Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, ^DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : ^a. c. b. bahwa untuk melaksanalGn ^ketentuan ^Pasal ^7 ayat ^(3) dan Pasal 34 ayat ^(3) Undang-Undang ^Nomor ^13 ^Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi ^dan ^Korban ^telah ditetapkan Peraturan ^Pemerintah ^Nomor 44 ^Tahun ^2OO8 tentang Pemberian Kompensasi, ^Restitusi, ^dan Bantuan Kepa.da Saksi dan Korban; bahwa Undang-Undang ^Nomor ^13 ^Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan ^Korban telah ^diubah ^dengan Undang-Undang Nomor 31 ^Tahun ^2Ol4 ^tentang Perubahan atas Undang-Undang ^Nomor ^13 ^Tahun ^20O6 tentang Perlindungan Saksi ^dan ^Korban ^sehingga peraturan pelaksanaannya perlu disesuaikan ^dengan perubahan Undang-Undang dimaksud; bahwa untuk melaksanakan ^ketentuan Pasal ^78 Undang-Undang Nomor 31 ^Tahun ^2Ol4 ^tentang Perubahan atas Undang-Undang ^Nomor ^13 ^Tahun ^2006 tentang Perlindungan Saksi dan ^Korban, serta ^untuk melaksanakan ketentuan ^mengenai ^bantuan ^terhadap korban tindak pidana ^pelanggaran ^hak ^asasi manusia yang berat, terorisme, ^perdagangan ^orang, ^penyiksaan, kekerasan seksual, dan ^penganiayaan ^berat, ^perlu mengganti Peraturan Pemerintah ^Nomor 44 ^Tahun ^2OO8 tentang Pemberian ^Kompensasi, Restitusi, ^dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban; d. bahwa . Mengingat :

  1. bahwa berdasarkan pertimbangan ^sebagaimana dirnaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, ^perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban; Pasal 5 ayat(21Undang-Undang Dasar ^Negara ^Republik IndonesiaTahun 1945; Undang-Undang Nomor 13 Tahun ^2006 ^tentang Perlindungan Saksi dan Korban ^(Lembaran ^Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor ^64, ^Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia ^Nomor ^4635) sebagaimana telah diubah dengan ^Undang-Undang Nomor 3l Tahun 2014 tentang ^Perubahan atas ^Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang ^Perlindungan Saksi dan Korban ^(Irmbaran ^Negara ^Republik lndonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan kmbaran ^Negara Republik Indonesia Nomor 5602); MEMUTUSI(AN: MenCtAPKAN: PERATURAN PEMERINTAH ^TENTANG ^PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN ^KEPADA ^SAKSI DAN KORBAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Peraturan Pemerintah ini ^yang dimaksud ^dengan:

  2. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan ^guna kepentingan ^penyelidikan, ^penyidikan, ^penuntutan, ^dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengiar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.

  3. Korban . d.

  4. Korban adalah orang yang mengalami ^penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi ^yang diakibatkan ^oleh suatu tindak pidana. Keluarga adalah orang ^yang mempunyai ^hubungan ^darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah ^dan ^garis menyamping sampai derqjat ketiga, orang ^yang mempunyai hubungan perkawinan, atau orangyang menjadi ^tanggungan Saksi dan/atau Korban. Kompensasi adalah ganti kerugian ^yang ^diberikan ^oleh Negara karena pelaku tidak mampu ^memberikan ^ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi ^tanggung ^jawabnya kepada Korban atau Keluarganya. Restitusi adalah ganti kerugian ^yang diberikan ^kepada Korban atau Keluarganya oleh ^pelaku atau ^pihak ^ketiga. kmbaga Perlindungan Saksi dan ^Korban ^yang selanjutnya disingkat LPSK adalah lembaga ^yang ^bertugas ^dan berwenang untuk memberikan ^perlindungan ^dan ^hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban ^sesuai ^dengan ^ketentuan Undang-Undang mengenai ^pertindungan saksi dan korban. Bantuan adalah layanan yang diberikan ^kepada ^Saksi dan/atau Korban oleh LPSK ^dalam ^bentuk Bantuan ^medis serta Bantuan rehabilitasi ^psikososial dan psikologis. Hari adalah hari ke{a. BAB II PEMBERIAN KOMPENSASI DAN RESTITUSI Bagian Kesatu Pemberian Kompensasi Pasal 2 (1) Korban pelanggaran hak asasi manusia ^yang berat berhak memperoleh Kompensasi.

