Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2019 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati sebagai anugerah dari Tuhan yang Maha Esa untuk dapat dimanfaatkan secara lestari sehingga dapat meningkatkan taraf hidup serta kemakmuran kehidupan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik, Indonesia Tahun 1945; b. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai jenis sumber daya alam hayati yang berupa aneka ragam jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga dan dilindungi kelestariannya; c. bahwa penyelenggaraan karantina harus mengikuti perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, lingkungan strategis yang cepat dan dinamis, terutama laju arus perdagangan antarnegara yang melahirkan beberapa ketentuan dan kesepakatan internasional terkait dengan standar keamanan dan mutu pangan, keamanan dan mutu pakan, produk rekayasa genetik, sumber daya genetik, agensia hayati, jenis asing invasif, dan pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa liar serta pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa langka; d. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat karena berlakunya beberapa undang-undang terkait pcnyclenggaraan karantina sehingga periu diganti; Mengingat Menetapkan : Pasal 2O, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; MEMUTUSKAN: UNDANG-UNDANG TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan yang selanjutnya disebut Karantina adalah sistem pencegahan masuk, keluar dan tersebarnya hama dan penyakit hewan Karantina, hama dan penyakit ikan Karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan Karantina; serta pengawasan dan/atau pengendalian terhadap keamanan pangan dan mutu pangan, keamanan pakan dan mutu pakan, produk Rekayasa Genetik, Sumber Daya Genetik, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta T\rmbuhan dan Satwa Langka yang dimasukkan ke dalam, tersebarnya dari suatu Area ke Area lain, dan/atau dikeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hama dan Penyakit Hewan, Hama dan penyakit Ikan, dan Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut Hama dan Penyakit adalah organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian Hewan, Ikan, atau Tumbuhan serta yang membahayakan kesehatan manusia dan menimbulkan kerugian ekonomi. 1 2 3. Hama 3 Hama dan Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disebut HPHK adalah Hama, Hama dan Penyakit, dan Penyakit Hewan berupa organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian hewan, membahayakan kesehatan manusia, menimbulkan kerugian sosial, ekonomi yang bersifat nasional dan perdagangan internasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk dicegah masuknya ke dalam, tersebarnya di dalam, dan keluarnya dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hama dan Penyakit Ikan Karantina yang selanjutnya disebut HPIK adalah semua Hama dan Penyakit ikan yang belum terdapat dan/atau telah terdapat hanya di Area tertentu di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dalam waktu relatif cepat dapat mewabah dan merugikan sosioekonomi atau yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk dicegah masuk ke dalam, tersebar di dalam, dan/atau keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina yang selanjutnya disingkat OPTK adalah organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan, menimbulkan kerugian sosioekonomi serta belum terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau sudah terdapat di sebagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam prosei pinyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembangbiak. 4 5 6 7 8. Keamanan . PTTESIDEN REPUEUK INDONESIA -4- 8. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. 9. Keamanan Pakan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pakan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan fisik yang dapat mengganggu, merugikan, danf atau membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan/atau ikan. 10. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi Pangan. 1 1. Mutu Pakan adalah kesesuaian pakan terhadap dipenuhinya persyaratan standar nasional Indonesia atau persyaratan teknis minimal yang ditetapkan. 12. Produk Rekayasa Genetik atau organisme hasil modifikasi yang selanjutnya disebut PRG adalah organisme hidup, bagian-bagiannya, dan/atau hasit olahannya yang mempunyai susunan genetik baru dari penerapan bioteknologi modern. 13. Sumber Daya Genetik yang selanjutnya disingkat SDG adalah genetik yang berasal dari hewan, ikan, tumbuhan, dan mikroorganisme yang mengandung unit fungsional pembawa sifat keturunan dan yang mempunyai nilai nyata atau potensial. 14. Agensia Hayati adalah setiap organisme yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama penyakit hewan, ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan, proses produksi, dan pengolahan hasil pertanian untuk keperluan industri, kesehatan, dan lingkungan. 15. Jenis Asing Invasif adalah hewan, ikan, tumbuhan, mikroorganisme, dan organisme lain yang bukan merupakan bagian dari suatu ekosistem yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem, lingkungan, kerugian ekonomi, dan/atau berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia. 16. Tumbuhan FRES IDEN REPUtsLIK INDONESIA -5- 16. Tumbuhan dan Satwa Liar adalah semua tumbuhan yang hidup di alam bebas dan/atau dipelihara yang masih mempunyai kemurnian jenis, atau semua binatang yang hidup di darat, air, dan/atau udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. 17. Tumbuhan dan Satwa Langka adalah semua tumbuhan atau binatang yang hidup di alam bebas dan/atau dipelihara yang terancam punah, tingkat perkembangbiakannya lambat, terbatas penyebarannya, populasinya kecil, dan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 18. Media Pembawa HPHK, HPIK, atau OPIK yang selanjutnya disebut Media Pembawa adalah hewan, produk hewan, ikan, produk ikan, tumbuhan, produk tumbuhan, pangan, Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, Tumbuhan dan Satwa Langka, dan/atau Media Pembawa lain yang dapat membawa HpHK, HPIK, atau OPTK. 19. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya. 20. Produk Hewan adalah semua bahan yang berasal dari Hewan yang masih segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan konsumsi, farmakoseutika, pertanian, Pakan, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan manusia. 2L Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di datam lingkungan perairan. 22. Produk Ikan adalah Ikan atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati, baik yang belum diolah maupun yang telah diolah. 23. T\rmbuhan adalah sumber daya alam nabati atau bagian- bagiannya yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dalam lingkungan darat dalam keadaan hidup. 24. Produk Tumbuhan adalah Tumbuhan atau bagian-bagiannya dalam keadaan mati, baik yang belum diolah maupun yang telah diolah. 25. Media 25. Media Pembawa Lain adalah Media Pembawa yang tidak digolongkan Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, Tumbuhan, Produk T\rmbuhan yang dapat membawa HPHK, HPIK, atau OPTK. 26. Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, pelabuhan darat, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain, dan tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. 27. Area adalah suatu wilayah administratif pemerintahan, bagian pulau, pulau, atau kelompok pulau di dalam wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran HPHK, HPIK, dan OPTK. 28. Kawasan Karantina adalah suatu kawasan atau daerah yang pada awalnya diketahui bebas dari Hama dan Penyakit Karantina, tetapi berdasarkan hasil pemantauan ditemukan atau terdapat petunjuk terjadinya serangan suatu Hama dan Penyakit Karantina yang masih terbatas penyebarannya sehingga harus diisolasi dari kegiatan pemasukan atau pengeluaran Media Pembawa dari dan/atau ke dalam kawasan atau daerah tersebut untuk mencegah penyebarannya. 29. Instalasi Karantina adalah bangunan atau ruangan berikut peralatan, lahan, dan sarana pendukung lain yang diperlukan sebagai tempat melaksanakan tindakan Karantina. 30. Ketertelusuran adalah kemampuan untuk menelusuri riwayat, aplikasi, atau lokasi dari suatu produk atau kegiatan untuk mendapatkan kembali data dan informasi melalui suatu identifikasi terhadap dokumen yang terkait. 31. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 32. Pejabat Karantina adalah Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas untuk melakukan tindakan Karantina berdasarkan Undang-Undang ini. 33. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 34. Pemilik Media Pembawa yang selanjutnya disebut Pemilik adalah Setiap Orang yang memiliki Media Pembawa dan/atau yang bertanggung jawab atas pemasukan, pengeluaran, atau transit Media Pembawa. 35. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan Media Pembawa dari luar ke dalam wilayah Negara Kesatuan Repubtik Indonesia atau ke suatu Area dari Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 36. Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan Media Pembawa keluar dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 37. Transit adalah singgah sementara alat angkut dan/atau Media Pembawa di suatu pelabuhan laut atau bandar udara dalam perjalanan sebelum sampai di negara tujuan atau Tempat Pemasukan. 38. Pihak Lain adalah setiap orang yang telah ditetapkan untuk membantu tindakan Karantina tertentu dan/atau menyediakan Instalasi Karantina. Pasal 2 Penyelenggaraan Karantina berdasarkan asas: a. kedaulatan; b. keadilan; c. pelindungan; d. keamanan nasional; e. keilmuan; f. keperluan; g. dampak minimal; h. transparansi; i. keterpaduan; j. pengakuan; k. nondiskriminasi; dan

  1. kelestarian.

    Pasal 3

    Pasal 3 Ruang lingkup penyelenggaraan Karantina mengatur Pemasukan, Pengeluaran, dan Transit Media Pembawa.


