Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017
Kerangka Peraturan
rJRES IDEI{ REPusrttr tNDohtEsl/\ rJRES IDEI{ REPusrttr tNDohtEsl/\ UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMEzuNTAH PENGGANTI UNDANG -UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2OT7 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa dalam rangka melindungi kedaulatan ^Negara Kesatuan Republik Ir.rdonesia berdasarkan Pancasila ^dan Undang-Undang Dasar Negara Republik ^Indonesia Tahun L945, negara wqiib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; bahwa dalam rangka melindungi kedaulatan ^negara sebagaimana dimaksud dalam huruf a, ^Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti ^Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2Ol7 tentang Perubahan ^atas Undang-Undang Nomor L7 Tahun 2OL3 tentang Organisasi Kemasyarakatag pada tanggal 10 Juli 2Ol7; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana ^dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk ^Undang- Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2OLT tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun ^2OL3 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang- Undang; b.
Mengingat. Mengingat:
rJRES IDEN REFU13LIK INDOI.{EsIA iasal ^5 ^ayat ^(1), ^Pasal ^2A, pasal ^22 ^ayat..(2) Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang Nomor LT Tahun 2013 Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Indonesia Tahun 2013 Nornor 116, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 5a30); Undang- L945; tentang Republik Lembaran 2. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2OI7 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN MENJADI UNDANG.UNDANG. Pasal 1 Peraturan Pemerintatr Pengganti undang-Und,ang Nomor 2 Tahun 2Ot7 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2oL3 tentang organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OIZ Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Repubrik Indonesia Nomor 6084) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan aari Undang-Undang ini. Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal d.iundangkan. Agar rJRES IDEN RET,UBLIK INDOI.IEIiI/
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2OL7 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2Ol7 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OI7 NOMOR 239 rJRES IDEN REFU htLlt( | trt Dr}trlESt/\ PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2OL7 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2OL7 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2OL3 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN MENJADI UNDANG.UNDANG I. UMUM Dalam r€rngka melindungi kedaulatan Negara Kesatuan Republik tndonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun I9+5, negara w4jib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Atas dasar pertimbangan tersebut, Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2OI7 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pada tanggal 10 Juli 2017. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2OLT tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OL3 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Ralryat pada tanggal 24 Oktober 2017 berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga perlu ditetapkan menjadi Undang-Undang. undang-undang ini pada prinsipnya mengatur mengenai penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2Ol7 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menj adi Undang-Undang. II. PASAL REPUISLII( INDOhIE[iIA II. PASAL DEMI PASALPasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup ^jelas. frREg IDEI'l REPUKILII{ INDOhIESIA. LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2OL7 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG.UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2OI7 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2OL3 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN MENJADI UNDANG-UNDANG PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2AL7 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang a. bahwa negara berkewajiban melindungi kedauiatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa pelanggaran terhadap asas dan tujuan organisasi kemasyarakatan yang didasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan perbuatan yang sangat tercela dalam pandangan moraliias bangsa- Indonesia terlepas dari latar belakang etnis, agama, dan kebangsaan pelakunya; bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ot3 tentang Organisasi Kemasyarakatan mendesak untuk segera dil.akukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194S sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal penerap€rn sanksi Vang efektif; b.
ffi rJRES IDEN RrPusut( il{DoI.tEStA Mengingat 2.
bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya tidak sejalan dengan asas organisasi kemasyarakatan sesuai dengan anggaran dasar organisasi kemasyarakatan yang telah terdaftar dan telah disahkan Pemerintah, dan bahkan secara faktual terbukti ada asas organisasi kemasyarakatan dan kegiatannya yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 7945; bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ol3 tentang Organisasi Kemasyarakatan belum menganut asas contraius.actus sehingga tidak efektif untuk menerapkan sanksi terhadap organisasi kemasyarakatan yang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dan .Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OL3 tentang Organisasi Kemasyarakatan; Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OI3 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5a30); MEMUTUSKAN: MenetapKan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2OI3 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor tZ Tahun 2oL3 tentang organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OL3 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5430) diubah sebagai berikut: d. e.
