Surplus dan Tingkat Likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan Serta Pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2017

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG SURPLUS DAN TINGKAT LIKUIDITAS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SERTA PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : bahwa dalam rangka mengoptimalisasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan guna mendukung terpeliharanya stabilitas sistem keuangan, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 83 ayat (3) dan Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Surplus dan Tingkat Likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan serta Pinjaman Dari Pemerintah Kepada Lembaga Penjamin Simpanan; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4420) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 20O4 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ae63); MEMUTUSKAN SIA -2- MEMUTUSKAN: MCNCtApKan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SURPLUS DAN TINGKAT LIKUIDITAS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SERTA PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

    2. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga penjamin simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. 2. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Lembaga Penjamin Simpanan yang digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan yang digunakan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan. 3. Cadangan Penjaminan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Lembaga Penjamin Simpanan yang dialokasikan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan. 4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Ralryat. 5. Bank adalah bank umum dan bank perkreditan ralgrat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perbankan serta Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan Syariah.

    3. Surat 6. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -3- Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai Surat Utang Negara dan Undang- Undang mengenai Surat Berharga Syariah Negara. Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara. 10. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan adalah ketua merangkap anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan. BAB II SURPLUS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

      Pasal 2

      Surplus Lembaga Penjamin Simpanan merupakan selisih lebih antara pendapatan Lembaga Penjamin Simpanan dan beban Lembaga Penjamin Simpanan yang diakui berdasarkan metode akrual sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Surplus Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dihitung setelah dikurangi pajak penghasilan.

      1. (1) (2t (3) Surplus (3) Surplus Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayal (21 diperoleh dari hasil kegiatan operasional selama I (satu) tahun dialokasikan sebagai berikut: (dua puluh persen) untuk Cadangan Tujuan;

  2. 80% (delapan puluh persen) diakumulasikan sebagai Cadangan Penjaminan. (4) Pengalokasian surplus Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan ^pada laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

    Pasal 3

    Cadangan Tujuan digunakan untuk antara lain:


  3. pengeluaran modal Lembaga Penjamin Simpanan berupa penggantian atau pembaruan aktiva tetap yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun; dan

  4. pembelian perlengkapan kantor. Lembaga Penjamin Simpanan men5rusun rencana penggunaan Cadangan Tujuan yang dituangkan dalam rencana kerja dan anggaran tahunan Lembaga Penjamin Simpanan. Cadangan Tujuan yang tidak direalisasikan sampai dengan akhir tahun berjalan diakumulasikan ke dalam Cadangan Tujuan di tahun berikutnya.

    Pasal 4

    Cadangan Penjaminan digunakan untuk menutup defisit yang timbul untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan.


  5. 2Oo/o dan (r) (2t (3) (1) (2) Setiap. (2t (3) Setiap tahun bagian surplus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b diakumulasikan sebagai Cadangan Penjaminan. Dalam hal akumulasi Cadangan Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah melebihi tingkat sasaran sebesar 2,5o/o (dua koma lima ^persen) dari total simpanan pada seluruh Bank, bagian surplus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ^(3) huruf b merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Lembaga Penjamin Simpanan wajib menghitung dan menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke kas ^negara paling lambat akhir bulan Juni tahun berikutnya setelah tahun buku berakhir. Perhitungan Penerimaan Negara Bukan ^Pajak sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(3) didasarkan ^pada Cadangan Penjaminan yang tercantum ^pada ^laporan keuangan yang telah diaudit oleh Badan ^Pemeriksa Keuangan. Total simpanan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(3) merupakan total simpanan ^pada seluruh ^Bank ^per 3 I Desember untuk tahun ^yang ^sama ^dengan ^laporan keuangan sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(5). Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan ^tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud ^pada ayat (4), Lembaga Penjamin Simpanan dikenai sanksi ^sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang-undangan ^di bidang Penerimaan Negara Bukan ^Pajak.

    Pasal 5

    Defisit Lembaga Penjamin Simpanan ^merupakan ^selisih kurang antara pendapatan Lembaga ^Penjamin Simpanan dan beban Lembaga Penjamin Simpanan ^yang ^diakui berdasarkan metode akrual sesuai ^dengan ^standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.