    Pasal 4

    Ruang lingkup pengaturan tentang Karantina meliputi:

    1. penyelenggaraan Karantina;

    2. tingkat pelindungan negara berdasarkan analisis risiko;

    3. jenis HPHK, HPIK, OPTK, dan Media Pembawa;

    4. persyaratan Karantina;

    5. tindakan Karantina;

    6. dokumen Karantina;

    7. pengawasan dan/atau pengendalian Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta T\rmbuhan dan Satwa Langka;

    8. Kawasan Karantina;

    9. ketertelusuran;

    10. sistem informasi Karantina;

    11. jasa Karantina;


  2. fungsi intelijen, kepolisian khusus, dan penyidikan;

    1. kerja sama perkarantinaan; dan

    2. pendanaan. BAB II PENYELENGGARAAN KARANTINA Bagian Kesatu Umum Pasal 5 (1) Penyelenggaraan Karantina didasarkan pada tingkat pelindungan negara yang layak terhadap HPHK, HPIK, dan OPTK. (2) Tingkat pelindungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan melakukan analisis risiko. (3) Ketentuan mengenai penetapan tingkat pelindungan yang layak dan analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

      Pasal 6
      Pasal 6
      (1)

      Pemasukan Media Pembawa ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk pertama kali atau terjadi perubahan status dan situasi HPHK, HPIK, dan OPTK di negara asal dilakukan analisis risiko. (21 Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk melakukan manajemen risiko. (3) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kesepakatan standar sanitari dan fitosanitari kedua negara.



      Pasal 7

      Penyelenggaraan Karantina ditujukan untuk:


    3. mencegah masuknya HPHK, HPIK, serta OPTK dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    4. mencegah tersebarnya HPHK, HPIK, serta OPTK dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    5. mencegah keluarnya HPHK, HPIK, serta organisme pengganggu tumbuhan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    6. mencegah masuk atau keluarnya Pangan dan Pakan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan mutu;

    7. mencegah masuk dan tersebarnya Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, dan PRG yang berpotensi mengganggu kesehatan manusia, Hewan, Ikan, Tumbuhan, dan kelestarian lingkungan; dan

    8. mencegah keluar atau masuknya Tumbuhan dan Satwa Liar, T-rmbuhan dan Satwa Langka, serta SDG dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau antarArea di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 8
      (1)

      Penyelenggaraan Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diintegrasikan dan dikoordinasikan dalam bentuk satu badan.

      (2)

      Ketentuan (21 Ketentuan mengenai integrasi dan koordinasi dalam bentuk satu badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk tugas dan fungsinya, diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pasal 9 (1) Penyelenggaraan Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. (2\ Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dilakukan tindakan Karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian terhadap Media Pembawa yang:


    9. dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    10. dikeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    11. dimasukkan atau dikeluarkan dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau

    12. ditransitkan di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Pengawasan dan/atau pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap Media Pembawa berupa Pangan, Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Tumbuhan dan Satwa Langka. Pasal 10 Untuk terselenggaranya Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pemerintah Pusat berkewajiban menyediakan sumber daya manusia serta prasarana dan sarana. Pasal 1 1 Pemerintah Pusat menetapkan Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran Media Pembawa dengan mempertimbangkan:

    13. risiko masuk dan tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK;

    14. risiko keluarnya HPHK, HPIK, dan organisme pengganggu tumbuhan;

    15. status dan tingkat penyebaran HPHK, HPIK, dan OPTK;

    16. kelestarian sumber daya alam hayati Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; dan

    17. kelancaran dan perkembangan sistem transportasi perdagangan serta perekonomian nasional.

      Pasal 12
      (1)

      Untuk melindungi kepentingan nasional, Pemerintah Fusat dapat menetapkan Tempat Pemasukan khusus untuk melaksanakan tindakan Karantina pengamanan maksimal terhadap Media Pembawa yang berisiko tinggi terhadap penularan HPHK, HPIK, dan OPTK. (21 Kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian, dan peningkatan mutu genetik. (3) Ketentuan mengenai Tempat Pemasukan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Bagian Kedua Sumber Daya Manusia


      Pasal 13

      Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 terdiri atas:


    18. Pejabat Karantina; dan

    19. pejabat lainnya.

      Pasal 14
      (1)

      Pejabat Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri atas:


    20. Pejabat Karantina Hewan;

    21. Pejabat Karantina Ikan; dan

    22. Pejabat Karantina Tumbuhan. (21 Pejabat Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya dan merupakan pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 15
      (1)

      Pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b terdiri atas jabatan administrasi, fungsional, dan pimpinan tinggi.


      Pasal 16
      (1)

      Pejabat Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 bertugas melakukan tindakan Karantina meliputi:


    23. pemeriksaan;

    24. pengasingan;

    25. pengamatan;

    26. perlakuan;

    27. penahanan;

    28. penolakan;

    29. pemusnahan; dan

    30. pembebasan. (21 Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Karantina berwenang:

    31. memasuki dan memeriksa alat angkut, gudang, kade, apron, terminal peti kemas, serta ruang keberangkatan dan kedatangan penumpang di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran untuk mengetahui ada tidaknya Media Pembawa yang dimasukkan dan dikeluarkan;

    32. membuka atau memerintahkan orang lain untuk membuka pembungkus, kemasan, paket kiriman, peti kemas, bagasi, atau palka untuk mengetahui ada atau tidaknya Media Pembawa yang akan atau sedang dilalulintaskan;

    33. memasuki dan memeriksa tempat penyimpanan, penimbunan, atau tempat lain yang telah ditetapkan atau tempat yang diduga terdapat Media Pembawa yang berasal dari luar negeri atau Area lain dan belum dilakukan tindakan Karantina;

    34. memeriksa seluruh Media Pembawa dan mengambil contoh untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium;

    35. melarang Setiap Orang yang tidak berkepentingan memasuki instalasi, tempat alat angkut, dan/atau tempat pelaksanaan tindakan Karantina tanpa persetujuan Pejabat Karantina;

    36. melarang Setiap Orang untuk menurunkan atau memindahkan Media Pembawa yang sedang dikenai tindakan Karantina;

    37. melarang trRES IDEN FTEPUBLIK INDONESIA -13- g. melarang Setiap Orang untuk memelihara, menyembelih, atau membunuh Hewan di tempat Pemasukan, di tempat Pengeluaran, atau di Instalasi Karantina, kecuali atas persetujuan Pejabat Karantina;

    38. melarang Setiap Orang untuk menurunkan atau membuang bangkai Hewan dan Ikan, T\rmbuhan, sisa Pakan, sampah dari alat angkut yang pernah berhubungan dengan Hewan dan Ikan;

    39. menetapkan cara perawatan dan pemeliharaan Media Pembawa yang sedang dikenai tindakan Karantina; dan

    40. membuka segel dan melakukan penyegelan terhadap Media Pembawa, kemasan, alat angkut, dan instalasi yang sedang digunakan sebagai tempat pengasingan, pengamatan, atau penahanan. (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Karantina dapat berkoordinasi dengan instansi terkait dan/atau lembaga lain.

      Pasal 17
      (1)

      Pejabat Karantina Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, bertindak sebagai otoritas veteriner Karantina hewan di atas alat angkut, Instalasi Karantina, tempat Pemasukan, atau tempat Pengeluaran. (2) Bertindak sebagai otoritas veteriner Karantina Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 18

      Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Pejabat Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a wajib mematuhi kode etik profesi.


      Pasal 19

      Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), ^pejabat Karantina tidak dapat dituntut secara pidana dan/atau digugat secara perdata.


      Pasal 20
      Pasal 20
      (1)

      Selain kewajiban menyediakan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pemerintah Pusat berkewajiban meningkatkan keahlian dan keterampilan Pejabat Karantina untuk memenuhi standar kompetensi. (2) Pemenuhan standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan dan/atau pelatihan secara berj enj ang. (3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan dan latau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Prasarana



      Pasal 21
      (1)

      Prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berupa tanah dan bangunan yang digunakan sebagai tempat untuk pelaksanaan tindakan Karantina di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran dan/atau di luar Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran. (2) Dalam penyediaan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), otoritas Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran harus berkoordinasi dengan instansi yang menyelenggarakan urusan di bidang perkarantinaan. Bagian Keempat Sarana


      Pasal 22

      Sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 meliputi:


    41. InstalasiKarantina;

    42. tempat lain di luar Instalasi Karantina; dan

    43. laboratorium beserta kelengkapannya.

