Perusahaan Umum Perum Perikanan Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2013

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERIKANAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :

  1. bahwa Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera perlu disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara;

  2. bahwa untuk mendukung pembangunan nasional, perlu melakukan pengembangan usaha dengan menambah tugas dan kegiatan usaha Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera serta mengubah namanya menjadi Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia;

  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERIKANAN INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  5. Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia yang selanjutnya disebut Perusahaan adalah Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham, yang menyelenggarakan usaha di bidang pelayanan barang, jasa, dan pengembangan Sistem Bisnis Perikanan.

  6. Pengurusan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Direksi dalam upaya mencapai maksud dan tujuan Perusahaan.

  7. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas untuk menilai Perusahaan dengan cara membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dilakukan, dalam bidang keuangan dan/atau dalam bidang teknis operasional.

  8. Pembubaran adalah pengakhiran Perusahaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

  9. Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili Pemerintah selaku pemilik modal pada Perusahaan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  10. Menteri Teknis adalah menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan sektor perikanan.

  11. Direksi adalah organ Perusahaan yang bertanggung jawab atas Pengurusan Perusahaan untuk kepentingan dan tujuan Perusahaan serta mewakili Perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

  12. Dewan Pengawas adalah organ Perusahaan yang bertugas melakukan Pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan Pengurusan Perusahaan.

  13. Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan Sistem Bisnis Perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.

  14. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu Sistem Bisnis Perikanan.

  1. Sistem Bisnis Perikanan adalah pengusahaan perikanan yang bergerak dalam bidang praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. BAB II PENDIRIAN PERUSAHAAN Bagian Kesatu Dasar Hukum Pendirian
    Pasal 2

    Perusahaan yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera, dan diatur kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera, dilanjutkan berdirinya dan diubah namanya menjadi Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia, berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Bagian Kedua Penugasan


    Pasal 3
    (1)

    Dengan Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah melanjutkan penugasan yang meliputi kegiatan:

    1. pelayanan jasa tambat labuh pasca penyelesaian administrasi ( clearance) oleh instansi yang berwenang di Pelabuhan Perikanan;

    2. pelayanan jasa bongkar muat; dan

    3. pengelolaan sarana dan prasarana Perikanan.

    (2)

    Kegiatan yang dilanjutkan penugasannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi wilayah kerja:

    1. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta, di Jakarta;

    2. Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan, di Sumatera Utara;

    3. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, di Jawa Tengah;

    4. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, di Jawa Timur;

    5. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat, di Kalimantan Barat; dan

    6. Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, di Jawa Timur.

    (3)

    Selain penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Teknis dapat memberikan penugasan kepada Perusahaan untuk melakukan pelayanan jasa di Pelabuhan Perikanan pada wilayah kerja lain.


    Pasal 4
    (1)

    Dalam melaksanakan penugasan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Perusahaan berwenang penuh dan wajib mengelola dan mengusahakan aset Perusahaan dalam wilayah kerja dimaksud, termasuk menarik manfaat atas aset yang bersangkutan.

    (2)

    Dalam hal Perusahaan melaksanakan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 menggunakan barang milik negara, penggunaan dan pemanfaatan barang milik negara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 5
    (1)

    Penugasan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sekaligus memberikan kewenangan kepada Direksi untuk menetapkan tarif terhadap pelayanan barang, jasa, fasilitas, sarana dan prasarana milik Perusahaan dalam wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).

    (2)

    Berdasarkan penugasan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Direksi berwenang menetapkan tarif terhadap pelayanan barang, jasa, fasilitas, sarana, dan prasarana dalam wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dengan persetujuan Menteri Teknis. BAB III ANGGARAN DASAR PERUSAHAAN Bagian Kesatu Nama, Tempat Kedudukan, dan Jangka Waktu


    Pasal 6
    (1)

    Perusahaan ini bernama Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia atau disingkat Perum Perindo.

    (2)

    Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta Utara.

    (3)

    Perusahaan dapat membuka cabang atau perwakilan di tempat lain, baik di dalam maupun di luar wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh Direksi dengan persetujuan Dewan Pengawas.


    Pasal 7

    Perusahaan ini didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Bagian Kedua Maksud, Tujuan, serta Kegiatan Usaha


    Pasal 8 (1) Perusahaan memiliki maksud dan tujuan untuk turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya terutama di bidang pelayanan barang, jasa, dan pengembangan Sistem Bisnis Perikanan serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. (2) Dalam melaksanakan maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan melakukan kegiatan usaha utama: a. pelayanan jasa tambat labuh pasca penyelesaian administrasi (clearance) oleh instansi yang berwenang di Pelabuhan Perikanan; b. pelayanan jasa bongkar muat; c. pengelolaan sarana dan prasarana Perikanan, meliputi tetapi tidak terbatas pada:

  1. penyediaan dan pengusahaan fasilitas ruang penyimpanan ikan, pabrik es, pengolahan, dan pengepakan ikan;

  2. penyediaan dan pengusahaan fasilitas penunjang meliputi air, listrik, sarana telekomunikasi, bahan bakar minyak, alat angkut, bongkar muat, dan perbekalan kapal; dan

  1. penyediaan dan pengusahaan fasilitas berupa tempat pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, lahan, ruang dan bangunan, bengkel, dok, dan galangan kapal;
    1. penyelenggaraan penyaluran benih ikan, pakan, dan sarana produksi lainnya;

    2. penyelenggaraan usaha budi daya sumber daya ikan;

    3. penyelenggaraan pengolahan hasil Perikanan;

    4. penyelenggaraan pemasaran ikan hias dan pengelolaan pasar ikan hygienis;

    5. penyelenggaraan perdagangan ikan dan produk Perikanan; dan

    6. penyelenggaraan perdagangan lainnya yang terkait dengan bisnis Perikanan.

      (3)

      Selain kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan dapat melaksanakan kegiatan usaha dalam rangka optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya yang dimiliki Perusahaan untuk perkantoran, pergudangan, pariwisata, perhotelan dan resort, olah raga dan rekreasi, pelayanan kesehatan, prasarana telekomunikasi, serta jasa penyewaan dan pengusahaan aset yang dimiliki dan/atau dikuasai Perusahaan. Bagian Ketiga Modal Pasal 9

      (1)

      Modal Perusahaan merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

      (2)

      Perusahaan memiliki modal sebesar seluruh nilai penyertaan modal negara dalam Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan jumlah sebesar Rp41.433.807.481,00 (empat puluh satu miliar empat ratus tiga puluh tiga juta delapan ratus tujuh ribu empat ratus delapan puluh satu rupiah) yang terdiri atas:

    7. sebesar Rp24.498.212.367,00 (dua puluh empat miliar empat ratus sembilan puluh delapan juta dua ratus dua belas ribu tiga ratus enam puluh tujuh rupiah), berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera;

    8. sebesar Rp4.400.000.000,00 (empat miliar empat ratus juta rupiah), berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1995 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera; dan

    9. sebesar Rp12.535.595.114,00 (dua belas miliar lima ratus tiga puluh lima juta lima ratus sembilan puluh lima ribu seratus empat belas rupiah), berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2012 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera.

      (3)

      Setiap perubahan penyertaan modal negara dalam Perusahaan, baik berupa penambahan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun pengurangan penyertaan modal negara ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

      (4)

      Setiap perubahan penyertaan modal negara dalam Perusahaan yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya ditetapkan oleh Menteri. Bagian Keempat Pengurusan Perusahaan Paragraf 1 Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi

      Pasal 10

      Pengurusan Perusahaan dilakukan oleh Direksi.


      Pasal 11

      (1)

      Pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dilakukan oleh Menteri.

      (2)

      Dalam rangka pengangkatan anggota Direksi, Menteri dapat meminta masukan dari Menteri Teknis. Pasal 12

      (1)

      Pembagian tugas dan kewenangan anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri.

      (2)

      Menteri dapat mendelegasikan kewenangan mengenai pembagian tugas dan kewenangan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Pengawas. Pasal 13

      (1)

      Calon anggota Direksi yang ditetapkan sebagai anggota Direksi berasal dari calon yang lulus seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh tim dan/atau lembaga profesional yang dibentuk dan/atau ditunjuk oleh Menteri.