Ketentuan . ffi 1. PRES IDEr{ Ri: puBltt( tNDol..tE$lA Ketentuan Pasal 1 angka 1 diubatr sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah peraturan dasar Ormas. 3. Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat ART adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD Ormas. 4. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59
(1)Ormas dilarang:
menggunakan natna, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan narna, lambang, bendera, atau atribut lembaga pernerintahan;
menggunakan ffi PRES IDEl.{ RETJUEILIIl INIDOI!ESIA b. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi narna, lambang, atau bendera Ormas; dan/atau
menggunakan n€una, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nEuna, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.
(2)Ormas dilarang:
menerima dari atau memberikan kepada pihak manapun sumbangan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
mengumpulkan dana untuk partai politik.
(3)Ormas dilarang:
melakukan tindakan pennusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
melakukan penyatatrgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau
melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenartg penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-und angan. t4l ^Ormas dilarang:
menggunakan narrra, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaErn pada pokoknya atau keseluruhannya dengan n€una, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
melakukan kegiatan separatis yang mengancarrr kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau
menganut. rJRES IDEN REpusltr( tNtDot!Etit/A c. menganut, mengembangkan, serta. menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 60 Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 51, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (21dijatuhi sanksi administratif. Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 59 ayat (3) dan ayat (4) dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Ketentuan Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 61 (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas:
peringatan tertulis;
penghentian kegiatan; dan/atau
pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. (21 Terhadap Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal a3 ayat l2l selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b juga dikenakan sanksi keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) berupa:
pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Menteri; atau
pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusarr pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(1)(21 (a) Dalam rJRES IDEN REPUEILII( II{DOI{E$IA (4) Dalam melakukan pencabutan . . sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.
Ketentuan Pasal 62 diubatr sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 62 (1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud datam Pasal 61 ayat (1) huruf a diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan. (2) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusarr pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan. (3) Dalam hal Ormas tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat l2l, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan peinerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Ketentuan Pasal 63 dihapus. Ketentuan Pasal 64 dihapus. Ketentuan Pasal 65 dihapus. Ketentuan Pasal 66 dihapus. Ketentuan Pasal 67 dihapus. Ketentuan Pasal 68 dihapus.
Ketentuan ffi PREg lDEI{ REPUHLII( INDoI!EsIA L2. Ketentuan Pasal 69 dihapus.
Ketentuan Pasal 70 dihapus.
Ketentuan Pasal 71 dihapus.
Ketentuan Pasal 72 dihapus. 16, Ketentuan Pasal T3 dihapus.
Ketentuan Pasal 74 dihapus.
Ketentuan Pasal 75 dihapus.
Ketentuan Pasal 76 dihapus.
Ketentuan Pasal 77 dihapus. 2L. Ketentuan Pasal 78 dihapus.
Ketentuan Pasal 79 dihapus.
Ketentuan Pasal 80 dihapus.
Di antara Pasal 80 dan Pasal 81 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 80A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 80A Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
Ketentuan Pasal 81 dihapus. Di antara BAB XVII dan BAB XVIII disisipkan 1 (satu) BAB, yakni BAB XVIIA yang berbunyi sebagai berikut: BAB XVIIA KETENTUAN PIDANA 26. 27 . Di antara . PRES I DEN REPU t: ,Lll( | lrtDClhtEgtA
Di antara Pasal 82 dan Pasal 83 disisipkan.l (satu) pasal, yakni Pasal 82A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 82A (1) Setiap orarlg yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun. l2l ^Setiap orang ^yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan .sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf a dan huruf b, dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. (3) Selain pidana penjara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersangkutan diancam dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana.