      Pasal 23
      (1)

      Untuk keperluan pelaksanaan tindakan Karantina, Pemerihtah Pusat berkewajiban membangun Instalasi Karantina di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran dan/atau di luar Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran. (21 Pembangunan Instalasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan teknis:


    44. analisis risiko penyebaran HPHK, HPIK, dan OPTK;

    45. kesejahteraan Hewan dan Ikan;

    46. keamanan produk; dan

    47. sosial budaya dan lingkungan.

      Pasal 24
      (1)

      Jika fasilitas Instalasi Karantina Pemerintah Pusat belum tersedia atau kapasitas dalam Instalasi Karantina tidak dapat menampung keseluruhan Media Pembawa, Pemerintah Fusat dapat menunjuk lnstalasi Karantina Pihak Lain. (21 Instalasi Karantina Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum dan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Instalasi Karantina Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.


      Pasal 25

      Untuk memenuhi kepentingan nasional, dapat dimasukkan Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dari negara yang tidak bebas HPHK, HPIK, dan OPIK dengan melaksanakan tindakan Karantina pengamanan maksimal.


      Pasal 26
      (1)

      Untuk keperluan pelaksanaan tindakan Karantina, Pemerintah Pusat berkewajiban membangun laboratorium Karantina di dalam atau di luar Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran. BAB III PENETAPAN JENIS HPHK, HPIK, OPIK DAN MEDIA PEMBAWA


      Pasal 27
      (1)

      Pemerintah Pusat menetapkan jenis:


    48. HPHK, HPIK, dan OPTK;

    49. Media Pembawa HPHK, HPIK, dan OPTK; dan

    50. Media Pembawa yang dilarang untuk dilakukan Pemasukan, Pengeluaran, dan ditransitkan di atau ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (21 Pemerintah Pusat dalam menetapkan jenis HPHK, HPIK, OPTK, Media Pembawa, dan Media Pembawa yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:

    51. berdasarkan hasil analisis risiko serta daerah sebarannya; dan

    52. memperhatikan pelindungan sumber daya alam hayati. (3) Untuk mengetahui potensi daerah sebaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan kegiatan pemantauan dan/atau surveilans. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jenis HPHK, HPIK, OPTK, Media Pembawa, dan Media Pembawa yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB IV FRES IDEN REPUELIK INDONESIA -17- BAB IV PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA Bagian Kesatu Umum

      Pasal 28
      (1)

      Pelaksanaan tindakan Karantina dilakukan sebelum diajukan pemberitahuan pabean impor atau ekspor. (21 Pelaksanaan tindakan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan menggunakan kategori risiko.


      Pasal 29
      (1)

      Setiap penanggung jawab alat angkut wajib menyampaikan dokumen pemberitahuan Pemasukan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina. (21 Penanggung jawab alat angkut yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif. (3) Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pasal 30 (1) Pejabat Karantina melakukan pemeriksaan dokumen pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dengan memeriksa:


    53. dokumen daftar muatan alat angkut; dan

    54. isi muatan alat angkut. (2) Pengelola sistem yang melakukan integrasi informasi penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain secara nasional, berkewajiban memberikan akses kepada Pejabat Karantina untuk melakukan tindakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

      Pasal 31
      Pasal 31

      Media Pembawa yang berpotensi menularkan HPHK, HPIK, atau OPTK yang mempunyai sifat penularan serta cara mendeteksinya memerlukan masa pengamatan relatif lebih lama dilakukan tindakan Karantina di Instalasi Karantina pascamasuk.



      Pasal 32
      (1)

      Pelaksanaan Tindakan Karantina pascamasuk terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar serta T\rmbuhan dan Satwa Langka yang dipelihara atau dikembangbiakkan di Iingkungan atau dalam kondisi terkontrol dilakukan secara rutin dan berkelanjutan di wilayah pemeliharaan atau wilayah pengembangbiakan. (21 Ketentuan mengenai wilayah pemeliharaan atau pengembangbiakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Persyaratan Tindakan Karantina


      Pasal 33
      (1)

      Setiap Orang yang memasukkan Media Pembawa ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib:


    55. melengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal bagi Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, T\rmbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan;

    56. memasukkan Media Pembawa melalui Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh Pemerintah Fusat; dan

    57. melaporkan dan menyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina di Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh Pemerintah Fusat untuk keperluan tindakan Karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian. (21 Selain melaporkan dan menyerahkan sertifikat kesehatan dan Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Setiap Orang yang memasukkan Media Pembawa menyerahkan dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Kewajiban FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -19- (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan terhadap Media Pembawa Lain. (4) Dalam hal Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Transit di suatu negara, sertifikat kesehatan dari negara Transit wajib disertakan. Pasal 34

      (1)

      Setiap Orang yang mengeluarkan Media Pembawa dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib:

    58. melengkapi sertifikat kesehatan bagi Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, T-rmbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan;

    59. mengeluarkan Media Pembawa melalui Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; dan

    60. melaporkan dan menyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina di Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk keperluan tindakan Karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian. (21 Selain melaporkan dan menyerahkan sertifikat kesehatan dan Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Setiap Orang yang mengeluarkan Media Pembawa menyerahkan dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perLtndang-undangan.

      Pasal 35
      (1)

      Setiap Orang yang memasukkan danlatau mengeluarkan Media Pembawa dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib:


    61. melengkapi sertifikat kesehatan dari Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bagi Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, T\rmbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan;

    62. memasukkan dan/atau mengeluarkan Media Pembawa melalui Tempat Pemasukan dan Tempat Pcngeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; dan

    63. melaporkan dan menyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk keperluan tindakan Karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian.

      (2)

      Selain (21 Selain melaporkan dan menyerahkan sertifikat kesehatan dan Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Setiap Orang yang memasukkan dan latau mengeluarkan Media Pembawa menyerahkan dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan terhadap Media Pembawa Lain. (4) Dalam hal Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Transit di suatu Area, wajib dilengkapi surat keterangan Transit yang dikeluarkan oleh Pejabat Karantina dari tempat Transit. Bagian Ketiga Tindakan Karantina Paragraf 1 Umum Pasal 36

      (1)

      Tindakan Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) terhadap Media Pembawa dilakukan oleh Pejabat Karantina. (21 Tindakan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran, baik di dalam maupun di luar Instalasi Karantina. Paragraf 2 Pemeriksaan

      Pasal 37

      Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a terdiri atas:


    64. pemeriksaan administratif dan kesesuaian dokumen; dan

    65. pemeriksaan kesehatan, uji Keamanan Pangan, uji Keamanan Pakan, uji Mutu Pangan, dan/atau uji Mutu Pakan. Pasal 38 (1) Pemeriksaan administratif dan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a dilakukan untuk mengetahui:

    66. kelengkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen persyaratan; dan

    67. kesesuaian jenis dan jumlah Media Pembawa dengan dokumen persyaratan Karantina. (21 Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk dokumen cetak atau dokumen elektronik. (3) Penggunaan dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.

      Pasal 39

      Pemeriksaan dan/atau uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dilakukan secara klinis, fisik, visual, dan/atau laboratoris untuk mendeteksi HPHK, HPIK, dan OPTK serta:


    68. mengetahui kondisi fisik Media Pembawa; dan/atau

    69. mengetahui Keamanan Pangan, Keamanan Pakan, Mutu Pangan, dan Mutu Pakan.

      Pasal 40

      Dalam hal pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dilakukan terhadap Hewan, Produk Hewan, Ikan, dan Produk Ikan ditemukan Hama dan Penyakit Hewan atau Hama dan Penyakit Ikan yang bersifat zoonosis, Pejabat Karantina berkoordinasi dengan dokter kesehatan pelabuhan dan/atau instansi yang bertanggung jawab di bidang zoonosis. Paragraf 3 Pengasingan dan Pengamatan Pasal 4 1 (1) Pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan untuk mendeteksi HPHK, HPIK, atau OPTK tertentu yang karena sifatnya memerlukan waktu lama, sarana, dan/atau kondisi khusus.

      (2)

      Pengasingan a. hasil analisis risiko; dan/atau


    70. hasil pemeriksaan kesehatan ditemukan gejala klinis HPHK atau HPIK. (3) Pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Media Pembawa yang dapat membawa OPTK dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko.