      (2)

      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pengangkatan kembali pada posisi jabatan yang sama bagi anggota Direksi yang dinilai mampu melaksanakan tugas dengan baik selama masa jabatannya.

      (3)

      Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan anggota Direksi yang diangkat kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi. Pasal 14

      (1)

      Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi merupakan orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah:

    10. dinyatakan pailit;

    11. menjadi anggota Direksi, Komisaris, atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit; dan

    12. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.

      (2)

      Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta memiliki dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Perusahaan.

      (3)

      Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Direksi dan surat tersebut disimpan oleh Perusahaan.

      (4)

      Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum terhitung sejak tanggal anggota Direksi lainnya atau Dewan Pengawas mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. Pasal 15

      (1)

      Jumlah anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan kebutuhan.

      (2)

      Dalam hal anggota Direksi lebih dari 1 (satu) orang, salah seorang anggota Direksi diangkat sebagai Direktur Utama.

      Pasal 16

      Anggota Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.


      Pasal 17

      (1)

      Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota Direksi:

    13. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan jabatan, mengangkat anggota Direksi untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;

    14. selama jabatan anggota Direksi kosong dan Menteri belum mengangkat anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Pengawas menunjuk salah seorang anggota Direksi lainnya atau Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama dengan anggota Direksi yang kosong;

    15. dalam hal kekosongan jabatan anggota Direksi disebabkan karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat anggota Direksi baru, anggota Direksi yang telah berakhir masa jabatannya dapat diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama dengan anggota Direksi yang kosong sampai dengan diangkatnya anggota Direksi yang definitif;

    16. pelaksana tugas anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c, selain anggota Direksi yang masih menjabat, memperoleh gaji dan tunjangan atau fasilitas yang sama dengan anggota Direksi yang kosong, tidak termasuk santunan purna jabatan.

      (2)

      Dalam hal seluruh jabatan Direksi kosong:

    17. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan jabatan, mengangkat anggota Direksi untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;

    18. selama jabatan Direksi kosong dan Menteri belum mengangkat anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, untuk sementara Perusahaan diurus oleh Dewan Pengawas atau pihak lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama;

    19. dalam rangka melaksanakan Pengurusan sebagaimana dimaksud pada huruf b, Dewan Pengawas dapat melakukannya secara bersama-sama atau menunjuk salah seorang atau lebih di antara mereka untuk melakukannya;

    20. dalam hal seluruh jabatan Direksi kosong karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum menetapkan penggantinya, semua anggota Direksi yang telah berakhir masa jabatannya dapat ditetapkan oleh Dewan Pengawas atau Menteri untuk menjalankan pekerjaannya sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama; dan

    21. pelaksana tugas anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf d, selain Dewan Pengawas memperoleh gaji dan tunjangan dan/atau fasilitas yang sama dengan anggota Direksi yang kosong, tidak termasuk santunan purna jabatan.

      Pasal 18
      (1)

      Setiap anggota Direksi berhak mengundurkan diri dari jabatannya dengan menyampaikan surat pengunduran diri kepada Menteri dan tembusan kepada Dewan Pengawas serta anggota Direksi lainnya.

      (2)

      Surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah harus diterima oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal efektif pengunduran diri.

      (3)

      Dalam hal surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyebutkan tanggal efektif kurang dari 30 (tiga puluh) hari dari tanggal surat pengunduran diri diterima, tanggal efektif pengunduran diri dihitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat pengunduran diri diterima Menteri.

      (4)

      Dalam hal surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menyebutkan tanggal efektif pengunduran diri, anggota Direksi berhenti dengan sendirinya terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat pengunduran diri.

      (5)

      Apabila Menteri tidak memberikan keputusan sampai dengan 30 (tiga puluh) hari atau sampai dengan tanggal efektif yang diminta, anggota Direksi yang mengundurkan diri berhenti dengan sendirinya pada hari ke-30 (tiga puluh) terhitung sejak tanggal surat pengunduran diri diterima Menteri.


      Pasal 19
      (1)

      Antar anggota Direksi dan antara anggota Direksi dengan anggota Dewan Pengawas dilarang memiliki hubungan keluarga sedarah sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk hubungan yang timbul karena perkawinan.

      (2)

      Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berwenang memberhentikan salah seorang di antara mereka.


      Pasal 20
      (1)

      Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:


    22. anggota direksi pada Badan Usaha Milik Negara lain, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik swasta;

    23. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas pada Badan Usaha Milik Negara;

    24. jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam instansi atau lembaga pemerintah pusat atau daerah;

    25. jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; atau

    26. jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Anggota Direksi yang merangkap jabatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa jabatannya sebagai anggota Direksi berakhir terhitung sejak tanggal terjadinya perangkapan jabatan.

      (3)

      Dalam hal seseorang yang menduduki jabatan yang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat sebagai anggota Direksi, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatan lamanya paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengangkatannya sebagai anggota Direksi.

      (4)

      Anggota Direksi yang tidak mengundurkan diri dari jabatan lamanya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jabatannya sebagai anggota Direksi berakhir dengan lewatnya 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 21

      (1)

      Anggota Direksi dilarang menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.

      (2)

      Pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah dilarang untuk diangkat menjadi anggota Direksi.

      (3)

      Dalam hal anggota Direksi menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah, yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota Direksi terhitung sejak tanggal ditetapkan menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah. Pasal 22

      (1)

      Anggota Direksi dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir berdasarkan keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.

      (2)

      Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alasan bahwa pada kenyataannya anggota Direksi yang bersangkutan:

    27. tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen;

    28. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;

    29. tidak melaksanakan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;

    30. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan dan/atau negara;

    31. melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati sebagai anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara;

    32. dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; atau

    33. mengundurkan diri.

      (3)

      Selain alasan pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), demi kepentingan dan tujuan Perusahaan, anggota Direksi dapat diberhentikan oleh Menteri berdasarkan alasan lainnya yang dinilai tepat oleh Menteri.

      (4)

      Rencana pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberitahukan kepada anggota Direksi yang bersangkutan secara lisan atau tertulis oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

      (5)

      Keputusan pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e dan ayat (3) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.

      (6)

      Pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

      (7)

      Dalam hal anggota Direksi yang diberhentikan telah melakukan pembelaan diri atau menyatakan tidak berkeberatan atas rencana pemberhentiannya pada saat diberitahukan, maka ketentuan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dianggap telah terpenuhi.

      (8)

      Selama rencana pemberhentian masih dalam proses, anggota Direksi yang bersangkutan wajib melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.

      (9)

      Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf f merupakan pemberhentian tidak dengan hormat. Pasal 23

      (1)

      Jabatan anggota Direksi berakhir apabila:

    34. meninggal dunia;

    35. masa jabatannya berakhir;

    36. diberhentikan berdasarkan keputusan Menteri; atau

    37. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d termasuk tetapi tidak terbatas pada rangkap jabatan yang dilarang dan pengunduran diri.

      (3)

      Anggota Direksi yang berhenti sebelum atau setelah masa jabatannya berakhir, kecuali karena meninggal dunia tetap bertanggung jawab terhadap tindakannya yang belum diterima pertanggungjawabannya oleh Menteri. Pasal 24

      (1)

      Dewan Pengawas dapat memberhentikan anggota Direksi untuk sementara waktu apabila anggota Direksi bertindak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, terdapat indikasi melakukan kerugian Perusahaan, melalaikan kewajibannya, atau terdapat alasan yang mendesak bagi Perusahaan.

      (2)

      Keputusan Dewan Pengawas mengenai pemberhentian sementara anggota Direksi dilakukan sesuai dengan tata cara pengambilan keputusan Dewan Pengawas.

      (3)

      Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai alasan yang menyebabkan tindakan tersebut dengan tembusan kepada Menteri dan Direksi.

      (4)

      Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal ditetapkannya pemberhentian sementara tersebut.

      (5)

      Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berwenang menjalankan Pengurusan Perusahaan dan mewakili Perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

      (6)

      Dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri harus memutuskan mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut setelah anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.

