Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2017

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN KONTRAK BAGI HASIL GROSS SP'II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3lD Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun i983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split; Mengingat Mengingat :

l. 2. Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893); Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 5i, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069); PERLAKUAN 3. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERPAJAKAN PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPUT. BAB I BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. 2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi. 3. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi. 4. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi. 5. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di wilayah kerja yang ditentukan. 6. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. 7. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi. 8. Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran ralgrat. 9. Kontrak 9. Kontrak Bagi Hasil adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.

  2. Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

  3. Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

  4. Operator adalah Kontraktor atau dalam hal Kontraktor terdiri atas beberapa pemegang partisipasi interes (participating interestl, salah satu pemegang partisipasi interes Qtarticipating ^interest) ^yang ^ditunjuk ^sebagai ^wakil ^oleh pemegang partisipasi interes Qtarticipating interest) lainnya sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.

  5. Operasi Perminyakan adalah kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, pengangkutan sampai dengan titik penyerahan, penutupan dan peninggalan sumur Qtlug and abandonmentl serta pemulihan bekas penambangan (site restoration) Minyak dan Gas Bumi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi. L4. Lifting adalah sejumlah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custodg transfer point).

  6. Produksi Komersial adalah saat dimulainya penjualan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi sampai dengan berakhirnya Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

  7. Partisipasi Interes (Participating Interestl adalah hak dan kewajiban sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama, baik secara langsung maupun tidak langsung pada suatu Wilayah Kerja.

  8. Uplift R E P u J.Tnt t'*ootf; * . r, o -5- 17. Uplift adalah imbalan yang diterima oleh Kontraktor sehubungan dengan penyediaan dana talangan untuk pembiayaan operasi Kontrak Bagi Hasil yang seharusnya merupakan kewajiban partisipasi Kontraktor lain berdasarkan perjanjian di antara para pemegang Partisipasi Interes (Participating Interestl dalam satu Kontrak Kerja Sama.

  9. Kewajiban Penjualan Dalam Negeri (Domestic Market Obligationl yang selanjutnya disingkat DMO adalah kewajiban penyerahan bagian Kontraktor berupa Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

  10. Imbalan DMO adalah imbalan yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada Kontraktor atas penyerahan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan harga yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. 20. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan kerja yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dibawah pembinaaan, koordinasi, dan pengawasan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.

  11. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

    Pasal 2

    Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk Kontrak Kerja Sama dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil Gross Split pada Kegiatan Usaha Hulu.


    Pasal 3
    (1)

    Kontraktor wajib membawa modal dan teknologi serta menanggung risiko dalam rangka pelaksanaan Operasi Perminyakan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil Gross Split pada suatu Wilayah Kerja. (21 Pelaksanaan (2) R E P u J.Tnt t,'*ootf; * . r, o -6- Pelaksanaan Operasi Perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan berdasarkan prinsip efektif dan efisien, prinsip kewajaran, serta kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik. BAB II PENGHASILAN BRUTO DAN PENGURANG PENGHASILAN KONTRAKTOR


    Pasal 4
    (1)

    Penghasilan bruto Kontraktor terdiri atas:

    1. penghasilan dalam rangka bagi hasil Minyak dan Gas Bumi; dan/atau

    2. penghasilan lainnya selain dalam rangka bagi hasil Minyak dan Gas Bumi. Penghasilan dalam rangka bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung berdasarkan nilai realisasi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian Kontraktor dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi ditambah Imbalan DMO ditambah atau dikurangi varian harga atas Lifting. Penghasilan lainnya selain dalam rangka bagi hasil Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

    3. penghasilan yang berasal dari Uplift atau imbalan lain yang sejenis;

    4. penghasilan yang berasal dari pengalihan Partisipasi I ntere s (Particip ating Intere stl ;

    5. hasil penjualan produk sampingan dari Kegiatan Usaha Hulu; dan/atau

    6. penghasilan lainnya yang kemampuan ekonomis. (2t (3) memberikan tambahan


    Pasal 5
    (1)

    R E P u J.Tnt t,',?o=f; * .,, o -7 -


    Pasal 5

    Biaya operasi terdiri atas:

    1. biaya Eksplorasi;

    2. biaya Eksploitasi; dan

    3. biaya lainnya. Biaya Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    4. biaya pengeboran Eksplorasi;

    5. biaya umum dan administrasi pada kegiatan Eksplorasi; dan

    6. biaya geologis dan geofisika terdiri atas:


  12. biaya penelitian geologis; dan

  13. biaya penelitian geofisika. Biaya Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: biaya pengeboran pengembangan; biaya langsung produksi untuk:

  14. Minyak Bumi; dan/atau

  15. Gas Bumi. biaya pemrosesan Gas Bumi; biaya utility terdiri atas:

  16. biaya perangkat produksi dan pemeliharaan peralatan; dan

  17. biaya uap, air, dan listrik;

    1. biaya umum dan administrasi pada kegiatan Eksproitasi;

    2. biaya penyusutan; dan

    3. biaya amortisasi. (4) Biaya umum dan administrasi pada kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf e meliputi:

    4. biaya administrasi dan keuangan;

    5. biaya pegawai; 1,2) (3) a. b. c. d.

