi Radio secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf d, disampaikan kepada pemegang izin ^penggunaan Spektrum Frekuensi Radio paling lambat 2 ^(dua) tahun sebelum pengakhiran masa laku izin ^penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dilakukan.

      (2)

      Dalam PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA (2) Dalam hal rencana pengakhiran masa laku izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kurang dari ^2 (dua) tahun, Menteri dapat menetapkan ganti kerugian kepada pemegang izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. (3) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) dapat diberikan oleh Menteri atau oleh pengguna baru pada Spektrum Frekuensi Radio yang dicabut. Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut ^jika diperlukan mengenai penggunaan Spektrum Frekuensi Radio diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PENYELENGGARAAN PENYIARAN Bagian Kesatu Umum Pasal 68 (1) Penyelenggaraan Penyiaran terdiri atas:

    113. ^jasa Penyiaran radio; dan

    114. ^jasa Penyiaran televisi. (21 Jasa Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) diselenggarakan oleh:

    115. LPP;

    116. LPS;

    117. LPK; atau

    118. LPB. (3) LPP sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a terdiri atas:

    119. LPP Radio Republik Indonesia;

    120. LPP Televisi Republik Indonesia; dan

    121. LPP Lokal.

      (4)

      Penyelenggaraan.

      (4)

      Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran_radio dan jasa eenyiat"., televisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui media:

    122. terestrial;

    123. satelit; dan/atau

    124. kabel. (5) Penyelenggaraan Penyiaran melalui media sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi' Ketentuan mengenai pemanfaatan perkembangan teknologi dalam penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Menteri. Penyelenggaraan jasa Penyiaran radio dan jasa Penyiaran- televisi secara digital melalui terestrial meliputi:

    125. layanan program siaran;

    126. layanan multipleksing; dan/atau

    127. layanan tambahan. Penyediaan layanan multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat(7) huruf b berlaku untuk lembaga Penyiaran y"ng menggunakan teknologi digital melalui media terestrial.

      (6)
      (7)
      (8)

      Pasal 69 (1) LPP Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) huruf c dapat didirikan di daerah provinsi atau kabupaten/kota dengan kriteria dan persyaratan sebagai berikut:

    128. belum ada stasiun Penyiaran Radio Republik Indonesia dan/atau Televisi Republik Indonesia di daerah tersebut;

    129. tersedianya b. tersedianya Spektrum Frekuensi ^Radio berdasarkan rencana induk ^penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk keperluan Penyiaran;

    130. tersedianya sumber daya manusia ^yang profesional dan sumber daya lainnya sehingga LPP Lokal mampu melakukan paling sedikit ^12 (dua belas) ^jam siaran per hari untuk radio dan 3 (tiga) jam siaran per hari untuk televisi dengan materi siaran yang proporsional; dan

    131. operasional siaran diselenggarakan ^secara berkesinambungan. (21 Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf a dikecualikan untuk LPP ^Lokal ^yang didirikan dengan menggunakan teknologi ^digital. Pasal 70 (1) Penyelenggaraan Penyiaran yang diselenggarakan oleh lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) wajib memenuhi ketentuan Perizinan Berusaha untuk memperoleh IPP. (2) Untuk memperoleh IPP, Pelaku Usaha harus mengajukan uji laik operasi Penyiaran ^dan memperoleh surat keterangan laik operasi Penyiaran. (3) Sebelum pelaksanaan uji laik operasi Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat ^(21, Pelaku Usaha melaksanakan pembangunan dan f ^atau ^menyediakan sarana dan prasarana Penyiaran. (41 Dalam hal penyelenggaraan Penyiaran menggunakan Spektrum Frekuensi Radio dan/atau satelit ^asing, sebelum pelaksanaan uji laik operasi Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) wajib memenuhi Perizinan Berusaha penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan/atau hak labuh satelit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (s) rPP (5) IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang. Pasal 71 (1) Perizinan Berusaha untuk penyelenggaraan Penyiaran dengan media sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal 68 ayat (4) diberikan melalui mekanisme evaluasi. (21 Permohonan Perizinan Berusaha untuk penyelenggaraan Penyiaran melalui media terestrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat ^(4) ^huruf a untuk LPS dan LPB dapat diajukan setelah ^adanya pengumuman peluang penyelenggaraan Penyiaran oleh Menteri. (3) Dalam hal pada 1 (satu) wilayah layanan siaran, jumlah permohonan Perizinan Berusaha penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (21 melebihi ^jumlah ketersediaan kanal frekuensi radio dan/atau ketersediaan ^slot multipteksing, Perizinan Berusaha diberikan ^melalui mekanisme seleksi. Pasal T2 (1) Penyelenggaraan Penyiaran dapat dilakukan dengan cakupan wilayah siaran meliputi seluruh ^Indonesia, regional, dan/atau lokal dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri. (21 Penyelenggaraan Penyiaran untuk cakupan wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia dapat ^dilakukan oleh: LPP Radio Republik Indonesia; LPP Televisi Republik Indonesia; LPS jasa Penyiaran televisi melalui media terestrial untuk layanan program siaran; LPS melalui media satelit; atau LPB melalui media satelit dan/atau media kabel. a. b. c. d. e.