      (7)

      Dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah lewat dan Menteri tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian sementara tersebut menjadi batal. Paragraf 2 Tugas, Kewenangan, dan Kewajiban Direksi

      Pasal 25

      Direksi bertugas menjalankan segala tindakan yang berkaitan dengan Pengurusan Perusahaan untuk kepentingan Perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan serta mewakili Perusahaan di dalam dan/atau di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian, dengan pembatasan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 26

      Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Direksi berwenang untuk:


    38. menetapkan kebijakan Pengurusan Perusahaan;

    39. mengatur penyerahan kekuasaan Direksi kepada seorang atau beberapa orang anggota Direksi untuk mengambil keputusan atas nama Direksi atau mewakili Perusahaan di dalam dan di luar pengadilan;

    40. mengatur penyerahan kekuasaan Direksi kepada seorang atau beberapa orang pekerja Perusahaan baik sendiri- sendiri maupun bersama-sama atau kepada orang lain, untuk mewakili Perusahaan di dalam dan di luar pengadilan;

    41. mengatur ketentuan tentang ketenagakerjaan Perusahaan termasuk penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi pekerja Perusahaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan ketentuan penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua, dan penghasilan lain bagi pekerja yang melampaui kewajiban yang ditetapkan ketentuan peraturan perundang-undangan, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri;

    42. mengangkat dan memberhentikan pekerja Perusahaan berdasarkan peraturan ketenagakerjaan Perusahaan dan peraturan perundang-undangan;

    43. mengangkat dan memberhentikan sekretaris Perusahaan dan kepala Satuan Pengawasan Intern; dan

    44. melakukan segala tindakan dan perbuatan lainnya mengenai Pengurusan dan pemilikan kekayaan Perusahaan, mengikat Perusahaan dengan pihak lain dan/atau pihak lain dengan Perusahaan, serta mewakili Perusahaan di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian, dengan pembatasan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 27

      Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Direksi wajib:


    45. mengusahakan dan menjamin terlaksananya usaha dan kegiatan Perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya;

    46. menyiapkan pada waktunya Rencana Jangka Panjang Perusahaan dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan serta perubahannya, dan menyampaikannya kepada Dewan Pengawas dan Menteri untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri;

    47. memberikan penjelasan kepada Menteri mengenai Rencana Jangka Panjang Perusahaan;

    48. memberikan penjelasan kepada Menteri mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan dalam hal persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan merupakan kewenangan Menteri;

    49. memberikan penjelasan kepada Dewan Pengawas mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan dalam hal persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan merupakan kewenangan Dewan Pengawas;

    50. membuat risalah rapat Direksi;

    51. membuat laporan tahunan sebagai wujud pertanggungjawaban Pengurusan Perusahaan dan dokumen keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    52. menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan menyerahkan kepada Akuntan Publik untuk diaudit;

    53. menyampaikan laporan kepada Dewan Pengawas mengenai penetapan anggota direksi dan dewan komisaris pada anak perusahaan dan/atau perusahaan patungan;

    54. menyampaikan dan memberikan penjelasan mengenai laporan semesteran kepada Menteri;

    55. menyampaikan dan memberikan penjelasan mengenai laporan triwulanan kepada Dewan Pengawas;

    56. memberikan penjelasan yang berkaitan dengan Pengurusan Perusahaan apabila ditanyakan atau diminta anggota Dewan Pengawas dan/atau Menteri;

    57. menyampaikan laporan tahunan termasuk laporan keuangan kepada Menteri untuk disetujui dan disahkan;

    58. memberikan penjelasan kepada Menteri mengenai laporan tahunan;

    59. memelihara risalah rapat Dewan Pengawas, risalah rapat Direksi, laporan tahunan, dokumen keuangan Perusahaan, dan dokumen lain;

    60. menyimpan di tempat kedudukan Perusahaan, risalah rapat Dewan Pengawas dan risalah rapat Direksi, laporan tahunan, dokumen keuangan, dan dokumen lain;

    61. menyusun sistem akuntansi sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan berdasarkan prinsip pengendalian intern, terutama fungsi Pengurusan, pencatatan, penyimpanan, dan Pengawasan;

    62. memberikan laporan berkala menurut cara dan waktu sesuai dengan ketentuan, serta laporan lainnya setiap kali diminta oleh Dewan Pengawas dan/atau Menteri;

    63. menyiapkan susunan organisasi Perusahaan lengkap dengan perincian dan tugasnya;

    64. menyusun dan menetapkan blue print organisasi Perusahaan;

    65. menyusun indikator pencapaian kinerja Direksi untuk dimintakan persetujuan Menteri; dan

    66. menjalankan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 28
      (1)

      Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran, perhatian, dan pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan Perusahaan.

      (2)

      Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib mematuhi Anggaran Dasar dan peraturan perundang- undangan dan wajib melaksanakan prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.

      (3)

      Dalam mengurus Perusahaan, Direksi melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh Menteri sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar, keputusan Menteri, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 29
      (1)

      Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perusahaan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha Perusahaan.

      (3)

      Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan bahwa:


    67. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

    68. telah melakukan Pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan;

    69. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan Pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

    70. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

      (4)

      Tindakan yang dilakukan oleh anggota Direksi di luar yang diputuskan oleh rapat Direksi menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan sampai dengan tindakan dimaksud disetujui oleh rapat Direksi.

      (5)

      Atas nama Perusahaan, Menteri dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perusahaan. Pasal 30

      (1)

      Direksi wajib mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas jika:

    71. mengagunkan aktiva tetap untuk penarikan kredit jangka pendek;

    72. mengadakan kerjasama dengan badan usaha atau pihak lain berupa kerjasama lisensi, kontrak manajemen, menyewakan aset, Kerjasama Operasi (KSO), Bangun Guna Serah ( Build Operate Transfer/BOT ), Bangun Milik Serah (Build Own Transfer/BOwT), Bangun Serah Guna (Build Transfer Operate/BTO), dan kerjasama lainnya dengan nilai atau jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Menteri;

    73. menerima atau memberikan pinjaman jangka menengah atau jangka panjang, kecuali pinjaman yang timbul karena transaksi bisnis dan pinjaman yang diberikan kepada anak perusahaan, dengan ketentuan pinjaman kepada anak perusahaan dilaporkan kepada Dewan Pengawas;

    74. menghapuskan dari pembukuan piutang macet dan persediaan barang mati;

    75. melepaskan aktiva tetap bergerak dengan umur ekonomis yang lazim berlaku dalam industri pada umumnya sampai dengan 5 (lima) tahun; dan/atau

    76. menetapkan struktur organisasi 1 (satu) tingkat di bawah Direksi.

      (2)

      Dalam rangka memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengawas disertai dokumen yang diperlukan.

      (3)

      Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan dari Direksi, Dewan Pengawas harus memberikan keputusan.

      (4)

      Dalam hal Dewan Pengawas masih membutuhkan penjelasan atau dokumen tambahan dari Direksi, Dewan Pengawas meminta penjelasan dan/atau dokumen tambahan dimaksud dari Direksi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

      (5)

      Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Dewan Pengawas memberikan keputusan. Pasal 31

      (1)

      Direksi wajib mendapat persetujuan tertulis dari Menteri jika:

    77. mengagunkan aktiva tetap untuk penarikan kredit jangka menengah atau jangka panjang;

    78. melakukan penyertaan modal pada perusahaan lain;

    79. mendirikan anak perusahaan dan/atau perusahaan patungan;

    80. melepaskan penyertaan modal pada anak perusahaan dan/atau perusahaan patungan;

    81. melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, dan pembubaran anak perusahaan dan/atau perusahaan patungan;

    82. mengikat Perusahaan sebagai penjamin ( borg atau avalist );

    83. mengadakan kerjasama dengan badan usaha atau pihak lain berupa kerjasama lisensi, kontrak manajemen, menyewakan aset, Kerjasama Operasi (KSO), Bangun Guna Serah ( Build Operate Transfer / BOT ), Bangun Milik Serah ( Build Own Transfer/BOwT ), Bangun Serah Guna ( Build Transfer Operate / BTO ) dan kerjasama lainnya dengan nilai atau jangka waktu melebihi yang ditetapkan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b;

    84. tidak menagih lagi piutang macet yang telah dihapusbukukan;

    85. melepaskan dan menghapuskan aktiva tetap Perusahaan, kecuali aktiva tetap bergerak dengan umur ekonomis yang lazim berlaku dalam industri pada umumnya sampai dengan 5 (lima) tahun;

    86. menetapkan blue print organisasi Perusahaan;

    87. menetapkan dan mengubah logo Perusahaan;

    88. melakukan tindakan lain dan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) yang belum ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;

    89. membentuk yayasan, organisasi, dan/atau perkumpulan baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Perusahaan yang dapat berdampak bagi Perusahaan;

    90. pembebanan biaya Perusahaan yang bersifat tetap dan rutin untuk yayasan, organisasi dan/atau perkumpulan baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Perusahaan; dan/atau

    91. pengusulan wakil dari Perusahaan untuk menjadi calon anggota direksi dan/atau dewan komisaris pada perusahaan patungan dan/atau anak perusahaan yang memberikan kontribusi signifikan kepada Perusahaan dan/atau bernilai strategis yang ditetapkan Menteri.