  1. (2t (3) Permohonan untuk memperoleh Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya. Perrnohonan untuk memperoleh Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialukan secara tertulis ^dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup ^kepada pengadilan melalui LPSK.
    Pasal 3

    Pengajuan permohonan Kompensasi dapat ^dilakukan ^pada saat dilakukan penyelidikan pelanggaran hak asasi ^manusia ^yang berat atau sebelum dibacakan tuntutan oleh ^penuntut ^umum. Pasal 4 (l) Permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal 3 memuat paling sedikit:

    1. identitas pemohon;

    2. uraian tentang ^peristiwa ^pelanggaran ^hak ^asasi ^manusia yang berat;

    3. identitas pelaku ^pelanggaran hak ^asasi ^manusia ^yang berat;

    4. uraian tentang kerugian ^yang nyata-nyata diderita; ^dan e. bentuk Kompensasi yang diminta. (2) Permohonan Kompensasi sebaga.imana dimaksud ^pada ayat (1) harus dilampiri dengan:

    5. fotokopi identitas Korban yang disahkan oleh ^pejabat yang berwenang;

    6. bukti. f,,D b. bu}rti kerugian yang nyata-nyata diderita ^oleh ^Korban atau Keluarga yang dibuat atau disahkan oleh ^pejabat c. yang berwenang; bukti biaya yang dikeluarkan selama ^perawatan dan/atau pengobatan yang disahlan oleh instansi ^atau pihak yang melakukan perawatan atau pengobatan; fotokopi surat kematian, ^jika Korban meninggal ^dunia; surat keterangan dari Komisi Nasional Hak ^Asasi Manusia yang menunjukkan ^pemohon sebagai ^Korban atau Keluarga Korban pelanggaran hak ^asasi manusia yang berat; surat keterangan hubungan ^Keluarga, ^jika ^permohonan di4iukan oleh Keluarga; dan surat kuasa khusus, apabila ^permohonan ^Kompensasi diajukan oleh kuasa Korban atau ^kuasa ^Keluarga. f.


    Pasal 5

    LPSK memeriksa kelengkapan ^permohonan ^Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^4 dalam ^jangka ^waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak ^tanggal permohonan Kompensasi diterima. Dalam hal terdapat kekuranglengkapan ^permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(l), LPSK memberitahukan secara tertulis kepa.da ^pemohon untuk melerrgkapi permohonan.

    (3)

    Pemohon wajib melengkapi permohonan dalam ^jangka waktu paling lama 3O (tiga puluh) Hari terhitung ^sejak tang8al pemohon menerima ^pemberitahuan dari LPSK. d.

    1. (l) (2t (4) Dalam (4) Dalam hal permohonan tidak dilengkapi dalam ^jangka walrtu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon dianggap mencabut permohonannya.


    Pasal 6

    Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dinyatakan lengkap, LPSK segera melakukan ^pemeriksaan substantif. Pasal 7 Untuk keperluan pemeriksaan permohonan ^Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, LPSK dapat ^meminta keterangan dari Korban, Keluarga, atau kuasanya dan ^pihak Lain yang terkait. Pasal 8 (1) Dalam hal Korban, Keluarga, atau kuasanya tidak hadir memberikan keterangan 3 (tiga) kali berturut-turut ^tanpa alasan yang sah, permohonan yang diajukan dianggap ditarik kembali. (2) LPSK memberitahukan penarikan kembali permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada ^pemohon. Pasal 9 (l) Hasil pemeriksaan permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan dengan Keputusan LPSK, disertai dengan ^pertimbangannya.

    (2)

    Pertimbangan . (21 Pertimbangan LPSK sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(l) disertai dengan rekomendasi untuk mengabulkan pennohonan atau menolak permohonan Kompensasi.