      (3)

      Penyelenggaraan (3) Penyelenggaraan Penyiaran untuk cakupan ^wilayah siaran regional dan/atau lokal dapat dilakukan ^oleh:

    132. LPP Lokal;

    133. LPS ^jasa Penyiaran radio melalui media ^terestrial;

    134. LPS jasa Penyiaran televisi melalui ^media terestrial untuk layanan ^program siaran;

    135. LPS ^jasa Penyiaran televisi layanan ^multipleksing media terestrial;

    136. LPK; atau

    137. LPB melalui media terestrial dan/atau ^kabel. (4) Lembaga Penyiaran yang melaksanakan penyelenggara€rn Penyiaran melalui media terestrial dengan cakupan wilayah siaran ^meliputi ^seluruh Indonesia sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(21 ^huruf a, huruf b, dan huruf c wajib memiliki ^cabang paling sedikit di ibukota provinsi dan bersiaran ^di ^cakupan wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia ^sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang-undangan. (5) LPS yang melaksanakan ^penyelenggaraan ^Penyiaran digital melalui media terestrial dengan ^cakupan wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia ^dan regional, siarannya wajib memuat ^konten ^lokal ^paling sedikit lOo/o (sepuluh persen) dari ^waktu ^siaran keseluruhan per hari. (6) Cakupan wilayah siaran meliputi seluruh ^Indonesia, regional, dan/atau lokal sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) ditetapkan dengan ^mempertimbangkan:

    138. kesehatan industri Penyiaran;

    139. kemampuan dan kesiapan ^penyelenggara;

    140. ketersediaan slot multipleksing; dan/atau

    141. ketersediaan Spektrum Frekuensi ^Radio berdasarkan rencana induk Spektrum ^Frekuensi Radio untuk keperluan PenYiaran.

      (7)
      (1)

      (2t (3) LPS dapat menyelenggarakan layanannya dengan sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah siaran sampai dengan seluruh Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut:

    142. induk stasiun jaringan dan anggota stasiun jaringan merupakan LPS yang terletak di ibukota provinsi dan/atau kabupaten/kota; dan

    143. untuk kesamaan acara, siaran stasiun jaringan dapat dipancarluaskan melalui stasiun relai ke seluruh wilayah dalam 1 (satu) provinsi'

      Pasal 73

      setiap perrrbahan nama, alamat kantor, susunan pengurus, dan/atau saham oleh lembaga Penyiaran harus dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan sejak dilakukan perubahan.


      Pasal 74

      Setiap perubahan kepemilikan saham baik langsung *arprn tidak langsung pada LPS dan LPB wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perubahan kepemilikan saham LPS dilarang mengakibatkan pelanggaran ketentuan:


    144. kepemilikan asing;

    145. pemusatan kePemilikan; atau

    146. kepemilikan silang. Perubahan kepemilikan saham LPB dilarang mengakibatkan pelanggaran ketentuan:

    147. kepemilikan asing; atau

    148. kepemilikan silang.

      Pasal 75

      Dalam menyelenggarakan siarannya, LPB wajib:


    149. melakukan a. melakukan sensor internal terhadap semua isi ^siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan;

    150. menyediakan paling sedikit 10% ^(sepuluh ^persen) ^dari kapasitas saluran untuk menyalurkan ^program dari LPP dan LPS; dan

    151. menyediakan 1 (satu) saluran siaran ^produksi ^dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) saluran siaran produksi luar negeri dengan ketentuan sebagai berikut:

  11. dalam hal menyalurkan saluran siaran ^produksi ^10 (sepuluh) atau lebih, perbandingan saluran siaran produksi dalam negeri dan saluran siaran produksi luar negeri 1 (satu) berbanding 1O (sepuluh) dengan pembulatan angka ke atas; atau

  12. dalam hal menyalurkan saluran siaran ^produksi kurang dari 10 (sepuluh), menyediakan ^paling sedikit 1 (satu) saluran siaran produksi dalam negeri. Pasal 76 (1) Radius siaran LPK ^jasa Penyiaran radio yang bersiaran melalui media terestrial dibatasi maksimum 2,5 km (dua koma lima kilometer) dari lokasi pemancar atau dengan Effectiue Radiated Potaer (ERP) maksimum 46,99 (empat puluh enam koma sembilan sembilan) dBm. (2) Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dikecualikan untuk LPK yang bersiaran ^melalui layanan muttipleksing siaran televisi digital terestrial. Pasal 77 (1) LPP, LPS, LPK, dan LPB wajib membayar biaya Perizinan Berusaha melalui kas negara. (21 Besaran dan tata cara pembayaran biaya Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Bagian Bagian Kedua Migrasi Penyiaran Televisi Terestrial ^dari Teknologi Analog ke Teknologi Digital (1) (21 (3) (4) (s) (6) (71

    Pasal 78

    Penyelenggaraan Penyiaran ^jasa ^Penyiaran ^televisi melalui media terestrial dilakukan ^dengan ^teknologi digital melalui Penyelenggaraan ^Multipleksing. Penyelenggaraan Multipleksing ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan ^Spektrum Frekuensi Radio sebagai sumber daya alam ^terbatas yang dikuasai oleh negara dan ^pengelolaannya dilakukan oleh Menteri. Penyelenggaraan Penyiaran ^jasa ^Penyiaran ^televisi dengan teknologi digital melalui media ^terestrial sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) ^dilakukan melalui beberapa penyelenggara ^multipleksing ^dalam jumlah terbatas. Jumlah penyelenggara multipleksing ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) ditetapkan ^oleh Menteri. Penyelenggara multipleksing sebagaimana ^dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:

    1. LPP Televisi Republik Indonesia; dan

    2. LPS ^jasa Penyiaran televisi. Penetapan LPP Televisi Republik ^Indonesia ^sebagai penyelenggara multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilakukan oleh Menteri ^tanpa melalui evaluasi atau seleksi. Penetapan penyelenggara multipleksing untuk ^LPS jasa Penyiaran televisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan oleh Menteri ^melalui evaluasi atau seleksi. Penetapan penyelenggara multipleksing ^melalui evaluasi sebagaimana dimaksud ^pada ayat l7l ^berlaku untuk LPS ^jasa Penyiaran televisi ^yang ^telah melakukan investasi dan telah ^menyelenggarakan multipleksing sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan.