    6. biaya c. biaya jasa material;

    7. biaya transportasi;

    8. biaya umum kantor; dan

    9. pajak tidak langsung, pajak daerah, dan retribusi daerah. (5) Biaya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf c meliputi:

    10. biaya untuk memindahkan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dari titik produksi ke titik penyerahan;

    11. biaya kegiatan pascaoperasi Kegiatan Usaha Hulu;

    12. biaya pemasaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi yang berasal dari kegiatan pemasaran yang merupakan bagian dari Kegiatan Usaha Hulu yang telah disetujui Kepala SKK Migas;

    13. biaya penggantian investasi kepada Kontraktor sebelumnya dalam hal terjadi terminasi Kontrak Kerja Sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan

    14. biaya lain yang terkait dengan kegiatan Operasi Perminyakan.

      Pasal 6

      Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) yang dikeluarkan oleh Kontraktor dapat diperhitungkan sebagai unsui pengurang penghasilan dalam rangka bagi hasil Minyak dan Gas Bumi dalam penghitungan penghasilan kena pajak. pasal 7 (1) Biaya operasi yang dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak harus memenuhi persyaratan:


    15. dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung dengan kegiatan Operasi perminyakan di Wilayah Kerji Kontraktor yang bersangkutan di Indonesia;

    16. menggunakan b. menggunakan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan apabila tidak dipengaruhi hubungan istimewa, dalam hal terdapat hubungan istimewa menggunakan jumlah yang seharusnya dikeluarkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa berdasarkan ketentuan Undang- Undang Pajak Penghasilan;

    17. Operasi Perminyakan yang dilaksanakan sesuai dengan kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik; dan

    18. kegiatan Operasi Perminyakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja yang telah mendapatkan persetujuan Kepala SKK Migas. (2) Biaya yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan Operasi Perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib memenuhi syarat:

    19. untuk biaya penyusutan hanya atas barang dan peralatan yang digunakan untuk Operasi Perminyakan yang menjadi milik negara;

    20. untuk biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek di Indonesia yang berasal dari luar negeri hanya untuk kegiatan yang:

    21. tidak dapat dikerjakan oleh institusi/lembaga di dalam negeri;

  18. tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia; dan

  19. tidak rutin. c. untuk pemberian imbalan sehubungan dengan pekerjaan kepada karyawan/pekerja dalam bentuk natura/kenikmatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

    1. untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

    2. untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat dan lingkungan yang dikeluarkan pada masa Eksplorasi dan Eksploitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan;

    3. untuk pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat dengan syarat:

  20. digunakan R E P u J.T,[ t,'*ootf; * r., o -10- l. digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia;

  21. Kontraktor menyerahkan laporan keuangan konsolidasi kantor pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya; dan

  22. besarannya tidak melampaui batasan ^pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor ^pusat ^yang ditetapkan oleh Menteri. g. untuk pengeluaran remunerasi tenaga kerja ^asing ^pada Kontraktor Kontrak Bagi Hasil, besaran ^remunerasi tidak melampaui batasan yang ditetapkan oleh ^Menteri.

    Pasal 8

    Jenis biaya operasi dengan nama dan dalam ^bentuk ^apapun ^yang tidak dapat dikurangkan dari ^penghasilan ^bruto ^dalam penghitungan penghasilan kena pajak meliputi:

    1. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk ^kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, ^pemegang Partisipasi Interes (Participating Interestl, dan ^pemegang saham;

    2. pembentukan atau ^pemupukan dana ^cadangan, ^kecuali ^biaya penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan ^pada rekening bersama SKK Migas dan Kontraktor ^dalam ^rekening bank umum Pemerintah Indonesia ^yang berada ^di ^Indonesia;

    3. harta yang dihibahkan;

    4. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan ^serta sanksi pidana berupa denda yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta tagihan atau denda yang timbul akibat kesalahan Kontraktor karena kesengajaan atau kealpaan;

    5. biaya penyusutan atas barang dan peralatan ^yang digunakan yang bukan milik negara;

    6. pajak penghasilan;

    7. insentif, pembayaran iuran pensiun, dan premi asr.rransi untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus, dan pemegang saham;

    8. biaya h. biaya tenaga kerja asing yang tidak memiliki izin kerja tenaga asing;

    9. biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan Operasi Perminyakan dalam rangka kontrak;

    10. biaya representasi, termasuk biaya jamuan dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan daftar nominatif penerima manfaat dan Nomor Pokok Wajib Pajak penerima manfaat;

    11. biaya pelatihan teknis untuk tenaga kerja asing;

    12. biaya terkait merger, akuisisi, atau biaya pengaiihan Partisipasi Interes (Participating Interestl:

    13. biaya bunga atas pinjaman;

    14. royalti sehubungan dengan penggunaan hak paten atau hak hak lainnya yang dibayarkan secara langsung atau tidak langsung kepada kantor pusat dan/atau afiliasinya;

    15. pajak penghasilan pihak lain berupa:


  23. pajak penghasilan karyawan yang ditanggung Kontraktor, kecuali yang dibayarkan sebagai tunjangan pajak; dan/atau

  24. pajak penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan pihak ketiga di dalam negeri yang ditanggung Kontraktor atau di-gross up;

    1. nilai buku dan biaya pengoperasian aset yang telah digunakan yang tidak dapat beroperasi lagi akibat kelalaian Kontraktor;

    2. transaksi yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    3. bonus yang dibayarkan kepada Pemerintah; dan

    4. biaya yang terjadi sebelum penandatanganan Kontrak Bagi Hasil Gross Split kecuali biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf d. Pasal 9 (l) Pengeluaran yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari I (satu) tahun yang dilakukan pada masa Produksi Komersial dibebankan sebagai biaya pada tahun pengeluaran.

      (2)

      Pengeluaran (1) (2) Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari I (satu) tahun yang dilakukan pada masa Produksi Komersial dibebankan sebagai biaya melalui penyusutan atau amortisasi. Pasal l0 Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat ^(21 atas pengeluaran harta berwujud yang dilakukan pada masa Produksi Komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari I (satu) tahun dilakukan dalam bagian ^yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan ^pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dimulai pada bulan harta tersebut digunakan Qtlaced into seruice. Penghitungan pen5rusutan dilakukan sesuai kelompok, tarif, dan masa manfaat sebagaimana tercantum dalam l,ampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini, Dalam hal harta berwujud sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) tidak dapat digunalan lagi akibat kerusakan karena faktor alamiah atau keadaan kahar, ^jumlah nilai sisa buku harta berwujud langsung dapat dibebankan sebagai biaya operasi. Pasal l1 Amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat ^(21 atas pengeluaran selain harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal l0 ayat (1) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dilakukan ^pada masa produksi komersial, dihitung dengan metode satuan produksi. Amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran. (21 (3) (4) (1) (2t

      Pasal 12

      Pasal 12


      (1)

      Pengeluaran yang dilakukan sebelum dimulainya Produksi Komersial baik berupa harta berwujud maupun tidak berwujud dikapitalisasi dan diamortisasi yang dipercepat dengan metode satuan produksi. l2l ^Amortisasi ^sebagaimana ^dimaksud pada ^ayat ^(1) ^dimulai pada bulan Produksi Komersial.

      (3)

      Terhadap pengeluaran sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1), Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan ^pemeriksaan untuk menetapkan besarnya biaya ^yang dikapitalisasi.

      Pasal 13

      Besarnya cadangan biaya penutupan dan ^pemulihan tambang yang dibebankan untuk 1 (satu) tahun ^pajak, dihitung berdasarkan estimasi biaya ^penutupan ^dan pemulihan tambang berdasarkan masa manfaat ekonomis. Cadangan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) ^wajib disimpan dalam rekening bersama antara SKK Migas ^dan Kontraktor di bank umum Pemerintah Indonesia di Indonesia. Dalam hal total realisasi biaya penutupan dan pemulihan tambang lebih kecil atau lebih besar dari ^jumlah yang dicadangkan, selisihnya menjadi pengurang atau penambah biaya operasi dari masing-masing Wilayah Kerja atau lapangan yang bersangkutan, setelah mendapat persetujuan Kepala SKK Migas. Ketentuan mengenai tata cara penggunaan dana cadangan biaya penutupan dan pemulihan tambang diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.


      (1)

      (21 (3) (41 BAB III (1) t2t BAB III PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENGHASILAN

      Pasal 14

      Penghasilan Kontraktor untuk Kontrak Bagi Hasil Gross Split diakui pada titik penyerahan.


      Pasal 15

      Penghasilan dari Kontrak Bagi Hasil Gross Split dalam bentuk Minyak Bumi dinilai dengan menggunakan harga minyak mentah Indonesia. Metodologi dan formula dari harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral setelah berkoordinasi dengan Menteri. Ketentuan mengenai tata cara penetapan metodologi dan formula harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.


      Pasal 16

      Penghasilan dari Kontrak Bagi Hasil Gross Split dalam bentuk kontrak penjualan Gas Bumi dihitung berdasarkan harga yang tercantum dalam kontrak penjualan Gas Bumi. BAB IV PENGHITUNGAN BAGI HASIL


      Pasal 17

      (1)

      Bagi hasil Minyak dan Gas Bumi dihitung berdasarkan jumlah gross produksi dengan mekanisme bagi hasil awal (base splitl yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif.

