Pemberian Tunjangan yang Bersifat Pensiun kepada Bekas Ketua dan Bekas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1953
Kerangka Peraturan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN YANG BERSIFAT PENSIUN KEPADA BEKAS KETUA DAN BEKAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK Menimbang : perlu untuk mengadakan peraturan tentang pemberian tunjangan yang bersifat pensiun kepada bekas Ketua dan bekas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Mengingat : Pasal 17 Undang-undang Nomor 6 tahun 1951 tentang kedudukan keuangan Ketua dan Anggota-Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; Mengingat pula: Pasal 90 ayat I dan pasal 92 ayat I- Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN YANG BERSIFAT PENSIUN KEPADA BEKAS KETUA DAN BEKAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Pasal 1 Kepada bekas Ketua dan bekas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia diberikan tunjangan yang bersifat pensiun selanjutnya disebut "pensiun-D.P.R." - yang memberatkan anggaran belanja Negara, menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut. Pasal 2 (1) Pensiun termaksud dalam Pasal I di atas ini- diberikan atas dasar lamanya masa-jabatan. Jumlah pensiun ini ialah untuk tiap-tiap satu bulan masa-jabatan 1/2% (setengah persen) dari dasar-pensiun dengan ketentuan, bahwa sedikitnya diberikan 3% (tiga persen) dan paling banyak 50% (lima puluh persen) dari dasar-pensiun. Dasar-pensiun ialah jumlah yang sama dengan. a. untuk bekas Ketua. gaji sebulan termaksud dalam Pasal l ayat 2 Undang-undang Tentang Kedudukan Keuangan Ketua dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Undang-undang No. 6 tahun 1951 ), b. untuk bekas Anggota. uang tunjangan penuh sebulan termaksud dalam Pasal 3 ayat I undang-undang tersebut dalam huruf a di atas. (2) Untuk perhitungan pensiun-DPR, maka. a. dengan "masa-jabatan" tiap-tiap kali dimaksudkan, masa antara tanggal satu dari bulan berikutnya tanggal seseorang dengan resmi mulai memangku jabatannya sebagai Ketua atau Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan tanggal satu dari bulan berikutnya saat ia meletakkan jabatan itu atau saat ia meninggal dunia, b. masa dalam mana seorang Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak menerima tunjangan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 ayat I huruf a Undang-undang No. 6 tahun 1951, tidak dianggap sebagai masa-jabatan, c. masa selama seorang Anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada waktu yang lampau menjabat Ketua, Wakil-Ketua atau Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat, Ketua, Wakil-Ketua atau Anggota Senat Republik Indonesia Serikat dan Ketua, Wakil-Ketua atau Anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia dahulu, turut diperhitungkan sebagai masa- jabatan, d. masa-jabatan yang dihitung menurut ketentuan-ketentuan dalam huruf a, b dan c di atas, dibulatkan ke atas menjadi setengah tahun. (3) Untuk Ketua/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat-pegawai negeri, maka masa-jabatan tersebut dalam ayat 2 ini tidak boleh mengurangi masa-kerjanya sebagai pegawai negeri guna Pasal 3 (1) Pensiun ini diberikan oleh Presiden dengan Surat Keputusan. (2) Untuk mendapat pensiun menurut Undang-undang ini, maka Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat harus mengajukan permohonan dengan tertulis untuk Ketua atau para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang berkepentingan kepada Presiden dengan perantaraan Menteri Urusan Pegawai dengan disertai surat-surat pengangkatan dan pemberhentian atau surat-surat resmi yang menunjukkan lamanya masa-jabatan termaksud dalam pasal 2 ayat 2 undang-undang ini. (3) Pensiun ini mulai dibayarkan untuk bulan berikutnya yang bersangkutan meletakkan jabatannya. Pasal 4 (1) Pembayaran pensiun-DPR menurut undang-undang ini diperhentikan, apabila penerima pensiun-DPR yang bersangkutan: a. meninggal dunia, b. dipilih lagi menjadi Ketua atau Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2) Pembayaran