      (8)
      (9)

      Menteri melaksanakan seleksi ^penyelenggara multipleksing untuk LPS ^jasa Penyiaran ^televisi sebagaimana dimaksud pada ayat ^(71 ^pada ^wilayah layanan siaran yang belum ditetapkan ^penyelenggara multipleksingnya sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat (8). (1O) Penetapan penyelenggara multipleksing berdasarkan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat ^(9) mempertimbangkan penyelenggara yang ^telah menyelenggarakan multipleksing sesuai ^dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (11) Menteri menetapkan penyelenggara multipleksing melalui evaluasi atau seleksi berdasarkan pertimbangan:

    3. perlindungan kepentingan nasional;

    4. pemerataan penyebaran informasi;

    5. kesiapan infrastruktur multipleksing penyelen ggar a Penyiaran ;

    6. penetapan penyelenggara multipleksing ^yang telah melakukan investasi sebelumnya;

    7. perencanaan penggunaan Spektrum ^Frekuensi Radio dan/atau pencegahan interferensi Spektrum Frekuensi Radio;

    8. kesiapan ekosistem penyelenggaraan Penyiaran;

    9. efisiensi industri Penyiaran;

    10. perlindungan investasi; dan latau i. persiapan penghentian siaran analog ^(Analog Switch oIf/ ASo). Pasal 79 Penyelenggara multipleksing melaksanakan program siaran sesuai dengan cakupan Penyelenggaraan Multipleksingnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. layanan wilayah dengan


    Pasal 80

    Pasal 80 (1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur aktif di bidang Telekomunikasi dan/atau Penyiaran dapat membuka akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud kepada penyelenggara Penyiaran berdasarkan kesepakatan melalui kerja sama para pihak dengan mempertimbangkan persaingan usaha yang sehat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (21 Penyelenggara multipleksing dapat bekerja sama dengan penyelenggara multipleksing lainnya dan/atau penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam rangka penggunaan bersama infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 81 (1) LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing. (2) Dalam hal LPP Televisi Republik Indonesia atau LPS jasa Penyiaran televisi menjadi penyelenggara multipleksing, penyediaan program siaran dari LPP Televisi Republik Indonesia atau LPS jasa Penyiaran televisi tersebut disalurkan melalui slot multipleksingnya sendiri. (3) Penyelenggara multipleksing wajib memenuhi permohonan penyewaan slot multipleksing dari LPP, LPS, dan latau LPK sepanjang slot multipleksing masih tersedia dan memenuhi syarat penyewaan slot multipleksing yang ditetapkan oleh penyelenggara multipleksing. (4) Penyelenggara multipleksing wajib menetapkan syarat penyewaan slot multipleksing yang memenuhi prinsip keterbukaan akses dan non-diskriminatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (5)

    Mekanisme penyewaan sisa slot multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dan ^ayat ^(3) dilaksanakan berdasarkan pengumuman Penyelenggaraan Multipleksing ^yang ditetapkan ^oleh Menteri. (6) Menteri dapat menetapkan pemanfaatan ^penggunaan multipleksing dan/atau slot multipleksing ^yang ^tidak dimanfaatkan oleh penyelenggara multipleksing. Pasal 82 (1) Penghitungan tarif sewa slot multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ^yang dilakukan oleh penyelenggara multipleksing ^wajib mengacu pada formula tarif serta ^memperoleh persetujuan Menteri untuk ditetapkan. (21 Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat (1) dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi. Pasal 83 (1) Penyelenggara multipleksing wajib mempublikasikan pembukaan peluang kerja sama dan informasi mengenai slot multipleksing ^yang dikelolanya untuk disewakan kepada LPP, LPS , danf atau ^LPK. (21 Informasi mengenai slot multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) wajib memuat ^paling ^sedikit:

    1. ^jenis layanan sewa slot multipleksing;

    2. wilayah layanan siaran;

    3. kapasitas slot multipleksing ^yang tersedia;

    4. tarif sewa slot multipleksing ^yang ^dihitung berdasarkan tata cara perhitungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    5. kualitas layanan (qtalitg of seruice);

    6. prosedur f. prosedur penyediaan layanan ^sewa ^slot multipleksing; dan

    7. syarat penyewaan slot multipleksing. (3) Informasi mengenai slot multipleksing ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(21 wajib ^disampaikan ^secara terbuka paling sedikit melalui situs ^web ^resmi ^dari penyelen ggar a multiPleksin ^g. Pasal 84 Menteri menetapkan ^penomoran ^penyelenggaraan Penyiaran bagi lembaga Penyiaran ^setelah ^mendapatkan IPP.

    (1)

    (21 (3) (4) Pasal 85 Pemerintah membantu ^penyediaan alat ^bantu penerimaan siaran (set-top-box/ STB) kepada ^rumah tangga miskin agar dapat ^menerima ^siaran ^televisi secara digital melalui terestrial. Penyediaan alat bantu ^penerimaan ^siaran ^(set-top- box/ STB) kepada rumah tangga miskin ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari ^komitmen penyelenggara multipleksing. Dalam hal penyediaan alat bantu ^penerimaan ^siaran (set-top-box/ STB)sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(21 tidak mencukupi, dapat berasal ^dari:

    1. Anggaran Pendapatan dan ^Belanja ^Negara ^sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang- undangan; dan/atau

    2. sumber lainnya yang sah sesuai ^dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan. Kriteria penerima alat bantu ^penerimaan ^siaran ^(set- top-box/ STB) dan mekanisme ^pendistribusian ^alat bantu penerimaan siaran ^(set-top-box/ ^STB) ^kepada rumah tangga miskin sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

    (5)

    Pengawasan .