      (3)
      (2)

      Kontraktor q,# (2) (3) (4) (1) (2) (3) Kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO dengan menyerahkan sebesar 25o/o (dua puluh lima persen) bagiannya dari produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kontraktor mendapat Imbalan DMO atas penyerahan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dengan harga yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran bagi hasil awal (base split), komponen variabel, dan komponen progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urLlsan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. BAB V PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

      Pasal 18

      Penghasilan neto untuk I (satu) tahun pajak bagi Kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayar (21 ditambah penghasilan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c dan huruf d dikurangi biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 hurufb, dan Pasal 8 hurufo angka 1. Dalam hal penghasilan setelah pengurangan biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 10 (sepuluh) tahun. Penghasilan kena pajak bagi Kontraktor dihitung berdasarkan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi dengan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


      (4)

      Besarnya Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi Kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terutang pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. BAB VI PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN LAINNYA SELAIN DALAM RANGKA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

      Pasal 19

      Penghasilan lain Kontraktor berupa Upltft atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dikenai pajak penghasilan yang bersifat linal dengan tarif 2Oo/o (dua puluh persen) dari ^jumlah bruto. Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan yang bersifat final yang berasal dari Uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai pajak penghasilan. Penghasilan Kontraktor dari pengalihan Partisipasi Interes (Participating Interestl sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif:


    5. 5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan Partisipasi Interes (Participating Interestl selama masa Eksplorasi; atau

    6. 7% (tujuh persen)' Partisipasi Interes Eksploitasi. (4) Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenai pajak penghasilan.

      (4)

      (s) (l) (21 (3) dari ^jumlah bruto, untuk pengalihan (Participating Interestl selama masa (5) Ketentuan REPUJS,: t,',35f; '=r,o -17- (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran atas pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 20

      (1)

      Dalam masa Eksplorasi, penghasilan dari pengalihan Partisipasi Interes (Participating Interestl tidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) apabila memenuhi kriteria:

    7. tidak mengalihkan seluruh Partisipasi Interes (Participating Interesf) yang dimilikinya;

    8. Partisipasi Interes lPafticipating Interest) telah dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun;

    9. di Wilayah Kerja telah dilakukan Eksplorasi (telah ada pengeluaran investasi); dan

    10. pengalihan Partisipasi Interes (Participating Interestl tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. Dalam masa Eksploitasi, penghasilan dari pengalihan Partisipasi Interes (Participating Interestl yang dilakukan untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). Pengalihan Partisipasi Interes (Participating Interest) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai Kegiatan Usaha Hulu. BAB VII PEMBUKUAN KONTRAKTOR

      Pasal 21
      (1)

      Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.

      (2)
      (3)
      (2)

      Pembukuan (21 (3) (41 (s) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing setelah mendapat persetujuan dari Menteri. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas, sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan, dan sesuai prinsip Kontrak Bagi Hasil Gross Splif. Pembukuan paling sedikit terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia. BAB VIII KEWAJIBAN KONTRAKTOR DAN/ATAU OPERATOR Pasal 22 (1) Setiap Kontraktor pada suatu Wilayah Kerja wajib:


    11. mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor pokok Wajib Pajak;

    12. melaksanakan pembukuan;

    13. menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan (SPT Tahunan pph);

    14. melakukan pemenuhan kewajiban pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

    15. membayar angsuran pajak dalam tahun berjalan untuk setiap bulan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya, dan dihitung atas penghasilan kena pajak dari Lifting yang sebenarnya dari bagian Kontraktor dalam suatu bulan takwim; dan

    16. memenuhi (2) (3) R E P u Jint t,',?otf; * . r, o -19- f, memenuhi ketentuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal terjadi pengalihan Partisipasi Interes (Participating Interestl atau pengalihan saham, Kontraktor wajib melaporkan nilainya kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi dan Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal pengalihan Partisipasi Interes (Participating Interestl, hak dan kewajiban perpajakan beralih ^kepada Kontraktor yang baru.

      Pasal 23
      (1)

      Setiap Operator pada suatu Wilayah Kerja wajib:


    17. melakukan pemenuhan kewajiban ^pemotongan ^dan/atau pemungutan pajak; dan

    18. menyelenggarakan pembukuan untuk ^kegiatan ^Operasi Perminyakan untuk Wilayah Kerja ^yang ^bersangkutan. (21 Dalam hal terjadi pergantian Operator, ^kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) beralih ^kepada ^Operator yang baru.

