Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Antara Republik Indonesia dan Republik Philippina Serta Protokol

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1976

Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPPINA SERTA PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :

  1. bahwa untuk mengadakan kerjasama yang lebih efektif dalam memberantas kejahatan dan terutama mengatur dan meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Philipina dalam masalah ekstradisi, maka perlu diadakan perjanjian mengenai ekstradisi;

  2. bahwa pada tanggal 10 Pebruari 1976 di Jakarta telah ditandatangani perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Philipina dengan disertai Protokol;

  3. bahwa Perjanjian serta Protokol tersebut perlu disahkan dengan undang-undang; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

  1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis garis Besar Haluan Negara. Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPINA SERTA PROTOKOL.
    Pasal 1

    Mengesahkan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Philippina serta Protokol tertanggal 10 Pebruari 1976, yang salinan naskahnya dilampirkan pada undang-undang ini.


    Pasal 2

    Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1976 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO, SH. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPPINA SERTA PROTOKOL I. UMUM Untuk mengembangkan kerjasama yang efektif dalam penegakkan hukum dan pelaksanaan peradilan dalam rangka pemberantasan kejahatan terutama dalam masalah ekstradisi, perlu diadakan kerjasama dengan negara tetangga, agar orang- orang yang dicari atau yang telah dipidana dan melarikan diri ke luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari hukuman yang seharusnya diterima. Kerjasama yang efektif itu hanya dapat dilakukan dengan mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara yang bersangkutan. Adanya suatu perjanjian ekstradisi akan memperlancar pelaksanaan peradilan (administration of justice) yang baik. Hal ini perlu terutama dalam masa pembangunan nasional dewasa ini, karena kejahatan itu ada hubungannya dengan ekonomi dan keuangan, maka akibat dari kejahatan tersebut besar pengaruhnya terhadap pembangunan nasional tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Pemerintah Indonesia telah mengadakan Perjanjian Ekstradisi dengan Pemerintah Malaysia, yang merupakan perjanjian yang pertama bagi Indonesia. Disamping itu juga telah mengadakan pembicaraan/perundingan dengan beberapa negara, khususnya negara-negara ASEAN mengenai kemungkinan untuk mengadakan perjanjian ekstradisi. Selain dengan Negara-negara ASEAN juga akan diadakan Perjanjian Ekstradisi dengan Negara-negara lain. Bagi Pemerintah Republik Indonesia, Perjanjian Ekstradisi dengan Philipina ini merupakan perjanjian ekstradisi yang kedua. Dalam Perjanjian Ekstradisi dengan Philipina ini sudah dimasukkan azas-azas umum yang sudah diakui dan biasa dilakukan dalam hukum internasional mengenai ekstradisi seperti :

    1. Azas bahwa tindak pidana yang bersangkutan merupakan tindak pidana, baik menurut sistim hukum Indonesia maupun sistim hukum Philipina (Double Criminality);

    2. Kejahatan politik tidak diserahkan;

    3. Hak untuk tidak menyerahkan warganegara sendiri, dan lain-lainnya. Disamping itu di dalam daftar tindak pidana yang dapat diekstradisikan ditetapkan pula, bahwa kejahatan penerbangan merupakan tindak pidana yang dapat diekstradisikan. Prosedur penangkapan, penahanan, dan penyerahan akan tunduk semata-mata pada hukum nasional masing-masing negara. Perjanjian Ekstradisi dengan Philipina ini disertai dengan Protokol dimana ditegaskan bahwa Republik Indonesia adalah pemilik tunggal dari pulau yang dikenal sebagai Las Palmas (P. Miangas) sebagai hasil dari putusan perwasitan tertanggal 4 April 1928 yang menyelesaikan sengketa antara Amerika Serikat dan Negeri Belanda. Penegasan ini perlu untuk menghindari penafsiran yang berlainan atas bagian dan Perjanjian Ekstradisi ini yang mengenai hal wilayah. II. PASAL DEMI PASAL


    Pasal 1

    Cukup jelas.


    Pasal 2 Cukup jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):