Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pemantauan, Evaluasi, Dan Pelaporan Sistem Peradilan Pidana Anak

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2017

Kerangka<< >>

*u"u J'TFt,',?Sf; *u"u J'TFt,',?Sf; *.r,o PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEI"{KSANAAN KOORDINASI, PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PEI,APORAN SISTEM PERADII,AN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 94 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Sistem Peradilan Pidana Anak; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2Ol2 teatang Sistem Peradilan Pidana Anak (Irembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol2 Nomor 153, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. BAB I ##ua.i$, ffi; ffi# Pr--rF-3tDEl.t Ff EPt-J L.JLI l(. I I'l D(}t.t ESIA -2- BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. 2. Koordinasi adalah kegiatan mengintegrasikan dan menyinkronisasikan rumus€Ln kebijakan Sistem Peradilan Pidana Anak. 3. Pemantauan adalah kegiatan mengamati, mengidentifikasi, dan mencatat pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak yang dilakukan oleh lembaga terkait. 4. Evaluasi adalah kegiatan menganalisis hasil Pemantauan pelaksanaan Sistem Peradilan Pid.ana Anak. 5. Pelaporan adalah kegiatan menyusun dan menyampaikan hasil Pemantauan, dan Evaluasi pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak. 6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan anak. 7. Komisi adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia. BAB II PELAKSANAAN KOORDINASI
    Pasal 2

    Koordinasi dimaksudkan sebagai upaya untuk sinkronisasi perumusan kebijakan Sistem Peradilan Pidana Anak. Sinkronisasi perumusan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai langkah:

    1. pelaksanaan pencegahan;

      (1)

      (21 #ffi *ffigpr-1ffi PRES IDEhI l-{Elf, UBLII( ll\DOl.lESlA. -3- b. penyelesaian administrasi perkara;

    2. pelaksanaan rehabilitasi; dan

    3. pelaksanaan reintegrasi sosial. Pasal 3 (1) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh Menteri secara lintas sektoral dengan lembaga terkait. (2) Lembaga terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    4. Mahkamah Agung;

    5. Kejaksaan Republik Indonesia;

    6. Kepolisian Negara Republik Indonesia;

    7. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;

    8. Kementerian yar: .g menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeil f. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial;

    9. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan kebudayaan;

    10. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;

    11. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama; dan

    12. kementerian/lembaga terkait lainnya. (3) Dalam rangka pelaksanaan Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat membentuk tim Koordinasi yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.


    Pasal 4

    Koordinasi dapat dilaksanakan dalam bentu<:

    1. rapat Koordinasi; daa/atau ffi,r -#hq+p.-<4#'r l.-r11l: s lDEl'l l{ lIFiLl til-l li I I'i D0fl E: ilA -4- b. permintaan dan penyampaian data dan informasi. Pasal 5 (1) Rapat Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu ^jika diperlukan. (2) Rapat Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan pemerintah daerah. Pasal 6 (1) Menteri dapat meminta sebagaimana dimaksud dalam pimpinan lembaga terkait. data dan informasi Pasal 4 hurufb kepada (21 Pimpinan lembaga terkait sebagaimana Cimaksud pada ayat (1) memberikan data dan informasi ^yang diminta oleh Menteri.


    Pasal 7

    Dalam melaksanakan kebijakan Sistem Peradilan Pidana Anak di daerah, gubernur dan bupati/walikota berkoordinasi dengan lembaga terkait. BAB III PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN


    Pasal 8

    Menteri dan Komisi melakukan Pemantauan, Evaluasi, ^dan Pelaporan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak ^yang dilakukan oleh lembaga terkait sesuai dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 (1) Dalam melakukan Pemantauan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak, Menteri dapat berkoordinasi dengan lembaga terkait dan ^pemerintah daerah.

    (2)

    Pemantauan oad.q.s^'*fu, $d^@# -#frpr1$ir if i: {E-i lD|: t I i{i'-i: rtJ [jLl f. I I I DC,r I I E1i lA -5- (21 Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:

    1. pengumpulan data dan informasi;

    2. melakukan kuqfungan; dan/atau

    3. rapat kerja. Pasal 10 (1) Komisi melakukan Pemantauan pelaksanaan Sistem Peradilan Fidana Anak dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak. (21 Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

    4. kunjungan rutin;

    5. kunjungan tanpa pemberitahuan; dan/atau

    6. melakukan wawancara dengan anak secara tertutup. Pasal 11 Dalam melakukan Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Komisi berkoordinasi dengan lembaga yang terkait dengan anak. Lembaga yang terkait dengan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan akses kepada Komisi untuk:

    7. mengetahui tempat anak dirawat atau dibina; dan

    8. mendapatkan data dan informasi mengenai pelayanan, penanganan, dan pembinaan anak. Tata cara pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal L2 (1) Menteri melaksanakan Evaluasi hasil Pemantauan atas pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak.

