Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Pemerintah Asing

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2018

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ASING/ LEMBAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara dan dalam rangka mengatur pemberian hibah kepada Pemerintah Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Pemerintah Asing lLembaga Asing;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a2861;

  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a355); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ASING/LEMBAGA ASING. Menetapkan : PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -2- BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  4. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Penerima Hibah adalah Pemerintah Asing/Lembaga Asing. 3. Pemerintah Asing adalah pemerintah suatu negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Pemerintah Indonesia. 4. Lembaga Asing adalah lembaga yang teregistrasi pada otoritas di negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Pemerintah Indonesia, dan berdomisili di luar wilayah Republik Indonesia, tidak termasuk organisasi internasional. 5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 6. Pemberian Hibah Kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang selanjutnya disebut Pemberian Hibah adalah setiap pengeluaran Pemerintah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang tidak diterima kembali dan secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya yang dialokasikan dalam belanja hibah. 7. Daftar Rencana Pemberian Hibah yang selanjutnya disingkat DRPH adalah daftar rencana Pemberian Hibah tahunan yang layak dan memenuhi kesiapan untuk dilaksanakan. 8. Perjanjian Pemberian Hibah adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah dan Penerima Hibah berdasarkan peraturan perundang-undangan nasional yang memuat ketentuan dan persyaratan Pemberian Hibah yang dituangkan dalam dokumen perjanjian atau dokumen lain yang dipersamakan.

  1. Menteri 9 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -3- Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut adalah menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang keuangan negara. 10. Menteri Luar Negeri adalah menteri yang bertanggungjawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri.
    Pasal 2
    (1)

    Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi pengaturan Pemberian Hibah berupa uang. (21 Pemberian Hibah berupa barang milik negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara.


    Pasal 3
    (1)

    Pemberian Hibah berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan dalam mata uang Rupiah. (21 Pemberian Hibah berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    1. uang tunai; dan/atau

    2. uang untuk membiayai kegiatan. (3) Pemberian Hibah berupa uang untuk membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan oleh:

    3. Pemerintah;

    4. Penerima Hibah; atau

    5. Organisasi internasional.


    Pasal 4
    (1)

    Pemberian Hibah merupakan alat diplomasi yang bertujuan untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional. Menteri urusan (2) Pemberian PRES I DEN REPUELIK INDONESIA -4- (21 Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk negara berkembang d.rga., memperhatikan tingkat hubungan diplomatik dengan negara Penerima Hibah. (3) Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang digunakan untuk kepentingan yang dapat memicu konflik atau digunakan untuk mendukung atau terkait dengan tindak pidana.


    Pasal 5
    (1)

    Pemberian Hibah harus memenuhi prinsip:

    1. sesuai kemampuan keuangan negara;

    2. kehati-hatian;

    3. transparan; dan

    4. akuntabel. (2) Pemberian Hibah memperhatikan:

    5. kebijakan luar negeri; dan

    6. kebutuhan dan permintaan Pemerintah Lembaga Asing. Asing/


    Pasal 6
    (1)

    Pemberian Hibah untuk dan atas nama Pemerintah Republik Indonesia dikelola oleh Menteri. (2) Kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah dilarang melakukan perikatan dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan kewajiban untuk melakukan Pemberian Hibah. BAB II SUMBER PEMBERIAN HIBAH


    Pasal 7
    (1)

    Pemberian Hibah bersumber dari APBN.

    (2)

    Pemberian PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -5- (21 Pemberian Hibah yang bersumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penerimaan dalam negeri. dari APBN berasal dari BAB III KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN PEMBERIAN HIBAH Bagian Kesatu Kebijakan Pemberian Hibah


    Pasal 8
    (1)

    Kebijakan Pemberian Hibah disusun untuk periode jangka menengah paling sedikit memuat:

    1. tujuan dan prinsip umum;

    2. kebijakan umum;

    3. prioritas kawasan;

    4. kriteria Penerima Hibah; dan

    5. kapasitas fiskal. (21 Kebijakan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). (3) Dalam pen5rusunan kebijakan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Menteri Luar Negeri melakukan koordinasi dengan Menteri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Sekretaris Negara, dan pimpinan instansi terkait. (41 Kebijakan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Luar Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri. (5) Dalam hal tertentu Menteri Luar Negeri dapat melakukan perubahan terhadap peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