    (4)

    (s) (6) (7) (l) (2) Defisit .

    (2)
    (3)

    Defisit Lembaga Penjamin Simpanan yang terjadi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dalam 1 (satu) tahun diperhitungkan sebagai pengurang akumulasi Cadangan Penjaminan. Dalam hal Cadangan Penjaminan tidak mencukupi untuk menutup defisit Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Cadangan Penjaminan ditambah dengan sebagian atau seluruh akumulasi Cadangan Tujuan yang belum digunakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam hal Cadangan Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Cadangan Tujuan yang belum digunakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencukupi untuk menutupi defisit tahun berjalan, delisit ^yang tersisa diperhitungkan sebagai pengurang modal Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam hal jumlah modal Lembaga Penjamin Simpanan kurang dari modal awal sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan, Lembaga Penjamin Simpanan menyampaikan pemberitahuan adanya kekurangan modal awal kepada Pemerintah. Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menutup kekurangan modal awal Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (s). Pemerintah dalam menutup kekurangan modal awal Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak memperhitungkan kerugian yang belum terealisasi.

    (4)

    (s) (6) (71 BAB III BAB III TINGKAT LIKUIDITAS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN


    Pasal 6

    Likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan merupakan kemampuan sumber daya keuangan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Tingkat likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan merupakan persentase dari perbandingan antara kemampuan sumber daya keuangan ^yang tersedia dan kebutuhan dana yang diperlukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Pasal 7 (1) Sumber daya keuangan yang tersedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) meliputi:


  6. kas dan setara kas;

  7. kas yang diperkirakan akan diperoleh dari:

    1. penerimaan premi penjaminan simpanan;

    2. penerimaan hasil investasi;

    3. investasi yang ^jatuh tempo;

    4. penjualan investasi dengan perjanjian membeli kembali;

    5. pelepasan investasi dalam bentuk surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan/atau SBN yang belum ^jatuh tempo kepada pihak selain Pemerintah; dan

    6. sumber lainnya. (2\ Kebutuhan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) meliputi perkiraan kebutuhan dana dalam rangka: (l) (2t a. pembayaran (1) a. pembayaran klaim penjaminan;

  8. penyelesaian atau penanganan Bank gagal; dan

  9. pembayaran kegiatan operasionai kantor. (3) Sumber daya keuangan yang tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perkiraan kas yang tersedia pada saat kebutuhan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

    Pasal 8

    Perkiraan kas yang akan diperoleh dari ^pelepasan investasi dalam bentuk SBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b angka 5 diperhitungkan sebagai bagian dari sumber daya keuangan kmbaga Penjamin Simpanan dalam hal berdasarkan konsultasi dengan Menteri dapat dilakukan ^pelepasan investasi kepada pihak lain selain Pemerintah. Dalam hal pelepasan investasi dalam bentuk SBN sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) berpotensi dapat mengganggu stabilitas pasar SBN, ^pelepasan investasi dilakukan setelah berkonsultasi dengan Menteri. Berdasarkan hasil konsultasi dengan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Lembaga Penjamin Simpanan dapat:


  10. mengajukan permohonan kepada Menteri agar Pemerintah dapat membeli kembali SBN ^yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan; dan/atau

  11. melepas SBN kepada pihak lain selain Pemerintah. Pelaksanaan pembelian kembali SBN oleh Pemerintah atas SBN yang dimiliki kmbaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (21 (3) (4)

    Pasal 9
    (1)

    (21


    Pasal 9

    Lembaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan likuiditas apabila tingkat likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat ^(21 kurang dari 100% (seratus persen). Dalam menghitung tingkat likuiditas, sumber daya keuangan yang tersedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan kebutuhan dana yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) masing- masing dikurangkan terlebih dahulu dengan perkiraan biaya kegiatan operasional kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat l2l huruf c. Pasal lO Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, kmbaga Penjamin Simpanan dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah.


    Pasal 11

    Dalam hal diperkirakan terjadi tambahan kebutuhan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Lembaga Penjamin Simpanan melakukan perhitungan kembali perkiraan kebutuhan dana untuk memenuhi tingkat likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(2).