    (1)

    (21 (3) ,$%aquo w,$$l ffi %.1r"*: , PRE: -,lDEl.l t'{EPLI lf Ll lr. I l'.1 DO lrl ti': -l I A -6- (2) Hasil Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sebagai bahan pelaporan atas pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 13 (1) Komisi melaksanakan Evaluasi hasil Pernantauan atas pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak analc (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan sebagai bahan pelaporan atas pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak calam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak. Pasal 14 (1) Menteri melaporkan hasil Pemantauan dan Evaluasi pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak kepada Presiden dengan tembusan kepada pimpinan lembaga terkait. (2) Laporan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak. (3) I"aporan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam L (satu, tahun.

    (2)
    (1)
    (2)
    (1)

    *{Str^ ^*li$i, ffinT' A\ ^--.It %w# _flqisr.# Iri: "1[3lDi: l I Ri: i: rUElL-|1'. ll lDCtl lESlA, -7 - Laporan pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu' tahun.


    Pasal 16

    Menteri menetapkan ped.oman tata cara Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan pelaksanaan Sistem Peradilan Fidana Anak. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IV PENDANAAN Pasal 17 Pendanaan untuk pelaksanaan Koordinasi, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan S: stem Peradilan Pidana Anak bersumber dari:

    1. Anggaran Pendapatan dan Beianja Negara; dan/atau

    2. sumber d"ana lain yang sah dan idak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Pendanaan untuk pelaksanaan kebijakan Sistem Peradilan Pidana Anak di daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. BAB V KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 18

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap orang mengetahuinya, rremerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam kmbaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Maret 2Ol7 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Marct 2Ol7 MENTERI HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OI7 NCMOR 40 #ffi ry-h$,ra,.i# PRES lDE.l.l FTEF U BLI li I l"l llOl''l ESlp\ PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2OL7 TENTANG TATA CARA PEI,AKSANAAN KOORDINASI, PEMANTAUAN, ^EVALUASI, ^DAN PEI,APORAN SISTEM PERADII.AN PIDANA ^ANAK UMUM Setiap agak berhak atas kelangsungan ^hidup, ^tumbuh, ^dan berkembang serta berhak atas ^pelindungan ^dari ^kekerasan ^dan diskriminasi sebagaimana tercantum ^dalam ^Pasal ^288 ^ayat ^(2) Undang- Undang Dasar Negara Republik ^Indonesia ^Tahun ^1945. ^Hak ^anak tersebut melekat pula terhadap anak ^yang ^berhadapan ^<iengan ^hukum yang meliputi anak sebagai pelaku, korban, dan ^saksi. Proses hukum yang terjadi ^pada ^anak ^dapat ^menimbulkan trauma yang mendalam pada kehidupannya sehingga ^perlu ^penanganan ^secara optimal, dengan mengambil ^langkah ^pencegatran, ^penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, ^dan ^reintegrasi ^sosial. Pasal 94 ayat (4) Undang-Undang ^Nomor l L ^Tahun ^2OL2 ^tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ^mengamanatkan ^perlunya ^disusun Peratural Pemerintah tentang ^Tata ^Cara ^Pelaksanaan ^Koordinasi, Pemantauan, Evaluasi, dan ^Pelaporan Sistem Peradilan Pidana ^Anak. Pemerintah memiliki ^peran penting dalam rangka ^melaksanakan Sistem Peradilan Pidana Anak ^dengan melalmkan ^sinkronisasi perumusan kebliakan mengenai langkah ^pencegahan, ^penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, ^dan ^reintegrasi sosial ^dalam ^bentuk Koordinasi. Untuk menjamin ^terlaksananya pelakserraan ^Sistem peradilan Pidana Anak secara terintegrasi, terpadu, dan holistik, perlu dilakukan ^pemantauan, evaluasi, ^dan ^pel,apor€ul ^yang cilakukan ^oleh Menteri da11 Komisi. Oleh ^lrarena ^itu ^perlu diatur ^tentang ^tata ^cara pelaksanaan Koordinasi, Pemantauan, ^Evaluasi, ^dan ^Pelaporan ^Sistem Peradilan Pidana Anak. Materi . . ^. n #ffi^ {.{0. #' l,\ "+{il %^w-K-ilj ^tfu4}*,,G#, r.r r l', r,IJi,'; u"J.i5|,', . t,,.'" -2- Materi muatan Peraturan Pemerintah ini mengatur ^mengenai:

    1. pelaksanaan Koordinasi dalam bentuk rapat ^koordinasi ^yang melibatkan lembaga terkait dan ^pemerintatr dasah ^dan/atau permintaan dan penyampaian data dan informasi; can b. langkah yang diperlukan dalam ^pelaksanaan ^Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan pelaksanaan Sistem ^Peradilan ^Pidana Anak. II. PASAL DEMI PASAL


    Pasal 1

    Cukup ^jelas.


    Pasal 2

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pencegatran" ^adalah ^upaya mencegah agar anak tidak berkonflik ^derrgan ^hukum, anak tidak menjadi korban tindak ^pidana, ^anak ^tidak mengulangi perbuatannya, dan anak tidak ^masuk dalam sistem peradilan sesuai dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf b Yang dimaksud dengan "penyelesaian ^administrasi perkara" adalah proses ^penyelesaian ^perkara ^yang meliputi dari proses ^penyelidikan, ^penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan putusan. Huruf c -d#aruu, M.=.-ftril*.. 'r S?-W{ffitrIs"' itfl, * ffi,lpj _#,.$$fi,.,.4F PRtrS IDEN REFt.I ELt K. I t..t tf 0 t\ E5 I i. -3- Huruf c Yang dimaksud dengan "rehabilitasi" ad.aiah rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Yang dimaksud dengan "rehabilitasi medis" adalah proses kegiatan pengobatan secara terpad.u untuk memulihkan kondisi lisik Anak, Anak Korban, dan/ at.o Anak Saksi. Yang dimaksud dengan 'rehabilitasi sosial" adalah proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik Iisik, mental maupun sosial, agar Anak, anak Korban, dan/atau Anak Saksi dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan di masyarakat. Huruf d Yang dimaksud dengan "reintegrasi sosiar,, adalah proses penyiapan Anak, Anak Korban, d,anf atau Anak saksi untuk dapat kembali ke datarn lingkungan keluarga dan masyarakat. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. r-r E F u JJi,[ t,',355*,. *, r' -4- Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Huruf j Yang dimaksud dengan "kementerian/lembaga terkait lainnya" antara lain Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di ^bidang Pendayagunaan Aparatur Negara, Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Keuangan. Ayat (3) Cukup ^jelas.


    Pasal 4

    Hunrf a Cukup ^jelas. Huruf b Penyampaian data dan informasi dalam ketentuan ^ini dilakukan antara lain melalui media komunikasi atau ^jasa pengiriman.


    Pasal 5

    Cukup ^jelas.


    Pasal 6

    ,iFd& ^-; - J'FJFt"oa ^*tS"' ffiw'$$ M'1' ^".,|ffi trs$}L,".{: 5f FtlE$ltrEl.'l liii l: F,u 13 [l r{. I I'l Do I'l ES I /\ -5-


    Pasal 6

    Cukup ^jelas. Pasal 7 Ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota dalam pelaksanaan kebijakan Sistem Peradilan Pidana Anak di daerah, dan untuk mempermudah Gubernur/Bupati/Walikota dalam berkoordinasi dengan instansi vertikal dalam melaksanakan ke"cijakan Sistem Peradilan Pidana Anak di daerah. Pasal 8 Cukup ^jelas.


    Pasal 9

    Cukup ^jelas.


    Pasal 10

    Cukup ^jelas.


    Pasal 11

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "tempat anak dirawat atau dibina" dalam ketentuan ini adalah tempat ^yang berbentuk lembaga pemerintah, swasta termasuk rumah di mana anak ditempatkan. Huruf b Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


    Pasal 12

    Cukup ^jelas.


    Pasal 13

    Cukup ^jelas. Pasal L4 Cukup ^jelas. ##ffi *ffi6$b<.#


    Pasal 15

    Cukup ^jelas.


    Pasal 16

    Cukup ^jelas.


    Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal L8 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOI\4OR ^602.7

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):