Di antara Pasal 83 dan Pasal 84 disisipkan 1 (satu) pasal, yatni Pasal 83A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 83A Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor L7 Tahun 2OL3 tentang Organisasi Kemasyarakatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini. Pasal II Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . ffi REfTUEILIK lNDr}t.tEStA Agar setiap orang mengetahuinya, nlgmerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1O Juli 2Ol7 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Juli 2Ol7 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OI7 NOMOR 138 ffi PRES IDEI{ RElrUElLll( il\DOtrtESt/\ PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2OL7 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2OL3 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN I. UMUM Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mencantumkan hal-hal sebagai berikut: "Kemudian daripada itu unhtk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Aang melindungi segenap bangsa Indoruesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dqn unfitk memajukan kesejahteraan rtmum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia Aqng berdasarkan kem.erdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosfal, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia ifit dalam suafit Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Aang terbenfuk dalam suattt susunan Negara Republik Indonesia Aang berkedaulatan rakyat dengan berdasdr kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Aang adil d.an beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakgatan Aang dipimpin oleh hikmat kebijal<sanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilary serta d.engan meuujudkan suatu Keadilan sosral bagi seluruh rakgat Ind.onesia". wujud dari bunyi alinea keempat undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain telah dicantumkan di dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun lg41 yang menyatakan bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Ndgara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk Untuk melaksanakan ketentuan pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ot3 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan undang-Undang Nomor 9 Tatrun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka umum. Di dalam kedua Undang-Undang tersebut telah dicantumkan hak-hak setiap warga Negara sebagai bentuk perlindungan Pemerintah terhadap hak d.sasi manusia (HAM). Namun demikian, di dalam rangka perlindungan hak asasi manusia tersebut, setiap warga negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak asasi orang lain. Penegasan mengenai perlindungan hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia telah dicantumkan di dalam Pasal 28J yang berbunyi:
(1)Setiap orang utajib menglrcrmati hak asasf manusia orang lain d"alam tertib ke hidup an b er masg ar aka\ b erb ang s a, dan b erneg ar a.
(2)Dalam menjalankan lwk dan kebebasannga, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasart Aang ditetapkan dengan undang-undang dengan malcsud sematiz-mata unhtk menjamin pengalstan serta penglwrmatan atas hak'dan kebebasan orang lain dan unhtk memenuhi tuntutan Aang adil sesuai dengan pertimbangan moral, niloi-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suafit masgarakat demakratis. Berdasarkan ketentuan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di atas dapat disimpulkan bahwa konsep hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak bersifat absolut (relatif). Hal ini sejalan dengan pandangan ASEAN di dalam butir pertama dan kedua Bangkok Declaration on Human Rights 1993. "First tlere is the matter of fair apptication: tlrc approach to human rights tr; ,rs to be '6alanced'; 'double standard.s in the implementation of human r@hts' are to be auoided; 'concern' ls expressed about the prioritg accorded 'one categorg of rights'; 'economic, social, atltural, ciuil and political rights' are interdependent and ^'indiuisible and rrutst tlwrefore be 'addressed in an integrated and balance m.anner'. The barelg disguised subtert here is thnt ciuil and political ights (with their assertions of democratic and protest rights) lnue been uronglg prioritised bg the supporters of lrumnn ights in tle Global North tttith tle result that tle subject of human rights ofien appears exhausted once th.e issue of democratic freedom l: r,s been fuUA uentilated. In fact from tle Bangkok perspectiue,. social and economic rights are of at least equal importanceo. Second. Second the declaration introduces the notion of regional ualues as potentiatty in opposition to human