    Pasal 10

    LPSK menyampaikan permohonan Kompensasi ^beserta keputusan dan pertimbangannya sebagaimana ^dimaksud dalam Pasal 9 kepada Jaksa Agung. Permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud ^pada ayat (l) diperiksa bersama-sama dengan ^pokok ^perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Salinarr surat pengantar ^penyampaian ^permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) disampaikan ^kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya dan ^kepada ^instansi pemerintah terkait. Pasal I I Jaksa Agung mencantumkan ^permohonan Kompensasi ^beserta keputusan dan pertimbangan LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dafam tuntutannya.


    Pasal 12

    Pengadilan hak asasi manusia dalam melakukan ^pemeriksaan permohonan Kompensasi dapat meminta keterangan kepa.da Korban, Keluarga, kuasanya, LPSK, Komisi Nasional Hak ^Asasi Manusia, atau pihak lain yang terkait.

    (1)

    (21 (3) (1) (21


    Pasal 13

    Pengadilan hak asasi manusia memeriksa dan ^memutus permohonan Kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jaksa Agung melaksanakan ^putusan ^pengadilan ^hak ^asasi manusia yang memuat pemberian Kompensasi ^dengan menyampaikan salinan putusan ^pengadilan kepada ^LPSK paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak salinan ^putusan pengadilan diterima. Penyampaian salinan putusan ^pengadilan ^sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(2) dilakukan ^dengan ^membuat berita acara ^penyerahan salina.n ^putusan ^pengadilan ^kepada ^LPSK untuk melaksanakan ^pemberian ^Kompensasi. LPSK menyampaikan salinan ^putusan ^pengadilan ^hak ^asasi manusia sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(2) ^kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya ^paling lambat ^7 ^(tujuh) Hari terhitung sejak salinan ^putusan ^pengadilan ^diterima.


    Pasal 14

    LPSK meLaksanakan ^pemberian ^Kompensasi berdasarkan putusan pengadilan hak asasi manusia ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ^paling lambat ^30 (tiga ^puluh) Hari terhitung sejak tanegal salinan ^putusan ^pengadilan ^diterima LPSK. (2) Dalam pelaksanaan pemberian Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1), LPSK membuat ^berita ^acara pemberian Kompensasi.

    (3)

    (41 (1) (3) Dalam (l) (3) Dalam hal pemberian Kompensasi terkait dengan instansi lain, LPSK dapat melakukan koordinasi dengan instansi tersebut.


    Pasal 15

    Pelaksanaan pemberian Kompensasi berdasarkan ^putusan pengadilan hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilaporkan oleh LPSK kepada ^Ketua Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Jalsa Agung disertai dengan bukti pelaksanaannya. LPSK menyampaikan salinan tanda bukti ^pelaksanaan pemberian Kompensasi sebagaimana dimaksud ^pada ayat (l) kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya' Pengadilan hak asasi manusia setelah ^menerima ^tanda bukti sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(l) ^mengumumkan pelaksanaan pemberian Kompensasi baik melalui media elektronik maupun nonelektronik. Pasal 16 Dalam hd pelaksanaan pemberian Kompensasi berdasarkan putusan pengadilan hak asasi manusia melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Korban, Keluarga, atau kuasanya melaporkan hal tersebut kepa.da Jaksa Agung dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Hak Asasi Manusia. Jaksa Agung memerintahkan LPSK untuk melaksanakan pemberian Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggaf surat perintah diterima. t2l (3) (1) (2t


    Pasal 17
    Pasal 17

    Dalam hal pemberian Kompensasi dilakukan secara bertahap, setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan ^pelaksanaan harus ditaporkan Korban, Keluargg., atau ^kuasanya ^kepa.da Jaksa Agung.



    Pasal 18

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara ^pemberian ^dan pelaporan Kompensasi diatur dengan Peraturan LPSK. Bagian Kedua Pembe rian Restitusi Pasal 19 Korban tindak pidana berhak memperoleh ^Restitusi berupa:

    1. ganti kerugian atas kehilangan kekayaan ^atau penghasilan;

    2. ganti kerugian yang ditimbulkan akibat ^penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak ^pidana; dan/atau c. penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis. Permohonan untuk memperoleh Restitusi sebagaimana dimaksud pa.da ayat (1) diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya.

      (1)

      l2l Pasal 2O.

