Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018

Kerangka<< >>

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :

  1. bahwa untuk mendorong masyarakat berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal, dengan memberikan kemudahan dan lebih berkeadilan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk ^jangka waktu tertentu, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu; Mengingat.

  2. Mengingat REPuJ5,[t,',?otf; *r'o -2- : 1. Pasai 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a893); MEMUTUSKAN: MenetapKan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.

      Pasal 1

      Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:


    2. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 3. Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

      (1)

      (2\ (3)

      Pasal 2

      Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam ^jangka waktu tertentu. Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,57o (nol koma lima persen). Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:


  3. penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari ^jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;

  4. penghasilan yang diterima atau diperoleh di ^luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar ^di luar negeri;

  5. penghasilan yang telah dikenai Pajak ^Penghasilan yang bersifat finai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan

  6. penghasilan yang dikecualikan sebagai ^objek ^pajak. Jasa sehubungan dengan ^pekerjaan bebas ^sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:

  7. tenaga ahli yang melakukan ^pekerjaan ^bebas, ^yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, ^dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris;

  8. pemain musik, pembawa acara, ^penyanyi, ^pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang ^iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, dan ^penari;

  9. olahragawan;

  10. penasihat, pengajar, pelatih, ^penceramah, ^penyuluh, dan moderator;

  11. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

    (4)
    1. agen (1) g. pengawas atau pengeloia proyek;

  12. perantara;

  13. petugas penjaja barang dagangan;

  14. agen asuransi;

  15. distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.

    Pasal 3

    Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu ^yang dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (l) merupakan:


  16. Wajib Pajak orang pribadi; dan

  17. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, ^persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas, yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus ^juta rupiah) dalam 1 ^(satu) Tahun Pajak. Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) dalam hal:

  18. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak ^Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) hurufa, Pasal 17 ayat (2a1, atau Pasal 3lE Undang- Undang Pajak Penghasilan;

  19. Wajib Pajak badan berbentuk ^persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan ^jasa sejenis dengan ^jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (41;

  20. Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:

    1. Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau

      (2)
      1. Peraturan (3) (4\ (s) d. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, waj ib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk Tahun Pajak - Tahun Pajak berikutnya tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

        Pasal 4

        Besarnya peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) merupakan jumlah peredaran bruto dalam I (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan, yang ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang. Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi merupakan suami- isteri yang:


  21. menghendaki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis; atau

  22. isterinya menghendaki memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan penggabungan peredaran bruto usaha dari suami dan isteri.

    (1)

    (2t

    Pasal 5

    (1)


    Pasal 5

    Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu paling lama:


  23. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;

  24. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan

  25. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak:

  26. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau b. Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

    Pasal 6

    Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setiap bulan merupakan dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasiian yang bersifat final. Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (2)
    (1)
    (2)

    (3)


    Pasal 7
    (1)

    (2t


    Pasal 7

    Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang peredaran brutonya pada Tahun Pajak berjatan telah melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), atas penghasilan dari usaha tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan. Atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (ll yang diterima atau diperoleh pada Tahun Pajak - Tahun Pajak berikutnya oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasai 77 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 3lE Undang-Undang Pajak Penghasilan. (1)


    Pasal 8

    Pajak Penghasilan terutang dalam Pasal 6 ayat (3) dilunasi sebagaimana dimaksud dengan cara:

    (2)
    (3)
    1. disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; atau


  27. dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dalam hal Wajib Pajak bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak. Penyetoran sendiri Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilakukan setiap bulan. Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilakukan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak untuk setiap transaksi dengan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat iinal berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

    (4)

    Ketentuan (1) (2) (3)

    Pasal 9

    Dalam hal Wajib Paj ak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan surat keterangan kepada Direktur Jenderal P4iak. Direktur .ienderal Pajak menerbitkan surat keterangan bahwa Wajib Pajak bersangkutan dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan dan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


    Pasal 10

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, bagi Wajib Pajak yang sejak awal Tahun Pajak 2018 sampai dengan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku memenuhi syarat untuk menjalankan kewajiban ^perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun ^2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha ^yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, namun tidak memenuhi ketentuan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan ^final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. untuk 2.