    (6)

    Pen5rusunan . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -6- (6) Pen5rusunan perubahan terhadap peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku secara mutatis mutandis sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Bagian Kedua Perencanaan Pemberian Hibah


    Pasal 9
    (1)

    Pengusulan Pemberian Hibah dilakukan dengan mengacu pada kebijakan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (2) Menteri/pimpinan lembaga atau pejabat yang ditunjuk dapat mengajukan usulan Pemberian Hibah kepada Menteri Luar Negeri. (3) Usulan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

    1. calon Penerima Hibah;

    2. perkiraan nilai hibah;

    3. hasil yang diharapkan;

    4. rencana pelaksanaan untuk usulan Pemberian Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan; dan

    5. analisis manfaat Pemberian Hibah.


    Pasal 10
    (1)

    Menteri Luar Negeri melakukan penilaian usulan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dengan berpedoman pada kebijakan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan mempertimbangkan aspek fiskal. (21 Dalam melakukan penilaian usulan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Luar Negeri membentuk kelompok kerja dengan melibatkan unsur dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian Sekretariat Negara.

    (3)

    Berdasarkan . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -7 - (3) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri Luar Negeri men5rusun dan menetapkan DRPH. (4) DRPH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:

    1. calon Penerima Hibah;

    2. indikasi besaran Pemberian Hibah;

    3. peruntukan hibah;

    4. ^jangka waktu Pemberian Hibah; dan

    5. kementerian/lembaga penanggungjawab kegiatan. Pasal 1 1 Menteri Luar Negeri menyampaikan DRPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) kepada Menteri.


    Pasal 12

    Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penilaian usulan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 diatur dengan Peraturan Menteri Luar Negeri berdasarkan masukan dan pertimbangan Menteri.


    Pasal 13
    (1)

    Pemerintah dapat melaksanakan Pemberian Hibah di luar DRPH yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3). (2) Pelaksanaan Pemberian Hibah di luar DRPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri Luar Negeri. BAB IV PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -8- BAB IV PENGANGGARAN PEMBERIAN HIBAH


    Pasal 14
    (1)

    Menteri men5rusun dan mengalokasikan anggaran Pemberian Hibah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan DRPH. (21 Pen5rusunan dan pengalokasian Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB V PERUNDINGAN DAN PERJANJIAN HIBAH


    Pasal 15
    (1)

    Perundingan Pemberian Hibah dilakukan setelah anggaran Pemberian Hibah dialokasikan dan ditetapkan dalam APBN. (21 Perundingan Pemberian Hibah dilakukan oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa. (3) Pelaksanaan perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan unsur Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, dan/atau kementerian/ lembaga teknis lainnya.


    Pasal 16
    (1)

    Setiap Pemberian Hibah harus dituangkan di dalam Perjanj ian Pemberian Hibah. (21 Perjanjian Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa oleh Menteri.

    (3)

    Perjanjian PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -9- (3) Perjanjian Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. nilai;

    2. bentuk Pemberian Hibah;

    3. Peruntukan hibah;

    4. ketentuan dan persyaratan; dan

    5. ketentuan penyelesaian sengketa yang tunduk pada peraturan perundang-undangan nasional dengan pilihan tempat penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (4) Dalam hal Pemberian Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan, Perjanjian Pemberian Hibah harus memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pengadaan barang/jasa. (5) Perjanjian Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa Indonesia. (6) Perjanjian Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditulis ^juga dalam bahasa Inggris. (71 Menteri menyampaikan salinan Perjanjian Pemberian Hibah kepada Ketua Badan Pemeriksa Keuangan dan pimpinan instansi terkait lainnya.


    Pasal 17
    (1)

    Dalam hal tertentu Menteri dapat melakukan perubahan atas Perjanjian Pemberian Hibah. (2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapatkan pertimbangan Menteri Luar Negeri. (3) Dalam hal pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat kenaikan nilai Hibah, perubahan bentuk, dan peruntukan Hibah, Menteri Luar Negeri dapat meminta masukan dari kelompok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -10- BAB VI PELAKSANAAN PEMBERIAN HIBAH Bagian Kesatu Uang Tfrnai


    Pasal 18

    Pemberian Hibah dalam bentuk uang tunai dilakukan melalui pemindahbukuan dari rekening kas negara ke rekening Penerima Hibah. Bagian Kedua Uang untuk Membiayai Kegiatan


