Penghapusan "Peraturan Umum Korban Perang" Dahulu Disebut "Algemen Oorogsongevallen Regeling"

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1959

Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1959 TENTANG PENGHAPUSAN "PERATURAN UMUM KORBAN PERANG" DAHULU DISEBUT "ALGEMENE OOROGSONGEVALLEN REGELING" Menimbang :

  1. bahwa pada dewasa ini masih berlaku suatu peraturan pemberian tunjangan berupa uang dari Pemerintah kepada golongan partikelir tertentu:

  2. bahwa peraturan tersebut yang ditetapkan oleh Pemerintah Hindia- Belanda bermaksud dan bertujuan meringankan penderitaan orang- orang partikelir ataupun keluarganya yang menjadi korban perang dunia ke-11 (Staatsblad 1942 No. 59 jo. Staatsblad 1946 No. 48);

  3. bahwa peraturan itu kemudian berlaku pula untuk golongan partikelir yang menjadi korban kekacauan yang timbul setelah tanggal 15 Agustus 1945;

  4. bahwa kelanjutan Staatsblad 1946 No. 1 18 (yang ditambah dan diubah dengan Staatsblad 1948 No. 164, No. 290 dan No. 308) mengakibatkan konsekwensi keuangan yang tak dapat dipertanggung-jawabkan;

  5. bahwa "Algemene Oorlogsongevallen Regeling" tidak dipergunakan secara merata dan karenanya tidak dapat dipertahankan; Mengingat :