      (1)

      t2t


    Pasal 20

    Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan eebelum atau setelah putusan pengadilan ^yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui LPSK. Dalam hal permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada Penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya. Dalam hal permohonan Restitusi diajukan setelah ^putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dibacakan, LPSK dapat mengajukan Restitusi ^kepada pengadilan untuk mendapat penetapan. Pasal 2l Permohonan untuk memperoleh Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diajukan secara tertulis ^dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup ^kepada pengadilan melalui LPSK. Fermohonan Restitusi sebagai64112 dimaksud ^pada ayat ^(1) paling sedikit memuat:

    1. identitas pemohon;

    2. uraian tentang tindak pidana;

    3. identitas pelaku tindak pidana;

    4. uraian kerugian yang nyata-nyata diderita; dan

    5. bentuk Restitusi yang diminta. Permohonan Restitusi sebagaimanadimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan:

    6. fotokopi identitas Korban yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; (s) (1) (2t (3) b. buldi.

    7. bukti kerugian yang nyata-nyata diderita oleh Korban atau Keluarga yang dibuat atau disahkan oleh ^pejabat yang berwenang; bukti biaya yang akan atau telah dikeluarkan ^selama perawatan dan/atau pengobatan yang disahkan oleh instansi atau pihak yang melakukan ^perawatan atau pengobatan; fotokopi surat kematian, ^jika Korban meninggal ^dunia; surat keterangan dari Kepolisian ^Negara ^Republik Indonesia yang menunjukJ<an ^pemohon sebagai ^Korban tindak pidana; surat keterangan hubungan Keluarga, ^jika ^permohonan diajukan oleh Keluarga; surat kuasa khusus, ^jika permohonan ^Restitusi diqjukan oleh kuasa Korban atau kuasa ^Keluarga; ^dan kutipan putusan pengadilan, ^jika ^perkaranya ^telah diputus pengadilan dan telah memperoleh ^kekuatan hukum tetap. PaspJ22 LPSK memeriksa kelengkapan permohonan ^Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dalam ^jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitunC sejak tanggal permohonan Restitusi diterima. Dalam hal terdapat kekuranglengkapan ^permohonal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPSK memberitahukan secara tertulis kepa.da ^pemohon untuk melengkapi permohonan. d. e. h.

      (1)

      (2t _ 13_ (3) Pemohon wajib melengkapi permohonan dalam ^jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggat pemohon menerima pemberitahuan dari LPSK. (4) Dalam hal permohonan tidak dilengkapi dalam ^jangka walrtu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ^pemohon dianggap mencabut permohonannya.


    Pasal 23

    Datam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal 22 dinyatakan lengkap, LPSK segera melakukan ^pemeriksaan substantif. Pasal 24 Untuk keperluan pemeriksaan ^permohonan ^Restitusi sebaga.imana dimaksud dalam Pasal 23, ^LPSK ^dapat meminta keterangan dari Korban, ^Keluarga, ^atau kuasanya, dan pelalu tindak ^pidana. Dalam hal ^pembayaran Restitusi dilakukan ^oleh ^pihak ke'gr, pelaku tindak pidana dalam ^memberikan keterangan kepada LPSK sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) wajib menghadirkan ^pihak ketiga ^tersebut.


    Pasal 25

    Dalam hal Korban, Keluarga, atau ^kuasanya tidak ^hadir untuk memberikan keterangan 3 ^(tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, ^permohonan ^yang ^di4jukan dianggap ditarik kembali.

    (1)

    (21 (1) (2)LPSK. t2l LPSK memberitahukan penarikan kembali ^permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) kepada ^pemohon. Pasal 26 Hasil pemeriksaan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ditetapkan dengan Keputusan LPSK, disertai dengan pertimbangannya. Fertimbangan LPSK sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) disertai rekomendasi untuk mengabulkan ^permohonan atau menolak ^permohonan Restitusi. Pasal 27 Dalam hal permohonan Restitusi diajukan ^sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum ^tetap sebogeimana dimaksud dalam ^Pasal ^20 ^ayat (2), ^LPSK menyampaikan ^permohonan tersebut ^beserta keputusan dan pertimbangannya kepada ^penuntut ^umum- Penuntut umum sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) dalam tuntutannya mencantumkan ^permohonan ^Restitusi beserta Keputusan LPSK dan ^pertimbangannya'