      Pasal 42
      (1)

      Pengamatan dilakukan di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran atau di Instalasi Karantina yang ditetapkan. (2) Selain pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Pengeluaran ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pengamatan dapat disesuaikan dengan kesepakatan negara tujuan. Paragraf 4 Perlakuan


      Pasal 43
      (1)

      Perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan untuk membebaskan atau menyucihamakan Media Pembawa atau tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif, dan/atau promotif. (21 Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan apabila setelah dilakukan pemeriksaan atau pengasingan dan pengamatan ternyata Media Pembawa:


    71. tertular atau diduga tertular HPHK atau HPIK; atau

    72. tidak bebas atau diduga tidak bebas dari OPTK. (3) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a hanya dapat dilakukan setelah Media Pembawa diperiksa terlebih dahulu secara fisik dan dinilai tidak mengganggu pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya. Paragraf 5 Penahanan

      Pasal 44
      (1)

      Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e dilakukan untuk mengamankan Media Pembawa di bawah pengawasan Pejabat Karantina. (2) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila setelah pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, dokumen persyaratan belum seluruhnya dipenuhi dan/atau Pemilik menjamin dapat memenuhi dokumen persyaratan. (3) Pemenuhan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah Pemilik menerima surat penahanan. Paragraf 6 Penolakan


      Pasal 45
      (1)

      Penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f dilakukan untuk menghindari terjadinya penyebaran HPHK, HPIK, atau OPTK serta menghindari gangguan kesehatan manusia dan kerusakan sumber daya alam hayati. (21 Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Media Pembawa yang dimasukkan ke dalam, dikeluarkan dari, atau dimasukkan dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila:


    73. setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut di Tempat Pemasukan:

  3. tertular HPHK, HPIK, atau tidak bebas dari OPTK; atau

  4. ^jenis yang dilarang pemasukannya. b. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, atau Pasal 35 tidak terpenuhi;

    1. setelah diberi perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dari HPHK, atau HPIK, atau tidak dapat dibebaskan dari OPTK; atau

    2. setelah FRES IDEN REPUEUK INDONESIA -24- d. setelah batas waktu pemenuhan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) berakhir, keseluruhan persyaratan yang harus dilengkapi tidak terpenuhi. (3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara: a, untuk Media Pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia segera dikeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau

    3. untuk Media Pembawa yang dimasukkan dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia segera dikeluarkan dari Area tujuan. (4) Pengeluaran Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah dinyatakan penolakan oleh Pejabat Karantina. (5) Media Pembawa yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat .(4), selama masa penolakan, berada di bawah penguasaan Pej abat Karantina. (6) Pengeluaran Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilakukan oleh Pemilik di bawah pengawasan Pejabat Karantina. (7) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Pengeluaran Media Pembawa dilakukan dengan cara dikembalikan kepada Pemilik dan tidak diterbitkan sertifikat kesehatan.

      Pasal 46
      (1)

      Penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dapat dilakukan terhadap Media Pembawa yang Transit ke dalam atau antarArea ke Area lain di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (21 Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Karantina dan berkoordinasi dengan penanggung jawab di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran. Paragraf 7 Pemusnahan


      Pasal 47
      (1)

      Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf g dilakukan dengan cara membakar, menghancurkan, mengubur, dan/atau cara pemusnahan lain yang sesuai, sehingga Media Pembawa tidak mungkin lagi menjadi sumber penyebaran Hama dan Penyakit serta tidak mengganggu kesehatan manusia dan tidak menimbulkan kerusakan sumber daya alam hayati. (2) Dalam hal Media Pembawa berupa Hewan dan Ikan, pemusnahan harus memperhatikan prinsip kesejahteraan Hewan dan Ikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 48
      (1)

      Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 terhadap Media Pembawa yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila setelah Media Pembawa tersebut:


    4. diturunkan dari alat angkut dan dilakukan pemeriksaan, ternyata busuk atau rusak;

    5. dilakukan pengamatan dalam pengasingan, ternyata tertular HPHK, HPIK, atau tidak bebas dari OPTK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;

    6. dilakukan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, ternyata Media Pembawa tidak segera dibawa ke luar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dari Area tujuan oleh Pemilik dalam batas waktu yang ditetapkan; atau

    7. diturunkan dari alat angkut dan diberi perlakuan, ternyata tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dari HPHK atau HPIK, atau tidak dapat dibebaskan dari OPTK. (2) Media Pembawa yang akan dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah penguasaan Pejabat Karantina.

      (3)

      Pemilik

      Pasal 49

      Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) terhadap Media Pembawa berupa Tumbuhan dan Satwa Liar serta Tumbuhan dan Satwa Langka selain disaksikan oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (4) harus dikoordinasikan dengan instansi yang membidangi konservasi dan sumber daya alam.


      Pasal 50

      (1)

      Dalam hal Media Pembawa yang dimasukkan tidak ditemukan pemiliknya, terhadap Media Pembawa tetap dilakukan tindakan pemeriksaan. (21 Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata Media Pembawa:

    8. tertular HPHK, HPIK, atau tidak bebas OPTK; dan/atau

    9. setelah diberi perlakuan tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dilakukan tindakan pemusnahan. (3) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

      Pasal 51

      Pemusnahan dapat dilakukan terhadap Media Pembawa yang diturunkan pada waktu Transit ke dalam atau dari suatu Area ke Area lain di wilayah Negara Kesatuan Repubtik Indonesia.


      Pasal 52

      Pemusnahan Media Pembawa yang dilakukan di luar Instalasi Karantina di luar Tempat Pemasukan harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan pemerintah daerah setempat.


      Pasal 53
      Pasal 53
      (1)

      Terhadap Media Pembawa yang telah dilakukan tindakan penolakan sebagai akibat tidak dipenuhinya dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf d dan Pemilik tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (6), dapat dilakukan tindakan pemeriksaan kesehatan. (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata Media Pembawa:



    10. tertular HPHK, HPIK, atau tidak bebas OPTK, dan setelah diberi perlakuan tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan, dilakukan tindakan pemusnahan; atau

    11. tidak tertular HPHK, HPIK, atau bebas dari OPTK, Media Pembawa dikuasai negara.

      Pasal 54
      (1)

      Media Pembawa yang berupa sisa Pakan, bangkai Hewan dan Ikan, barang atau bahan yang pernah berhubungan dengan Hewan dan Ikan, dan sampah yang berupa sisa-sisa makanan yang mengandung bahan asal Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, yang diturunkan dari alat angkut di Tempat Pemasukan atau tempat Transit harus dimusnahkan oleh penanggung jawab alat angkut di bawah pengawasan Pejabat Karantina. (21 Media Pembawa berupa sisa makanan atau Produk Hewan, Ikan, dan Tumbuhan yang tidak memenuhi persyaratan Karantina yang dibawa oleh penumpang ke Tempat Pemasukan harus dibuang pada kotak tempat sampah Karantina. (3) Pemusnahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jika diperlukan tindakan pemusnahan terhadap Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan di Tempat Pemasukan atau tempat lain yang ' ditetapkan. (4) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan melalui koordinasi dan bantuan penanggung jawab Tempat Pemasukan. Paragraf 8 Paragraf 8 Pembebasan


      Pasal 55
      (1)

      Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h dilakukan dengan menerbitkan:


    12. sertifikat pelepasan untuk Pemasukan; atau

    13. sertifikat kesehatan atau sertifikat sanitasi untuk Pengeluaran. (2) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Media Pembawa yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila ternyata:

    14. setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b, tidak tertular HPHK, HPIK, atau bebas dari OPTK;

    15. setelah dilakukan pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, tidak tertular HPHK, HPIK, atau bebas dari OPTK; atau

    16. setelah dilakukan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, dapat disembuhkan dari HPHK, HplK, atau dapat dibebaskan dari OPTK. Bagian Keempat Tindakan Karantina dalam Hal Tertentu Paragraf 1 Tindakan Karantina di Luar Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran Pasal 56 (1) Tindakan Karantina di luar Tempat Pemasukan dapat dilakukan di negara asal dan/atau negara Transit. (21 Tindakan Karantina dapat dilakukan di luar Tempat Pengeluaran. (3) Ketentuan mengenai tindakan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

      Pasal 57

      PTTESIDEN REPUELIK INDONESIA -29-


      Pasal 57
      (1)

      Pemasukan Media Pembawa yang memiliki risiko tinggi bagi masuknya HPHK, HPIK, atau OPTK ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menyertakan persetujuan dari otoritas Karantina di negara asal dan/atau negara Transit dan setelah mendapat pertimbangan berdasarkan penilaian Pejabat Karantina. (2) Hasil Penilaian Pejabat Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan persyaratan teknis. (3) Pejabat yang berwenang di negara asal atau negara Transit diberitahu sebelum menugasi Pejabat Karantina melakukan penilaian. Paragraf 2 Tindakan Karantina terhadap Hewan Organik atau Ikan Organik


      Pasal 58
      (1)

      Hewan organik atau Ikan organik merupakan Hewan atau Ikan yang dilatih dan dipelihara secara intensif guna membantu tugas kedinasan. (2) Hewan organik atau Ikan organik yang dimasukkan ke dalam, dimasukkan dan dikeluarkan dari suatu Area ke Area lain, atau dikeluarkan dari dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengikuti persyaratan Karantina dalam Undang-Undang ini. (3) Ketentuan mengenai tindakan Karantina terhadap Hewan organik atau Ikan organik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Tindakan Karantina Terhadap Pemasukan Media Pembawa yang Ditolak Negara atau Area Tujuan Pasal 59 (1) Pemasukan kembali Media Pembawa yang ditolak negara atau Area tujuan dilakukan tindakan Karantina.