    (5)

    Pengawasan atas pelaksanaan pendistribusian alat bantu penerimaan siaran (set-top-box/ STBI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Menteri. PFTES lDEN REPUBLIK INDONESIA Bagian Ketiga Sanksi Administratif dan Pendelegasian Kewenangan Mengatur (1) (21 Pasal 86 Dalam hal terdapat ketidaksesuaian dan/atau pelanggaran atas ketentuan Pasal 70 ayat (1), Pasal 70 ayat 1+; , Pasal 72 ayat (4), Pasal 72 ayat (5), Pasal 72 iyat (71, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76 ayat (1), Pasal 77 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 79, Pasal 81 ayat (3), Plsal'81 ayat (4), Pasal 82 ayat (1), Pasal 83, dan/atau Pasal 85 ayat (21, Menteri mengenakan sanksi administratif kepada Pelaku Usaha berupa:

    1. teguran tertulis;

    2. pengenaan denda administratif;

    3. penghentian sementara kegiatan berusaha;

    4. daya paksa Polisional; dan/atau

    5. pencabutanPerizinan Berusaha. Dalam hal terdapat ketidaksesuaian dan/atau pelanggaran terkait dengan isi siaran, Komisi benyiaian Indonesia mengenakan sanksi administratif kepada lembaga PenYiaran beruPa:

    6. teguran tertulis;

    7. pengenaan denda administratif;

    8. penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahapan tertentu;

    9. pembatasan durasi dan waktu siaran; dan/atau

    10. penghentian kegiatan siaran untuk waktu tertentu. (3) Selain. - .

    (3)
    (4)

    (s) (6) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Selain sanksi administratif ^sebagaimana dimaksud pada ayat (2l,lembaga Penyiaran dapat ^dikenai ^sanksi administratif berupa ^pencabutan Perizinan ^Berusaha oleh Menteri berdasarkan ^rekomendasi ^Komisi Penyiaran Indonesia setelah ^adanya ^putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan ^hukum ^tetap- Teguran tertulis sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(1) huruf a dan ayat (2) huruf ^a ^diberikan ^paling banyak ^3 (tiga) kali dalam ^jangka waktu ^masing-masing paling lama 1 (satu) bulan. Pengenaan sanksi administratif ^berupa ^teguran tertulis sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(4) mempertimbangkan tanggapan ^dan/atau ^keberatan tertulis dari Pelaku Usaha ^dan/atau ^lembaga Penyiaran. Pengenaan sanksi administratif ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1), ayat ^(21, ^dan ^ayat ^(3) dapat dilakukan secara berjenjang. mengenal Peraturan Pasal 87 Ketentuan lebih lanjut ^jika ^diperlukan penyelenggaraan Penyiaran diatur ^dengan Menteri. BAB VI HAK MENDAHULUI PENERIMAAN ^NEGARA ^BUKAN ^PAJAK SEKTOR POS, TELEKOMUNIKASI, ^DAN ^PENYIARAN Pasal 88 Penerimaan Negara Bukan Pajak ^sektor ^Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran ^terdiri ^atas:

    1. biaya izinPenyelenggaraan ^Pos;

    2. kontribusi LPU;

    3. biaya hak Penyelenggaraan ^Telekomunikasi;

    4. kontribusi Kewajiban Pelayanan ^Universal Telekomunikasi;

    5. biaya Sertifikat;

    6. biaya pengujian Alat Telekomunikasi Perangkat Telekomunikasi ;

    7. biaya kalibrasi alat ukur;

    8. BHP Spektrum Frekuensi Radio;

    9. biaya IPP;

    10. bunga;

    11. denda administratif; dan


  1. biayalkontribusi lain sesuai dengan peraturan Perundang-undangan' (1) (21 dan/atau ketentuan
    Pasal 89

    Negara mempunyai hak mendahului untuk tagihan Peierimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 atas harta wajib bayar' HakmendahuluiatasPenerimaanNegaraBukanPajak .U^g"iana dimaksud pada ayat (1) melebihi segala hak mendahului lainnya, kecuali terhadap hak mendahuluidaripihakyangdiaturdenganUndang- Undang. BAB VII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 90 Menteri melakukan pengawasan dan pengendalian Penyelenggaraan Pos, i'enyelenggaraan Telekomunikasi' penggunaan Spektrum Frekuensi Radio' dan p.tty.t"" ggaraan Fenyiaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 9 1 Pasal 9 1 Pengawasan atas isi siaran dalam penyelenggaraan eenliaran dilaksanakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia *.".r.i dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (1)
    (2)
    (3)
    (4)

    (s)


    Pasal 92

    Menteri melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kualitas layanan (quality of seruice) dan/atau produk layanan dari Pelraku Usaha yang mendapatkan perizinan Berusaha di bidang Pos, Telekomunikasi, dan/atau Penyiaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem monitoring Plnyelenggaraan Pos, Penyelenggaraan telekomunikasi, dan penyelenggaraan Penyiaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Penyelenggara Pos, penyelenggara Telekomunikasi, dan- penfelenggara Penyiaran wajib membuka akses dan memberikan informasi yang diminta untuk kepentingan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21' Menteri dapat mengumumkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (S) dikenai sanksi administratif berupa:

    1. teguran tertulis;

    2. pengenaan denda administratif;

    3. penghentian sementara kegiatan berusaha;

    4. daya paksa Polisional; dan/atau

    5. pencabutanPerizinan Berusaha' Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huiuf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu masing-masing paling lama 1 (satu) bulan.

      (6)
      (7)

      Pengenaan (7) (8) PRE S IDEN REPUBLIK INDONESlA Pengenaan sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mempertimbangkan tanggapan dan/atau keberatan tertuiis dari Penyelenggara Pos, penyelenggara Telekomunikasi, atau penyelenggara Penyiaran' Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan secara berjenjang. Pasal 94 Untuk kepentingan nasional termasuk namun tidak terbatas pada bidang pendidikan, kesehatan, kebencanaan, keamanan, dan kedaruratan, Menteri dapat membuat dan menggunakan platform digital, pusat kontak (contact cent6r1, aplikasi, dan/atau layanan lainnya dengan melibatk", p.lu,ku Usaha di bidang Pos, Telekomunikasi, penyiaran , danf atau instansi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan pen rndang-undangan'


    Pasal 93

    Ketentuan lebih lanjut mengenai monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN


    Pasal 95
    (1)

    Pemerintah Pusat melakukan evaluasi atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dengan memperhatikan perkembangan dan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha dalam rangka percepatan ciPta kerja. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh- Menteri yang dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.