    2. untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (L1yang diterima atau diperoleh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif l%o (satu persen) dari peredaran bruto setiap bulan; untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat {11 yang diterima atau diperoleh sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak 2018, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 0,5% (nol koma lima persen) dari peredaran bruto setiap bulan; dan untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (ll yang diterima atau diperoleh mulai Tahun Pajak 2019, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal L7 ayat (1) huruf a, Pasa1 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.


    Pasal 11

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2Ol3 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


    Pasal 12

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018. Agar REPuJtT'iu"'?Sf; *.r,o -10- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 2Ol8 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 2Ol8 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK iNDONESIA ^TAHUN ^2OI8 ^NOMOR ^89 I. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU UMUM Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (21 huruf e dan Pasal 17 ayat (71 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Undang- Undang Pajak Penghasilan), telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013), yang mengatur pengenaan Pajak Penghasilan final bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto usaha sampai jumlah tertentu. Dengan memperhatikan hasil evaiuasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan jangka waktu tertentu. Pemberlakuan {iD R E PU J.T': t,',35f; " ^= ^r, ^o -2- Pemberlakuan jangka waktu tertentu dimaksudkan sebagai masa pembelajaran bagi Wajib Pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenai Pajak Penghasilan denganrezim umum. Lebih lanjut, untuk mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal, Peraturan Pemerintah ini mengatur ketentuan mengenai penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Iinal. Untuk lebih memberikan keadilan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang telah mampu melakukan pembukuan, dalam Peraturan Pemerintah ini Wajib Pajak dapat memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 77 ayat (2a), atau Pasal 3lE Undang-Undang Pajak Penghasilan. Untuk menyempurnakan ketentuan Pajak Penghasilan final atas penghasilan dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, maka dipandang perlu untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dengan Peraturan Pemerintah ini. II. PASAL DEMI PASAL


    Pasal 1

    Cukup ^jelas.


    Pasal 2

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. *. ", J.T,[ t,',?otf; ^. r, o -3- Ayat (4) Contoh: T: an A memiliki keahlian sebagai pemain piano. Dalam hal Tuan A mengajar piano untuk dan atas namanya sendiri untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja, maka T\ran A menyerahkan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Penghasilan Tuan A dari mengajar piano dikecualikan dari penghasilan usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian, dalam hal T\ran A memiliki usaha kursus piano dan mempekerjakan orang lain, maka penghasilan dari usaha tersebut bukan merupakan penghasilan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.


    Pasal 3

    Ayat Ayat (1) Persekutuan komanditer disebut dengan commandit aire uenno ot s chap.


    (2)

    istilah asing Huruf a Wajib Pajak yang berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dikenai Pajak Penghasilan final, dapat memilih untuk tidak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Selanjutnya Wajib Pajak tersebut dikenai Pajak Penghasilan atas penghasilan kena pajak nya berdasarkan tarif:

  28. Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi; atau

  29. Pasal 17 ayat (2al dan Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak badan. Huruf b Huruf b Contoh: Tuan C seorang konsultan pajak dan bersama Tuan D sesama konsultan pajak membentuk Firma CD dan Rekan. Firma tersebut menjalankan usaha memberikan jasa konsultan pajak. Mengingat jasa yang diberikan oleh firma tersebut sama dengan jasa yang diberikan T\ran C dan Tlran D sehubungan dengan pekerjaan bebas berupa jasa konsultan pajak, maka firma tersebut tidak termasuk Wajib Pajak badan berbentuk firma yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 4 Ayat (1) Contoh I : T\ran B seorang arsitek dan memiliki usaha toko bahan bangunan. Pada Tahun Pajak 2O2O, Tuan B memperoleh peredaran bruto dari memberikan jasa arsitek atas nama diri sendiri sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan dari toko bahan bangunan memperoleh peredaran bruto sebesar Rp 1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta nrpiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Penentuan batasan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.8O0.000.000,00 (empat miliar detapan ratus juta rupiah) dihitung hanya atas peredaran bruto dari usaha toko bahan bangunan. Karena Contoh 2: T\ran S seorang dokter dan memiliki usaha apotek. Pada Tahun Pajak 2020, Tuan S memperoleh peredaran bruto dari memberikan jasa dokter atas nama diri sendiri sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan dari usaha apotek memperoleh peredaran bruto sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Meskipun jumlah peredaran bruto Tuan S sebesar Rp5.000.00O.O00,00 (lima miliar rupiah), penentuan batasan peredaran bruto hanya berdasarkan peredaran bruto dari usaha apotek. Karena batasan peredaran bruto yang diterima oleh Tuan S dari usaha apotek tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan dari usaha apotek dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Sedangkan penghasilan dari jasa dokter dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Contoh 3: Tuan X merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui rincian peredaran usaha di tahun 2019 adalah sebagai berikut:

  30. Pasar A sebesar Rp i .000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

  31. Pasar B sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua mitiar rupiah);

  32. Pasar C sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); Dengan Dengan demikian, Tuan X pada tahun 2020 tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan final, karena peredaran bruto usaha T_ran X dari seluruh tempat usaha pada tahun 2019 melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Ayat (2) Contoh: T\ran G dan Nyonya H adalah sepasang suami isteri yang menghendaki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis. Pada Tahun Pajak 2019, T\ran G memiliki usaha toko kelontong dengan peredaran bruto Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan Nyonya H memiliki usaha salon dengan peredaran bruto Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Meskipun peredaran bruto masing-masing kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), akan tetapi karena jumlah peredaran bruto dari usaha T\ran G ditambah peredaran bruto dari usaha Nyonya H pada Tahun Pajak 2OI9 adalah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), maka atas penghasilan dari usaha Tuan G dan Nyonya H tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

    Pasal 5

    Contoh 1: Tuan L memiliki usaha kedai kopi dan telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tanggal 16 Oktober 2018. Tuan L dikenai Pajak Penghasilan final sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Peredaran bruto yang diperoleh Tuan L dari usahanya:


  33. Tahun 2018: Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

  34. Tahun 2019: Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

  35. Tahun 2020: Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah);

  36. Tahun 202 1: Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

  37. Tahun {iD ."rJintt,',?5|..,o -7 - e. Tahun 2022: Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah);

  38. Tahun 2023: Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah);

  39. Tahun 2024: Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah). T: an L dapat dikenai Paj ak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu 7 (tduh) Tahun Pajak, yaitu sejak Wajib Pajak terdaftar sampai dengan Tahun Pajak 2024. Untuk Tahun Pajak 2025 dan Tahun Pajak - Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasiian berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Contoh 2: Persekutuan Komanditer (CV) JK memiliki usaha penjualan gerabah dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada tanggal 4 Agustus 2016. Peredaran bruto yang diperoleh CV JK:

  40. Tahun 2018: Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

  41. Tahun 2019: Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);

  42. Tahun 2020: Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus ^juta rupiah);

  43. Tahun 202 1: Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). CV JK dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam ^jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak, yaitu sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan Tahun Pajak 2O2l . Untuk Tahun Pajak 2022 dan Tahun Pajak - Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat(2a) atau Pasal 77 ayat (2a) dan Pasal 3lE Undang-Undang Pajak Penghasilan. Contoh 3 Contoh 3: Pf ABC memiliki usaha bengkel mobil dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada tanggal 24 Januari 2019. Peredaran bruto yang diperoleh PT ABC:

  44. Tahun 2019: Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

  45. Tahun 2020: Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

  46. Tahun 2021: Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);

  47. Tahun 2022: Rp4OO.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). PT ABC dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu 3 (tiga) Tahun Pajak, yaitu sejak Tahun Pajak 2019 sampai dengan Tahun Pajak 2O2I. Untuk Tahun Pajak2022 dan Tahun Pajak - Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 17 ayat(2a) dan Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

    Pasal 6

    Cukup ^jelas.