      Pasal 24

      Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian Pemerintah ^dari Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal 17 dihitung berdasarkan volume Minyak ^Bumi dan/atau Gas Bumi. Dalam hal Pemerintah membutuhkan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pajak penghasilan Kontraktor dari Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dapat berupa volume Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dari bagian Kontraktor. Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan dan tata cara pembayaran pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

      (1)
      (2)

      (3) BAB IX (1) BAB IX INSENTIF


      Pasal 25

      Pada tahap Ekspiorasi dan Eksploitasi sampai dengan saat dimulainya produksi komersial, Kontraktor diberikan fasilitas meliputi:


    19. pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang ^yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan;

    20. pajak pertambahan nilai atau pajak ^pertambahan ^nilai dan pajak penjualan atas barang mewah ^yang terutang tidak dipungut atas:

  25. perolehan barang kena pajak dan/atau ^jasa ^kena pajak;

  26. impor barang kena pajak;

  27. pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud ^dari luar daerah pabean di dalam daerah ^pabean; dan/atau

  28. pemanfaatan ^jasa kena pajak dari luar daerah ^pabean di dalam daerah pabean, yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan;

    1. tidak dilakukan pemungutan pajak ^penghasilan ^Pasal ^22 atas impor barang yang telah memperoleh ^fasilitas pembebasan dari pungutan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufa; dan/atau

    2. pengurangan pajak bumi dan bangunan sebesar ^1007o (seratus persen) dari pajak bumi dan bangunan Minyak dan Gas Bumi terutang yang tercantum dalam surat pemberitahuan pajak terutang. Terhadap fasilitas perpajakan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ^peruntukannya tidak dalam rangka Operasi Perminyakan, wajib dibayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ^fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri, (2t (3)

      Pasal 26
      (1)

      (21 (3) REPuJ.T,: t,"35f; *.r,o


      Pasal 26

      Dalam hal pada tahap Eksploitasi terdapat kapasitas berlebih pada fasilitas pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan, Kontraktor dapat memanfaatkan keiebihan kapasitas tersebut untuk digunakan Kontraktor lainnya berdasarkan prinsip pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) setelah mendapatkan persetujuan SKK Migas. Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharingl sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan secara proporsional kepada seluruh Kontraktor yang mendapat manfaat atas biaya operasi tersebut. Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharingl oleh Kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu Minyak dan Gas Bumi dikecualikan dari pemotongan pajak penghasilan dan tidak dikenakan pajak pertambahan nilai. Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharingl sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:


    3. barang yang digunakan dan diperoleh atau dibeli Kontraktor sebagai pelaksanaan kontrak merupakan barang milik negara;

    4. pemanfaatan barang milik negara yang digunakan sebagai fasilitas bersama teiah mendapat persetujuan SKK Migas; dan

    5. pemanfaatan fasilitas bersama tersebut tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba.

      Pasal 27

      Pembebanan alokasi biaya tidak langsung kantor pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (21 huruf f tidak dilakukan pemotongan pajak penghasilan dan tidak dikenai pajak pertambahan nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (4) BAB X PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -22- BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN


      Pasal 28

      Kontraktor melakukan transaksi dan penyelesaian pembayarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.


      Pasal 29

      Menteri dalam keadaan tertentu dapat menunjuk ^pihak ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis setelah berkoordinasi dengan menteri ^yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ^energi dan sumber daya mineral. Penunjukan pihak ketiga sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang- undangan di bidang pengadaan barang dan ^jasa.


      Pasal 30

      Seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh ^Kontraktor ^dalam rangka Operasi Perminyakan menjadi barang milik ^negara ^yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh SKK Migas.


      Pasal 31

      Berdasarkan pertimbangan keekonomian lapangan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral dapat melakukan penyesuaian terhadap besaran bagi hasil serta menetapkan bentuk dan besar insentif Kegiatan Usaha Hulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka membantu keekonomian Kegiatan Usaha Hulu, Menteri dapat memberikan insentif dalam rangka pemanfaatan barang milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (1)

      (21 (1) (2) BAB XI b. c. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN


      Pasal 32

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai ^berlaku:


    6. Kontrak Bagi Hasil Gross ^Split ^yang ^telah ^ditandatangani sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan ^wajib melaksanakan ketentuan dalam Peraturan ^Pemerintah ^ini dengan melakukan penyesuaian Kontrak ^Bagi ^Hasil ^Gross Split; fasilitas pembebasan bea masuk dan ^pajak ^dalam ^rangka impor yang telah diberikan terhadap Kontrak ^Bagi ^Hasil ^Gross Sp,tit sebagaimana dimaksud ^pada ^huruf ^a ^tetap ^berlaku sampai dengan masa berlaku ^yang ^tercantum ^dalam keputusan pemberian fasilitas berakhir; ^dan Kontraktor yang mengusulkan ^perubahan ^bentuk ^Kontrak Bagi Hasil dengan mekanisme ^pengembalian ^biaya ^operasi menjadi Kontrak Bagi Hasil Gross ^Split, ^biaya operasi, pajak- pajak tidak langsung, dan pajak bumi dan ^bangunan ^yang telah dikeluarkan dan belum ^dikembalikan ^dapat diperhitungkan menjadi tambahan split ^bagian ^Kontraktor sampai dengan Kontrak Bagi Hasil berakhir. BAB XII KETENTUAN PENUTUP

      Pasal 33

      Ketentuan perpajakan lainnya yang tidak diatur dalam ^Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan berdasarkan ketentuan ^peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