    (2)

    Pasal 96 Dalam hal Peraturan Pemerintah ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, dan/atau adanya stignasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskrlsi ,nt,rk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraar: urusan pemerintahan di bidang Pos, Telekomunikasi, dan PenYiaran. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN


    Pasal 97
    (1)

    LPP, LPS, dan LPK jasa Penyiaran televisi:

    1. dapat bersiaran secara analog dan siaran secara aigitat secara bersamaan (simulcast) sampai dengan waktu penghentian siaran televisi analog; dan

    2. selanjutnya wajib menghentikan siaran televisi analog paling lambat tanggal 2 November 2022 pukul 24.OO Waktu Indonesia Barat serta melaksanakan penyelenggaraan Penyiaran secara digital melalui multipleksing, melakukan p"i.y."r^ian IPP, d'an mengembalikan ISR untuk televisi analog kePada Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian siaran analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Peraturan Menteri. LPP, LPS, dan LPK jasa Penyiaran televisi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenai sanksi administratif berupa pencabutan ISR untuk televisi analog. Pasal 98 Menteri menetapkan tahapan proses pelaksanaan penghentian penyelenggaraarl layanan transmisi televisi i..r[", sistem Penyiaran terestrial dengan teknologi analog dengan memperhatikan:

    3. kecukupan cakupan siaran televisi pengganti sistem Penyiaran terestrial dengan teknologi analog;

    4. kecukupan penetrasi perangkat penerima siaran p".rgg.rrti sisiem Penyiaran terestrial dengan teknologi analog; dan (2t (3) c kecukupan pemahaman masyarakat tentang tanggal berakhirnya siaran televisi dengan sistem Penyiaran terestrial dengan teknologi analog. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 99 Ketentuan pelaksanaan yang diatur dalam Peraturan pemerintah ini tidak berlaku bagi Pelaku usaha atau pihak yang telah mendapatkan Perizinan Berusaha, izit: ., dan/atau persetujuan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini kecuali ketentuan tersebut lebih menguntungkan bagi pemegang Perizinan Berusaha, izirt, dan/atau persetujuan dimaksud. Pasal 10O Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Perizinan Berusaha , izirt, dan/atau persetujuan yang sudah terbit, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perizinan Berusaha, izin, dan/atau persetujuan dimaksud.


    Pasal 101

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

    1. Pasal 26, Pasal 28, Pasal 29,Pasal 34 sampai dengan Pasal 37, Pasal 47 ayat (1), Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, Pasal 61, dan Pasal 71 sampai dengan Pasal 77 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Repubtik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 398O);

    2. Pasal 1 angka 13, Pasal 8 ayat (2), Pasal lO ayat (2),, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 19 sampai dengan Pasal 25, Pasal 27 sampai dengan Pasal 31, dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 20OO tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO0 Nomor 1O8, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);

    3. Pasal c e Pasal 7 ayat (a) dan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraarl Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO5 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor aa85l; Pasal 1 angka 2, Pasal 2, Pasal 11 ayat (1), Pasal 35, dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a566); Pasal I angka 2, Pasal 2, dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a567); Pasal I angka 2, Pasal 11 ayat (1), dan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor l2g,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a568); Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2Ol3 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2OO9 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5403), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 1O2 pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah mengenai Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 103 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar d f g Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam L,embaran Negara RePublik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2O2L JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari2O2T MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2O2I TENTANG POS, TELEKOMUNIKASI, DAN PENYIARAN UMUM pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun lg45 mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiel maupun spiritual. Sejalan dengan tujuan i.r"Ibrt, Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun lg45 menentukan bahwa "setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, *.rrgoLh, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluian yang tersedia.", oleh karena itu negara perlu melakukan berbagai upaya .t"r- tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk Uirt<omunikasi dan memperoleh informasi. Pemenuhan hak untuk berkomunikasi dan memp"rol"h informasi pada prinsipnya merLlpakan salah satu aspek penting dalam pembangUnan nasional yang dilaksanakan dalam kerangka transformasi digital Indonesia. Transformasi digital Indonesia akan membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih tangguh di masa depan, dengan fokus pada:

    4. percepatan perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital dan penyediaan laYanan internet;

    5. percepatan perluasan dan peningkatan layanan Pos dan logistik dalam mendukung ekonomi digital dan layanan keuangan yang inklusif;

    6. penyiapan road.map transformasi digital di sektor-sektor strategis, baik p"a" ".kto. pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri, maupun Penyiaran;

    7. percepatan integrasi pusat data nasional;

    8. penyiapan kebutuhan sumber daya manusia talenta digital; dan

    9. penyiapan yang berkaitan dengan regulasi terkait skema pendanaan dan pembiayaan transformasi digital nasional. I Sektor Sektor pos, Telekomunikasi dan Penyiaran memiliki nilai sangat strategis karena menjadi pilar utama pada saat Indonesia memasuki transf6rmasi digital dan *.rri^di tulang punggung ekonomi digital nasional. Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2o2o tentang cipta Kerja serta peraturan Pemerintah ini, ada 3 (tiga) hal fundamental yang mempengaruhi percepatan transformasi digital Indonesia, yakni menembus kebuntuan iegulasi implementasi penghentian siaran analog dan beralih ke digital (inalog Suitch 061/A5C/I paling lambat tanggal 2 November 2022' pencejahan inefisilnsi Spettrum Frekuensi Radio, dan optimalisasi infrastruktur pasif. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan transformasi digital Indonesia dan ekonom-i digit.t dimaksud, diperlukan perubahan dan penyempurnaan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 38 Tahun 2oog tentang Pos, Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO2 tentang Penyiaran. Perubahan peraturan pelaksanaan tersebut merupakan bagian dari amanat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang cipta Kerja yang mengubah ketiga Undang-Undang tersebut' Peraturan Pemerintah ini meliputi pengaturan terkait:

    10. PenyelenggaraanPos;

    11. Penyelenggaraan Telekomunikasi;

    12. Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio; dan

    13. Penyelenggaraan PenYiaran. II. PASAL DEMI PASAL


    Pasal 1

    Cukup jelas.