    Pasal 28

    Dalam hal permohonan Restitusi diajukan setelah ^putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum ^tetap sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^20 ^ayat ^(3) ^dan ^pelaku tindak pidana dinyatakan bersalah, LPSK ^menyampaikan permohonan tersebut beserta keputusan dan pertimbangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 kepada ^pengadilan yang berwenang. (l) (2) (1) (21


    Pasal 29
    Pasal 29

    Salinan surat pengantar penyampaian ^permohonan ^bes€rta keputusan dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 disampaikan oleh LPSK kepada Korban, Keluarga., atau kuasanya, dan kepada pelaku tindak ^pidana dan/atau pihak ketiga. Pasal 30 Dalam hal LPSK mengajukan permohonan ^Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, ^pengadilan memeriksa dan memutus ^permohonan ^Restitusi ^sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang-undangan. Penuntut umum melaksanakan ^putusan ^pengadilan yang memuat pemberian Restitusi dengan ^menyampaikan salinan putusan ^pengadilan kepada ^LPSK ^paling lambat ^7 (tujuh) Hari terhitung sejak salinan putusan ^pengadilan diterima. Penyampaian salinan putusan ^pengadilan ^sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(2) dilakukan dengan ^membuat ^berita acara penyerahan salinan putusan ^pengadilan ^kepada LPSK. LPSK menyampaikan salinan putusan ^pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) ^kepada ^Korban, Keluarga., atau kuasanya, dan kepada ^peLaku ^tindak pidana dan/atau pihak ketiga paling lambat 7 ^(tujuh) Hari terhitung sejak tanggal salinan ^putusan ^pengadilan diterima.

    (1)

    l2l (3) (41



    Pasal 31
    (1)

    t2t (3) Pasal 3l Dalam hal LPSK mengajukan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, ^pengadilan memeriksa dan menetapkan permohonan Restitusi. Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) disampaikan kepada LPSK ^paling lambat ^7 ^(tu.iuh) Hari terhitung sejak tanggal penetapan. LPSK menyampaikan salinan penetapan ^pengadilan sebaga: imana dimaksud pada ayat ^(2) ^kepada ^Korban, Keluarga, atau kuasanya, dan kepada pelaku ^tindak pidana dan/atau pihak ketiga paling lambat 7 ^(tujuh) Hari terhitung sejak tanggal menerima ^penetapar. Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis ^pelaksanaan pemeriksaan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ^Peraturan Mahkamah Agung. Pasal 32 Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga melaksanakan putusan atau penetaPan ^pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3O dan Pasal 3l ^paling lambat 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak tanggal salinan putusan atau penetapan pengadilan diterima. Pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga melaporkan pelaksanaan Restitusi disertai bukti pelaksanaannya kepada LPSK dengan tembusan ke pengadilan.

    (4)

    (U (2t (3) Dalam . $).) -rlp4€ (3) (4) (1) (21 Dalam hal pelaksanaan pemberian Restitusi dilakukan berdasarkan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, LPSK menyampaikan laporan ^pelaksanaan Restitusi kepada penuntut umum disertai bukti pelaksanaannya. Pengadilan mengumumkan ^pelaksanaan Restitusi ^baik melalui media elektronik maupun nonelektronik.


    Pasal 33

    Dalam hat pelaksanaan pemberian Restitusi berdasarkan putusan pengadilan kepada Korban melampa.ui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat ^(1), Korban, Keluarga, atau kuasanya mel,aporkan ^hal tersebut kepada penuntut umum dengan tembusan kepada ^ketua pengadilan dan LPSK. Penuntut umum sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) memerintahkan pelaku tindak pidana dan/atau ^pihak ketiga untuk melaksanakan ^pemberian Restitusi ^paling Lambat 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal surat perintah diterima,


    Pasal 34

    Dalam hal pelaksanaan pemberian Restitusi berdasarkan penetapan pengadilan kepa.da Korban melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat ^(1), Korban, Keluarga, atau kuasanya melaporkan hal tersebut kepada LPSK dengan tembusan kepada ketua pengadilan.

    (1)

    (2t Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan kepada pelaku tindak pidana dan/atau pihak ketiga untuk melaksanakan pemberian Restitusi paling lambat 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal surat perintah diterima.