      (2)

      Untuk memperoleh persetujuan tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri disertai dengan tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas dan dokumen yang diperlukan.

      (3)

      Untuk memperoleh tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengawas disertai dokumen yang diperlukan.

      (4)

      Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Dewan Pengawas harus memberikan tanggapan tertulis.

      (5)

      Dalam hal Dewan Pengawas masih membutuhkan penjelasan atau dokumen tambahan dari Direksi, Dewan Pengawas meminta penjelasan dan/atau dokumen tambahan tersebut dari Direksi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

      (6)

      Dalam hal Dewan Pengawas tidak memberikan tanggapan tertulis dan tidak meminta penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direksi dapat menyampaikan permohonan tertulis kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan tertulis tanpa tanggapan tertulis Dewan Pengawas disertai penjelasan mengenai tidak ada tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas.

      (7)

      Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Dewan Pengawas harus memberikan tanggapan tertulis.

      (8)

      Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Dewan Pengawas tidak memberikan tanggapan tertulis, Direksi menyampaikan permohonan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan tertulis disertai penjelasan mengenai tidak ada tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas.

      (9)

      Direksi wajib meminta persetujuan Menteri untuk:

    92. mengalihkan kekayaan Perusahaan yang merupakan lebih dari 50 % (lima puluh persen) dari jumlah kekayaan bersih Perusahaan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak; atau

    93. menjadikan jaminan utang kekayaan Perusahaan yang merupakan lebih dari 50 % (lima puluh persen) dari jumlah kekayaan bersih Perusahaan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. __ (10) Pengalihan, pelepasan hak, atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian aktiva yang merupakan barang dagangan atau persediaan dan/atau yang berasal dari pelunasan piutang macet yang terjadi akibat pelaksanaan dari kegiatan usaha, sepanjang belum dicatat sebagai aktiva tetap Perusahaan tidak memerlukan persetujuan Dewan Pengawas atau Menteri.

      Pasal 32
      (1)

      Berdasarkan usulan Dewan Pengawas, Menteri dapat menetapkan Direksi berwenang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) tanpa mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas.

      (2)

      Menteri dapat mendelegasikan kewenangan pemberian persetujuan atas tindakan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) kepada Dewan Pengawas.

      (3)

      Jika diperlukan demi mengamankan Perusahaan, Menteri dapat menetapkan pembatasan lain kepada Direksi.


      Pasal 33
      (1)

      Dalam rangka melaksanakan Pengurusan Perusahaan, setiap anggota Direksi berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perusahaan sesuai dengan kebijakan Pengurusan Perusahaan yang ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.

      (2)

      Setiap tindakan anggota Direksi untuk dan atas nama Direksi dan/atau dalam rangka mewakili Perusahaan harus dilakukan sesuai dengan kebijakan Pengurusan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau sesuai dengan keputusan Direksi.

      (3)

      Apabila tidak ditetapkan lain dalam kebijakan Pengurusan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Utama berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perusahaan di dalam dan/atau di luar pengadilan.

      (4)

      Dalam hal Direktur Utama tidak ada atau berhalangan karena sebab apapun yang tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, salah seorang anggota Direksi yang ditunjuk oleh Direktur Utama berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perusahaan.

      (5)

      Dalam hal Direktur Utama tidak melakukan penunjukan, salah seorang anggota Direksi yang ditunjuk oleh dan di antara anggota Direksi yang ada berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perusahaan.

      (6)

      Dalam hal penunjukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dilakukan maka salah seorang anggota Direksi yang paling lama menjabat berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perusahaan.

      (7)

      Dalam hal Direktur yang paling lama menjabat lebih dari 1 (satu) orang maka anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang tertua dalam usia yang berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perusahaan.


      Pasal 34

      Direksi berhak mengangkat seorang atau lebih sebagai wakil atau kuasanya untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan memberikan kuasa khusus yang diatur dalam surat kuasa. Paragraf 3 Rapat Direksi


      Pasal 35
      (1)

      Segala keputusan Direksi diambil dalam rapat Direksi. (2) Keputusan Direksi dapat pula diambil di luar rapat Direksi sepanjang seluruh anggota Direksi setuju tentang cara dan materi yang diputuskan.

      (3)

      Dalam setiap rapat Direksi harus dibuat risalah rapat yang ditandatangani oleh ketua rapat Direksi dan seluruh anggota Direksi yang hadir, yang berisi hal yang dibicarakan dan diputuskan, termasuk pernyataan ketidaksetujuan anggota Direksi jika ada.

      (4)

      Salinan risalah rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Dewan Pengawas untuk diketahui.


      Pasal 36
      (1)

      Seorang anggota Direksi dapat diwakili dalam rapat hanya oleh anggota Direksi lainnya berdasarkan kuasa tertulis yang diberikan khusus untuk keperluan itu.

      (2)

      Seorang anggota Direksi hanya dapat mewakili seorang anggota Direksi lainnya.


      Pasal 37
      (1)

      Direksi mengadakan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam sebulan.

      (2)

      Direksi dapat mengadakan rapat sewaktu-waktu atas permintaan tertulis dari seorang atau lebih anggota Dewan Pengawas atau Menteri dengan menyebutkan hal yang akan dibicarakan.

      (3)

      Rapat Direksi diadakan di tempat kedudukan Perusahaan, di tempat kegiatan usaha Perusahaan, atau di tempat lain di wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan oleh Direksi.

      (4)

      Panggilan rapat Direksi dilakukan secara tertulis oleh anggota Direksi yang berhak mewakili Perusahaan dan disampaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sebelum rapat diadakan atau dalam waktu yang lebih singkat jika dalam keadaan mendesak, tidak termasuk tanggal panggilan dan tanggal rapat.

      (5)

      Dalam surat panggilan rapat harus dicantumkan acara, tanggal, waktu, dan tempat rapat.

      (6)

      Rapat Direksi sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota Direksi atau wakilnya.

      (7)

      Dalam hal Rapat Direksi dilaksanakan tanpa panggilan rapat secara tertulis, rapat tersebut sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri oleh seluruh anggota Direksi atau wakilnya.

      (8)

      Dalam mata acara rapat lain-lain, rapat Direksi tidak berhak mengambil keputusan kecuali semua anggota Direksi atau wakilnya yang sah hadir dan menyetujui agenda rapat yang menjadi mata acara rapat lain-lain.


      Pasal 38
      (1)

      Rapat Direksi dipimpin oleh Direktur Utama.

      (2)

      Dalam hal Direktur Utama tidak hadir atau berhalangan, rapat Direksi dipimpin oleh seorang anggota Direksi yang khusus ditunjuk oleh Direktur Utama.

      (3)

      Dalam hal Direktur Utama tidak melakukan penunjukan, salah seorang anggota Direksi yang ditunjuk oleh dan di antara anggota Direksi yang ada berwenang untuk memimpin rapat Direksi.

      (4)

      Dalam hal penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan, anggota Direksi yang paling lama menjabat yang memimpin rapat Direksi.

      (5)

      Dalam hal anggota Direksi yang paling lama menjabat lebih dari 1 (satu) orang, salah seorang dari anggota Direksi tersebut yang tertua dalam usia berwenang memimpin rapat Direksi.


      Pasal 39
      (1)

      Keputusan dalam rapat Direksi diambil dengan musyawarah untuk mufakat.

      (2)

      Dalam hal keputusan tidak dapat diambil dengan musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak biasa.