    Pasal 12

    Lembaga Penjamin Simpanan menyampaikan informasi tingkat likuiditas kepada Menteri secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. BAB IV BAB IV PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Bagian Kesatu Permohonan, Penilaian, dan Persetujuan Pemberian Pinjaman


    Pasal 13

    Lembaga Penjamin Simpanan dapat mengajukan permohonan pinjaman kepada Menteri apabila Lembaga Penjamin Simpanan memperkirakan mengalami kesulitan ^likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat ^(1).


    Pasal 14

    Permohonan pinjaman dari Lembaga Penjamin Simpanan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^13 diajukan oleh Ketua Dewan Komisioner ^Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam hal Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan berhalangan, permohonan ^pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ^oleh anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin ^Simpanan yang ditunjuk mewakili Dewan Komisioner Lembaga Penj amin Simpanan. Permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan data dan dokumen paling sedikit memuat keterangan tentang:

    (1)

    (21 (3) a. kondisi (1) a. kondisi tingkat likuiditas terakhir;


  12. upaya yang telah dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menutup kebutuhan likuiditas;

  13. estimasi kebutuhan likuiditas;

  14. rencana penarikan pinjaman;

  15. rencana pengembalian pinjaman; dan

  16. laporan keuangan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir. (4) Lembaga Penjamin Simpanan bertanggung ^jawab atas validitas data dan dokumen yang dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3).

    Pasal 15

    Menteri melakukan penilaian atas ^permohonan pinjaman yang diajukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dengan memperhatikan:


  17. tingkat likuiditas Lembaga Penjamin ^Simpanan;

  18. kebutuhan likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan;

  19. kemampuan membayar kembali Lembaga ^Penjamin Simpanan; dan

  20. kesinambungan APBN. Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1), Menteri dapat meminta masukan dari ^institusi terkait. Pasal 16 (1) Menteri menyetujui seluruh atau sebagian atau menolak seluruh permohonan pinjaman berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak dokumen pengajuan pinjaman diterima secara lengkap. (2t (2) Persetujuan .

    (2)

    Persetujuan atau penolakan permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan secara tertulis kepada Lembaga Penjamin Simpanan dengan disertai alasan.

    Pasal 17

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, penilaian, dan persetujuan pemberian pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Penganggaran


    Pasal 18

    Dalam hal Menteri menyetujui permohonan ^pinjaman Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal l6 ayat (1), Menteri mengalokasikan ^pinjaman ^Lembaga Penjamin Simpanan dalam Rancangan APBN ^sesuai mekanisme yang berlaku.


    Pasal 19

    Dalam hal persetujuan pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberikan setelah ^Undang- Undang mengenai APBN ditetapkan, Menteri ^mengusulkan alokasi pemberian pinjaman atau tambahan alokasi ^atas kebutuhan anggaran pemberian pinjaman sesuai ^dengan ketentuan dalam Undang-Undang mengenai APBN. Bagian Bagian Ketiga Pemberian Pinjaman, Pencairan Pinjaman, dan Pertanggungiawaban Pinjaman (1) (2t (3) Paragraf I Pemberian Pinjaman


    Pasal 20

    Pemberian pinjaman dituangkan dalam ^perjanjian pinjaman antara Pemerintah dan Lembaga ^Penjamin Simpanan yang ditandatangani oleh ^Menteri ^dan ^Ketua Dewan Komisioner Lembaga ^Penjamin Simpanan. Pemberian pinjaman dilaksanakan ^berdasarkan perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat (1). Dalam hal Ketua Dewan Komisioner ^Lembaga Penjamin Simpanan berhalangan, ^penandatanganan ^perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(2) ^dilakukan oieh anggota Dewan Komisioner ^Lembaga ^Penjamin Simpanan yang ditunjuk mewakili ^Dewan ^Komisioner Lembaga Penjamin SimPanan. Perjanjian pinjaman sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(2) paling sedikit memuat:


  21. identitas para Pihak;

  22. hak dan kewajiban;

  23. nilai pinjaman;

  24. tingkat suku bunga ^pinjaman;

  25. ^jadwal pencairan;

  26. mekanisme pembayaran kewajiban ^pinjaman;

  27. keadaan kahar; dan

  28. ketentuan dan persyaratan ^pinjaman.