      (2)

      Pemasukan (21 Pemasukan kembali Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai surat keterangan penolakan dari negara atau Area tujuan. (3) Sertifikat kesehatan yang menyertai Media Pembawa pada waktu Pengeluaran dapat diberlakukan sebagai sertifikat kesehatan atau sertifikat sanitasi untuk Pemasukan kembali. Paragraf 4 Tindakan Karantina terhadap Barang Bawaan


      Pasal 60
      (1)

      Media Pembawa yang berasal dari negara, Area, atau tempat yang tidak terlarang, atau bukan merupakan jenis yang dilarang dapat dibawa sebagai barang bawaan untuk keperluan sendiri. (2) Terhadap barang bawaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tindakan Karantina. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Media Pembawa sebagai barang bawaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Paragraf 5 Tindakan Karantina dalam Keadaan Darurat


      Pasal 61
      (1)

      Dalam hal alat angkut yang memuat Media Pembawa karena keadaan darurat diharuskan untuk merapat atau mendarat bukan di Tempat Pemasukan yang dituju, penanggung jawab alat angkut harus segera melaporkan kepada Pejabat Karantina atau petugas instansi Pemerintah terdekat. (2) Pejabat Karantina terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan tindakan Karantina dalam keadaan darurat berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Paragraf 6 Paragraf 7 Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa yang Diperuntukkan sebagai Bantuan Penanggulangan Bencana


      Pasal 63

      Paragraf 6 Tindakan Karantina oleh Pihak Lain Pasal 62 (1) Tindakan Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dapat dilakukan dan/atau dibantu oleh Pihak Lain di bawah pengawasan Pejabat Karantina. (2) Tindakan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan kesehatan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, dan/atau pemusnahan. (3) Ketentuan mengenai tindakan Karantina yang dapat dilakukan dan/atau dibantu oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

      (1)

      Pemasukan Media Pembawa yang diperuntukkan sebagai bantuan penanggulangan bencana dilakukan tindakan Karantina berupa pemeriksaan kesehatan, uji Keamanan Pangan, uji Keamanan Pakan, uji Mutu Pangan, dan/atau uji Mutu Pakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b. (2) Pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila:


    17. Media Pembawa HPHK dan HPIK tidak berasal dari negara atau Area yang terjadi wabah HPHK atau HPIK; atau

    18. Media Pembawa OPTK tidak berasal dari negara yang terjadi eksplosi OPTK dan tidak terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Media Pembawa yang berasal dari negara atau Area yang terjadi wabah HPHK atau HPIK, atau terjadi eksplosi OPTK dan tidak terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dilarang pemasukannya.

      (4)

      Apabila . Paragraf 8 Tindakan Karantina Terhadap Orang, Alat Angkut, Peralatan, Air, atau Pembungkus Pasal 64

      (1)

      Terhadap orang, alat angkut, peralatan, air, atau pembungkus yang diketahui atau diduga membawa HPHK, HPIK, atau OPTK, dapat dikenakan tindakan Karantina. (21 Ketentuan mengenai tindakan Karantina terhadap orang, alat angkut, peralatan, air, atau pembungkus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Paragraf 9 Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa untuk Pameran, Sirkus, dan/atau Kontes Pasal 65

      (1)

      Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa yang lalu lintasnya bersifat sementara di negara atau Area tempat penyelenggaraan pameran, sirkus, dan/atau kontes dilakukan tindakan Karantina. (2) Ketentuan mengenai tindakan Karantina terhadap Media Pembawa yang lalu lintasnya bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Paragraf 10 Tindakan Karantina di Lintas Batas Negara Pasal 66

      (1)

      Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa melalui Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran di lintas batas negara oleh pelintas batas dilakukan tindakan Karantina setelah memenuhi persyaratan tertentu.

      (2)

      Ketentuan (21 Ketentuan mengenai Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa oleh pelintas batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Paragraf 1 1 Tindakan Karantina Terhadap Transit Media Pembawa dan Transit Alat Angkut Pasal 67 (1) Transit Media Pembawa dan Transit alat angkut hanya diperbolehkan apabila dilakukan melalui Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran yang ditetapkan. (21 Pemilik yang melakukan Transit Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan dan menyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina setempat pada saat kedatangan untuk dilakukan tindakan Karantina. (3) Penanggung jawab alat angkut yang melakukan Transit alat angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kedatangan alat angkut kepada Pejabat Karantina setempat sebelum kedatangan alat angkut untuk dilakukan tindakan Karantina. (41 Penanggung jawab alat angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilarang menurunkan Media Pembawa dari alat angkut yang sedang Transit. (5) Penanggung jawab alat angkut yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dikenai sanksi administratif. (6) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. }IRES IDEN EEPUBLIK INDONESIA -34- Paragraf 12 Tindakan Karantina Terhadap Barang Yang Ditahan Pasal 69

      (1)

      Pejabat Karantina berwenang melaksanakan tindakan Karantina terhadap Media Pembawa yang berstatus sebagai barang yang ditahan atau barang bukti dalam suatu perkara peradilan, sebelum diserahkan kepada pejabat atau instansi yang berwenang untuk mencegah menyebarnya HPHK, HPIK, atau OPTK. (21 Dalam hal tindakan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemusnahan, maka berita acara pemusnahan dapat dijadikan sebagai barang bukti. Bagian Kelima Dokumen Tindakan Karantina Pasal 70

      (1)

      Setiap tindakan Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), diterbitkan dokumen tindakan Karantina dan apabila diperlukan dilakukan pemasangan segel Karantina oleh Pejabat Karantina sesuai dengan bidang kompetensinya. (21 Setiap Orang dilarang membuka, melepas, memutuskan, membuang, atau merusak segel Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa izin dari Pejabat Karantina sesuai dengan bidang kompetensinya. (3) Dokumen tindakan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk dokumen cetak dan/atau dokumen elektronik. (4) Penggunaan dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. (5) Dokumen tindakan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Pemilik. (6) Pejabat Karantina yang tidak menyampaikan dokumen tindakan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (71 Ketentuan mengenai jenis, bentuk, dan tata cara penerbitan dokumen tindakan Karantina dan segel Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Bagian Keenam Media Pembawa yang Dikuasai Negara Pasal 71

      (1)

      Terhadap Media Pembawa yang:

    19. tidak diketahui atau tidak ditemukan Pemilik/ kuasanya; atau

    20. diserahkan oleh instansi lain berdasarkan hasil pemeriksaan tidak tertular atau tidak ditemukan HPHK, HPIK, atau OPTK, dikuasai oleh negara. (2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KEAMANAN PANGAN DAN MUTU PANGAN, KEAMANAN PAKAN DAN MUTU PAKAN, PRODUK REKAYASA GENETIK, SUMBER DAYA GENETIK, AGENSIA HAYATI, JENIS ASING INVASIF, TUMBUHAN DAN SATWA LIAR, SERTA TUMBUHAN DAN SATWA LANGKA

      Pasal 72
      (1)

      Pelaksanaan pengawasan dan/atau pengendalian Pemasukan dan Pengeluaran terhadap Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Tumbuhan dan Satwa Langka di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran dilakukan secara terintegrasi dengan tindakan Karantina. (21 Ketentuan mengenai pelaksanaan pengawasan dan/atau pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB VI BAB VI KAWASAN KARANTINA


      Pasal 73
      (1)

      Dalam hal ditemukan atau terdapat petunjuk terjadinya wabah HPHK, HPIK, atau OPTK di suatu wilayah yang semula diketahui bebas HPHK, HPIK, atau OPTK, dapat ditetapkan sebagai Kawasan Karantina. (21 Penetapan Kawasan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk sementara waktu. (3) Penetapan Kawasan Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan berdasarkan :


    21. pengkajian atas luas serangan HPHK, HPIK, atau OPTK;

    22. status, situasi, dan epidemiologi HPHK, HPIK, atau OPTK;

    23. pertimbangan sosioekonomi dan budaya masyarakat setempat; dan

    24. masukan dari pemerintah daerah setempat.