      Pasal 34

      Peraturan Pernerintah diundangkan. pada tanggal ini rnulai berlaku PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -24- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2Ol7 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2Ol7 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OL7 NOMOR 304 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK HASIL GROSS SPLIT DAN GAS BUMI DENGAN KONTRAK BAGI I. Umum Dalam rangka pelaksanaan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama yang berorientasi pada peningkatan efisiensi dan efektivitas pola bagi hasil produksi Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah menerapkan Kontrak Bagi Hasil yang menggunakan mekanisme tanpa pengembalian biaya operasi (Kontrak Bagi Hasil Gross Split). Bahwa industri usaha hulu Minyak dan Gas Bumi memiliki karakteristik yang berbeda dengan industri pada umumnya dengan tingkat risiko yang tinggi dan memerlukan waktu yang panjang serta investasi yang besar untuk menemukan cadangan Minyak dan Gas Bumi. Oleh karena itu, diperlukan ketentuan perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang dapat mendukung keekonomian sehingga meningkatkan investasi dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi dan meningkatkan penemuan cadangan Minyak dan Gas Bumi nasional. Peraturan {i} Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai ^jenis-jenis penghasilan Kontraktor, penghitungan penghasilan kena pajak, biaya-biaya operasi baik yang dapat maupun tidak dapat diperhitungkan sebagai ^pengurang penghasilan bruto, pengakuan dan pengukuran penghasilan, penghitungan bagi hasii, dan kewajiban Kontraktor atau Operator terkait perpajakan. Selain itu, diatur pula mengenai pemberian insentif dalam bentuk fasilitas perpajakan yang dilaksanakan sesuai ketentuan ^peraturan perundang-undangan serta mempertimbangkan karakteristik dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Fasilitas ^perpajakan ^diberikan ^sejak masa Eksplorasi sampai dengan Kontraktor mencapai ^Produksi ^Komersial untuk membantu keekonomian proyek sehingga Kontraktor ^tidak terbebani pembayaran pajak ketika belum memperoleh ^penghasilan. ^Untuk memberikan kepastian hukum, Peraturan ^Pemerintah ^ini ^juga ^akan diberlakukan terhadap Kontrak Bagi Hasil Gross ^Split ^yang ^telah ditandatangani sebelum Peraturan ^Pemerintah ^ini ^mulai ^berlaku ^dengan beberapa ketentuan peralihan. Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan ^Pemerintah ^ini ^meliputi:


    7. penghasilan bruto dan ^pengurang ^penghasilan ^Kontraktor;

    8. pengakuan dan pengukuran ^penghasilan;

    9. penghitungan bagi hasil;

    10. penghitungan ^pajak ^penghasilan;

    11. pajak penghasilan atas ^penghasilan ^lainnya ^selain ^dalam ^rangka ^bagi hasil Minyak dan Gas Bumi;

    12. pembukuan Kontraktor;

    13. kewajban Kontraktor dan/atau Operator; dan

    14. insentif. II. PASAL DEMI PASAL

      Pasal 1

      Cukup ^jelas.


      Pasal 2

      Cukup ^jelas. Pasat 3 {D


      Pasal 3

      Ayat (1) Dalam hal Kontrak Kerja Sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah menyediakan sumber daya alamnya sedangkan Kontraktor wajib membawa modal dan teknologi. Konsekuensinya bahwa Kontraktor tidak diperkenankan membebankan biaya bunga maupun biaya royalti dan sejenisnya ke dalam biaya operasi yang dapat dikurangkan dari penghasilan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kaidah praktik bisnis yang baik' meliputi kaidah praktik bisnis yang umum berlaku dan wajar sesuai dengan etika bisnis, sedangkan kaidah keteknikan yang baik meliputi:


    15. memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

    16. memproduksikan Minyak dan Gas Bumi sesuai dengan kaidah pengelolaan reservoar yang baik;

    17. memproduksikan sumur Minyak dan Gas Bumi dengan cara yang tepat;

    18. menggunakan teknologi perolehan minyak tingkat lanjut ^yang tepat;

    19. meningkatkan usaha peningkatan kemampuan reservoar untuk mengalirkan fluida dengan teknik yang tepat; dan

    20. memenuhi ketentuan standar peralatan yang dipersyaratkan.

      Pasal 4

      Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "varian harga atas Lifiing' adalah selisih harga yang terjadi karena perbedaan harga minyak mentah Indonesia bulanan dengan harga minyak mentah Indonesia rata- rata tertimbang. Ayat (3) Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "penghasilan lainnya" adalah penghasiian lain yang dapat dikategorikan sebagai penghasilan antara lain denda keterlambatan deliuery uendor, penalti penerimaan Lifting, dan penghasilan lainnya.