    Pasal 35

    Dalam hal pemberian Restitusi dilakukan secara bertahap, setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan harus dilaporkan Korban, Keluarga, atau kuasanya kepada LPSK dengan tembusan kepada ketua pengadilan. Dalam hal pelaksanaan pemberian Restitusi dilakukan berdasarkan putusan pengadiian, LPSK menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada penuntut umum.

    (1)

    (21


    Pasal 36

    Dalam hal Korban tindak pidana diberikan kepada Keluarga Korban Korban. meninggal dunia, Restitusi yang merupakan ahli waris BAB III PEMBERIAN BANTUAN Pasal 37 (l) Saksi dan/atau Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana penyiksaan, tindak pidana kekerasan seksual, dan penganiayaan berat berhak memperoleh Bantuan.

    (2)

    Bantuan (2t (3) (4) _ 19_ Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    1. bantuan medis; dan

    2. bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. Permohonan Bantuan sebegaimana dimaksud pada ayat l2l diajukan oleh Saksi dan/atau Korban, Keluarga, atau kuasanya. Permohonan Bantuan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (3) diqiukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada LPSK.


    Pasal 38

    Permohonan Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memuat paling sedikit:

    1. identitas pemohon;

    2. uraian tentang peristiwa; dan

    3. bentuk Bantuan yang diminta. Permohonan Bantuan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) harus dilampiri dengan:

    4. fotokopi identitas Saksi dan/atau Korban ^yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;

    5. surat keterangan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk Saksi dan/atau Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yang menunjukkan pemohon sebagai Saksi dan/atau Korban atau Keluarga Saksi dan/atau Korban pelanggaran hak asasi manusia yang be-rat; (r) (2t c. surat . d.

    6. surat keterangan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk Saksi dan/atau Korban tindak pidana terorisme, yang menunjukkan pemohon sebagai Saksi dan/atau Korban atau Keluarga Saksi danlatau Korban tindak pidana terorisme; surat keterangan atau dokumen dari Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menunjukkan pemohon sebagai Saksi dan/atau Korban tindak ^pidana perdagangan orang, tindak pidana penyiksaan, tindak pidana kekerasan seksual, dan penganiayaan berat; surat keterangan hubungan Keluarga, ^jika permohonan diajukan oleh Keiuarga; dan surat kuasa khusus, jika permohonan Bantuan diajukan oleh kuasa Saksi dan/atau Korban atau kuasa Keluarga. Pasal 39 LPSK memeriksa kelengkapan permohonan Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dalam ^jangka waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal permohonan Bantuan diterima. Dalam hal terdapat kekuranglengkapan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPSK memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi permohonan. Pemohon dalam ^jangka waktu paling larna 7 (tujuh) Hari terhitung sejak menerima pemberitahuan dari LPSK, wajib melengkapi permohonan. e.

      (1)

      (2t (3) (4) Dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3), ^pemohon dianggap mencabut permohonannya. Pasal 40 Untuk keperluan pemeriksaan permohonan ^Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, ^LPSK ^dapat meminta keterangan kepada Saksi, Korban, Keluarga, atau ^kuasanya.


    Pasal 41

    LPSK menentukan kelayakan, ^jangka waktu, ^dan ^besaran ^biaya yang diperlukan dalam pemberian Bantuan berdasarkan keterangan dokter, ^psikiater, ^psikolog, rumah sakit, ^dan/atau pusat kesehatan / rehabilitasi. Pasal 42 (l) Pemberian Bantuan ditetapkan dengan Keputusan ^LPSK. (21 Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) memuat paling sedikit: a, identitas Saksi dan/atau Korban;

    1. ^jenis Bantuan yang diberikan;

    2. jangla waktu pemberian Bantuan; dan

    3. rumah sakit atau pusat kesehatan/rehabilitasi ^tempat Saksi dan/atau Korban memperoleh ^perawatan ^dan pengobatan.


    Pasal 43

    (1)


    Pasal 43

    LPSK berwenang memperpanjang atau menghentikan pemberian Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, setelah mendengarkan keterangan dokter, psikiater, atau psikolog. Penghentian pemberian Bantuan dapat dilakukan atas permintaan Saksi dan/atau Korban. Perpanjangan atau penghentian pemberian Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan dengan Keputusan LPSK.