      (3)

      Setiap anggota Direksi berhak untuk mengeluarkan 1 (satu) suara dan tambahan 1 (satu) suara untuk anggota Direksi yang diwakilinya.

      (4)

      Apabila jumlah suara yang setuju dan yang tidak setuju sama banyaknya, keputusan rapat diambil yang sesuai dengan pendapat ketua rapat dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2).

      (5)

      Suara blanko atau abstain dianggap setuju terhadap usul yang diajukan dalam rapat.

      (6)

      Dalam hal anggota Direksi tidak menghadiri rapat, anggota Direksi tersebut wajib memberikan pendapat untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap keputusan rapat dimaksud, dan apabila tidak memberikan pendapat dianggap menyetujui keputusan rapat.

      (7)

      Suara yang tidak sah dianggap tidak ada dan tidak dihitung dalam menentukan jumlah suara yang dikeluarkan dalam rapat. Paragraf 4 Benturan Kepentingan Anggota Direksi


      Pasal 40
      (1)

      Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perusahaan apabila:


    94. terjadi perkara di depan pengadilan antara Perusahaan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; dan/atau

    95. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Perusahaan.

      (2)

      Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan diwakili oleh salah seorang anggota Direksi yang ditunjuk dari dan oleh anggota Direksi selain anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

      (3)

      Dalam hal benturan kepentingan menyangkut semua anggota Direksi, Perusahaan diwakili oleh Dewan Pengawas atau oleh seseorang yang ditunjuk oleh Dewan Pengawas.

      (4)

      Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak ada Dewan Pengawas, Menteri mengangkat seorang atau lebih untuk mewakili Perusahaan.

      (5)

      Dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Pengawas mempunyai benturan kepentingan dengan Perusahaan, Menteri menunjuk pihak lain untuk mewakili Perusahaan. Bagian Kelima Pengawasan Paragraf 1 Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Pengawas

      Pasal 41

      Pengawasan Perusahaan dilakukan oleh Dewan Pengawas.


      Pasal 42

      (1)

      Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas dilakukan oleh Menteri.

      (2)

      Anggota Dewan Pengawas dapat terdiri dari unsur pejabat di bawah Menteri Teknis, Menteri Keuangan, Menteri, dan pimpinan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang kegiatannya berhubungan langsung dengan Perusahaan.

      (3)

      Pengangkatan anggota Dewan Pengawas dari unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap memperhatikan persyaratan anggota Dewan Pengawas sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 43

      (1)

      Yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas merupakan orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah:

    96. dinyatakan pailit;

    97. menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit; dan

    98. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.

      (2)

      Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas merupakan orang perseorangan yang memiliki integritas, dedikasi, memahami masalah manajemen Perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Perusahaan, dan dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.

      (3)

      Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Dewan Pengawas dan surat tersebut disimpan oleh Perusahaan.

      (4)

      Pengangkatan anggota Dewan Pengawas yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum sejak tanggal anggota Dewan Pengawas lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. Pasal 44

      (1)

      Jumlah anggota Dewan Pengawas ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan kebutuhan.

      (2)

      Dalam hal anggota Dewan Pengawas lebih dari 1 (satu) orang, salah seorang anggota Dewan Pengawas diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas. Pasal 45

      (1)

      Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

      (2)

      Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi. Pasal 46

      (1)

      Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas:

    99. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan jabatan, mengangkat anggota Dewan Pengawas untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;

    100. dalam hal kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas disebabkan karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat anggota Dewan Pengawas baru, anggota Dewan Pengawas yang telah berakhir masa jabatannya dapat diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas dengan tugas, kewajiban, dan kewenangan yang sama dengan anggota Dewan Pengawas yang kosong sampai dengan diangkatnya anggota Dewan Pengawas yang definitif;

    101. pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada huruf b diberikan honorarium dan tunjangan dan/atau fasilitas yang sama dengan anggota Dewan Pengawas yang kosong, tidak termasuk santunan purna jabatan.

      (2)

      Dalam hal jabatan seluruh anggota Dewan Pengawas kosong:

    102. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadi kekosongan, mengangkat anggota Dewan Pengawas untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;

    103. selama jabatan Dewan Pengawas kosong dan Menteri belum mengangkat anggota Dewan Pengawas yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Menteri mengangkat seorang atau beberapa orang sebagai pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama dengan anggota Dewan Pengawas;

    104. dalam hal seluruh jabatan Dewan Pengawas kosong karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat penggantinya, semua anggota Dewan Pengawas yang telah berakhir masa jabatannya dapat diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama dengan anggota Dewan Pengawas;

    105. pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c memperoleh honorarium dan tunjangan dan/atau fasilitas anggota Dewan Pengawas, tidak termasuk santunan purna jabatan.

      Pasal 47
      (1)

      Setiap anggota Dewan Pengawas berhak mengundurkan diri dari jabatannya dengan menyampaikan surat pengunduran diri kepada Menteri dan tembusan kepada anggota Dewan Pengawas lainnya dan Direksi.

      (2)

      Surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah harus diterima oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal efektif pengunduran diri.

      (3)

      Dalam hal surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyebutkan tanggal efektif kurang dari 30 (tiga puluh) hari dari tanggal surat pengunduran diri diterima, tanggal efektif pengunduran diri dihitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat pengunduran diri diterima Menteri.

      (4)

      Dalam hal surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menyebutkan tanggal efektif pengunduran diri, anggota Dewan Pengawas tersebut berhenti dengan sendirinya terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat pengunduran diri.

      (5)

      Apabila Menteri tidak memberikan keputusan sampai dengan 30 (tiga puluh) hari atau sampai dengan tanggal efektif yang diminta, anggota Dewan Pengawas yang mengundurkan diri berhenti dengan sendirinya pada hari ke-30 (tiga puluh) terhitung sejak tanggal surat pengunduran diri diterima oleh Menteri.


      Pasal 48
      (1)

      Antar anggota Dewan Pengawas dilarang memiliki hubungan keluarga sedarah sampai dengan derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk hubungan yang timbul karena perkawinan.

      (2)

      Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berwenang memberhentikan salah seorang di antara mereka.


      Pasal 49
      (1)

      Anggota Dewan Pengawas dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:


    106. anggota Direksi pada Badan Usaha Milik Negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta;

    107. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

    108. jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.

      (2)

      Anggota Dewan Pengawas yang merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas berakhir terhitung sejak terjadinya perangkapan jabatan.

      (3)

      Dalam hal seseorang yang menduduki jabatan yang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatan lamanya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pengangkatannya sebagai anggota Dewan Pengawas.

      (4)

      Anggota Dewan Pengawas yang tidak mengundurkan diri dari jabatan lamanya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas berakhir dengan lewatnya 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 50

      (1)

      Anggota Dewan Pengawas dilarang menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.

      (2)

      Pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah dilarang untuk diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas.

      (3)

      Dalam hal anggota Dewan Pengawas menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah, yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas terhitung sejak ditetapkan menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah. Pasal 51

      (1)

      Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir berdasarkan keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.

      (2)

      Pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alasan bahwa pada kenyataannya, anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan:

    109. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;

    110. tidak melaksanakan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;

    111. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan dan/atau negara;

    112. melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati sebagai anggota Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara;

    113. dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; dan/atau

    114. mengundurkan diri.

      (3)

      Selain alasan pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan oleh Menteri berdasarkan alasan lainnya yang dinilai tepat oleh Menteri demi kepentingan dan tujuan Perusahaan.

      (4)

      Rencana pemberhentian anggota Dewan Pengawas diberitahukan kepada anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan secara lisan atau tertulis oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

      (5)

      Keputusan pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dan ayat (3) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.

      (6)

      Pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan diberitahu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

      (7)

      Dalam hal anggota Dewan Pengawas yang diberhentikan telah melakukan pembelaan diri atau menyatakan tidak keberatan atas rencana pemberhentiannya pada saat diberitahukan, ketentuan mengenai waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dianggap telah terpenuhi.

      (8)

      Selama rencana pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) masih dalam proses, anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan wajib melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya.