pensiun-DPR diperhentikan: a. pada akhir bulan berikutnya bulan penerima pensiun-DPR meninggal dunia, b. pada saat yang berkepentingan berhak menerima gaji atau tunjangan dalam jabatan yang baru, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 huruf b pasal ini. Dalam hal penerima pensiun-DPR yang dipilih kembali menjadi Ketua atau Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kemudian meletakkan jabatannya lagi, maka mulai bulan berikutnya tanggal perletakan jabatan itu, kepadanya dibayarkan lagi pensiun- DPR termaksud dalam pasal 4, ditambah dengan jumlah pensiun- DPR mengenai jabatan dan masa-jabatan terakhir dan dihitung menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 undang-undang ini. Pasal 6 (1) Apabila penerima pensiun-DPR meninggal dunia, maka kepada seorang istrinya tiap-tiap bulan, mulai bulan berikutnya suaminya meninggal dunia, diberikan 1/2 (seperdua) dari pensiun-DPR yang dapat diterima oleh suaminya, dengan sedikitnya 3 % (tiga persen) dari dasar-pensiun suaminya. Jumlah ini kemudian disebut "pensiun-janda-DPR" (2) Yang dimaksudkan dengan "istri" dalam ayat I di atas, ialah istri yang oleh penerima pensiun-DPR yang bersangkutan dikawini dengan sah dan ditunjuk sebagai istri yang berhak menerima pensiun-janda-DPR. Apabila penerima pensiun-DPR meninggal dunia sebelum ia menunjuk seorang istri sebagaimana dimaksud di atas, maka pensiun-janda-DPR diberikan kepada istri yang terlama dikawininya dengan sah. (3) Pensiun-janda-DPR diberikan pula menurut ketentuan dalam pasal ini, apabila Ketua atau Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang akan dapat menerima pensiun-DPR meninggal dunia sebelum ia meletakkan jabatannya pada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (4) Pensiun-janda-DPR diberikan dengan surat-keputusan Menteri Urusan Pegawai atas permintaan janda yang bersangkutan, yang disertai keterangan-keterangan tentang pernikahan, kematian dan lain-lainnya yang diperlukan. Pasal 7 (1) Apabila istri penerima pensiun-janda-DPR kawin lagi, maka mulai bulan berikutnya tanggal perkawinannya itu, pensiun-janda-DPR tidak dibayarkan lagi kepadanya. (2) Apabila istri penerima pensiun-janda-DPR meninggal dunia, dan sebelumnya ia tidak pernah kawin lagi, maka mulai bulan berikutnya kejadian itu, pembayaran pensiun-janda-DPR itu dilakukan, jika ada, kepada anak, anak tiri dan anak angkat dari bekas penjabat pada Dewan Perwakilan Rakyat yang bersangkutan, yang telah menjadi yatim-piatu. (3) Dalam ha] anak (anak-anak) termaksud dalam ayat 2 pasal ini telah bekerja, mencapai 'umur 21 tahun atau jika masih bersekolah mencapai umur 25 tahun, kawin ataupun meninggal dunia, maka pensiun-janda-DPR itu tidak dibayarkan lagi mulai bulan berikutnya hal-hal itu terjadi. Pasal 8 Pensiun-DPR dan pensiun-janda-DPR dapat terus dibayarkan pada penerima masing-masing, di samping menerima: a. gaji atau penghasilan lain menurut peraturan-peraturan yang berlaku bagi pegawai negeri; b. pensiun, pensiun-janda, atau tunjangan yang bersifat pensiun menurut peraturan-peraturan yang berlaku bagi bekas pegawai negeri; c. tunjangan yang bersifat pensiun atau pensiun-janda menurut peraturan yang berlaku bagi bekas Anggota Dewan Menteri, d. tunjangan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia dahulu No. 22 tahun 1950. Pasal 9 Peraturan tunjangan kemahalan dan keluarga yang berlaku bagi pegawai negeri berlaku pula terhadap penerima-pensiun termaksud dalam undang-undang ini. Pasal 10 Peraturan ini dapat disebut "Undang-undang tentang pensiun-DPR." dan mulai berlaku pada hari diundangkan dengan kekuatan berlaku surut hingga tanggal 17 Agustus 1950. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Mei 1953 ttd SUKARNO MENTERI URUSAN PEGAWAI, ttd SOEROSO MENTERI KEUANGAN, ttd SUMITRO JOYOHADIKUSUMO Diundangkan pada tanggal 16 Mei 1953 MENTERI KEHAKIMAN, ttd LOEKMAN WIRIADINATA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1953 NOMOR 36
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.