    Pasal 19

    Pemberian Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Pemberian Hibah. Paragraf 1 Pelaksanaan Kegiatan oleh Pemerintah


    Pasal 20
    (1)

    Pelaksanaan kegiatan oleh Pemerintah, melalui tahapan:

    1. pengadaan barang/jasa; dan

    2. serah terima barang/jasa. (21 Kementerian/lembaga penanggungjawab bertanggungjawab atas pelaksanaan pengelolaan dan penyaluran barang/jasa. dilakukan kegiatan pengadaan, Pasal 2 1 (1) Pelaksanaan pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pengadaan barang/jasa.

    (2)

    Pelaksanaan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 11- (2) Pelaksanaan serah terima barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan perjanjian Pemberian Hibah. Paragraf 2 Pelaksanaan Kegiatan oleh Penerima Hibah


    Pasal 22
    (1)

    Penyaluran Pemberian Hibah untuk kegiatan yang dilaksanakan Penerima Hibah dilakukan melalui pemindahbukuan dari rekening kas negara ke rekening Penerima Hibah atau rekening yang ditunjuk oleh Penerima Hibah. (2) Penyaluran Pemberian Hibah untuk kegiatan yang dilaksanakan Penerima Hibah berdasarkan permintaan Penerima Hibah sesuai dengan kemajuan fisik kegiatan. (3) Pelaksanaan penyaluran Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 dilakukan setelah mendapat persetujuan dari kementerian/lembaga penanggungjawab kegiatan. Paragraf 3 Pelaksanaan Kegiatan melalui Organisasi Internasional


    Pasal 23
    (1)

    Dalam hal kegiatan yang dibiayai dengan hibah tidak dapat dilaksanakan oleh Pemerintah dan Penerima Hibah, penyaluran Pemberian Hibah dapat dilaksanakan melalui organisasi internasional. (21 Penunjukan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat yang diberi kuasa setelah mendapat pertimbangan Menteri Luar Negeri. (3) Penyaluran Pemberian Hibah untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam suatu perjanjian. (41 Perjanjian. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 12 (4) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Menteri atau Pejabat yang diberi kuasa dan pimpinan organisasi internasional atau Pejabat yang ditunjuk dan diketahui oleh Penerima Hibah. (5) Penyaluran Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan permintaan organisasi internasional sesuai dengan perjanjian. (6) Pelaksanaan penyaluran Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari kementerian/lembaga penanggungjawab kegiatan.


    Pasal 24
    (1)

    Pengadaan Barang/Jasa oleh Penerima Hibah organisasi internasional harus memenuhi prinsip:

    1. efisien;

    2. efektif;

    3. transparan;

    4. terbuka;

    5. bersaing;

    6. berpihak kepada iklim usaha dalam negeri; dan

    7. akuntabel. dan (21 Ketentuan mengenai tata cara pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan BaranglJasa Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Menteri dan Menteri Luar Negeri.


    Pasal 25

    Pemberian hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan mengutamakan penggunaan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri serta penyedia ltenaga ahli dalam negeri. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -13-


    Pasal 26

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VII PENATAUSAHAAN HIBAH Pasal 2T

    (1)

    Menteri melaksanakan penatausahaan atas Pemberian Hibah. (21 Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. administrasi pengelolaan hibah; dan

    2. akuntansi pengelolaan hibah. (3) Ketentuan mengenai penatausahaan Pemberian Hibah diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VIII PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN


    Pasal 28
    (1)

    Menteri/Pimpinan Lembaga penanggungjawab kegiatan dapat melakukan pemantauan pelaksanaan Pemberian Hibah. (21 Dalam hal pelaksanaan kegiatan hibah dilakukan oleh organisasi internasional, Menteri/Pimpinan Lembaga penanggungjawab kegiatan wajib meminta laporan kepada organisasi internasional.

    (3)

    Menteri PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t4- (3) Menteri/pimpinan lembaga penanggungjawab kegiatan wajib menyampaikan laporan kepada Menteri, dan Menteri Luar Negeri secara berkala setiap semester paling sedikit memuat:

    1. pelaksanaan pengadaan barang/jasa;

    2. kemajuan fisik kegiatan;

    3. realisasi penyerapan;

    4. permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan; dan

    5. rencana tindak lanjut penyelesaian permasalahan.