    Pasal 2

    CukuP jelas.


    Pasal 3

    CukuP jelas.


    Pasal 4

    CukuP jelas.


    Pasal 5

    CukuP jelas' PRES IOEN REPUELIK INDONESIA


    Pasal 6

    Cukup jelas.


    Pasal 7

    Cukup jelas.


    Pasal 8

    Cukup jelas.


    Pasal 9

    CukuP jelas.


    Pasal 10

    Cukup jelas. Pasal 1 1 Cukup jelas.


    Pasal 12

    Ayat (1) CukuP jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "penyelenggara jaringan tela-n lokal berbasis circuit stttitclLed" termasuk yang telah mengembangkan jaringannya menggunakan teknologi lain berbasis Protokol internet. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d CukuP jelas. Huruf e Huruf f Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas.


    Pasal 13

    Pembangunan dan/atau ^penyediaan layanan Telekomunikasi bersifat nasional. Pada prinsipnya penetapan kewajiban ^pembangunan dan/atau penyediaan layanan tidak menghilangkan hak untuk ^membangun dan/atau menyediakan layanan ^di ^daerah lain. Pasal 14 Yang dimaksud dengan "standar kualitas ^Penyelenggaraan Telekomunikasi" adalah termasuk ^namun tidak ^terbatas ^pada ^kualitas Jaringan Telekomunikasi, ^jasa Telekomunikasi, ^dan ^penanganan keluhan pelanggan.


    Pasal 15

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kegiatan usaha ^melalui internet" ^adalah Ouer-The-Top (OTT) dalam bentuk substitusi ^layanan Telekomunikasi, platform layanan ^konten audio ^dan/atau ^visual, dan/atau layanan lainnya ^yang ditetapkan ^oleh ^Menteri. Ayat (2) Ayat (2) Hurrrf a Yang dimaksud dengan "substitusi ^layanan Telekomunikasi" adalah berupa layanan ^yang ^dapat menggantikan layanan ^jasa Telekomunikasi antara ^lain komunikasi dalam bentuk pesan ^pendek, ^panggilan suara, panggilan video, konferensi video ^(uideo ^conference), percakapan daring, danf atau pengiriman dan ^penerimaan data. Huruf b Yang dimaksud dengan "platform layanan ^konten ^audio dan/atau visual" antara lain ^penyediaan ^semua bentuk informasi digital yang terdiri dari tulisan, suara, ^gambar, animasi, musik, video, film, permainan ^(game), atau kombinasi dari sebagian dan/atau semuanya ^termasuk dalam bentuk yang dialirkan ^(streaming) atau ^diunduh (download). Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Pengelolaan trafik dilakukan dalam rangka ^pemenuhan ^kualitas layanan kepada penggunanya sesuai dengan ^prinsip ^persaingan usaha yang sehat dan/atau untuk kepentingan ^nasional. Ayat (7) Cukup ^jelas.


    Pasal 16

    Cukup ^jelas.


    Pasal 17
    Pasal 17

    Cukup jelas.



    Pasal 18

    Cukup jelas.


    Pasal 19

    Cukup jelas.


    Pasal 20

    Cukup jelas.


    Pasal 21

    Cukup jelas.


    Pasal 22

    Ayat (1) CukuP jelas. Ayat (2) CukuP jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "Pemerintah Pusat dan/atau pemerintah Daerah" adalah termasuk antara lain Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah. Huruf b CukuP jelas. Huruf c CukuP jelas. Huruf d CukuP jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Ayat (6) Cukup jelas.


    Pasal 23

    Cukup jelas.


    Pasal 24

    Cukup jelas.


    Pasal 25

    Ayat (1) yang dimaksud dengan "infrastruktur pasi{" termasuk tetapi tidak terbatas pada gorong-gorong (duct), menara, tiang, lubang kabel (manhoti), dan lain-lain yang dapat digunakan untuk penggelaran Jaringan Telekomunikasi. Ayat (2) CukuP jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


    Pasal 26

    Ayat (1) yang dimaksud dengan "infrastruktur aktif" merupakan perangkat aktif Telekomunikasi yang dapat digunakan dalam *erry"di"ku.., layanan Telekomunikasi, misalnya perangkat Radio Access Netw ork (RAN) . Ayat (2) CukuP jelas. Ayat (3) CukuP jelas.


    Pasal 27

    Cukup jelas.


    Pasal 28

    Cukup jelas.


    Pasal 29

    Cukup jelas. Pasal 3O Cukup jelas.


    Pasal 31

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) CukuP jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) CukuP jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Fasilitasi pelaksanaan Jual Kembali Jasa Telekomunikasi oleh Menteri diperlukan dalam hal, antara lain, tidak tersedianya infrastruktur jaringan danlatau jasa Telekomunikasi pada suatu wilayah layanan, sehingga dibutuhkan upaya dari pelaksana Juai Kembali Jasa Telekomunikasi untuk menyediakan tambahan atau perluasan infrastruktur jaringan dan/atau jasa Telekomunikasi yang dapat menjangkau masyarakat yang belum terjangkau layanan Telekomunikasi. Contohnya seperti juat kembali layanan akses internet yang belum dapat diakses oleh komunitas di wilayah tertentu. Pasal 32 .


    Pasal 32

    Cukup ^jelas


    Pasal 33

    Cukup ^jelas.