      Pasal 74

      Sebelum ditetapkan sebagai Kawasan Karantina, pemerintah daerah setempat sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan pengendalian dan penanggulangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 75

      Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara penetapan, pencabutan dan pengawasan Kawasan Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.


      Pasal 76
      (1)

      Pejabat Karantina di Kawasan Karantina wajib melakukan pengawasan lalu lintas Media Pembawa di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran.

      (2)

      Dalam (21 Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Karantina harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. BAB VII KETERTELUSURAN Pasal 77 (1) Pemerintah menerapkan ketertelusuran mulai dari praproduksi, produksi, distribusi, pengolahan, dan pemasaran dalam rangka memberikan jaminan terhadap:


    25. kesehatan Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; dan

    26. Keamanan Pangan dan Mutu Pangan serta Keamanan Pakan dan Mutu Pakan. (2) Ketentuan mengenai ketertelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB VIII SISTEM INFORMASI KARANTINA Pasal 78 (1) Pemerintah Pusat berkewajiban menyelenggarakan sistem informasi Karantina yang terintegrasi. (21 Sistem informasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengumpulan, pengolahan, penganalisaan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data dan informasi Karantina untuk:

    27. mendukung operasional Karantina;

    28. meningkatkan pelayanan kepada pelaku usaha dan masyarakat; dan

    29. mendukung perumusan kebijakan di bidang Karantina. (3) Sistem informasi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh pelaku usaha dan masyarakat.

      Pasal 79
      (1)

      Dalam penyelenggaraan Karantina dapat dilakukan pertukaran data informasi elektronik dengan instansi di dalam negeri ataupun dengan negara lain. (21 Data informasi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah menurut Undang-Undang ini. (3) Ketentuan mengenai tata cara pertukaran data informasi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB IX JASA KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN


      Pasal 80
      (1)

      Setiap Orang yang memanfaatkan jasa atau sarana Karantina yang disediakan oleh Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan tindakan Karantina dikenai biaya jasa Karantina. (2) Biaya jasa Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara bukan pajak dan harus disetor ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X FUNGSI INTELIJEN, KEPOLISIAN KHUSUS, DAN PENYIDIKAN Bagian Kesatu Fungsi Intelijen


      Pasal 81
      (1)

      Untuk mendukung penyelenggaraan Karantina, Pejabat Karantina dapat melakukan kegiatan intelijen. (2) Kegiatan intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang intelijen negara dan/atau instansi lain yang melakukan fungsi intelijen. Bagian Bagian Kedua Fungsi Kepolisian Khusus


      Pasal 82

      Kepolisian khusus melaksanakan pengamanan, pengawalan, pencegahan, penangkalan, patroli, dan penindakan non yustisial sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Bagian Ketiga Fungsi Penyidikan


      Pasal 83
      (1)

      Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi yang menyelenggarakan fungsi Karantina diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan sesuai dengan Undang-Undang ini. (2) Penyidik yang menyelenggarakan fungsi Karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:


    30. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Karantina;

    31. melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi dalam tindak pidana di bidang Karantina;

    32. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang Karantina;

    33. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Karantina;

    34. membuat dan menandatangani berita acara; dan/atau

    35. menghentikan penyidikan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (21 memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum. (41 Dalam melaksanakan penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan koordinasi dengan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. (5) Setelah melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. BAB XI KERJA SAMA PERKARANTINAAN Pasal 84 (1) Badan yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang Karantina dapat melakukan kerja sama dengan instansi yang menyelenggarakan fungsi:

    36. keimigrasian;

    37. kepabeanan; dan/atau

    38. pendidikan dan penelitian. (2) Selain kerja sama dengan instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dapat bekerja sama dengan lembaga atau instansi lain. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21dilakukan baik nasional maupun internasional. BAB XII PENDANAAN

      Pasal 85

      Pendanaan penyelenggaraan Karantina berdasarkan Undang-Undang ini dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara. BAB XIII BAB XIII KETENTUAN PIDANA


      Pasal 86

      Setiap Orang yang:


    39. memasukkan Media Pembawa dengan tidak melengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal bagi Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk lkan, Tumbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a;

    40. memasukkan Media Pembawa tidak melalui Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b;

    41. tidak melaporkan atau tidak menyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina di Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk keperluan tindakan Karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf c; dan/atau

    42. mentransitkan Media Pembawa tidak menyertakan sertifikat kesehatan dari negara transit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.0O0.000.OO0,00 (sepuluh miliar rupiah).

      Pasal 87

      Setiap Orang yang:


    43. mengeluarkan Media Pembawa dengan tidak melengkapi sertifikat kesehatan bagi Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, Tumbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a;

    44. mengeluarkan Media Pembawa tidak melalui Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b; dan/atau

    45. tidak

      Pasal 88

      Setiap Orang yang:


    46. memasukkan atau mengeluarkan Media Pembawa dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak melengkapi sertifikat kesehatan dari Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bagi Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, Tumbuhan, danf atau Produk Tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a;

    47. memasukkan dan/atau mengeluarkan tidak melalui Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b;

    48. tidak melaporkan atau tidak menyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk keperluan tindakan Karantina dan pengawasan dan/atau pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c; dan/atau

    49. mentransitkan Media Pembawa tidak menyertakan surat keterangan Transit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

      Pasal 89

      Pemilik yang tidak menanggung segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp6.00O.00O.O00,00 (enam miliar rupiah).


      Pasal 90

      Setiap penanggung jawab alat angkut yang tidak melaksanakan pemusnahan Media Pembawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Pasal 9 1 Setiap orang yang tanpa izin membuka, melepas, memutuskan, membuang, atau merusak segel Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak RpS.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN


      Pasal 92

      Dalam hal Instalasi Karantina milik perseorangan atau badan hukum yang telah ditetapkan sebagai Instalasi Karantina sebelum Undang-Undang ini berlaku, Instalasi Karantina tetap dapat digunakan sampai jangka waktu berakhir atau dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.


      Pasal 93
      (1)

      Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, lembaga Pemerintah yang menangani bidang perkarantinaan yang sudah ada, tetap menjalankan tugasnya sampai dengan terbentuknya lembaga Pemerintah yang menangani bidang perkarantinaan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. (2) Urusan perkarantinaan Hewan, Ikan, dan Tumbuhan yang pada saat berlakunya Undang-Undang ini belum dapat diselesaikan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan serta peraturan pelaksanaannya dengan prinsip yang meringankan Setiap Orang. BAB XV KETENTUAN PENUTUP


      Pasal 94
      (1)

      Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan yang telah ada di bidang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. (21 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.


      Pasal 95

      Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan T\rmbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun L992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 34821, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


      Pasal 96

      Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar memerintahkan penempatannYa Disahkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2Ot9 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktobet 2Ol9 Plt. MENTERI HUKUM ^DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, TJAHJO KUMOLO PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2019 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN I. UMUM Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar setelah negara Brazil (highest diuersityl sebagai anugerah dari T\rhan Yang Maha Esa untuk dapat dimanfaatkan secara lestari dan menjadi modal penting bagi pembangunan nasional, yaitu untuk (1) memenuhi Pangan (food), Pakan (feed), dan energi We, (2) meningkatkan taraf hidup, serta (3) meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Kekayaan sumber daya alam tersebut harus dipergunakan dengan baik sehingga dapat meningkatkan taraf hidup serta kemakmuran kehidupan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Agar penggunaannya dapat berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang, berbagai jenis sumber daya alam hayati berupa aneka ragam jenis Hewan, Ikan, dan Tumbuhan perlu dijaga dan dilindungi kelestariannya. Pelindungan terhadap sumber daya alam hayati merupakan perwujudan dari tujuan bernegara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Satah satu bentuk pelindungan dilakukan melalui penyelenggaraan Karantina sebagai upaya yang dilakukan negara untuk melindungi dan menciptakan lingkungan yang sehat bagi warga negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun l94s yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan Karantina telah banyak melalui perubahan dan perkembangan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir. Hal itu berdampak signifikan dalam penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, terutama laju arus perdagangan antarnegara. Keterkaitan perdagangan dengan Karantina melibatkan melibatkan ketentuan dan kesepakatan sanitary and phgtosanitary (SPS) di bawah perjanjian World Trade Organiz,ation (WTO). Berbagai standar Keamanan Pangan yang menyangkut Hewan, Ikan, dan T\rmbuhan, juga manusia dirangkum dalam standar internasional. Untuk Keamanan Pangan diatur dalam Codex Alimentaius, kesehatan hewan dalam The Olfice International des Epizooties atau The World Organizationfor Animal Health (OIE), dan Hama Penyakit Tumbuhan dalam International Plant Protection Conuention (IPPC). Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi juga berdampak pada sektor Karantina yang menuntut proses cepat, efesien, efektif, dan transparan. Di era bioteknologi, Agensia Hayati tidak lagi sekedar organisme alamiah, akan tetapi juga berupa organisme hasil rekayasa genetik (genetically modified organismlGMO) dan kemungkinan penyalahgunaan sumber daya alam hayati tersebut menjadi senjata biologis (bioterorisml yang harus segera diantisipasi dengan tindakan nyata serta bersifat preventif dan kuratif dalam mengontrol lalu lintas Hewan, Ikan, dan Tumbuhan serta produk turunannya. Penyelenggaran Karantina di Indonesia didasarkan pada Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, tetapi undang-undang tersebut tidak lagi mampu mengikuti perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat. Perubahan di lingkungan strategis, baik yang berskala nasional maupun internasional, memengaruhi penyelenggaraan Karantina. Hal itu diikuti dengan berlakunya beberapa undang-undang terkait penyelenggaraan Karantina, antara lain:


  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan lJnited Nations Conuention on Biological Diuersity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati) dan Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2OO4 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to The Conuention of Biological Diuersity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati), mengatur mengenai ketentuan konvensi keanekaragaman hayati serta kerja sama pengembangan dan penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia secara internasional dalam hal pengelolaan bioteknologi yang tepat guna, etis, dan aman, serta pengelolaan risiko untuk keamanan hayati. 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun L994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Karantina tidak hanya terbatas pada upaya pencegahan masuk dan tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK, tetapi juga dituntut untuk melaksanakan fungsi Karantina dan keamanan hayati dari cemaran organisme hasil rekayasa genetik (genetically modified organism/GMo), inuasiue alien species (lAS), dan food ^safetg. P]TESIDEN REPUELIK INDONESIA -3- 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2OO4 tentang Perikanan jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2OO9 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2OO4 tentang Perikanan, yang mensyaratkan mutu hasil perikanan dalam pemeriksaan Karantina Ikan. 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan Interrtational Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agrianlture (Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian), mengatur mengenai terselenggaranya sistem multilateral mengenai akses terhadap SDG tanaman pangan dan pertanian sehingga diperlukan tindakan Karantina untuk mencegah masuknya organisme pengganggu Tumbuhan, khususnya yang eksotis, yang kemungkinan terbawa oleh pemasukan SDG tanaman Pangan dan pertanian tersebut. 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2OO9 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan jo. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2OO9 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengatur kewenangan otoritas veteriner yang harus disinergikan dengan fungsi Karantina serta pemberlakuan pulau Karantina bagi pemasukan Hewan yang bebas penyakit menular dari suatu zona dalam negara yang tidak bebas penyakit. 6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2OO9 tentang Pos yang mengatur barang kiriman pos, baik berupa barang pos universal maupun barang pos lainnya dari dan ke luar negeri yang diperlakukan sebagai barang impor dan ekspor harus diperlakukan sebagai objek Karantina. 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2Ol2 tentang Pangan terdapat ketentuan mengenai pengawasan Keamanan Pangan berupa standar dan pedoman keamanan, mutu, dan gizi pangan di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran. Dengan demikian agar penyelenggaraan Karantina dapat optimal, keberadaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan perlu dilakukan penyesuaian mengikuti perkembangan serta kebutuhan di masyarakat. Penyesuaian Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1992 tersebut dilakukan agar penyelenggaraan Karantina mencegah masuknya HPHK, HPIK, dan OPTK dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; mencegah tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; mencegah keluarnya HPHK, HPIK, dan organisme pengganggu Tumbuhan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; mencegah masuk dan tersebarnya Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, dan PRG, yang berpotensi mengganggu kesehatan manusia, Hewan, Ikan, Tumbuhan dan kelestarian lingkungan; mencegah masuknya Pangan atau Pakan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan mutu; mencegah keluarnya Tumbuhan dan Satwa Liar serta Tumbuhan dan Satwa Langka dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan melindungi kelestarian PFTESIDEN REPUELIK INDONESIA -4- kelestarian SDG Indonesia yang berupa Hewan, Ikan, dan Tumbuhan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan T\rmbuhan dilaksanakan dalam satu sistem dengan berdasarkan asas kedaulatan, keadilan, pelindungan, keamanan nasional, keilmuan, keperluan, dampak minimal, transparansi, keterpaduan, pengakuan, nondiskriminasi, dan kelestarian. Penyelenggaraan Karantina mencakup pengaturan Pemasukan, Pengeluaran, dan Transit Media Pembawa, Pangan, Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, Tumbuhan dan Satwa Langka, serta kelembagaan yang menjamin terselenggaranya Karantina. Lingkup pengaturannya meliputi penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; penetapan jenis HPHK, HPIK, dan OPTK, dan Media Pembawa; pelaksanaan tindakan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; pengawasan dan pengendalian Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Tumbuhan dan Satwa Langka; Kawasan Karantina; Ketertelusuran; sistem informasi Karantina; jasa Karantina Hewan, Ikan, dan T.rmbuhan; fungsi intelijen, kepolisian khusus, dan penyidikan; kerja sama perkarantinaan; dan pendanaan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan "asas kedaulatan" adalah dalam penyelenggaraan Karantina setiap negara memiliki hak berdaulat untuk melindungi kelestarian sumber daya alam hayatinya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan internasional. Huruf b Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah penyelenggaraan Karantina harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional kepada semua pihak dengan berlandaskan kajian ilmiah (scientific based) yang melalui proses analisis risiko terhadap Media Pembawa. Huruf c Yang dimaksud dengan "asas pelindungan" adalah penyelenggaraan Karantina harus mampu menjamin pelindungan terhadap sumber daya alam hayati, lingkungan, dan kesehatan manusia. Huruf d FRES I DEN REFUEUK INDONESIA -5- Huruf d Yang dimaksud dengan "asas keamanan nasional" adalah penyelenggaraan Karantina harus dapat mencegah masuk dan tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK, cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kepentingan nasional. Huruf e Yang dimaksud dengan "asas keilmuan" adalah dalam penyelenggaraan Karantina harus berdasarkan pada ilmu pengetahuan (scfentific basedl dan setiap tindakan yang dilakukan harus menggunakan metode ilmiah (scientific method). Huruf f Yang dimaksud dengan "asas keperluan" adalah penyelenggaraan Karantina dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPIK, pengawasan dan/atau pengendalian terhadap Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, PRG, SDG, Tumbuhan dan Satwa Liar, Tumbuhan dan Satwa Langka yang dapat mengganggu kesehatan manusia, Hewan, Ikan, Tumbuhan, dan/atau lingkungan, Keamanan dan Mutu Pangan, serta Keamanan dan Mutu Pakan yang dimasukkan dan dikeluarkan dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain serta Transit di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf g Yang dimaksud dengan "asas dampak minimal" adalah penyelenggaraan Karantina memilih dan menggunakan standar yang dapat diaplikasikan sehingga memberikan dampak yang memperkecil hambatan terhadap kelancaran arus perdagangan dan lalu lintas manusia. Huruf h Yang dimaksud dengan "asas transparansi" adalah penyelenggaraan Karantina harus menyediakan informasi yang benar, jujur, dan mudah diakses. Huruf j Yang dimaksud dengan "asas pengakuan" adalah penyelenggaraan Karantina menerapkan standar tindakan yang berdasarkan kajian ilmiah dan ketentuan Karantina yang diusulkan oleh negara mitra dapat diakui setara dengan ketentuan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf k Yang dimaksud dengan "asas nondiskriminasi" adalah penyelenggaraan Karantina diterapkan berdasarkan kajian ilmiah (scientific based) melalui proses analisis risiko terhadap Media Pembawa yang diberlakukan sama/setara kepada semua pihak. Huruf I Yang dimaksud dengan "asas kelestarian" adalah penyelenggaraan Karantina bertujuan untuk melindungi kelestarian sumber daya alam hayati Indonesia berupa berbagai jenis Hewan, Ikan, dan Tumbuhan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Huruf j Cukup ^jelas. Huruf k Cukup jelas Huruf I Yang dimaksud dengan "fungsi intelijen" adalah semua usaha, pekerlaan, kegiatan, dan tindakan dalam rangka penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Yang dimaksud dengan "fungsi kepolisian khusus" adalah semua usaha dan kegiatan pengamanan dalam rangka penegakan peraturan perundang-undangan di bidang perkarantinaan secara preemptif, preventif dan represif non-yustisial. Yang dimaksud dengan "fungsi penyidikan" adalah pelaksanaan tugas dan tujuan dari hukum acara pidana untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil menurut fakta yang sebenarnya. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Cukup ^jelas. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "tindakan Karantina pengamanan maksimal" adalah semua tindakan Karantina termasuk berbagai pengujian dan pengamatan dilakukan per individu dan berulang, sehingga dianggap bebas dari kausa penyebab penyakit dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 13 Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan "pejabat lainnya" terdiri atas jabatan administratif, fungsional, dan pimpinan tinggi. Pasal 14 Cukup ^jelas. PTTESIDEN REPUBLIK INDONESIA -9 - Yang dimaksud dengan 'Jabatan pimpinan tinggi" adalah sekolompok ^jabatan tinggi pada instansi pemerintah. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "alat angkut" adalah semua alat transportasi darat, air, atau udara yang dipergunakan untuk melalulintaskan Media Pembawa. Yang dimaksud dengan "kade" adalah pangkalan tempat menaikkan dan membongkar muatan kapal. Yang dimaksud dengan "apron" adalah tempat parkir pesawat udara. Huruf b Yang dimaksud dengan "kemasan" adalah bahan yang dipergunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus Media Pembawa, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup ^jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas Huruf j Huruf j Cukup jelas Ayat (3) Cukup ^jelas Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Huruf a Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "tempat lain di luar Instalasi Karantina beserta kelengkapannya" adalah bangunan beserta kelengkapannya yang diperlukan untuk operasionalisasinya di luar Instalasi Karantina. Huruf c Yang dimaksud dengan "laboratorium beserta kelengkapannya" adalah pelengkapan yang diperlukan untuk operasionalisasi, antara lain ruang pengujian, bahan pengujian, ruang sterilisasi, alat pengujian, alat pengamanan, atau alat keselamatan kerja. Pasal 26 . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 11- Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "Media Pembawa HPHK" antara lain:
    1. Hewan (ruminansia, unggas, atau reptil); dan