    Pasal 29
    (1)

    Menteri melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tahunan mengenai realisasi penyerapan Pemberian Hibah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan realisasi penyerapan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.


    Pasal 30
    (1)

    Menteri Luar Negeri melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tahunan mengenai kinerja pelaksanaan Pemberian Hibah dan kesesuaian dengan peruntukannya. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kinerja pelaksanaan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Luar Negeri.


    Pasal 31
    (1)

    Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 Menteri melakukan tindakan penyelesaian permasalahan kegiatan yang diakibatkan oleh penyerapan yang rendah, dan/atau tidak sesuai dengan peruntukannya. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -15- (21 Tindakan penyelesaian permasalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    1. pembatalan Pemberian Hibah; dan/atau

    2. pengembalian Pemberian Hibah. (3) Penyelesaian permasalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat pertimbangan Menteri Luar Negeri.


    Pasal 32
    (1)

    Menteri bersama Menteri Luar Negeri menyelenggarakan publikasi informasi mengenai Pemberian Hibah secara berkala setiap semester. (21 Publikasi informasi mengenai Pemberian Hibah paling sedikit memuat:

    1. kebijakan tentang Pemberian Hibah;

    2. jumlah Pemberian Hibah;

    3. Penerima Hibah; dan

    4. realisasi kemajuan pelaksanaan kegiatan. BAB IX BIAYA, PAJAK DAN BEA KELUAR UNTUK PEMBERIAN HIBAH


    Pasal 33

    Pengenaan biaya, pajak, dan bea keluar untuk Pemberian Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 34