    (4)
    (5)

    Lembaga (s) (6) (1) (21 (3) Lembaga Penjamin Simpanan melakukan ^pembayaran kewajiban pinjaman sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(4) huruf f yang terdiri atas:

  29. pembayaran pokok ^pinjaman;

  30. bunga pinjaman; dan

  31. biaya lainnya. Lembaga Penjamin Simpanan menyetor ^pembayaran kewajiban sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(5) ^ke ^Kas Negara. Paragraf 2 Pencairan Pinjaman

    Pasal 21

    Lembaga Penjamin Simpanan ^menyampaikan permohonan pencairan pinjaman kepada ^Menteri apabila kesulitan likuiditas Lembaga Penjamin ^Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^9 ^ayat ^(1) ^akan terealisasi dalam ^jangka ^waktu ^3 ^(tiga) ^bulan ^ke depan. Jumlah pinjaman yang dapat ^dimohonkan ^untuk dilakukan pencairan sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat (l) merupakan besaran selisih antara ^perkiraan ^kas ^yang tersedia yang dimiliki ^Lembaga ^Penjamin ^Simpanan dengan perkiraan kebutuhan dana ^Lembaga ^Penjamin Simpanan sebagqimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^7 ^ayat ^(21 dalam ^jangka waktu 3 bulan. Menteri melakukan penilaian atas ^jumlah ^pengajuan pencairan pinjaman dari Pemerintah ^kepada ^Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan data ^dan ^dokumen yang dilampirkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam hal hasil penilaian sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (3) melebihi besaran pinjaman ^yang ^disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^16, ^Menteri meminta Lembaga Penjamin Simpanan ^untuk menyampaikan permohonan penambahan ^jumlah pinjaman kepada Menteri. (4)


    Pasal 22
    Pasal 22

    Besaran pinjaman dari Pemerintah kepada ^lembaga ^Penjamin Simpanan dapat dicairkan sesuai hasil ^penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ^ayat ^(3).



    Pasal 23

    Dalam hal terjadi ^pemberian ^pinjaman ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan/atau ^Pasal 19, ^Pemerintah melaporkan pemberian ^pinjaman tersebut dalam ^APBN Perubahan tahun berjalan dan/atau ^Laporan ^Keuangan Pemerintah Pusat tahun berkenaan. Paragraf 3 Pertanggungi awaban ^Pinj ^aman


    Pasal 24

    Pencairan pinjaman ^Pemerintah ^kepada ^Lembaga ^Penjamin Simpanan diiakukan dengan ^cara ^transfer ^ke ^rekening Lembaga Penjamin SimPanan.


    Pasal 25

    Pertanggungiawaban ^pemberian ^pinjaman ^dari ^Pemerintah tepadJ- t embaga Penjamin ^Simpanan ^dilakukan ^Menteri seiuai dengan ketentuan Peraturan ^perundang-undangan'


    Pasal 26
    (1)

    Menteri melakukan ^penatausahaan pemberian ^pinjaman Pemerintah kepada Lembaga ^Penjamin Simpanan.

    (2)

    Penatausahaan (2t (1) (2) Penatausahaan pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi kegiatan:


  32. administrasi pengelolaan ^pinjaman; dan

  33. akuntansi pinjaman.

    Pasal 27

    Menteri melakukan ^pemantauan dan ^evaluasi atas:


  34. pencairan pinjaman kepada ^Lembaga ^Penjamin ' Simpanan; dan

b. penerimaan pembayaran ^kewajiban ^pinjaman ^dari Lembaga Penjamin SimPanan. Lembaga Penjamin Simpanan ^menyampaikan ^laporan realisasi pengunaan ^pinjaman ^dan ^laporan lainnya ^yang ditentukan dalam perjanjian ^pinjaman ^kepada Menteri. Pasal 28 Pengawasan terhadap ^pelaksanaan dilaksanakan sesuai dengan ^ketentuan undangan. pemberian pinjaman peraturan perundang- Pasal 29 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata ^cara ^penganggaran, pencairan, dan pertanggungiawaban ^pinjaman ^Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan ^diatur ^dengan ^Peraturan Menteri. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 3O Peraturan Pemerintah ini mulai ^berlaku diundangkan. pada tanggal Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan ^pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya ^dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2017 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 2017 MENTERI HUKUM DAN HAK ^ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ^TAHUN ^2017 ^NOMOR 248 I. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2OI7 TENTANG SURPLUS DAN TINGKAT LIKUIDITAS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SERTA PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN UMUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2OO4 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, telah diatur mengenai ^pengertian surplus Lembaga Penjamin Simpanan dan pengalokasiannya ^yaitu 20% untuk Cadangan Tujuan dan 8Oo/o diakumulasikan sebagai Cadangan Penjaminan. Apabila akumulasi Cadangan Penjaminan mencapai ^2,5o/o dari total simpanan pada seluruh Bank maka bagian surplus sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 83 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan maka ketentuan mengenai surplus dan penggunaannya ini perlu ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Lembaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan likuiditas apabila tingkat likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan kurang dari LOOo/o. Kemungkinan timbulnya kesulitan likuiditas ini terkait dengan tingginya tingkat ketidakpastian di sisi kewajiban lancar Lembaga Penjamin Simpanan baik dari sisi waktu maupun jumlah, dalam rangka pembayaran klaim penjaminan, penyelesaian atau penanganan Bank gagal. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan maka ketentuan mengenai tingkat likuiditas ini perlu ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Terkait Terkait dengan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem keuangan sesuai dengan kewenangannya maka kesulitan likuiditas tersebut perlu segera diatasi agar kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional dapat terjaga dengan baik. Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan tersebut dan sesuai dengan ketentuan Pasal 85 ayal l2l Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan maka Lembaga Penjamin Simpanan dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah untuk mengatasi kesulitan likuiditasnya. Pemberian pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan diberikan dalam hal perkiraan kas yang dapat diperoleh dari sumber daya keuangan Lembaga Penjamin Simpanan tidak mencukupi pada saat kebutuhan dana harus dipenuhi oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Permohonan pinjaman dari Lembaga Penjamin Simpanan kepada Pemerintah diajukan oleh Ketua Dewan Komisioner l,embaga Penjamin Simpanan kepada Menteri. Menteri melakukan penilaian atas pengajuan pinjaman tersebut untuk memberikan persetujuan atau penolakan pemberian pinjaman. Pinjaman yang disetujui kemudian diproses melalui mekanisme pemberian pinjaman yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian pinjaman antara Pemerintah dengan kmbaga Penjamin Simpanan. Pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan dapat dicairkan dalam hal kesulitan likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan dipastikan akan terealisasi daiam ^jangka waktu tiga bulan ke depan. Dalam ^jangka waktu tersebut, Bank yang masuk dalam kategori Bank Dalam Pengawasan Khusus sudah terlihat lebih ^jelas sehingga besaran kebutuhan dana Lembaga Penjamin Simpanan telah dapat diketahui. Jumlah pinjaman yang dapat dicairkan adalah sebesar selisih antara perkiraan kas yang tersedia yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan dengan perkiraan kebutuhan dana Lembaga Penjamin Simpanan dalam ^jangka waktu 3 (tiga) bulan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu adanya Peraturan Pemerintah tentang Surplus dan Tingkat Likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan serta Pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi kmbaga Penjamin Simpanan serta mendukung terpeliharanya stabilitas sistem keuangan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Ayat (l) Yang dimaksud dengan "pendapatan" terdiri dari ^pendapatan premi, pendapatan hasil investasi, dan pendapatan lainnya. Yang dimaksud dengan "beban" terdiri dari beban ^pembayaran klaim penjaminan, beban penyelesaian dan ^penanganan Bank gagal, dan beban lainnya. Beban penyelesaian dan penanganan Bank ^gagal ^merupakan selisih kurang antara hasil penjualan saham ^Bank ^yang diselamatkan dan penyertaan modal sementara ^Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank dimaksud. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ^ukegiatan operasional" ^adalah seluruh kegiatan Lembaga Penjamin Simpanan ^yang ^meliputi penerimaan pendapatan, pengeiolaan aset, dan ^pengeluaran beban untuk menjalankan fungsi, ^tugas, ^dan ^wewenang sesuai dengan undang-undang mengenai ^kmbaga ^Penjamin Simpanan. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Ayat (l) Salah satu penyebab defisit antara lain untuk ^pembayaran klaim penjaminan dalam 1 ^(satu) tahun. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jeias. Ayat (4) Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan "kerugian ^yang belum ^terealisasi (unrealized loss)" adalah pengakuan kerugian ^karena penurunan nilai aset yang dicatat dalam Laporan Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan ^standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Yang dimaksud dengan "penurunan nilai ^aset" ^adalah ^selisih lebih antara nilai perolehan ^(historical costl dan nilai ^pasar wajar (fair market ualuel. -4 Contoh *. ", J.Tnt ^t,lT|,...., o -5- Contoh: Penyertaan Modal Sementara (PMS) berdasarkan nilai perolehan (histoical cost) yaitu sebesar biaya yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan berjumlah Rp50.000.000.000.000,00 (lima puluh triliun). Jika nilai pasar wajar (fair market ualue) PMS tersebut sebesar Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun), terdapat kerugian yang belum terealisasi (unrealized loss) sebesar Rp40.000.00O.000.000,00 (empat puluh triliun). Terhadap kerugian yang belum terealisasi (unrealized lossl sebesar Rp40.00O.000.000.000,00 (empat puluh triliun) tersebut tidak diperhitungkan sebagai bagian dari defisit yang akan ditutup oleh Pemerintah. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "sumber lainnya' antara lain penerimaan kas yang akan diperoleh dari pengembalian klaim penjaminan simpanan dari bank dalam likuidasi. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 11 Cukup ^jelas. Pasal 12 Yang dimaksud dengan "penyampaian informasi tingkat likuiditas secara berkala" adalah laporan perkiraan tingkat likuiditas untuk 6 (enam) bulan ke depan yang disampaikan paling lambat minggu kedua bulan Januari dan minggu kedua bulan Juli pada tahun berjalan. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "kemampuan membayar kembali" adalah analisis mengenai kesesuaian antara ^jumlah dan jangka waktu pinjaman yang harus dikembalikan Lembaga Penjamin Simpanan yang telah disesuaikan dengan sumber daya keuangan yang dimiliki l,embaga Penjamin Simpanan. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (2) Pasal Ayat (2) Yang dimaksud dengan "institusi terkait' antara lain Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal t7 Cukup ^jelas. l8 Cukup ^jelas. 19 Cukup ^jelas. Pasal Pasal 20 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (s) Huruf a Cukup ^jelas. SIA Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "biaya lainnya" merupakan biaya administrasi yang tidak selalu ada, di luar biaya bunga yang ditanggung oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebagai akibat dari pengadaan pinjaman. Contoh : biaya perikatan, asuransi, dan commitment fee. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 2 1 Ayat (1) Jangka waktu tiga bulan dimaksudkan ^bahwa ^dalam jangka waktu tersebut, Lembaga Penjamin ^Simpanan ^dapat memperoleh data ^yang lebih akurat ^dalam menghitung ^besaran kebutuhan dana Lembaga Penjamin ^Simpanan berdasarkan kondisi keuangan bank ^yang ^masuk ^dalam kategori Bank Dalam Pengawasan ^Khusus ^dan/atau ^Bank Dalam Pengawasan Intensif ^yang ^mengarah ^ke ^Bank ^Dalam Pengawasan Khusus. Ayat (21 Dalam kondisi tertentu, Lembaga ^Penjamin ^Simpanan ^dapat mengajukan permohonan besaran ^pencairan ^pinjaman ^yang melebihi pagu pinjaman sebagaimana ^dituangkan ^dalam perjanjian pinjaman. Ayat (3) Dalam melakukan penilaian, Menteri dapat ^meminta ^informasi tambahan kepada Lembaga Penjamin Simpanan. Ayat (4) Permohonan penambahan ^jumlah ^pinjaman hanya ^dapat dilakukan untuk mengatasi ^permasalahan yang mengakibatkan kesulitan likuiditas pada saat Lembaga ^Penjamin ^Simpanan mengajukan permohonan ^pinjaman ^yang telah ^disetujui sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^16. Pasal 22 Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup ^jelas. Pasal 30 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6144

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):