Penghapusan Ordonansi Staatsblad 1946 No. 115 dan Pembebasan Bea Meterai, Pajak Pendapatan dan Pajak Perseroan untuk Hal-Hal Tertentu Tentang Pembesaran Modal dari Perseroan dan Persekutuan

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1956

Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1956 TENTANG PENGHAPUSAN ORDONANSI STAATSBLAD 1946 NO. 115 DAN PEMBEBASAN BEA METERAI, PAJAK PENDAPATAN DAN PAJAK PERSEROAN UNTUK HAL-HAL TERTENTU TENTANG PEMBESARAN MODAL DARI PERSEROAN DAN PERSEKUTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa adalah perlu untuk membatalkan pembebasan bea meterai dan bea balik nama yang diatur dalam ordonansi menurut Staatsblad 1946 No. 115. Menimbang : bahwa seterusnya pun ada alasan untuk mengadakan pembebasan dari bea meterai tersebut dan juga pembebasan dan pajak pendapatan dan pajak perseroan dalam hal memperbesar modal yang ditetapkan dari perseroan dan persekutuan yang berkedudukan di Indonesia, seberapa jauh ada hubungannya dengan penetapan nilai perusahaan dari bagian- bagian kekayaan menurut Keputusan Penyesuaian Sejak Perseroan 1953. Mengingat : pasal 89 dan 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan : Menetapkan : Undang-undang tentang penghapusan ordonansi Staatsblad 1946 No. 115 dan pembebasan bea materai, pajak pendapatan dan pajak perseroan untuk hal-hal tertentu tentang pembebasan modal dari perseroan dan persekutuan Pasal 1… Pasal 1. Ordonansi dalam Staatsblad 1946 No. 115 dicabut. Pasal 2. (1) Dalam hal memperbesar modal yang ditempatkan dari perseroan atau persekutuan yang berkedudukan di Indonesia pada waktu mana diberikan saham-saham tanpa pemasukan oleh yang diberi saham- saham tersebut, maka untuk menghitung bea materai yang dipungut menurut bab XII dari Aturan Bea Meterai 1921 modal yang terdiri dari saham-saham itu tidak termasuk, akan tetapi tidak melebihi saldo positif dari perbedaan multiplikasi aktif dan pasif, yang diperdapat dari perhitungan nilai perusahaan dari bagianan-bagian kekayaan dari perseroan atau persekutuan menurut Keputusan Penyesuaian Pajak Perseroan 1953. (2) Ketentuan pada ayat 1 hanya berlaku terhadap pembesaran modal untuk pertama kalinya yang ditempatkan sebagaimana diputuskan oleh perseroan atau persekutuan setelah 30 Juni 1953, akan tetapi selanjutnya satu tahun sesudah berlakunya undang- undang ini. Pasal 3. Dalam hal seperti diuraikan dalam pasal 2,maka untuk melakukan ordonansi pajak pendapatan 1944 dan juga ordonansi pajak perseroan 1925, dan tiap saham yang diberikan tanpa pemasukan, sebagian tidak dianggap terhadap si penerima sebagai pendapatan atau keuntungan. Imbangan bagian itu dan jumlah nominal dari saham itu sama dengan imbangan saldo positif dari perbedaan multiplikasi yang aktif dan pasif dan jumlah nominal semuanya, untuk mana dilakukan pembesaran modal tanpa pemasukan. Pasal 4… Pasal 4. Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1956 Presiden Republik Indonesia. ttd. SOEKARNO Menteri Keuangan, ttd. JUSUF WIBISONO Diundangkan pada tanggal 31 Desember 1956. Menteri Kehakiman, ttd. MULJATNO LEMBARAN NEGARA NOMOR 78 TAHUN 1956 MEMORI PENJELASAN. UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 1956 TENTANG PENGHAPUSN ORDONANSI STAATSBLAD 1946 NO. 115 DAN PEMBEBASAN BEA METERAI, PAJAK PENDAPATAN DAN PAJAK PERSEROAN UNTUK HAL-HAL TERTENTU TENTANG PEMBESARAN MODAL DARI PERSEROAN DAN PERSEKUTUAN BAGIAN UMUM. Dengan ordonansi dalam Staatsblad 1946 No. 115 untuk membatasi sementara pelakuan Aturan Bea Meterai 1921 dan ordonansi Bea Balik Nama diadakan suatu pembebasan atas pemungutan yang beradasarkan peraturan tersebut terhadap surat-surat dan perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang diperbuat atau dilakukan dalam hubungan langsung dengan pemindahan atau pemasukan perusahaan ataupun bagian-bagian perusahaan yang berdiri sendiri dengan syarat-syarat tertentu dalam rencana penyusunan kembali dari badan. Menurut Memori Penjelasan yang bersangkutan (diumumkan dalam Bijblad No. 15088), pada waktu itu dipandang perlu, untuk masa depan yang dekat, dimana penyehatan dunia perusahaan guna pembangunan kembali dari perekonomian di negeri ini dipandang perlu, melenyapkan rintangan yang ditimbulkan oleh kedua pemungutan itu tadinya terhadap penyusunan kembali. Terhadap sifat sementara dari kelonggaran tersebut diminta perhatian yang