rights. Ttte 'diuerse and rich qtltures and traditioni 'of Asia need to be better recognised.. '[Qconfrontation and. th.e imposition if incompatible ualues' are to be auoided. Tlwugh'unh)ersal in nature', hrtman rights must, as the, substance of the declaration went on to sag, 'be considered. in the antert of a dynamic and euoluing process of international norm-setting, bearing in mind tl.rc signifrcance of national and regional partia,ttarities and. u arious historical, cttltural and religious b ackgrounds" . Berdasarkan Deklarasi HAM ASEAN di Bangkok tersebut menegaskan bahwa Deklarasi HAM universal dalam konteks ASEAN harus mempertimbangkan kekhususan yang bersifat regional dan nasional dan berbagai latar belakang sejarah, budaya, dan agama, sehingga penafsiran Deklarasi HAM Universal tidak seharusnya ditafsirkan dan diwujudkan secara bertentangan dengan ketiga latar belakang dimaksud. Perkembangan perlindungan hak asasi manusia sebagaimana diuraikan, baik dari aspek nasional, regional, maupun internasional telah membedakan perlindungan hak asasi manusia dalam keadaan normal (damai) dan dalam keadaan darurat (emergencgl. Di dalam hukum nasional, Pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan beberapa Undang-Undang lain terkait perlindungan hak asasi manusia serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, yang merupakan keadaan yang mengecualikan perlindungan hak asasi manusia. Pengecualian tersebut secara konstitusional dilandaskan pada Pasal 22 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: oDalam hal ifutal kegentingdn Aang m.emaksa, Presiden berhak menetapkan p erafi tran p e me rintah s e b ag ai p e ng g anti undang -undang " . Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 138/Puu-vrl/2oo9, dijelaskan 3 (tiga) persyaratan keadaan yang harus dipenuhi dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,'yakni sebagai berikut:
Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalaLr hukum secara cepat berdasarkan undang-undang;
Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga tedadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai;
- KekosongErn hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan c€rra rnernbuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup 1"T" sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Ketiga . Ketiga karakteristik "hal ihwal kegentingan yang memaksa" tersebut juga sejalan dengan artikel 4 Internationat Ciuenant on Ciuil' and. politicat Rights (ICCPR), sebagai berikut: "In time of public effLergencA which threatens the life of the nation and. tlrc exbtence of which is offtciallg proctaim.ed., tle States Parties to the present Couenant may take rleesures derogating from their obligations und"er the present Couenant to the ertent strbtlg required by ttte exigencies of the sifuation, prouided that such measures are not inconsistent iitn fiieir other obligations under international law and d"o not inuolue discrimination solelg on the ground of race, colour, sex, language, religion or social origin". Merujuk pada artikel 4 ICCPR di atas, jelas bahwa yang dimaksud dengan "hal ihwal kegentingan yang memaksa" adalah termasul "tlveatens *E lW of tlw nation and th.e existence of uthich is offrciallg proclaimed. (ancaman terhadap masa depan kehidupan bangsa Indonesia dan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia). Penilaian atas ancaman terhadap kehidupan bangsa Ind,onesia dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan merujuk pada Artikel 4 ICCPR dan dikuatkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945, sehingga negara dapat melaksanakan kewajibannya dalam rangka melindungi hak asasi manusia dengan alasan khusus situasi dalam keadaam darurat tersebut. Keadaan darurat yang dapat mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain kegiatan Ormas tertentu yang telah melakukan tindakan permusuhan antara lain, ucapan, pernyataan, sikap atau aspirasi baik secara lisan maupun tertulis, meialui media , elektronik ataupun tidak memakai media elektronik, yang menimbulkan kebencian baik terhadap kelompok tertentu maupun terhadap mereka yang termasuk ke dalam penyelenggara nega-ra. Tindakan tersebut merupakan tindakan potensial menimbulkan konflik sosial antara anggota masyarakat sehingga dapat mengakibatkan keadaan chaos yang sulit untuk dicegah dan diatasi aparat penegak hukum. rJRES IDET{ REPUEtLil( | trt DotrtEgt/l Maksud dan tujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini adalah untuk membedakan dan sekaligus melindungi ormas yang mematuhi dan konsisten dengan asas dan tujuan Ormls berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Iiepublik Ind.onesia Tahun 1945 dan Ormas yang asas dan kegiatannya nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara liepublik Indonesia Tahun 1945. Peraturan Pemerintah Pengganti Unaang-tindang ini telah memisahkan kedua golongan Ormas tersebut dan diJertai dengan jenis sanksi dan penerapannya yang bersifat luar biasa. II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas. Angka 2