    Pasal 34

    Cukup ^jelas


    Pasal 35

    Ayat (1) Huruf a Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -9- Yang dimaksud dengan "tidak untuk tujuan komersial" adalah AIat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi tidak digunakan untuk keperluan penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan/atau ^jasa Telekomunikasi, atau penyelenggaraan Penyiaran. Ayat (3) . Ayat (3) Cukup ^jelas Ayat (4) Cukup ^jelas


    Pasal 36

    Cukup ^jelas


    Pasal 37

    Cukup ^jelas


    Pasal 38

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "lembaga ^yang ^berwenang" ^adalah lembaga yang mempunyai kewenangan ^melaksanakan kegiatan pemberian akreditasi laboratorium uji. Pengujian dilakukan terhadap sampel Alat ^Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi berdasarkan ^Standar Teknis. Ayat (a) Cukup ^jelas.


    Pasal 39

    Cukup ^jelas Pasal 4O Cukup ^jelas


    Pasal 41

    PFIES IDEN REPUBLIK ]NDONES]A


    Pasal 41

    Cukup ^jelas


    Pasal 42

    Cukup ^jelas.


    Pasal 43

    Cukup ^jelas.


    Pasal 44

    Cukup ^jelas.


    Pasal 45

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "analisis teknis" adalah perhitungan parameter teknis antara lain daya pancar, lebar pita Spektrum Frekuensi Radio, ^jenis Spektrum Frekuensi Radio, daerah cakupan, arah pancaran, penguatan antena (gain antenna), dan/atau letak geografis. Ayat (a) Cukup ^jelas.


    Pasal 46

    Cukup ^jelas. Pasal 4T Cukup ^jelas. Pasal 48 . PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA


    Pasal 48

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Pemenuhan kewajiban penggunaan Spektrum ^Frekuensi Radio merupakan pemenuhan kewajiban selama ^masa laku izin penggunaan Spektrum Frekuensi ^Radio ^2 ^(dua) periode masa laku izin sebelumnya. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "perencanaan ^penggunaan Spektrum Frekuensi Radio" adalah rencana ^penggunaan Spektrum Frekuensi Radio oleh ^pemegang ^izin danlatau perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi ^Radio yang ditetapkan oleh Menteri. Ayat (a) Cukup ^jelas.


    Pasal 49

    Cukup ^jelas. Pasal 5O Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Contoh teknologi baru pada ^jaringan bergerak ^seluler ^adalah International Mobile Telecommunications ^2 ^02 0 ^(I ^MT- ^2 ^02 ^0) ^. Contoh teknologi baru untuk keperluan ^persinyalan ^kereta adalah Global Sgstem fo, Mobile ^communications-Railway (GSM-R). Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas.


    Pasal 51

    Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Kewajiban pembangunan 5 (lima) tahunan terhitung ^sejak izin P enyelen ggaraan Telekomunikasi ^ditetapkan ^pe ^rtama kalinya. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (s) Ayat (5) Cukup jelas.


    Pasal 52

    Cukup jelas.


    Pasal 53

    Cukup jelas.


    Pasal 54

    Cukup jelas.


    Pasal 55

    Cukup jelas.


    Pasal 56

    Cukup jelas.


    Pasal 57

    Cukup jelas.


    Pasal 58

    Ayat (1) CukuP jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "migrasi" adalah proses pemindahan pemegang izin penggunaan Spektrum hrekuensi Radio dari Spektrum Frekuensi Radio yang digunakan ke Spektrum Frekuensi Radio lain. Huruf b Yang dimaksud dengan "refarming" adalah proses penataan ulang pemegang izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk mendapatkan penetapan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang saling berdampingan (contiguous/ pada pita frekuensi radio yang sama. Huruf c Huruf d CukuP ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


    Pasal 59

    Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 6O Cukup ^jelas.


    Pasal 61

    Cukup ^jelas. Pasal 62 Huruf a CukuP ^jelas. Ayat (1) BHP Spektrum Frekuensi ^Radio ^merupakan ^kompensasi ^atas penggunaan Spektrum Frekuensi ^Radio ^yang ^merupakan sumber daya alam terbatas ^sesuai dengan ^izin ^penggunaan Spektrum Frekuensi ^Radio yang ^diterima. Di samping itu, BHP Spektrum ^Frekuensi ^Radio ^dimaksudkan juga sebagai sarana pengawasan dan ^pengendalian ^agar Spektrum Frekuensi ^Radio ^sebagai ^sumber ^daya ^alam ^terbatas dapat dimanfaatkan semaksimal ^mungkin. PRES I OEN REPUBLIK INDONESIA Huruf b Jenis penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk keperluan dinas khusus meliputi astronomi, pencarian dan pertolongan (search and ResanelSAR), keselamatan penerbangan, keselamatan pelayaran, meteorologi dan geofisika, dan penginderaan jarak jauh. Huruf c Yang dimaksud dengan "perwakilan negara asing' termasuk di antaranya badan/organisasi dunia di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan organisasi resmi regional seperti Association of Shoutheast Asian Nations (ASEAN). Yang dimaksud dengan'asas timbal balik" adalah kesepakatan bersama antara negara Indonesia dengan negara lain untuk saling membebaskan biaya penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk hubungan ke dan latau dari negara asal. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas.


    Pasal 63

    Cukup ^jelas.


    Pasal 64

    Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Huruf c Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas.


    Pasal 65

    Cukup ^jelas.


    Pasal 66

    Cukup ^jelas.


    Pasal 67

    Cukup ^jelas.