      (9)

      Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf e merupakan pemberhentian tidak dengan hormat. Pasal 52

      (1)

      Jabatan anggota Dewan Pengawas berakhir apabila:

    115. meninggal dunia;

    116. masa jabatannya berakhir;

    117. diberhentikan berdasarkan keputusan Menteri; atau

    118. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

      (2)

      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d termasuk tetapi tidak terbatas pada rangkap jabatan yang dilarang dan pengunduran diri.

      (3)

      Anggota Dewan Pengawas yang berhenti sebelum atau setelah masa jabatannya berakhir, kecuali karena meninggal dunia tetap bertanggung jawab terhadap tindakannya yang belum diterima pertanggungjawabannya oleh Menteri. Paragraf 2 Tugas, Kewenangan, dan Kewajiban Dewan Pengawas

      Pasal 53

      Dewan Pengawas bertugas:


    119. melakukan Pengawasan terhadap kebijakan Pengurusan dan jalannya Pengurusan pada umumnya mengenai Perusahaan dan usaha Perusahaan yang dilakukan oleh Direksi, termasuk Pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Jangka Panjang Perusahaan, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan, Anggaran Dasar, keputusan Menteri, dan/atau ketentuan peraturan perundang- undangan; dan

    120. memberikan nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan.

      Pasal 54

      Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Dewan Pengawas berwenang:


    121. memeriksa buku, surat, dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan lain-lain surat berharga, dan kekayaan Perusahaan;

    122. memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh Perusahaan;

    123. meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat lainnya mengenai persoalan yang menyangkut pengelolaan Perusahaan;

    124. mengetahui kebijakan dan tindakan yang telah dan akan dijalankan oleh Direksi;

    125. meminta Direksi dan/atau pejabat lainnya di bawah Direksi dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri rapat Dewan Pengawas;

    126. mengangkat dan memberhentikan sekretaris Dewan Pengawas atas beban Perusahaan, jika dianggap perlu;

    127. memberhentikan sementara anggota Direksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini;

    128. membentuk komite lain selain Komite Audit, jika dianggap perlu dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan;

    129. menggunakan tenaga ahli untuk hal tertentu dan dalam jangka waktu tertentu atas beban Perusahaan, jika dianggap perlu;

    130. melakukan tindakan Pengurusan Perusahaan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini;

    131. menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan terhadap hal yang dibicarakan; dan

    132. melaksanakan kewenangan Pengawasan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar, keputusan Menteri, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 55

      Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Dewan Pengawas wajib:


    133. memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan Pengurusan Perusahaan;

    134. meneliti dan menelaah serta menandatangani Rencana Jangka Panjang Perusahaan serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang disiapkan Direksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini;

    135. memberikan pendapat dan saran kepada Menteri mengenai Rencana Jangka Panjang Perusahaan serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;

    136. mengikuti perkembangan kegiatan Perusahaan, memberikan pendapat dan saran kepada Menteri mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi Pengurusan Perusahaan;

    137. melaporkan dengan segera kepada Menteri apabila terjadi gejala menurunnya kinerja Perusahaan;

    138. meneliti dan menelaah laporan berkala dan laporan tahunan yang disiapkan Direksi serta menandatangani laporan tahunan;

    139. memberikan penjelasan, pendapat, dan saran kepada Menteri mengenai laporan tahunan, apabila diminta;

    140. menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan Dewan Pengawas yang dimasukkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;

    141. menyusun indikator pencapaian kinerja Dewan Pengawas untuk dimintakan persetujuan Menteri;

    142. membentuk Komite Audit;

    143. mengusulkan auditor eksternal kepada Menteri;

    144. membuat risalah rapat Dewan Pengawas dan menyimpan salinannya serta menyampaikan aslinya kepada Direksi;

    145. memberikan laporan tentang tugas Pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru berakhir kepada Menteri; dan

    146. melaksanakan kewajiban lainnya dalam rangka tugas Pengawasan dan pemberian nasihat, sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar, keputusan Menteri, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 56
      (1)

      Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Dewan Pengawas wajib mematuhi Anggaran Dasar, keputusan Menteri, dan/atau ketentuan peraturan perundang- undangan, serta wajib melaksanakan prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.

      (2)

      Dalam mengawasi Perusahaan, Dewan Pengawas melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh Menteri sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar, keputusan Menteri, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 57
      (1)

      Setiap anggota Dewan Pengawas wajib dengan itikad baik, penuh kehati-hatian dan tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Setiap anggota Dewan Pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perusahaan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha Perusahaan.

      (3)

      Dalam hal Dewan Pengawas terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Pengawas atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Pengawas.

      (4)

      Anggota Dewan Pengawas tidak bertanggungjawab atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan bahwa:


    147. telah melakukan Pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan;

    148. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan Pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan

    149. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

      (5)

      Atas nama Perusahaan, Menteri dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota Dewan Pengawas yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perusahaan.

      Pasal 58

      Semua biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Pengawas dibebankan kepada Perusahaan dan secara jelas dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. Paragraf 3 Rapat Dewan Pengawas


      Pasal 59

      (1)

      Segala keputusan Dewan Pengawas diambil dalam rapat Dewan Pengawas.

      (2)

      Keputusan Dewan Pengawas dapat pula diambil di luar rapat Dewan Pengawas sepanjang seluruh anggota Dewan Pengawas setuju tentang cara dan materi yang diputuskan.

      (3)

      Dalam setiap rapat Dewan Pengawas harus dibuat risalah rapat yang ditandatangani oleh ketua rapat Dewan Pengawas dan seluruh anggota Dewan Pengawas yang hadir, yang berisi hal yang dibicarakan dan diputuskan, termasuk pernyataan ketidaksetujuan anggota Dewan Pengawas jika ada.

      (4)

      Asli risalah rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Direksi untuk disimpan dan didokumentasikan. Pasal 60

      (1)

      Dewan Pengawas mengadakan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam setiap bulan dan dalam rapat tersebut Dewan Pengawas dapat mengundang Direksi.

      (2)

      Selain rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Pengawas dapat mengadakan rapat sewaktu-waktu apabila diperlukan oleh Ketua Dewan Pengawas, diusulkan oleh paling sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah anggota Dewan Pengawas, atau atas permintaan tertulis dari Menteri dengan menyebutkan hal yang akan dibicarakan.

      (3)

      Rapat Dewan Pengawas diadakan di tempat kedudukan Perusahaan, di tempat kegiatan usaha Perusahaan, atau di tempat lain di wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas. Pasal 61

      (1)

      Seorang anggota Dewan Pengawas dapat diwakili dalam rapat hanya oleh anggota Dewan Pengawas lainnya berdasarkan kuasa tertulis yang diberikan khusus untuk keperluan itu.

      (2)

      Seorang anggota Dewan Pengawas hanya dapat mewakili seorang anggota Dewan Pengawas lainnya. Pasal 62

      (1)

      Panggilan rapat Dewan Pengawas dilakukan secara tertulis oleh Ketua Dewan Pengawas atau oleh anggota Dewan Pengawas yang ditunjuk oleh Ketua Dewan Pengawas dan disampaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sebelum rapat diadakan atau dalam waktu yang lebih singkat jika dalam keadaan mendesak, tidak termasuk tanggal panggilan dan tanggal rapat.

      (2)

      Dalam surat panggilan rapat harus dicantumkan acara, tanggal, waktu, dan tempat rapat.

      (3)

      Panggilan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila semua anggota Dewan Pengawas hadir dalam rapat.

      (4)

      Rapat Dewan Pengawas sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat, apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota Dewan Pengawas atau wakilnya.

      (5)

      Dalam hal rapat Dewan Pengawas dilaksanakan tanpa panggilan rapat secara tertulis, rapat tersebut sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri oleh seluruh anggota Dewan Pengawas atau wakilnya.

      (6)

      Dalam mata acara rapat lain-lain, rapat Dewan Pengawas tidak berhak mengambil keputusan kecuali semua anggota Dewan Pengawas atau wakilnya yang sah hadir dan menyetujui agenda rapat yang menjadi mata acara rapat lain-lain. Pasal 63

      (1)

      Rapat Dewan Pengawas dipimpin oleh Ketua Dewan Pengawas.

      (2)

      Dalam hal Ketua Dewan Pengawas tidak hadir atau berhalangan, rapat Dewan Pengawas dipimpin oleh seorang anggota Dewan Pengawas yang khusus ditunjuk oleh Ketua Dewan Pengawas.