Pasal 59
Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "tanpa iztn" adalah tanpa izin dari pemilik narna, pemilik lambang, atau bendera negara, lembaga/badan internasional. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) rJRES IDE}{ REPUBLIK II{DoI'.IEsIA Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan ."tindakan permusuhan" adalah ucapan, pernyataan, sikap atau aspirasi, baik secara lisan maupun tertulis, baik melalui media elektronik maupun tidak melalui media elektronik yang menimbulkan kebencian, baik terhadap kelompok tertentu maupun terhadap setiap orang termasuk ke penyelenggara negara. Huruf b Cukup ^jelas. Hu.ruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum" adalah tindakan penangkapan, penahanan dan membatasi kebebasan bergerak seseorang karena latar belakang etnis, agErma dan kebangsaan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "melakukan kegiatan separatis" adalah kegiatan yang ditujukan untuk memisahkan bagian dari atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau menguasai bagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik atas dasar etnis, agama, maupun ras. Huruf c frRES lDEf{ REF!UElLll( tNDOt.tEStA '"tTjr* dimaksud dengan ^,,ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila" antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengg€u1ti/mengubah pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Angka 3 Pasal 60 Cukup jelas. Angka 4
Pasal 61
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "penjatuhan sanksi administratif berupa pencabutan surat keterangan terdaftar dan pencabutan status badan hukum" adalah sanksi yang bersifat langsung dan segera dapat dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia terhadap Ormas yang asas dan kegiatannya nyata- nyata mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.Tahun t945, sehingga Pemerintah berwenang melakukan pencabutan. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum Ormas sudah sesuai dengan asas contrarius actrts, sehingga pejabat yang berwenang menerbitkan surat keterangan/surat keputusan juga berwenang untuk melakukan pencabutan, Ayat (a) Yang dimaksud dengan "instansi terkait" adalah kementerian/lembaga di bawah koordinasi menteri yang membidangi sinkronisasi dan koordinasi urusan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Angka 5 . Angka 5
Pasal 62
Cukup jelas. Angka 6
Pasal 63
Dihapus. Angka 7 Pasal 64 Dihapus. Angka 8
Pasal 65
Dihapus. Angka 9 Pasal 66 Dihapus. Angka 10
Pasal 67
Dihapus. Angka 11
Pasal 68
Dihapus. Angka 12 Pasal 69 Dihapus. Angka 13 Pasal 70 Dihapus. Angka 14
Pasal 71
Dihapus. Angka 15 Pasd 72 Dihapus. Angka 16
Pasal 73
Dihapus. Angka 17
Pasal 74
Dihapus. Angka 18
Pasal 75
Dihapus. Angka 19
Pasal 76
Dihapus. Angka 20
Pasal 77
Dihapus. Angka 21 Pasal 78 Dihapus. Angka22 Pasal 79 Dihapus. Angka 23 ffi rJRES IDEN REPUEILIK II\DoI.IESI/\ Angka 23
Pasal 80 Dihapus. Angka 24 Pasal 80A Cukup jelas. Angka 25 Pasal 81 Dihapus. Angka 26 Cukup jelas. Angka 27 Pasal 82A Ayat (1) Yang dimaksud "dengan sengaja', adalah adanya niat atau kesengajaan dalam bentuk apapun (kesengajaan dengan kemungkinan, keseng4jaan dengan maksud/tujuan, arrr kesengajaan dengan kepastian). Untuk itu, kesengajaan telah nyata dari adanya "persiapan perbuatan" luoorbereidingings handeling) sudah dapat dipidana, dan ini sebagai perluasan adanya percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat. Yang dimaksud dengan "secara langsung atau tidak langsung" adalah pernyataan pikiran dan atau kegiatan Ormas yang sejak pendaftaran untuk disahkan sebagai badan hukum atau bukan badan hukum, telah memiliki niat jahat (mens-real atau itikad tidak baik yang terkandung di balik pernyataan tertulis pengakuan sebagai Ormas yang berasaskan Pancasila dan undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L94S yang dinyatakan dan tercantum di dalam Anggaran Dasar ormas, namun di dalam kegiatannya terkandung pikiran' atau perbuatan yang b-ertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Oasa, Negara Republik Indonesia Tahun Lg4S. Ayat (2) PRES IDET{ RErJU BLII( II\DoI!EsIA Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 28 Pasal 83A Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6084
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.