    Peraturan Pemerintah ini diundangkan. mulai berlaku pada tanggal Agar Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2018 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ASING/ LEMBAGA ASING I. UMUM Pemberian Hibah merupakan suatu bentuk langkah keikutsertaan Pemerintah dalam mendukung pembangunan global melalui peningkatan kerjasama ekonomi dan pembangunan. Penguatan perekonomian Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, yang ditandai dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB), serta ^peningkatan posisi Indonesia menjadi Middle Income Counties menghadirkan tuntutan dunia internasional atas peran lebih besar Pemerintah Indonesia ^guna mendukung pembangunan ekonomi global. Peran Pemerintah yang ^pada awalnya lebih banyak berlaku sebagai beneficiary country akan sedikit bergeser ke arah contibutor country. Reposisi tersebut mutlak diperlukan, dan akan membuat peran Indonesia menjadi semakin penting sebagai mitra pembangunan strategis dalam peningkatan ekonomi dan pembangunan internasional. Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memberikan kewenangan kepada Pemerintah dalam memberikan hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing dengan persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat. Lebih lanjut, Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa kewenangan Pemberian Hibah dimaksud dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara, Pemberian Hibah memerlukan suatu dasar hukum yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah untuk menjamin terlaksananya tertib administrasi dan pengelolaan Pemberian Hibah. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -2- Pemberian Hibah pada kenyataannya telah dilakukan oleh Pemerintah dalam periode yang cukup lama melalui kementerian/ lembaga. Pemberian yang selama ini dilakukan oleh kementerian/lembaga tersebut cenderung bersifat ad hoc. dan spontan. Pemerintah belum memiliki suatu rencana strategi, kebijakan maupun kriteria tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam Pemberian Hibah. Mekanisme pengusulan, persetujuan, penganggaran, maupun pertanggungjawaban juga belum terbangun dengan baik, sehingga Pemberian Hibah lebih terlihat sebagai suatu kebijakan yang bersifat sektoral. Adanya Peraturan Pemerintah ini diharapkan dapat mengakomodasi pelbagai ketentuan yang diperlukan dalam Pemberian Hibah, antara lain berupa penentuan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing institusi dalam Pemberian Hibah, penyiapan kebijakan Pemberian Hibah sebagai suatu strategi dan alat pengendali dalam rangka pengelolaan Pemberian Hibah, serta diperlukannya penyiapan Rencana Pemberian Hibah. Peraturan Pemerintah ini memuat konsep mengenai hibah terencana yang disusun berdasarkan kebijakan Pemberian Hibah, serta hibah yang bersifat tidak terencana, insidental dan mendesak untuk tujuan kemanusiaan. Pemberian Hibah yang semula dilakukan secara langsung oleh kementerian/lembaga ditertibkan menjadi satu pintu kebijakan (one gate policgl yakni kebijakan Pemberian Hibah yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Luar Negeri. Kebijakan tersebut disusun setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan dan berpedoman pada kebijakan luar negeri yang ada di Kementerian Luar Negeri dan kebijakan fiskal yang ada di Kementerian Keuangan. Hal tersebut dimaksudkan agar Pemberian Hibah tetap sejalan dengan kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah dalam melakukan hubungan internasional, serta dengan memperhatikan kapasitas fiskal Pemerintah. Selanjutnya, kewenangan pelaksanaan/penyaluran hibah diberikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai dengan kewenangan dalam ketentuan tata cara pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang menyebutkan Menteri Keuangan bertindak selaku Pengguna Anggaran atas anggaran Belanja Hibah. Menteri Keuangan menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran atas Belanja Hibah dan mengalokasikan belanja hibah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Penyaluran PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -3- Penyaluran hibah dilakukan dalam bentuk uang, baik berupa uang tunai maupun uang untuk membiayai kegiatan, yang secara umum dimuat dalam Daftar Rencana Pemberian Hibah (DRPH). Pelaksanaan Pemberian Hibah yang berupa uang tunai dilaksanakan melalui pemindahbukuan dari rekening kas negara ke rekening Pemerintah Asing/Lembaga Asing penerima Hibah. Sementara hibah berupa uang untuk membiayai kegiatan dilakukan oleh Pemerintah, diserahkan kepada Penerima Hibah, atau melalui Organisasi Internasional. Penyaluran hibah melalui Organisasi Internasional dilakukan dalam hal kondisi negara tujuan Penerima Hibah tidak memungkinkan Pemerintah untuk memberikan hibah secara langsung. Pemberian Hibah yang ditujukan khusus untuk kemanusiaan dapat dilaksanakan di luar usulan yang tercantum dalam DRPH sepanjang ditetapkan dalam Undang Undang tentang APBN. Setiap Pemberian Hibah dilaksanakan dengan prinsip sesuai kemampuan negara, kehati-hatian, transparan, dan akuntabel, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur mengenai pemantauan dan evaluasi, pelaporan, publikasi serta pengawasan dalam peyaluran Pemberian Hibah. Dengan demikian, diharapkan Pemberian Hibah memberikan dampak positif khususnya bagi peningkatan sektor ekonomi Indonesia, serta peran bangsa Indonesia dalam kerangka kerja sama internasional. Dengan demikian, dalam rangka mewujudkan amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OO3 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara serta untuk menjawab tantangan terhadap peran dan kontribusi Pemerintah Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan internasional, perlu diterbitkan payung hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Pemerintah Asing lLembaga Asing. Peraturan Pemerintah ini diharapkan dapat mengatur Pemberian Hibah menjadi suatu bantuan yang terkoordinasi dengan memperhatikan kemampuan fiskal Pemerintah dalam menyediakan pendanaan, serta dikelola dengan prinsip good gouernance, transparan, dan akuntabel. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -4- Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "Pemberian Hibah berupa uang tunai" adalah hibah yang diberikan Pemerintah dalam bentuk uang yang penggunaannya sepenuhnya ditentukan oleh Penerima Hibah. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup ^jelas. Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "sesuai kemampuan keuangan negara" adalah komitmen Pemberian Hibah harus dilaksanakan sesuai dengan kapasitas fiskal Pemerintah dalam mendanai Pemberian Hibah. Huruf b Yang dimaksud dengan "kehati-hatian" adalah bahwa proses pengambilan keputusan dalam Pemberian Hibah hendaknya dilakukan dengan mengutamakan kehati-hatian dan telah memitigasi risiko yang mungkin timbul, dengan memperhatikan kepentingan nasional. Huruf c Yang dimaksud dengan "transparan" adalah proses Pemberian Hibah dilakukan secara terbuka kepada pihak- pihak yang berkepentingan. Huruf d PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -5- Huruf d Yang dimaksud dengan Hibah dilakukan sesuai dipertan ggungj awabkan. Ayat (2) Cukup ^jelas. "akuntabel" adalah Pemberian dengan prosedur yang dapat Pasal 6 Ayat (1) Menteri selaku pengelola fiskal berwenang mengelola anggaran belanja hibah. Dalam rangka pengelolaan anggaran belanja hibah, Menteri bertindak selaku pengguna anggaran atas anggaran belanja hibah. Ayat (21 Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Pertimbangan Menteri antara lain memuat kapasitas fiskal yang bersumber dari penerimaan dalam negeri untuk membiayai Pemberian Hibah. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" antara lain dalam hal terjadi suatu perubahan perkembangan perekonomian nasional yang mengakibatkan berkurangnya kapasitas fiskal dan/atau perubahan kebijakan luar negeri. Ayat (6) Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -6- Pasal 9 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Pejabat yang ditunjuk oleh menteri/pimpinan lembaga ditetapkan melalui surat keputusan menteri/pimpinan lembaga. Usulan dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri terlebih dahulu disampaikan kepada Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Rencana pelaksanaan memuat indikasi kesiapan antara lain desain kegiatan, struktur pengelola kegiatan, dan desain monitoring. Huruf e Yang dimaksud dengan "analisis manfaat Pemberian Hibah" antara lain meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam melakukan penilaian, kelompok kerja dapat meminta pertimbangan kementerian/lembaga teknis dan/atau tenaga ahli dan/atau akademisi. Ayat (3) DRPH ditetapkan dalam suatu keputusan Menteri Luar Negeri. Ayat (a) Huruf a Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -7 - Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "jangka waktu Pemberian Hibah" adalah periode pelaksanaan Pemberian Hibah. Huruf e Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Cukup ^jelas. Pasal 12 Cukup ^jelas. Pasal 13 Ayat (1) Pemberian Hibah di luar DRPH ditujukan untuk tujuan kemanusiaan dan dapat dilaksanakan tanpa berpedoman kepada kebijakan Pemberian Hibah. Pemberian Hibah untuk tujuan kemanusiaan digunakan untuk penanggulangan bencana alam, bencana karena faktor bukan alam (antara lain gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit), dan bencana sosial (antara lain konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror). Pemberian Hibah tujuan kemanusiaan dapat dilaksanakan sepanjang telah tercantum dalam Undang Undang tentang APBN. Penetapan hibah untuk tujuan kemanusiaan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Republik Indonesia, yang dapat berupa antara lain direktif Presiden yang ada di dalam risalah sidang kabinet/rapat terbatas kabinet yang diterbitkan oleh Sekretariat Kabinet. Ayat (21 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -8- Ayat (2) Untuk pelaksanaan Pemberian Hibah di luar DRPH untuk tujuan kemanusiaan, Menteri Luar Negeri menyampaikan persetujuan dari Presiden Republik Indonesia kepada Menteri untuk pengalokasian anggaran belanja hibah. Pasal 14 Ayat (1) Pengalokasian Pemberian Hibah mengacu pada kapasitas fiskal tahun anggaran yang bersangkutan dan kerangka penganggaran jangka menengah dalam bagian anggaran bendahara umum negara. Alokasi anggaran Pemberian Hibah dalam belanja hibah mencakup alokasi anggaran untuk Pemberian Hibah yang tercantum dalam DRPH. Dalam penJrusunan dan pengalokasian anggaran, pagu anggaran belanja hibah hanya mengalokasikan rencana Pemberian Hibah dalam DRPH yang telah memenuhi kriteria kesiapan dan sesuai dengan ketersediaan kapasitas fiskal. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Perundingan dilakukan setelah alokasi anggaran disetujui oleh DPR. Alokasi anggaran yang disetujui DPR dapat meliputi sebagian atau seluruh komitmen Pemberian Hibah. Dalam hal terdapat Pemberian Hibah tahun jamak maka perundingan cukup dilakukan satu kali. Ayat (2) Perundingan dapat dilakukan dengan cara tatap muka atau korespondensi. Menteri atau pejabat yang diberi kuasa dapat melaksanakan praperundingan/diskusi teknis rancangan perjanjian Pemberian Hibah dengan Penerima Hibah. Ayat (3) Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -9 - Pasal 16 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Jumlah komitmen Pemberian Hibah dalam mata uang Rupiah dan/atau ekuivalen valuta asing. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Ketentuan dan persyaratan Perjanjian Pemberian Hibah antara lain ketentuan persyaratan pengefektifan hibah, jangka waktu penarikan, ketentuan atau persyaratan penarikan, dan pelaporan. Huruf e Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Apabila terjadi perselisihan, perjanjian yang digunakan adalah perjanjian dalam bahasa Indonesia. Ayat (7) Yang dimaksud dengan "instansi terkait lainnya" adalah Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kementerian/lembaga penanggungjawab kegiatan, dan Bank Indonesia.


