Penghasilan Dan Usaha Pegawai Negeri Dalam Lapangan Partikelir

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1952 TENTANG PENGHASILAN DAN USAHA PEGAWAI NEGERI DALAM LAPANGAN PARTIKELIR Presiden Republik Indonesia, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1952 TENTANG PENGHASILAN DAN USAHA PEGAWAI NEGERI DALAM LAPANGAN PARTIKELIR Presiden Republik Indonesia, Menimbang : Perlu diadakan peraturan tentang penghasilan dan usaha pegawai Negeri dalam lapangan partikelir; Mengingat : Pasal 119 Undang- undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 15 Pebruari 1952. Memutuskan: Pertama : Mencabut peraturan termuat dalam Staatsblad 1955 No. 443. Kedua : Dengan membatalkan segala peraturan yang bertentangan dengan peraturan ini, Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHASILAN DAN USAHA PEGAWAI NEGERI DALAM LAPANGAN PARTIKELIR. Pasal 1. Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan: a. pegawai, ialah semua pegawai Negeri Sipil dalam dinas aktip. b. pembesar yang berwajib, ialah pembesar-pembesar yang tersebut dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang Darurat Nr 25 tahun 1950, seperti Undang-undang itu telah atau akan diubah, serta para Kepala Daerah Otonomi, mengenai pegawai Negeri yang diperbantukan kepada daerah itu; Pasal 2. Pegawai dilarang : a. memimpin suatu perusahaan partikelir, baik langsung atau tidak langsung; b. melakukan pekerjaan dalam lapangan partikelir jikalau peraturan jawatan melarang melakukan pekerjaan itu; c. menerima hadiah berupa apapun juga yang bertentangan dengan sifat atau kehormatan jabatan atau pekerjaannya, atau dengan kedudukannya sebagai pegawai Negeri pada umumnya. Pasal 3. Pegawai dapat dilarang berniaga atau melakukan pekerjaan dalam lapangan partikelir, baik langsung atau tidak langsung, jikalau oleh pembesar yang berwajib pekerjaan itu dianggap bertentangan dengan pekerjaannya, dengan sifat atau kehormatan jabatannya, atau dengan kedudukannya sebagai pegawai Negeri pada umumnya. Pasal 4. (1) Pegawai harus minta izin terlebih dahulu dari pembesar yang berwajib untuk : a. ikut serta mendirikan perusahaan-perusahaan partikelir, baik langsung atau tidak langsung; b. melakukan pekerjaan partikelir secara tertentu, atau memangku jabatan partikelir dengan mendapat keuntungan atau upah dari pada usaha itu, baik berupa uang maupun berupa benda. (2) Izin termaksud diberikan baik bersyarat maupun tidak bersyarat. Demikian pula izin yang telah diberikan dapat dicabut atau diubah menjadi izin bersyarat. (3) Izin bersyarat dicabut, jikalau ternyata bahwa tidak dipenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. (4) Permintaan izin ditolak, apabila pemberiannya dipandang bertentangan dengan kepentingan jawatan tempat bekerjanya, atau dengan kehormatan jabatannya, atau jika dipandang akan dapat mempengaruhi kejujurannya. (5) Izin yang telah diberikan tidak berlaku, jikalau pemegang izin pindah kelain jawatan atau kementerian. Dalam hal ini yang bersangkutan memerlukan izin baru. Pasal 5. (1) Pegawai diperkenankan mempunyai saham suatu perseroan atau perusahaan, atau surat-surat-berharga, kecuali jikalau jumlah milik saham-saham atau surat-surat-berharga itu adalah demikian besarnya, sehingga persero itu dapat dianggap langsung campur penyelenggaraan perseroan itu, atau jikalau jumlah milik termaksud dianggap bertentangan dengan sifat jabatannya atau kedudukannya sebagai pegawai Negeri. (2) Jikalau jumlah saham-saham atau surat-berharga itu, meskipun besar tetapi tidak dianggap bertentangan dengan sifat jabatan dan kedudukannya, atau jikalau pegawai yang bersangkutan tidak dianggap langsung campur tangan dalam penyelenggaraan itu, maka ia dapat diberikan izin menurut ketentuan dalam pasal 4, untuk memiliki saham-saham dan surat-surat