    Pasal 44

    Dalam melaksanakan pemberian Bantuan, LPSK bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang. BAB IV PENDANAAN


    Pasal 45

    Pendanaan dalam rangka pelaksanaan pemberian Kompensasi dan Bantuan dibebankan pada anggaran LPSK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2t (s) BAB V ni# BAB V KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 46

    Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 84, Tambahan Iembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4860) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan ^dalam Peraturan Pemerintah ini.


    Pasal 47

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 84, Tambahan Irmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4860) dicabut dan dinyatakan tidak berlalu.


    Pasal 48

    Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetaplen paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. Pasal 49 Peratutan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. R E P u J.T,[ t,',?Sf; * u r, r' -24- Agar setiap orang mengetahuinya, ^memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Maret 2Ol8 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 2Ol8 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN UMUM Feraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2OO8 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Peraturan Pemerintah ini menga.tur mengenai pemberian kompensasi dan restitusi serta kelayakan diberikannya bantuan kepada Saksi dan/atau Korban, serta ^jangka waktu dan besaran biaya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2OO6 tentang Perlindungan Saksi dan Korban telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3l Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan bahwa setiap Korban pelanggamn hak asasi rnanusia yang berat dan Korban tindak pidana terorisme selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, juga berhak atas Kompensasi. *. ", J.Tnt t,',?Sf; ,... r, o -2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Ibrban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang mengatur mengenai ^pemberantasan tindak pidana terorisme. Berdasarkan hal tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor ^44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan ^Bantuan Kepada Saksi dan Korban perlu diubah menyesuaikan dengan ^perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang ^Perlindungan Saksi dan Korban. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk melaksanskan ^ketentuan Pasal 7B Undang-Undang Nomor 3l Tahun 2OL4 tentang ^Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan ^Saksi dan Korban, terkait dengan restitusi berupa ^ganti kerugian atas ^kehilangan kekayaan atau penghasil,an, ganti kerugian yang ditimbulkan ^akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak ^pidana, dan/atau penggantian biaya ^perawatan medis dan/atau ^psikologis. Selain mengubah ketentuan mengenai ^pemberian ^restitusi, Peraturan Pemerintah ini memuat perubahan substansi mengenai bantuan terhadap Korban tindak ^pidana, ^yang semula ^dalam ^Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 hanya mengatur mengenai ^pemberian bantuan terhadap Kortlan pelanggaran hak asasi manusia ^yang ^berat, sedangkan dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur ^mengenai pemberian bantuan terhadap Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, Korban tindak pidana terorisme, Korban tindak pidana perdagangan orang, Korban tindak pidana penyiksaan, Korban tindak pidana kekerasan seksud, dan Korban penganiayaan berat. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula ketentuan mengenai pendanaan untuk pembayaran Kompensasi dan pemberian Bantuan yang dibebankan pada anggar€rn LPSK. Pelaksanaan pencairan dana untuk Kompensasi dan pemberian Bantuan dilaksanakan sesuai dengal ketentuan peraturan perundang-undangan. *. ", J.Tnt t,',?55 * = ^r' o -3- PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas.


    Pasal 2

    Cukup ^jelas.


    Pasal 3

    Yang dimaksud dengan kata "dapat'adalah untuk mempersiapkan persyaratan pengajuan permohonan Kompensasi melalui LPSK. Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan 'identitas pemohonn antara lain: * r * JrTnt t,',3otf; *. r, o -4- Hurufb Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas.


    Pasal 5

    Cukup ^jelas.


    Pasal 6

    Pemeriksaan substantif dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk mencari kebenaran atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan kerugian yang nyata-nyata diderita Korban. Pasal 7 Yang dimaksud dengan "pihak lain yang terkait', antara lain Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, rumah sakit/dokter, dan kepala desa/ kelurahan setempat.


    Pasal 8

    Cukup ^jelas.


    Pasal 9

    Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Mengabulkan dalam ketentuan ini diberikan sebagian atau seluruh permohonan.


    Pasal 10

    q,D * r ", J.T'[ t,',?otf; " . r, o -5- Pasal 1O Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Ketentuan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia ^yang menentukan penuntutan pelanggaran hak asasi manusia ^yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "instansi pemerintah terkait' dalam ketentuan ini misalnya instansi yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ^pendidikan dan kebudayaan dalam hal Kompensasi ^yang diminta dalam bentuk pemberian beasiswa atau pendidikan; kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dalam hal Kompensasi ^yang diminta dalam bentuk keeempatan ke{a. Pasal ll Cukup ^jelas.