      (3)

      Dalam hal Ketua Dewan Pengawas tidak melakukan penunjukan, salah seorang anggota Dewan Pengawas yang ditunjuk oleh dan di antara anggota Dewan Pengawas yang ada, berwenang untuk memimpin rapat Dewan Pengawas.

      (4)

      Dalam hal penunjukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan, anggota Dewan Pengawas yang paling lama menjabat yang memimpin rapat Dewan Pengawas.

      (5)

      Dalam hal anggota Dewan Pengawas yang paling lama menjabat lebih dari 1 (satu) orang, salah seorang dari anggota Dewan Pengawas yang tertua dalam usia berwenang memimpin rapat Dewan Pengawas. Pasal 64

      (1)

      Keputusan dalam rapat Dewan Pengawas diambil dengan musyawarah untuk mufakat.

      (2)

      Dalam hal keputusan tidak dapat diambil dengan musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak biasa.

      (3)

      Setiap anggota Dewan Pengawas berhak untuk mengeluarkan 1 (satu) suara ditambah 1 (satu) suara untuk anggota Dewan Pengawas yang diwakilinya.

      (4)

      Apabila jumlah suara yang setuju dan yang tidak setuju sama banyaknya, keputusan rapat diambil yang sesuai dengan pendapat ketua rapat dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2).

      (5)

      Suara blanko atau abstain dianggap menyetujui usul yang diajukan dalam rapat.

      (6)

      Dalam hal anggota Dewan Pengawas tidak menghadiri rapat, anggota Dewan Pengawas wajib memberikan pendapat untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap keputusan rapat dimaksud, dan apabila tidak memberikan pendapat dianggap menyetujui keputusan rapat.

      (7)

      Anggota Dewan Pengawas yang tidak dapat menghadiri rapat wajib mewakilkan kepada anggota Dewan Pengawas lainnya.

      (8)

      Suara yang tidak sah dianggap tidak ada dan tidak dihitung dalam menentukan jumlah suara yang dikeluarkan dalam rapat. Bagian Keenam Rencana Jangka Panjang Perusahaan Pasal 65

      (1)

      Direksi wajib menyiapkan rancangan Rencana Jangka Panjang Perusahaan yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan Perusahaan yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.

      (2)

      Rancangan Rencana Jangka Panjang Perusahaan yang telah ditandatangani bersama oleh Direksi dan Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri untuk disahkan menjadi Rencana Jangka Panjang Perusahaan.

      Pasal 66

      Rencana Jangka Panjang Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) paling sedikit memuat:


    150. evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang Perusahaan sebelumnya;

    151. posisi Perusahaan pada saat penyusunan Rencana Jangka Panjang Perusahaan;

    152. asumsi yang dipakai dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang Perusahaan;

    153. penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja Rencana Jangka Panjang Perusahaan; dan

    154. kebijakan pengembangan usaha Perusahaan. Bagian Ketujuh Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan

      Pasal 67
      (1)

      Direksi wajib menyiapkan rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang memuat penjabaran tahunan dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan.

      (2)

      Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas diajukan kepada Menteri paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran dimulai untuk memperoleh pengesahan.

      (3)

      Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tahun anggaran berjalan.

      (4)

      Dalam hal rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan belum disahkan oleh Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tersebut dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan tata cara penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.

      (5)

      Apabila Perusahaan dinyatakan sehat selama 2 (dua) tahun berturut-turut, kewenangan Menteri untuk mengesahkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikuasakan kepada Dewan Pengawas.


      Pasal 68
      (1)

      Perubahan terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang telah disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) dilakukan oleh Menteri.

      (2)

      Usul perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas disampaikan oleh Direksi kepada Menteri untuk mendapat persetujuan.

      (3)

      Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya usulan perubahan dari Direksi.

      (4)

      Dalam hal rancangan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan belum mendapat persetujuan Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), rancangan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan tata cara penyusunan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.

      (5)

      Dalam hal pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan telah dilimpahkan kepada Dewan Pengawas, kewenangan persetujuan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan ditetapkan oleh Dewan Pengawas.


      Pasal 69

      Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 paling sedikit memuat:


    155. misi, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan Perusahaan, dan program kerja/kegiatan;

    156. anggaran Perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan;

    157. proyeksi keuangan Perusahaan dan anak perusahaannya;

    158. rencana kerja dan anggaran tahunan Dewan Pengawas; dan

    159. hal lain yang memerlukan keputusan Menteri. Bagian Kedelapan Pelaporan

      Pasal 70
      (1)

      Direksi wajib menyiapkan laporan berkala yang memuat pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.

      (2)

      Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan triwulanan, laporan semesteran, dan laporan tahunan.

      (3)

      Selain laporan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direksi sewaktu-waktu dapat pula memberikan laporan khusus kepada Dewan Pengawas dan/atau Menteri.

      (4)

      Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan bentuk, isi, dan tata cara penyusunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 71
      (1)

      Direksi wajib menyampaikan laporan triwulanan kepada Dewan Pengawas paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya periode triwulanan tersebut.

      (2)

      Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi.

      (3)

      Dalam hal ada anggota Direksi tidak menandatangani laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disebutkan alasannya secara tertulis.


      Pasal 72
      (1)

      Direksi wajib menyampaikan laporan semesteran kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya periode semesteran tersebut.

      (2)

      Laporan semesteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi.

      (3)

      Dalam hal ada anggota Direksi tidak menandatangani laporan semesteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disebutkan alasannya secara tertulis.


      Pasal 73
      (1)

      Dalam waktu paling lama 5 (lima) bulan setelah tahun buku Perusahaan ditutup, Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan termasuk laporan keuangan yang telah diaudit kepada Menteri untuk memperoleh pengesahan.

      (2)

      Laporan tahunan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Dewan Pengawas.

      (3)

      Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disebutkan alasannya secara tertulis.

      (4)

      Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:


    160. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru berakhir dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasannya, serta laporan mengenai hak Perusahaan yang tidak tercatat dalam pembukuan termasuk tetapi tidak terbatas pada penghapusbukuan piutang.

    161. neraca gabungan dan perhitungan laba rugi gabungan dari anak-anak perusahaan, di samping neraca dan perhitungan laba rugi dari masing-masing anak perusahaan tersebut;

    162. laporan mengenai keadaan dan jalannya Perusahaan serta hasil yang telah dicapai;

    163. kegiatan utama Perusahaan dan perubahan selama tahun buku;

    164. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan Perusahaan;

    165. laporan mengenai tugas Pengawasan dan pemberian nasihat yang telah dilaksanakan oleh Dewan Pengawas selama tahun buku yang baru berakhir;

    166. nama anggota Direksi dan Dewan Pengawas; dan

    167. gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan honorarium serta tunjangan lain bagi anggota Dewan Pengawas.

      Pasal 74
      (1)

      Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) huruf a dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.

      (2)

      Dalam hal Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, harus diberikan penjelasan serta alasannya.


      Pasal 75
      (1)

      Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan kepada auditor eksternal yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Dewan Pengawas untuk diperiksa.

      (2)

      Laporan atas hasil pemeriksaan auditor eksternal terhadap perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Menteri untuk disahkan.

      (3)

      Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pengesahan perhitungan tahunan tidak dapat dilakukan.

      (4)

      Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat pengesahan Menteri diumumkan dalam surat kabar harian.


      Pasal 76
      (1)

      Pengesahan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan Perusahaan dilakukan oleh Menteri.

      (2)

      Dalam hal dokumen perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan Dewan Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

      (3)

      Anggota Direksi dan Dewan Pengawas dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila terbukti keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.


      Pasal 77

      Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) membebaskan Direksi dan Dewan Pengawas dari tanggung jawab terhadap Pengurusan dan Pengawasan yang telah dijalankan selama tahun buku yang lalu, sejauh tindakan tersebut termuat dalam laporan tahunan dan perhitungan tahunan serta dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kesembilan Satuan Pengawasan Intern


      Pasal 78
      (1)

      Perusahaan wajib membentuk Satuan Pengawasan Intern.

      (2)

      Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama.