      Pasal 5

      Ayat (1) Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan biaya yang menjadi dasar dalam penghitungan penghasilan kena pajak. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "biaya pemrosesan Gas Bumi" adalah biaya yang terkait dengan aktifitas pemrosesan Gas Bumi sampai dengan titik penyerahan antara lain biaya pemrosesan Liquefted Natural Gas (,LIVQ. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -5- Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang termasuk biaya penyusutan antara lain berupa:


  29. fasilitas produksi;

  30. gedung kantor, gudang, perumahan;

  1. mesin dan peralatan. Huruf g Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Huruf a Termasuk dalam biaya pemindahan gas dari titik produksi ke titik penyerahan adalah biaya untuk pemasaran. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "biaya pemasaran" adalah biaya dalam rangka pemasaranyang dilakukan oleh Kontraktor pada Kegiatan Usaha Hulu sampai dengan titik penyerahan yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas.
    Pasal 6

    Cukup jelas.


    Pasal 7

    Cukup ^jelas.


    Pasal 8

    Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Harta yang dihibahkan tidak boleh dibebankan sebagai biaya karena harta tersebut merupakan milik negara. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup Jelas. Hurufj Cukup ^jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Huruf I Biaya yang terkait dengan merger dan akuisisi antara lain:

    1. biaya personal dan konsultan yang berkaitan dengan due diligence;

    2. biaya eksternal untuk press release, promosi, dan penggantian logo perusahaan; dan/atau

    3. biaya c. biaya yang terkait dengan separation program dan retention program, biaya yang berkaitan dengan teknologi sistem informasi (sepanjang sistem yang lama belum sepenuhnya didepresiasikan), biaya yang terkait dengan perpindahan kantor, dan biaya yang timbul karena perubahan kebijakan tentang proyek yang sedang berjalan. Huruf m Cukup ^jelas. Huruf n Biaya royalti yang tidak dapat dibebankan sebagai ^pengurang penghasilan bruto adalah biaya royalti yang terkait langsung dengan teknologi Operasi Perminyakan. Hunrf o Cukup ^jelas. Huruf p Yang dimaksud dengan "kelalaian Kontraktor" ^adalah ^kelalaian berat (gross negligancel atau perbuatan salah ^yang ^disengaja (willfut miscoruductl yang telah melalui proses ^penyelesaian perselisihan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Huruf q Cukup ^jelas. Huruf r Cukup ^jelas. Huruf s Cukup ^jelas.


    Pasal 9

    Ayat (1) Pengeluaran yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari ^1 (satu) tahun termasuk biaya survei dan intangible drilling ^cost ^yang dikeluarkan pada masa produksi komersial.

    (2)

    Cukup ^jelas. Ayat Pasal 1O q,D


    Pasal 10

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan " placed into seruicd' ^adalah ^saat dimulainya suatu harta berwujud ^digunakan dan telah ^memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh ^Penyelenggara ^Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan ^Gas ^Bumi. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat ^(4) Cukup ^jelas.


    Pasal 11

    Ayat (1) Metode satuan ^produksi dilakukan ^dengan ^menerapkan persentase tarif amortisasi ^yang ^besarnya ^setiap ^tahun ^sama dengat persentase ^perbandingan ^antara ^realisasi ^penambangan Minyak dan Gas Bumi ^pada ^tahun yang ^bersangkutan dengan taksiran ^jumlah ^seluruh ^kandungan ^Minyak dan ^Gas Bumi di lokasi tersebut ^yang ^dapat ^diproduksi. Taksiran ^jumlah seluruh kandungan ^Minyak ^dan ^Gas ^Bumi berdasarkan persetujuan ^rencana pengembangan ^lapangan ^(Plan of Deuelopment) ^yang ^pertama ^dan ^dapat ^dilakukan ^penyesuaian berdasarkan hasil ^pemantauan rencana ^pengembangan ^lapangan (Plan of DeueloPmentl. Apabiia ternyata ^jumlah ^produksi ^yang ^sebenarnya ^lebih ^kecil dari yang diperkirakan, sehingga ^masih ^terdapat ^sisa pengeluaran untuk memperoieh hak atau ^pengeluaran ^lain, ^maka atal sisa pengeluaran tersebut ^boleh ^dibebankan ^sekaligus ^dalam tahun pajak ^yang bersangkutan. Ayat ^(21 Cukup ^jelas.


    Pasal 12
    Pasal 12

    Ayat (l) Yang dimaksud dengan ^"amortisasi dipercepat" ^adalah ^sebesar 2 (dua) kali dari tarif amortisasi ^pada ^tahun ^yang ^bersangkutan' Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Dalam hal terdapat ^biaya-biaya ^yang akan ^dikapitalisasi ^termasuk tahun pajak yang melebihi 5 ^(lima) ^tahun, ^Direktorat ^Jenderal Pajak ieLp dapat melakukan ^pemeriksaan ^atas ^biaya-biaya tersebut.



    Pasal 13

    Ayat ^(1) Yang dimaksud dengan "tahun Ayat ^(2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas.


