Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961

Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa perlu diadakan Undang-undang tentang ketentuan- ketentuan pokok Kejaksaan agar supaya Kejaksaan Republik Indonesia sebagai alat Negara penegak hukum-dalam menyelesaikan revolusi sebagai alat revolusi - yang terutama bertugas sebagai penuntut umum, dapat menunaikan tugasnya sebaik-baiknya. Mengingat :

  1. Pasal-pasal 5 ayat (1), 20 ayat (1) pasal 24 dan pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar;

  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. I/ MPRS/1960 dan No. II/MPRS/1960;

  1. Undang-undang No. 10 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 31) Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong; MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA. BAB I. Ketentuan-ketentuan umum. Pasal 1.
    (1)

    Kejaksaaan Republik Indonesia selanjutnya disebut Kejaksaan, ialah alat Negara penegak hukum yang terutama bertugas sebagai penuntut umum.

    (2)

    Kejaksaan dalam menjalankan tugasnya selalu menjunjung tinggi hak-hak azasi rakyat dan hukum negara. Pasal 2. Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam pasal 1, Kejaksaan mempunyai tugas:

    (1)
    1. mengadakan penuntutan dalam perkara-perkara pidana pada Pengadilan yang berwenang.

    2. menjalankan keputusan dan penetapan Hakim Pidana.

    (2)

    mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alat penyidik menurut ketentuan- ketentuan dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan Negara.

    (3)

    mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara.

    (4)

    melaksanakan tugas-tugas khusus lain yang diberikan kepadanya oleh suatu peraturan Negara. Pasal 3.

    (1)

    Kejaksaan adalah satu dan tak dapat dipisah-pisahkan.

    (2)

    Kekuasaan Kejaksaan dilakukan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Pasal 4. Dalam menunaikan tugasnya, Kejaksaan memperhatikan azas-azas kerja sama yang sebaik-baiknya dengan instansi-instansi lain. BAB II. Pimpinan dan Susunan Kejaksaan. Pasal 5.

    (1)
    1. Penyelenggaraan tugas Departemen Kejaksaan dilakukan oleh Menteri.

    2. Susunan dan organisasi Departemen Kejaksaan diatur dengan Keputusan Presiden.

    (2)
    1. Jaksa Agung memegang pimpinan pelaksanaan tugas Kejaksaan.

    2. Jaksa Agung dibantu oleh beberapa orang Jaksa Agung Muda.

    3. Pada Kejaksaan Agung dapat ditempatkan beberapa orang Jaksa.

    4. Pada Kejaksaan Agung ada Dinas-dinas yang membantu Jaksa Agung dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 6.

    (1)

    Disamping tiap-tiap Pengadilan Tinggi ada satu Kejaksaan Tinggi dengan daerah hukum yang sama, yang susunannya diatur dengan undang-undang.

    (2)

    Disamping tiap-tiap Pengadilan Negeri ada satu Kejaksaan Negeri dengan daerah hukum yang sama, yang susunannya diatur dengan undang-undang. BAB III Wewenang dan Kewajiban. Pasal 7.

    (1)

    Jaksa Agung adalah Penuntut Umum Tertinggi.

    (2)

    Untuk kepentingan penuntutan perkara Jaksa Agung dan Jaksa-jaksa lainnya dalam lingkungan daerah hukumnya memberi petunjuk-petunjuk, mengkoordinasikan dan mengawasi alat-alat penyidik dengan mengindahkan hierarchie.

    (3)

    Jaksa Agung memimpin dan mengawasi para Jaksa dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 8. Jaksa Agung dapat menyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum. Pasal 9. Jaksa Agung dan Jaksa-jaksa lainnya dalam lingkungan daerah hukumnya menjaga agar penahanan dan perlakuan terhadap orang yang ditahan oleh pejabat-pejabat lain dilakukan berdasarkan hukum. Pasal 10.

    (1)

    Jaksa wajib memperhatikan laporan-laporan tentang telah terjadinya perbuatan pidana dan wajib dengan inisiatip sendiri melakukan tindakan yang dipandang perlu agar supaya suatu perkara menjadi lebih terang, dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 2 ayat (2).

    (2)

    Jaksa menerima dan mengurus perkara-perkara, yang Berita Acara pemeriksaannya bersama atau tidak bersama barang bukti, dikirimkan kepadanya oleh Penyidik atau lain-lain pejabat.

    (3)

    Jaksa mengurus barang-barang bukti sebaik-baiknya dan bertanggung jawab atasnya sesuai dengan Undang-undang Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan Negara. Pasal 11.

    (1)

    Jaksa untuk menyelesaikan suatu perkara pidana berwenang:

    1. mengadakan penggeledahan badan dan penggeledahan tempat-tempat yang dipandang perlu;

    2. mengambil tindakan-tindakan lain, a dan b menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana dan/atau lain peraturan Negara.

    (2)

    Dalam melakukan kewajiban tersebut dalam ayat 1 diperhatikan norma-norma keagamaan, perikemanusiaan, kesopanan dan kesusilaan. Pasal 12.

    (1)

    Jaksa membuat surat tuduhan.

    (2)

    Dalam hal surat tuduhan kurang memenuhi syarat-syarat, Jaksa wajib memperhatikan saran-saran yang diberikan oleh Hakim sebelum pemeriksaan dipersidangkan Pengadilan dimulai.

    (3)

    Surat tuduhan harus terang dan dapat dimengerti oleh terdakwa. Pasal 13.

    (1)

    Dalam hal Jaksa melakukan wewenang penyidikan sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 2, Jaksa berhak untuk meminta kepada Kepala Kantor Pos, Telekomunikasi dan lain-lain kantor perhubungan guna membuat catatan adanya surat-surat dan lain-lain benda yang dialamatkan kepada atau dapat. diduga berasal dari orang-orang yang terhadapnya terdapat alasan-alasan cukup untuk dilakukan penuntutan karena melakukan, turut serta melakukan atau mencoba melakukan tindak pidana:

    (2)

    Jaksa berhak untuk minta supaya benda-benda tersebut ditahan.

    (3)

    Jaksa berhak untuk menyita/membuka benda-benda tersebut.

    (4) Tentang permintaan tersebut dalam ayat 1 dan 2 serta penyitaan/pembukaan tersebut dalam ayat 3, dibuat Berita Acara yang harus segera dikirimkan kepada Jaksa Agung. Pasal 14. Menteri dengan bekerja sama dengan Menteri-menteri yang bersangkutan mengatur cara-cara memberi petunjuk, koordinasi dan pengawasan kepada alat-alat penyidik seperti yang dimaksudkan dalam pasal-pasal 2 ayat 2, 7 ayat 2, 9, 10, 11 dan 13 undang- undang ini. BAB IV. Penutup. Pasal 15. Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Pokok Kejaksaan" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni 1961. Pejabat Presiden Republik Indonesia, JUANDA Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 30 Juni 1961. Pejabat Sekretaris Negara, SANTOSO

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):