      Pasal 79

      Satuan Pengawasan Intern bertugas:


    168. membantu Direktur Utama dalam melaksanakan pemeriksaan operasional dan keuangan Perusahaan, menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaannya pada Perusahaan, serta memberikan saran perbaikan;

    169. memberikan laporan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada Direktur Utama; dan

    170. memonitor tindak lanjut atas hasil pemeriksaan yang telah dilaporkan.

      Pasal 80
      (1)

      Direktur Utama menyampaikan laporan hasil pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf b kepada seluruh anggota Direksi, untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam rapat Direksi.

      (2)

      Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern.


      Pasal 81

      Atas permintaan tertulis Dewan Pengawas, Direksi wajib memberikan laporan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf b.


      Pasal 82

      Dalam melaksanakan tugasnya, Satuan Pengawasan Intern wajib menjaga kelancaran tugas satuan organisasi lainnya dalam Perusahaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Bagian Kesepuluh Komite Audit dan Komite Lainnya


      Pasal 83
      (1)

      Dewan Pengawas wajib membentuk Komite Audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.

      (2)

      Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada Dewan Pengawas.

      (3)

      Pembentukan Komite Audit dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (4)

      Komite Audit bertugas:


    171. membantu Dewan Pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan Satuan Pengawasan Intern;

    172. menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilaksanakan oleh Satuan Pengawasan Intern maupun auditor eksternal;

    173. memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen serta pelaksanaannya;

    174. memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap segala informasi yang dikeluarkan Perusahaan;

    175. melakukan identifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Pengawas serta tugas Dewan Pengawas lainnya; dan

    176. melakukan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas.

      Pasal 84
      (1)

      Dewan Pengawas dapat membentuk komite lain untuk membantu tugas Dewan Pengawas.

      (2)

      Pembentukan dan pelaksanaan tugas komite lain dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bagian Kesebelas Penggunaan Laba dan Dana Cadangan


      Pasal 85
      (1)

      Setiap tahun buku, Perusahaan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih sebagai dana cadangan.

      (2)

      Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dana cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari modal Perusahaan.

      (3)

      Dana cadangan sampai dengan jumlah 20% (dua puluh persen) dari modal Perusahaan hanya dapat digunakan untuk menutup kerugian Perusahaan.

      (4)

      Apabila dana cadangan telah melebihi jumlah 20% (dua puluh persen), Menteri dapat memutuskan agar kelebihan dari dana cadangan tersebut digunakan untuk keperluan Perusahaan.

      (5)

      Direksi harus mengelola dana cadangan agar dana cadangan tersebut memperoleh laba dengan cara yang baik dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (6)

      Laba yang diperoleh dari pengelolaan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dimasukkan dalam perhitungan laba rugi.


      Pasal 86
      (1)

      Penggunaan laba bersih Perusahaan termasuk jumlah penyisihan sebagai dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ditetapkan oleh Menteri.

      (2)

      Menteri dapat menetapkan sebagian atau seluruh laba bersih Perusahaan digunakan untuk pembagian dividen dan/atau pembagian lain dalam bentuk tantiem untuk Direksi dan Dewan Pengawas, bonus untuk karyawan, atau penempatan laba bersih dalam dana cadangan Perusahaan yang dapat diperuntukan bagi perluasan usaha Perusahaan.


      Pasal 87

      Jika perhitungan laba rugi pada suatu tahun buku menunjukkan adanya kerugian yang tidak dapat ditutup dengan dana cadangan, kerugian tetap dicatat dalam pembukuan Perusahaan dan Perusahaan dianggap tidak mendapat laba selama kerugian yang tercatat itu belum seluruhnya tertutup, dengan tidak mengurangi ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keduabelas Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan


      Pasal 88
      (1)

      Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

      (2)

      Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketigabelas Pembubaran Perusahaan


      Pasal 89
      (1)

      Pembubaran Perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

      (2)

      Pembubaran Perusahaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 90
      (1)

      Dalam hal Perusahaan bubar, Perusahaan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaan Perusahaan dalam proses likuidasi.

      (2)

      Tindakan pemberesan kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :


    177. pencatatan dan pengumpulan kekayaan Perusahaan;

    178. penentuan tata cara pembagian kekayaan Perusahaan;

    179. pembayaran kepada para kreditor;

    180. pembayaran sisa kekayaan Perusahaan hasil likuidasi kepada Menteri; dan

    e. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan Perusahaan. Bagian Keempatbelas Tahun Buku Perusahaan Pasal 91 Tahun buku Perusahaan merupakan tahun takwim, kecuali jika ditetapkan lain oleh Menteri. Bagian Kelimabelas Karyawan Perusahaan Pasal 92 (1) Karyawan Perusahaan merupakan pekerja Perusahaan yang pengangkatan, pemberhentian, hak, dan kewajibannya ditetapkan oleh Direksi berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. (2) Bagi karyawan Perusahaan tidak berlaku segala ketentuan kepegawaian dan eselonisasi jabatan yang berlaku bagi Pegawai Negeri. Pasal 93 Dalam hal karyawan Perusahaan diangkat menjadi anggota Direksi Perusahaan, Direksi pada Badan Usaha Milik Negara lain, atau Direksi anak perusahaan yang dahulu berstatus Badan Usaha Milik Negara, yang bersangkutan pensiun sebagai karyawan Perusahaan dengan pangkat tertinggi dalam Perusahaan, terhitung sejak tanggal diangkat menjadi anggota Direksi, dan berhak atas hak pensiun tertinggi dalam Perusahaan. Pasal 94 (1) Karyawan Perusahaan dilarang menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah. (2) Dalam hal karyawan Perusahaan menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah, yang bersangkutan berhenti dengan sendirinya dari jabatannya sebagai karyawan terhitung sejak tanggal ditetapkan menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah. __ __ __ Bagian Keenambelas Penerbitan Obligasi dan Surat Utang Lainnya Pasal 95 Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya oleh Perusahaan ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketujuhbelas Pengadaan Barang dan Jasa Pasal 96 (1) Pengadaan barang dan jasa oleh Perusahaan yang menggunakan dana langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara baik sebagian maupun seluruhnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Direksi Perusahaan menetapkan tata cara pengadaan barang dan jasa bagi Perusahaan selain pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pedoman umum yang ditetapkan oleh Menteri. Bagian Kedelapanbelas Penghasilan Direksi dan Dewan Pengawas Pasal 97 (1) Besaran dan jenis penghasilan Direksi dan Dewan Pengawas ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Penetapan penghasilan Direksi dan Dewan Pengawas dilakukan dengan memperhatikan pendapatan, aktiva, pencapaian target, kemampuan keuangan, dan tingkat kesehatan Perusahaan. (3) Selain memperhatikan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat pula memperhatikan faktor lain yang relevan. (4) Selain penghasilan yang diterima sebagai anggota Direksi dan Dewan Pengawas yang ditetapkan oleh Menteri, anggota Direksi dan anggota Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan Perusahaan. Bagian Kesembilanbelas Dokumen Perusahaan Pasal 98 Direksi wajib mengelola dokumen Perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai dokumen Perusahaan. Bagian Keduapuluh Penghapusan dan Pemindahtanganan Aset Perusahaan Pasal 99 Penghapusan dan pemindahtanganan aset Perusahaan dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keduapuluh Satu Kepailitan Pasal 100 (1) Pengajuan permohonan untuk mempailitkan Perusahaan ke pengadilan hanya dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan. (2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perusahaan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. Bagian Keduapuluh Dua Ganti Kerugian Pasal 101 Anggota Direksi dan semua karyawan Perusahaan yang karena tindakan melawan hukum menimbulkan kerugian bagi Perusahaan diwajibkan mengganti kerugian tersebut. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 102 (1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pemerintah menghentikan penugasan kepada Perusahaan untuk melakukan pengusahaan Pelabuhan Perikanan dan industri Perikanan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tarakan di Kalimantan Timur, Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo di Nanggroe Aceh Darussalam, dan Pelabuhan Perikanan Pantai Banjarmasin di Kalimantan Selatan, yang selama ini diusahakan oleh Perusahaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000. (2) Dengan penghentian penugasan, pengalihan aset Perusahaan yang berada di wilayah kerja Pelabuhan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 103 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 48) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 104 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 48), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 105 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Januari 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 30

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):