    Pasal 17 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 10 Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dapat melakukan perubahan atas Perjanjian Pemberian Hibah" antara lain: a. terdapat perubahan kebijakan prioritas penganggaran; b. terdapat usulan perubahan Perjanjian Pemberian Hibah dari menteri/ pimpinan lembaga; dan/atau c. terdapat usulan perubahan Perjanjian Pemberian Hibah dari Pemerintah Asing lLembaga Asing selaku Penerima Hibah. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah dalam hal terjadi kenaikan nilai Pemberian Hibah, perubahan bentuk dan peruntukan hibah. Pasal 18 Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (KPA BUN) bertanggung jawab terbatas atas pemindahbukuan dari rekening kas negara ke rekening Pemerintah/Lembaga Asing yang menjadi tujuan Pemberian Hibah. Kebenaran dan keabsahan atas rekening yang menjadi tujuan Pemberian Hibah menjadi tanggungjawab kementerian/lembaga penanggung jawab kegiatan. Pasal 19 Cukup ^jelas Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasal 21 Cukup ^jelas PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 11- Pasal 22 Ayat (1) KPA BUN bertanggung jawab terbatas atas pemindahbukuan dari rekening kas negara ke rekening Pemerintah Asing/ Lembaga Asing yang menjadi tujuan Pemberian Hibah. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Persetujuan atas pelaksanaan penyaluran hibah disampaikan oleh kementerian/lembaga penanggungjawab kegiatan kepada Kementerian Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah permintaan Pemerintah Asing/Lembaga Asing diterima oleh kementerian/ lembaga penanggungjawab kegiatan. Persetujuan disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga penanggungjawab kegiatan atau pejabat yang diberi kuasa. Pasal 23 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "tidak dapat dilaksanakan oleh Pemerintah dan Penerima Hibah" adalah dalam hal kondisi negara tujuan Penerima Hibah tidak memungkinkan Pemerintah untuk memberikan hibah secara langsung sebagai akibat, antara lain: a. Sanksi/Embargo; b. Perang; c. Blokade; dan d. Bencana Alam. Yang dimaksud dengan "organisasi internasional" antara lain, namun tidak terbatas pada (i) lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa antara lain: Food and Agicttltural Organization, world Health organization, united Nations Deuelopment Programme, International Labour Organization, World Food Programme, dan united Nations Framework conuention on Climate Change; (ii) lembaga multilateral, antara lain: Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Bank Pembangunan Islam, dan Lembaga Regional seperti Association of Soutlrcast Asian Nations dan Europe Union. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 12 Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Agar Penerima Hibah mengetahui materi perjanjian dengan organisasi internasional, Menteri atau Pejabat yang diberi kuasa dapat meminta masukan Penerima Hibah atas rancangan perjanjian dengan organisasi internasional dan menyampaikan salinan perjanjian dengan organisasi internasional kepada Penerima Hibah. Ayat (5) KPA BUN bertanggung jawab terbatas atas pemindahbukuan dari rekening kas negara ke rekening organisasi internasional. Ayat (6) Persetujuan atas pelaksanaan penyaluran hibah disampaikan oleh kementerian/lembaga penanggungjawab kegiatan kepada Kementerian Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah permintaan organisasi internasional diterima oleh kementerian/ lembaga penanggungjawab kegiatan. Persetujuan disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga penanggungjawab kegiatan atau pejabat yang diberi kuasa. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas Pasal 28 Ayat (1) Dalam melakukan pemantauan, menteri/pimpinan lembaga penangungjawab kegiatan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Luar Negeri. PRES I OEN REPUBLIK INDONESIA -13- Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "semester" adalah bulan Januari ^sampai dengan bulan Juni dan bulan Juli sampai dengan ^bulan Desember. Pasal 29 Cukup ^jelas Pasal 30 Cukup ^jelas. Pasal 31 Cukup ^jelas. Pasal 32 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "semester" adalah bulan Januari sampai dengan bulan Juni dan bulan Juli sampai dengan ^bulan Desember. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup ^jelas Pasal 34 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6255

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):