    Pasal 14

    pajak" adalah tahun kalender. Yang dimaksud dengan 'titik ^penyerahan" ^adalah ^titik ^terjadinya pen[alihan hak kepemilikan ^(transfer of ^titlel Minyak ^Bumi ^dan/atau Gas Bumi dari Pemerintah ^kepada ^Kontraktor.


    Pasal 15

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan ^oharga ^minyak mentah ^Indonesia" adalah harga minyak mentah yang ditetapkan ^oleh ^menteri ^yang meriyelenggarakan urusan ^pemerintahan ^di ^bidang ^energi ^dan sumber daya mineral secara ^periodik. Ayat (2\ Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


    Pasal 16

    Cukup ^jelas.


    Pasal 17

    Cukup ^jelas.


    Pasal 18

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat ^(2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "tarif pajak" sesuai ketentuan ^peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan dalam ketentuan ini adalah pemberlakuan tarif pajak sesuai ^besaran tarif pajak yang ditentukan dalam kontrak yaitu tarif pajak ^yang berlaku pada saat kontrak ditandatangani atau tarif ^pajak ^sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ^perpajakan yang berlaku dan dapat berubah setiap saat. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 2O


    Pasal 20

    Cukup ^jelas. Pasal 2 1 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Dokumen pendukung tetap disimpan untuk ^pembuktian ^biaya- biaya yang membutuhkan pembuktian lebih dari 10 ^(sepuluh) tahun.


    Pasal 22

    Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Bentuk dan isi SPT Tahunan PPh sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur tentang bentuk ^dan isi surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan bagi wajib pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -12- Huruf f Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Jika interest pada suatu Wilayah Kerja dimiliki oleh Kontraktor A, Kontraktor B, dan Kontraktor C kemudian interest Kontraktor A dialihkan kepada Kontraktor D, maka kewajiban perpajakan atas interest tersebut menjadi kewajiban Kontraktor D sejak pengaliha n interest tersebut berlaku efektif.


    Pasal 23

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Jika Kontraktor B menjadi Operator menggantikan ^Kontraktor ^A, maka kewajiban beralih kepada Kontraktor B ^sejak ^pengalihan Operator tersebut berlaku efektif. Kontraktor ^A ^juga ^diwajibkan mengalihkan dokumen-dokumen yang berhubungan ^dengan biaya-biaya yang belum dibebankan.


    Pasal 24

    Cukup ^jelas.


    Pasal 25

    Cukup ^jelas.


    Pasal 26

    Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas.


    Pasal 28
    Pasal 28

    Cukup ^jelas.



    Pasal 29

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah musibah karena alam yang menimbulkan potensi kerugian negara berupa penurunan penerimaan dan/atau kerugian pada aset negara pada Kegiatan Usaha Hulu. Ayat (2) Cukup ^jelas.


    Pasal 30

    Cukup ^jelas.


    Pasal 31

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penyesuaian terhadap besaran bagi ^hasil" adalah dalam hal perhitungan keekonomian lapangan ^atau beberapa lapangan tidak mencapai keekonomian tertentu, ^menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang energi dan sumber daya mineral dapat menetapkan tambahan persentase bagi ^hasil untuk Kontraktor. Sedangkan dalam hal perhitungan keekonomian lapangan atau beberapa lapangan melebihi keekonomian tertentu, menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang energi ^dan sumber daya mineral dapat menetapkan tambahan ^persentase bagi hasil untuk negara. Yang dimaksud dengan "insentif Kegiatan Usaha Hulu' adalah insentif yang diberikan untuk mendukung keekonomian pengembangan Wilayah Kerja. Ayat ^(2) Cukup ^jelas.


    Pasal 32
    Pasal 32

    Cukup ^jelas.



    Pasal 33

    Cukup ^jelas.


    Pasal 34 Cukup ^jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN KONTRAK BAGI HASIL GROSS ^SPLIT KELOMPOK HARTA BERWUJUD, MASA MANFAAT, ^DAN ^TARIF KELOMPOK DAN TARIF MASA MANFAAT KELOMPOK I: Tarif 50% 1. Mobil Penumpang 1,5 tahun 2. Truk ringan (13.000 pon atau kurang) ^dan traktor 2 tahun 3. Truk berat (diatas 13.000 ^pon) 3 tahun 4. Pesawat terbang 3 tahun 5. Peralatan konstruksi 3 tahun KELOMPOK II : Tarif 25o/o 1. Bus 4,5 tahun 2. Peralatan kantor dan rumah tangga 5 tahun 3. Bangunan sarana dan bangunan ^penunjang 5 tahun 4. Fasilitas produksi 5 tahun 5. Gerbang kereta dan lokomotif 7,5 tahun Peralatan pengeboran dan produksi serta perlengkapan dan instrumennya 6. 5 tahun KELOMPOK III KELOMPOK III : Tarif 12,5o/o 1. Kapal, tongkang, kapal tunda, dan alat apung yang sejenis 9 tahun 2. Bangunan perkantoran dan perumahan serta kesejahteraan 10 tahun ttd, JOKO WIDODO

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):