berharga itu. (3) Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2, pasal ini berlaku juga bagi seorang pegawai, yang berada dalam keadaan itu karena pernikahan, warisan atau wasit. (4) Apabila kepadanya tidak diberikan izin menurut ketentuan dalam ayat 2, maka keadaan itu harus dihilangkan dalam waktu setahun setelah terjadinya keadaan itu. Dalam hal-hal istimewa, Maka waktu itu dapat ditambah setahun lagi. Pasal 6. Semua pegawai yang pada tanggal mulai berlakunya Peraturan ini termasuk dalam ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini, harus memberitahukan keadaannya kepada Pembesar yang berwajib. Pemberitahuan itu disertai permintaan izin. Pasal 7. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta, Pada tanggal 20 Pebruari 1952. Presiden Republik Indonesia, SOEKARNO. Menteri Urusan Pegawai, SOEROSO. Diundangkan Pada tanggal 22 Pebruari 1952. Menteri Kehakiman, MOEHAMMAD NASROEN. PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 1952 TENTANG PENGHASILAN DAN USAHA PEGAWAI NEGERI DALAM LAPANGAN PARTIKELIR. UMUM. Dihari-hari belakangan ini ternyata kegiatan para pegawai, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelbagai usaha partikelir guna pembangunan negeri. Kegiatan itu sangat dihargai Pemerintah asal saja tidak bertentangan dengan kepentingan Jawatan atau kepentingan Negeri, begitu pula tidak bertentangan dengan sifat jabatan yang dipangkunya dan dengan kedudukan seumumnya sebagai pegawai Negeri. Usaha seorang pegawai, supaya waktu terluang lain dari pada waktu dinasnya, digunakannya untuk menambah nafkahnya, pada umumnya tidak dapat dihalangi. Akan tetapi usaha itu tak boleh mengakibatkan mundurnya perhatian dan kegiatannya dalam melakukan tugasnya selaku pegawai Negeri. Kedudukan serta pengaruhnya tidak boleh digunakan untuk usaha itu. Pemerintah berpendirian bahwa kini tiba waktunya supaya peraturan termuat dalam Staatsblad 1935 No. 443, yang secara formil masih berlaku tapi dalam praktek tidak dijalankan, setelah disesuaikan dengan keadaan sekarang ini, dapat dilakukan lagi. Pegawai-pegawai yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini, dapat dikenakan hukuman disciplinair atau administratif. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. a. Pekerja-pekerja harian dikecualikan dari peraturan ini. b. Kepala Daerah Otonom ditunjuk selaku Pembesar yang berwajib karena pegawai yang diperbantukan kepada Pemerintah Daerah itu dalam melakukan tugasnya tunduk kepada perintah beliau itu. Pasal 2. Dalam pasal ini ditentukan pekerjaan-pekerjaan dalam lapangan partikelir, yang dilarang seluruhnya. Larangan ini berdasar pertimbangan supaya kejujuran dan kehormatan pegawai tidak terganggu serta kepeningan jawatan atau Negeri tetap diutamakan. Istilah "tidak langsung" berarti misalnya, usaha partikelir itu dijalankan dengan perantaraan seorang anggota keluarga atau di bawah kedok seorang lain. Pasal 3. Dalam pasal ini ditentukan pekerjaan dalam lapangan partikelir yang dapat dilarang. Selanjutnya pasal ini tidak memerlukan penjelasan. Pasal 4. Pasal ini mengenai pekerjaan-pekerjaan dalam lapangan partikelir, untuk mana diharuskan meminta izin terlebih dahulu. Mengingat akan sangat kekurangan tenaga-tenaga guru serta pentingnya pelajaran dalam masa pembangunan ini, maka untuk pemberian pelajaran partikelir di luar waktu dinas, meskipun untuk hal itu diharuskan pula meminta izin, hendaknya izin itu sedapat-dapatnya diberikan. Demikian pula untuk pekerjaan-pekerjaan guna perkumpulan-perkumpulan sosial atau serikat sekerja. Izin termaksud harus diminta dan diberikan secara tertulis. Pasal 5 sampai dengan 7. Tidak memerlukan penjelasan. -------------------------------- CATATAN Kutipan: LN 1952/17; TLN NO.203

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):