  1. Pasal 89 dan pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

b. Surat keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia tanggal 28 Desember 1954 No. 166/PM/Vll-l 954; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG "PENGHAPUSAN PERATURAN UMUM KORBAN PERANG" YANG DAHULU DISEBUT "ALGEMENE OORFOGSONGE-VALLEN REGELING". Pasal 1. Peraturan Umum Korban Perang dahulu disebut "Algemene Oorlogsongevallen Regeling" Staatsblad 1942 No. 59 jo. Staatsblad 1946 No. 48 yang diubah dan ditambah dengan Staatsblad 1946 No. 118 dan Staatsblad 1948 No. 164, No. 290 dan 308, dihapuskan. Pasal 2. Kedudukan pegawai, keuangan dan segala sesuatu yang merupakan akibat dari Undang-undang Penghapusan Peraturan Umum Korban Perang ini diatur oleh Menteri Sosial. Pasal 3. Semua tunjangan kepada korban atau keluarga korban perang/ kekacauan berdasarkan Staatsblad tersebut pada pasal 1 dihentikan terhitung 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini mulai berlaku. Pasal 4. (1) Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Penghapusan Peraturan Umum Korban Perang". (2) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal satu bulan berikutnya setelah diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 2 April 1959. Presiden Republik Indonesia, ttd SOEKARNO. Diundangkan pada tanggal 14 April 1959. Menteri Kehakiman, ttd G. A. MAENGKOM. Menteri Sosial, ttd MULJADI DJOJOMARTONO. LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NOMOR 18 PENJELASAN UNDANG-UNDANG No. 7 TAHUN 1959 tentang PENGHAPUSAN PERATURAN UMUM KORBAN PERANG, DAHULU DISEBUT "ALGEMENE OORLOGSONGEVALLEN-REGELING. UMUM. Peraturan Umum Perang dahulu disebut Algemene Ooorlogsongevallen-Regeling dikeluarkan oleh pemerintah Belanda dengan maksud memberi tunjangan sementara berupa uang kepada golongan/ orang-orang partikelir yang menjadi korban perang dunia ke-II. Setelah perang dunia ke-II berakhir pemerintah pendudukan Belanda memperluas berlakunya Peraturan Umum Korban Perang tersebut diatas terhadap golongan partikelir yang menjadi korban kekacauan yang timbul setelah tanggal 15 Agustus 1945. Setelah kedaulatan Republik Indonesia pulih kembali, peraturan ini dipergunakan pula untuk membantu golongan orang-orang partikelir yang karena taat kepada Pemerintah Republik Indonesia menjadi korban gerombolan bersenjata yang menentangnya. Sebagai ketegasan atas uraian alinea kedua dan ketiga diatas dibawah ini dicantumkan inti maksud Staatsblad 1946-118 sebagai berikut : I. Tunjangan diberikan kepada : A. Orang-orang partikelir yang mendapat kecelakaan karena kekacauan yang ditimbulkan oleh para pejuang kemerdekaan, yaitu sejak 15 Agustus 1945 sampai 17 Agustus 1950. Dalam hal kepala keluarga meninggal dunia karena kecelakaan tersebut, maka yang diberi adalah keluarganya yang menjadi tanggungan sepenuhnya sikorban. Korban-korban, demikian pula keluarga, yang menjadi anggota pejuang kemerdekaan, tidak diberi tunjangan. II. Tunjangan diberikan kepada : B. Orang-orang partikelir yang mendapat kecelakaan karena kekacauan yang ditimbulkan oleh gerombolan yang tidak bertanggung jawab terhadap Pemerintah Republik Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1950 sampai sekarang. Dalam hal kepala keluarga meninggal dunia karena kecelakaan tersebut, maka yang diberi adalah keluarganya yang menjadi tanggungan sepenuhnha sikorban. Korban-korban yang membantu gerombolan tersebut, demikian pula keluarganya tidak diberi tunjangan. Faktor lain yang merupakan kenyataan ialah bahwa P.U.K.P. tidak dipergunakan secara merata diseluruh tanah air, misalnya saja di Aceh, hal mana telah menandakan suatu kepincangan hukum. Sebaliknya apabila P.U.K.P. dipergunakan merata, alangkah banyaknya kesulitan yang timbul, karena tidak semua kejadian dapat dikontrol lagi, dan pula, terang benar memberatkan budget negara. Nyatalah bahwa hal-hal diatas tak dapat dipertanggungjawabkan. Disamping itu Kementerian Sosial telah pula mengeluarkan pedoman bantuan sosial yang berbentuk instruksi untuk menolong/ membantu korban-korban akibat keganasan gerombolan-gerombolan bersenjata. Dengan demikian terdapatlah dua peraturan dan dua pos (I 2.7 dan 12.4 tahun 1958) pengeluaran anggaran belanja yang diperuntukkan bagi tunjangan, yang sama, tetapi masing-masing dengan cara/dasar berlainan. Oleh karena itu timbul keganjilan dan rasa ketidakadilan disebabkan pemberian tunjangan bantuan yang berbeda-beda, walaupun kedua-duanya termasuk satu golongan, yaitu korban dari keganasan gerombolan. Demikian Pemerintah berpendapat untuk menyederhanakan peraturan, menghapuskan P.U.K.P. yang dahulu disebut "Algemene Oorlogsongevallen-Regeling". PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Setelah penghapusan P.U.K.P. (A.O.O.R.), maka Menteri Sosial mengatur bukan saja aparatur-aparatur P.U.K.P., melainkan juga permohonan-permohonan dari mereka yang sedianya akan mendapat tunjangan berdasarkan peraturan yang dihapuskan dan/atau permohonan-permohonan dari mereka yang memerlukan bantuan sosial. Pasal 3. Adalah sulit sebenarnya untuk menentukan batas waktu peraturan ini. Setelah ditinjau dri segala sudut, maka dirasa batas waktu 6 bulan itu cukup dapat dipertanggungjawabkan. Mungkin sekali akan timbul rasa ketidak-adilan, misalnya bagi mereka yang semestinya masih harus menerima tunjangan melewati waktu 6 bulan, bila dibandingkan dengan mereka yang berhak kurang dari batas waktu itu, sedangkan jangka waktu disama- ratakan. Dorongan kuat bagi penciptaan pasal ini dalah keganjilan-keganjilan yang sungguh- sungguh dirasakan daari A.O.O.R. Rasa tersebut lebih-lebih meningkat lagi apabila difahamkan peraturan-peraturan bantuan sosial menurut instruksi-instruksi Kementerian Sosial (c.q. Jawatan Bimbingan dan Perbaikan Sosial) kepada korban-korban kekacauan dan sebagainya (vide instruksi-instruksi tanggal 14 Januari 1956 No. Ba I-IK- 106 dan tanggal 19 Oktober No. Ba I-IK- 1416), yang jauh lebih rendah dari pada tunjangan- tunjangan yang diberikan oleh A.O.O.R. Penjelasan khusus mengenai batas waktu 6 bulan adalah sebagai berikut :

  1. Barangsiapa berdasarkan atas peraturan A.O.O.R. hanya mendapat tunjangan kurang dari 6 bulan dihitung mulai hari tanggal Undang-undang ini berlaku, masih berhak menerima tunjangan penuh hingga batas akhir waktu yang ditetapkan Undang-undang ini.

  1. Sebaliknya barangsiapa menurut peraturan A.O.O.R., 6 bulan setelah Undang- undang ini berlaku semestinya masih menerima tunjangan, maka atas dasar peraturan baru, pemberian tunjangan, tidak dapat meliwati batas waktu peralihan 6 bulan itu. Pasal 4. Cukup jelas. Diketahui: Menteri Kehakiman, ttd G. A. MAENGKOM.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):