sungguh-sungguh. Menurut pendapat Pemerintah maka sekarang, setelah dunia perusahaan selama 8 tahun dapat mempergunakan kesempatan untuk penyusunan kembali yang dipandang dari sudut ekonomi perusahaan dalam keadaan sesudah perang ada perlu yang bebas dari rintangan fiskal telah tibalah waktunya untuk kembali pada pelakuan sepenuhnya dari peraturan pajak yang disebut pada awal ini. Dengan… Dengan demikian diusulkan untuk menghapuskan kelonggaran yang termaktub dalam ordonansi dalam Staatsblad 1946 No. 115 (pasal 1 dari rancangan undang-undang). Penurunan ataupun pembebasan atas bea meterai seperti diusulkan dalam pasal 2 pun kelonggaran atas bagian pajak pendapatan atau perseroan untuk kepentingan mereka yang menerima saham bonus yang termaktub dalam pasal 5 harus dipandang sebagai pembulatan dari kelonggaran yang dari sudut fiskal diberikan kepada dunia perusahaan di negeri ini dengan menetapkan nilai yang lebih tinggi dari alat perusahaan dan activa dari passiva lain tertentu keperluan pemungutan pajak perseroan. Untuk ini harus dilihat pada pasal 2 dari Undang-undang Darurat No. 11 tahun 1952 (Lembaran-Negara tahun 1952 No. 83), disahkan dengan Undang-undang No.1 tahun 1954 (Lembaran-Negara tahun 1954 No. 8), dan Keputusan Penyesuaian Pajak Perseroan 1953 yang bersandarkan itu (Keputusan Menteri Keuangan tertanggal 16 Juni 1953 No. 125466/I.N.). Dalam hal badan yang takluk kepada peraturan pajak ini ingin menyatakan nilai yang dinaikkan (yang disebut nilai perusahaan) dalam pembukuan perusahaannya dan berhubung dengan itu ingin memulai dengan suatu herkapitalisasi yang menyebabkan lebih besarnya jumlah modal yang tertanam, maka Pemerintah menganggap pantas untuk tidak memungut bea meterai atas bagian dari penambahan modal itu yang sesuai dengan saldo dari perbedaan nilai yang timbul dari Keputusan Penyesuaian. Oleh karena penambahan modal tersebut memuat pula secara keharusan pemberian saham bonus kepada para pemegang saham, maka untuk mereka bertalian dengan pemungutan pajak pendapatan atau perseroan harus diadakan peraturan yang bersesuaian dengan hal itu. BAGIAN… BAGIAN KHUSUS. Pasal 1. Tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Pasal 2. Dalam redaksinya diperhatikan juga, bahwa pada saat sesuatu badan mengambil keputusan untuk melakukan herkapitalisasi, juga faktor-faktor lain mengambil peranan penting selain dari pada kenaikan dari nilai fiskal activa dan passiva menurut Keputusan Penyesuaian Pajak Perseroan 1953. Badan itu memang bebas dalam menetapkan jumlah dari pembesaran modal; jika jumlah ini kiranya lebih besar dari saldo positip dari kenaikan nilai fiskal maka atas kelebihannya dipungut bea meterai. Untuk menghindarkan kesulitan pada suatu pemeriksaan fiskal tentang pertanyaan apa ada tidaknya hubungan antara suatu keputusan untuk herkapitalisasi dan kenaikan nilai fiskal untuk badan itu menurut Keputusan Penyesuaian, maka pasal yang berkenaan ini memberikan dugaan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat disangkal tentang adanya hubungan yang sedemikian itu terhadap keputusan yang diambil dalam tempo seperti dimaksud pada ayat 2, yang permulaannya kira- kira bertepatan jatuhnya dengan saat pengundangannya Keputusan Penyesuaian tersebut. Pasal 3. Menurut pendapat umum, maka untuk melakukan Ordonansi pajak pendapatan 1944 maka perolehan saham bonus (tanpa penyetoran) berdasarkan pemegangan saham yang ada dianggap sebagai pendapatan dari modal sebesar jumlah nominalnya dan dengan demikian dikenakan pajak. Untuk… Untuk melakukan ordonansi pajak perseroan 1925 (selain dari hal pesertaan), diambil pendirian yang serupa. Menurut ketentuan dari pasal yang bersangkutan, maka sekarang dalam hal tersebut, jika misalnya kenaikan modal berjumlah semuanya Rp. 500.000,- dan saldo dari perbedaan multiplikasi Rp.200.000,- maka dari saham bonus sebesar nominal Rp. 1.000,- dikenakan pajak hanya 315 atau Rp. 600,- Dalam hal ini pemegangan saham itu berdasar atas pesertaan dari suatu badan yang dikenakan pajak perseroan (vide pasal 9 ayat 2 Ordonansi pajak perseroan 1925), maka tidak perlu diadakan peraturan khusus, oleh karena dalam hal ini saham bonus yang diberikan tadinya tidak dikenakan pajak. Pasal 4. Tidak memerlukan penjelasan. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1134

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):