    Pasal 12

    Cukup ^jelas.


    Pasal 13

    Cukup ^jelas. Pasal 14 Ayat (l) Batas waktu 30 (tiga puluh) Hari dalam ketentuan merupakan awal dimulainya pemberian Kompensasi. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) .rrJintt,',YS|.r,o -6- Ayat (3) Yang dimaksud dengan "instansi lain' dalam ketentuan ini misalnya kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahal di bidang pendidikan dalam hal Kompensasi diberikan dalam bentuk pemberian beasiswa atau ^pendidikan, kementerian ^yang menyelenggarakan urusan ^pemerintahan ^di bidang ketenagakerjaan dalam hal Kompensasi ^diberikan dalam bentuk kesempatan kerja.


    Pasal 15

    Cukup ^jelas.


    Pasal 16

    Cukup ^jelas.


    Pasal 17

    Kompensasi dalam ketentuan ini dapat dib€rilen ^dalam bentuk non uang/natura yang dilaksanakan secara bertahap ^antara ^lain dalam bentuk beasiswa atau pemberian ^peketjaan.


    Pasal 18

    Cukup ^jelas.


    Pasal 19

    Cukup ^jelas.


    Pasal 20

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan ^opengadilan' dalam ketentuan ^ini, antara lain, pengadilan negeri, ^pengadilan ^hak ^asasi manusia, atau pengadilan militer. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasl22. . ", J.Tnt ^t,',?5|. r, o -7 - Pase.l 22 Cukup ^jelas.


    Pasal 23

    Pemeriksaan substantif dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk mencari kebenaran atas peristiwa tindak pidana dan kerugian yang nyata-nyata diderita Korban.


    Pasal 24

    Cukup ^jelas.


    Pasal 25

    Cukup ^je1as.


    Pasal 26

    Cukup ^jelas.


    Pasal 27

    Cukup ^jelas. Pasal 28 Yang dimaksud dengan 'pengadilan yang berwenang' adalah pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadit, dan memutus tindak pidana yang bersangkutan.


    Pasal 29

    Cukup ^jelas. Pasal 30 Cukup ^jelas. Pasal 3l Cukup ^jelas.


    Pasal 32

    Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup ^jelas.


    Pasal 34

    Cukup ^jelas.


    Pasal 35

    *.", J.Tnt ^t,'oot|. r,o -8-


    Pasal 35

    Cukup ^jelas.


    Pasal 36

    Cukup ^jelas.


    Pasal 37

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan'bantuan medis" adalah Bantuan yang diberikan untuk memulihkan kesehatan fisik Korban, termasuk melakukan pengurusan dalam hal Korban meninggal dunia. Huruf b Yang dimaksud dengan 'rehabilitasi psikososial' adalah semua bentuk pelayanan dan Bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual Korban. Yang dimaksud dengan 'rehabilitasi psikologis' adalah Bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada Korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan Korban. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 38

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat ^(21 *. " u J.Tnt t,',?Sf; ,, . r, o -9- Ayat (21 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "surat keterangan ^atau dokumen' antara lain berita acara ^pemeriksaan atau surat tanda Penerimaan laPoran. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas.


    Pasal 39

    Cukup ^jelas.


    Pasal 40

    Cukup ^jelas. Pasal 4l Cukup ^jelas.


    Pasal 42

    Cukup ^jelas.


    Pasal 43

    Cukup ^jelas. Pasal 44 Yang dimaksud dengan "instansi terkait ^yang berwenang' ^adalah lembaga pemerintah dan nonpemerintah atau lembaga ^swadaya masyarakat yang memiliki kapasitas dan hak untuk memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung ^yang ^dapat mendukung keda LPSK, yang diperlukan dan disetqlui keberadaannya oleh Saksi dan/atau Korban.


    Pasal 45

    E &


    Pasal 45

    Cukup ^jelas.


    Pasal 46

    Cukup ^jelas.


    Pasal 47

    Cukup ^jelas.


    Pasal 48

    Cukup ^jelas.


    Pasal 49 Cukup ^jelas. TAMBAIIAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ^6184

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):