    Pasal 68

    Ayat (1) Cukup ^jelas. PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -17- Yang dimaksud dengan "kepentingan umum" adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh Pemerintah dan digunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran ralgrat. Kepentingan umum tersebut mengacu antara lain pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ^(RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), dan/atau Rencana Strategis Kementerian. Ayat (2) Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Huruf a Yang dimaksud dengan "layanan ^program siaran" ^adalah layanan rangkaian siaran mata acaradan/atau ^siaran ^iklan yang disusun secara berkesinambungan ^dan/atau terjadwal yang dipancarluaskan melalui ^sistem transmisi untuk dapat diterima oleh masyarakat. Huruf b Yang dimaksud dengan "layanan multipleksing" ^adalah penyelenggaraan layanan dengan menggunakan infrastruktur multipleksing yang ^menggabungkan transmisi 2 (dua) program siaran atau lebih ^melalui ^slot yang merupakan bagian dari kapasitas multipleksing untuk dipancarkan melalui media terestrial ^dan ^diterima ^dengan perangkat penerima siaran. Huruf c Yang dimaksud dengan "layanan tambahan" ^adalah layanan nilai tambah yang diselenggarakan ^dengan memanfaatkan fitur pada sistem Penyiaran digital ^untuk menyediakan layanan seperti data casting untuk ^informasi cuaca, pendidikan, pasar modal, berita terkini, dan ^lain sebagainya. Ayat (8) Penyediaan layanan multipleksing untuk ^jasa ^Penyiaran ^radio yang menggunakan teknologi digital melalui media ^terestrial mengikuti perkembangan teknologi yang ^pelaksanaannya ditetapkan oleh Pemerintah.


    Pasal 69
    Pasal 69

    Cukup ^jelas.



    Pasal 70

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "uji laik operasi Penyiaran" adalah pengujian sistem secara teknis dan operasional. Yang dimaksud dengan "surat keterangan laik operasi Penyiaran" adalah pernyataan laik operasional Penyelenggaraan Penyiaran. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas.


    Pasal 71

    Cukup ^jelas.


    Pasal 72

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "cakupan wilayah siaran seluruh Indonesia" adalah seluruh wilayah Indonesia. Yang dimaksud dengan "cakupan wilayah siaran regional" adalah daerah setingkat provinsi. Yang dimaksud dengan "cakupan wilayah siaran lokal" adalah paling sedikit pada daerah setingkat kabupaten/kota. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA Ayat (a) Cakupan wilayah siaran seluruh Indonesia harus dipenuhi secara bertahap bagi LPP Radio Republik Indonesia, LPP Televisi Repubtik Indonesia, dan LPS ^jasa Penyiaran televisi melalui media terestrial untuk layanan program siaran. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas.


    Pasal 73

    Yang dimaksud dengan "perubahan saham" adalah ^perubahan ^jumlah saham dan kepemilikan saham.


    Pasal 74

    Cukup ^jelas. Pasal 75 Huruf a Cukup ^jelas. . ^Huruf ^b Cukup ^jelas. Huruf c Angka 1 Yang dimaksud dengan "pembulatan angka ke atas', contohnya untuk kapasitas 21 (dua puluh satu) saluran berarti harus disediakan 3 (tiga) saluran siaran ^produksi dalam negeri. Angka 2 Cukup ^jelas.


    Pasal 76

    Cukup ^jelas.


    Pasal 77

    Cukup ^jelas. PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA


    Pasal 78

    AYat (1) CukuP jelas. AYat (2) CukuP jelas. Ayat (3) Yangdimaksuddengan"beberapa-penyelenggaramultipleksing dalalm jumlah terbaias" adalah LpP T"l.uisi Republik Indonesia sebagai penyelen ggara muttipleksing dan p9"tJ1p?n LPS yang *.-"",,,hi syarat sebagai penyelenggara multipleksing. Ayat (a) CukuP jelas. Ayat (5) CukuP jelas. Ayat (6) CukuP jelas. Ayat (7) CukuP jelas. Ayat (8) CukuP jelas. AYat (9) CukuP jelas. AYat (10) CukuP jelas. AYat (11) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "investasi sebelumrlya" adalah investasi infrastruktur multipleksing Penyiaran' Hurrrf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas.


    Pasal 79

    Cukup jelas.


    Pasal 80

    Ayat (1) CukuP jelas. Ayat (2) penggunaan bersama infrastruktur antara lain berupa menara untrlf digunakan bersama oleh penyelenggara multipleksing dan/atau penyelenggara Jaringan Telekomunikasi untuk efektifitas dan efisiensi.


    Pasal 81

    Cukup jelas.


    Pasal 82
    Pasal 83

    CukuP jelas Pasal 84 yang dimaksud dengan "penomoran" adalah kombinasi angka sebagai identitas penyeleriggui^ Penyiaran yang-. digunakan - dalam penyelen ggaraan j asi-eeryiaran televisi secara digital tere strial melalui multiPleksing.



    Pasal 85

    CukuP jelas.


    Pasal 86

    CukuP jelas.


    Pasal 87

    CukuP jelas.


    Pasal 88

    CukuP jeIas.


    Pasal 89

    CukuP jelas'


    Pasal 90

    CukuP jelas. Pasal 9 1 CukuP jelas.


    Pasal 92

    Ayat (1) Yang dimaksud "monitoring dan evaluasi terhadap kualitas laya"nan,' untuk penyelen gg ru n -Penyiaran tidak termasuk pengawasan isi "i"i"r, y".rg dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia. Ayat (2) CukuP jelas. AYat (3) AYat (a) CukuP jelas' Ayat (5) CukuP jelas. Ayat (6) CukuP jelas. AYat (7) CukuP jelas. AYat (8) CukuP jelas.


    Pasal 93

    CukuP jelas.


    Pasal 94

    CukuP jelas.


    Pasal 95

    CukuP jelas.


    Pasal 96

    CukuP jelas.


    Pasal 97

    CukuP jelas.


    Pasal 98

    CukuP jelas.


    Pasal 99

    CukuP jelas. Pasal 10O CukuP jelas. Pasal 1O1 CukuP jelas.


    Pasal 102 Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 1O3 Cukup jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):