    2. Produk Hewan (daging, kulit, telur, susu, tepung daging, atau tepung bulu). Yang dimaksud dengan "Media Pembawa HPIK" antara lain jenis Ikan yang meliputi:

    3. Ikan bersirip (pisces);

    4. udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (crustaceal;

    5. kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (molluscal;

    6. ubur-ubur dan sebangsanya (coelenterata);

    7. tripang, bulu babi, dan sebangsanya (echinodermatal;

    8. kodok dan sebangsanya (amphibia);

    9. buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air dan se ban gsa ny a (r e ptilial ;

    10. paus, lumba-lumba, pesut, du5rung, dan sebangsanya (mammalia);

    11. rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (algael; dan

    12. biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas, termasuk Ikan yang dilindungi. Yang dimaksud dengan "Media Pembawa OPIK" antara lain:

    13. benih atau bibit Tumbuhan;

    14. hasil Tumbuhan mati yang belum diolah;

    15. hasil Tumbuhan mati yang sudah diolah; dan

    16. Tumbuhan yang dilindungi. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Ayat (a) Cukup ^jelas Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kategori risiko" adalah analisis risiko yang dilakukan untuk menentukan Media Pembawa termasuk dalam kategori risiko rendah, sedang, atau tinggi. Pasal 29 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penanggung jawab alat angkut" adalah orang atau badan hukum antara lain maskapai penerbangan dan agen pelayaran yang bertanggung jawab atas kedatangan, keberangkatan, atau transit alat angkut. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Huruf a Dokumen daftar muatan alat angkut, antara lain cargo manifest, bill of lading, dan packing list. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -13- Ayat (21 Yang dimaksud dengan "dokumen lain" antara lain dokumen yang dipersyaratkan bagi Pemasukan Media Pembawa berupa Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, T.rmbuhan dan SatwaLiar, serta Tumbuhan dan Satwa Langka. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup ^jelas Pasal 36 Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dokumen lain" antara lain dokumen yang dipersyaratkan bagi Pengeluaran Media Pembawa berupa Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan SatwaLiar, serta Tumbuhan dan Satwa Langka. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dokumen lain" antara lain dokumen yang dipersyaratkan bagi Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa dari suatu Area ke Area lain berupa Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta T\rmbuhan dan Satwa Langka. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (a) Cukup jelas

      Pasal 37

      Pasal 37 Huruf a Pemeriksaan administratif dan kesesuaian dokumen juga dimaksudkan untuk mengawasi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Tumbuhan dan Satwa Langka. Huruf b Cukup ^jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup ^jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 4 1 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Ketentuan tindakan Perlakuan dimaksudkan juga untuk membebaskan atau menyucihamakan atau tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif, dan/atau promotif terhadap Media Pembawa berupa peralatan yang diduga berpotensi membawa dan menyebarkan HPHK, HPIK, atau OPTK. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Ayat (1) Cukup ^jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (a) Instansi lain yang terkait seperti otoritas bandara, pelabuhan, pos lintas batas, atau bea cukai, sesuai dengan jenis Media Pembawa yang dimusnahkan. Pasal 56 Cukup ^jelas Pasal 57 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "yang memiliki risiko tinggi" adalah apabila:


    17. Media Pembawa berupa Hewan, Ikan, dan Tumbuhan yang merupakan inang HPHK, HPIK, atau OPTK;

    18. Media Pembawa yang dimasukkan pertama kali ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    19. Media Pembawa yang berasal dari negara yang endemis HPHK, HPIK, dan OPTK atau memiliki riwayat penyakit baru; atau

    20. terjadi perubahan status penyakit di negara asal (semula bebas menjadi tertular atau endemis). Ayat (2) Yang dimaksud dengan "persyaratan teknis" adalah persyaratan dalam bentuk protokol Karantina yang berisi manajemen kesehatan Hewan, Ikan, atau T\rmbuhan atau manajemen pengendalian HPHK, HPIK, atau OPTK yang harus dipenuhi oleh negara asal sebelum melakukan Pemasukan Media Pembawa ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Contoh persyaratan teknis sebelum dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap Media Pembawa:

    a. Hewan harus dilakukan vaksinasi di negara asal untuk penyakit tertentu sebelum diberangkatkan. b. Ikan koi yang berasal dari negara Jepang harus berasal dari zor,.a yang bebas Koi Herpes Virus (KHV) dan dilakukan kohabitasi. c. T\rmbuhan atau Produk T\rmbuhan tertentu harus berasal dari daerah bebas OPTK dan/atau dilakukan fumigasi terlebih dahulu di negara asal. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Pasal 61 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" adalah keadaan yang tidak terduga, baik karena faktor alam maupun nonalam, yang memberi dampak keselamatan (musibah) kepada angkutan darat, laut, ataupun udara. Penanggung jawab alat angkut pada dasarnya harus melaporkan kepada pejabat Karantina, namun apabila di tempat merapat atau mendarat tidak ada Pejabat Karantina dapat melaporkan kepada petugas instansi Pemerintah terdekat. Yang dimaksud dengan "petugas instansi Pemerintah" antara lain petugas kepolisian atau Tentara Nasional Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "bencana" adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (a) Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 . Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pelintas batas" adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi berwenang dan yang melakukan pedalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos lintas batas negara. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pemasangan segel Karantina" adalah tindakan untuk mengamankan Media Pembawa selama atau setelah pelaksanaan tindakan Karantina dengan mengunci dan/atau melekatkan tanda pengaman yang terbuat dari kertas, plastik, logam, lak, dan/atau bahan lainnya dengan bentuk tertentu berupa lembaran, pita, kunci, kancing, dan/atau bentuk lainnya yang dilengkapi dengan piranti elektronik atau nonelektronik. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup ^jelas Ayat (71 Cukup jelas Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup ^jelas. Pasal 73 Cukup jelas Pasal T4 Cukup jelas Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Cukup jelas Pasal 77 Cukup jelas Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Ayat (1) Fungsi intelijen dipergunakan dalam rangka pengumpulan informasi dan bahan keterangan tentang Pemasukan, Pengeluaran, dan Transit Media Pembawa untuk mencegah masuk dan tersebarnya HPHK, HPIK, OPTK, serta kemungkinan ancaman dan risiko bioterorisme. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 82 Pasal 82 Cukup jelas Pasal 83 Cukup ^jelas Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas Pasal 88 Cukup jelas Pasal 89 Cukup jelas Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Kerja sama internasional merupakan perjanjian yang dilakukan dalam bentuk bilateral, regional, dan/atau multilateral dengan saling mengakui dan ekuivalensi antara negara asal dan negara tujuan. Kerja sama antarnegara harus disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan nasional. Pasal 93 Cukup jelas Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup ^jelas. Pasal 96 Cukup jelas

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):