    Pasal 7

    Contoh: T\ran I memiliki usaha restoran dan dikenai Pajak Penghasilan final sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini sejak Tahun Pajak 2019, karena peredaran bruto Tuan I pada tahun 2O18 kurang dari Rp4.800.0O0.000,00 (empat miliar delapan ratus ^juta rupiah). Pada bulan Agustus tahun 2019, peredaran bruto Tuan I telah mencapai RpS.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Meskipun peredaran bruto Tuan I telah melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar deiapan ratus juta rupiah), T\ran I tetap dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,57o (nol koma iima persen) sampai dengan akhir Tahun Pajak 2019. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan I pada Tahun Pajak 2O2O dan seterusnya, dikenai Pajak Penghasilan dengan ketentuan umum berdasarkan tarif Pasal 77 ayat (1) huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan.


    Pasal 8
    Pasal 8

    Contoh: Ttran R memiliki usaha toko elektronik dan memenuhi ketentuan untuk dapat dikenakan Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Pada bulan September ^2019, Tuan R memperoleh penghasilan dari usaha ^penjualan alat elektronik dengan peredaran bruto sebesar Rp80.000.000,00 ^(delapan ^puluh ^juta rupiah). Dari ^jumlah tersebut, penjualan dengan ^peredaran bruto sebesar Rp60.000.000,00 (enam putuh ^juta rupiah) dilakukan ^pada tanggal i7 September 20i9 kepada Dinas Perhubungan ^Provinsi ^DKI Jakarta yang merupakan Pemotong atau Pemungut ^Pajak, ^sisanya sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh ^juta rupiah) ^diperoleh ^dari penjualan kepada pembeli orang pribadi yang langsung datang ke ^toko miliknya. Tuan R memiliki surat keterangan Wajib Pajak dikenai ^Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan ^Peraturan Pemerintah ini. Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang untuk ^buian September 20I9 dihitung sebagai berikut:



  48. Pajak Penghasilan ^yang bersifat final ^yang dipotong oleh ^Dinas Perhubungan DKI Jakarta: : 0,5% x Rp60.000.000,00 = RP300.000,00 b. Pajak Penghasilan yang bersifat linal ^yang disetor ^sendiri: = 0,5% x Rp20.000.000,00 = Rp10o.000,00

    Pasal 9

    Cukup ^je1as. Pasai 10 Contoh: Firma AS melakukan kegiatan usaha ^jasa konsultan ^hukum ^yang dibentuk oleh Tuan A dan Tuan S, ^yang berprofesi ^sebagai ^konsultan hukum. Firma AS terdaftar sebagai Wajib Pajak ^sejak ^tahun ^2017. Firma AS menggunakan pembukuan berdasarkan ^tahun ^kalender. Peredaran Peredaran bruto yang diperoleh Firma AS: Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ; Rpl.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Firma AS pada Tahun Pajak 2018 memenuhi syarat dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut. Namun demikian Firma AS tidak memenuhi ketentuan untuk dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah ini, meskipun peredaran bruto Firma AS tidak melebihi Rpa.800.000.000,00 (empat miliar deiapan ratus juta rupiah). Untuk Tahun Pajak 2018 Firma AS memenuhi kewajiban Pajak Penghasilannya sebagai berikut:

    1. Pada bulan Januari 2018 sampai dengan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, Firma AS dikenai Pajak Penghasilan final dengan tarif lYo (satu persen) berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013;

    2. Sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku sampai dengan bulan Desember 2018, Firma AS dikenai Pajak Penghasilan final dengan tarif 0,5% (no1 koma lima persen) berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Untuk Tahun Palak 2Ol9 dan seterusnya, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Firma AS dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasai L7 ayat (2a) atau Pasal 17 ayat (2a) dan Pasal 3 lE Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pasal 1l Cukup ^jelas.


    Pasal 12

    Cukup je1as.


  49. Tahun 2017:

  50. Tahun 2Ol8: rupiah);

c. Tahun 2019:

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):