Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAKYANG MENJADI Menimbang : Mengingat KORBAN TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 71D ayat (21 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2Ol4 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana;

  1. Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2Ol4 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (lembaran Nega.ra Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297,Tanbahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH RESTITUSI BAGI ANAK YANG PIDANA. TENTANG PELAKSANAAN MENJADI KORBAN TINDAK Menetapkan : BAE} I BAB I KETENTUAI\i UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. 2. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 3. kmbaga Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya disingkat LPSK adalah lembaga yang bertugas dan benuenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 4. Orang T\ra adalatr ayatr dan/atau ibu kandutrg, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. 5. Wali adalah orang atau badan yang ddam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai Orang Ttra terhadap Anak. BAB II TATA CARA PENGA.JUAN PERMOHONAN RESTITUSI Pasal 2 (1) Setiap Anak yang menjadi korban tindak pidana berhah memperoleh Restitusi. (21 Anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. Anak. ??.Zi IDFI J REPIJBI IK, Ii'JDOIJESIA b. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;

    2. Anak yang mer{adi korban pornografi;

    3. Anak korban penculikan, penjualan , dartf atau perdagangan;

    4. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis; dan

    5. Anak korban kejahatan seksual. (3) Restitusi bagr anak yang berhadapan dengan hukum sefagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan kepada anak korban. Pasal 3 Restitusi bag Anak yang menjadi korban tindak pidana berupa:

    6. ganti kerugian atas kehilangan kekayaan;

    7. ganti kerugian atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana; dan/atau

    8. penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis. Pasal 4 (1) Permohonan Restitusi diajukan oleh pihak korban. (2) Pihak korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    9. Orang T\ra atau Wali Anak y{Lg menjadi korban tindak pidana;

    10. ahli waris Anak yang menjadi korban tindak pidana; dan

    11. orang yang diberi kuasa oleh Orang T\ra, Wali, atau ahli waris Anak yang menjadi korban tindak pidana dengan surat kuasa khusus. (3) Dalam PRES IDEI{ REPUBLIK INDOTJESII\ pidana, permohonan untuk memperoleh Restitusi dapat diajukan oleh lembaga. Pasal 5 (1) Permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal a dia.iukan secara tertulis dalam Batrasa Indonesia di atas kertas bermeterai kepada pengadilan. (21 Permohonan Restitusi kepada pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang di4jukan sebelum ^putusan pengadilan, diajukan melalui tatrap:

    12. penyidikan; atau

    13. penuntutan. (3) Selain melalui tahap penyidikan atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ^permohonan Restitusi dapat diajukan melalui LPSK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 6

      Permohonan Restitusi yang diajukan setelah ^putusart pengadilan yang telatr memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan melalui LPSK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 7

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 7 (1) Pengajuan permohonan Restitusi yang diajukan oleh pihak korban, paling sedikit harus memuat: identitas pemohon; identitas pelaku; uraian tentang peristiwa pidana yang dialami; uraian kerugian yang diderita; dan besaran atau jumlah Restitusi. a. b. c. d.


    14. (21 Permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud ayat (1) harus melampirkan:

    15. fotokopi identitas Anak yang menjadi korban pidana yang dilegalisasi oleh pejabat pada tindak yang berwenang;

    b. bukti kerugian yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; fotokopi surat keterangan kematian yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang jika Anak yang menjadi korban tindak pidana meninggal dunia; dan bukti surat kuasa khusus jika permohonan diajukan oleh kuasa Orang TUa, Wali, atau ahli waris Anak yang menjadi korban tindak pidana. Pasal 8 Dalam hal Anak yang menjadi korban tindak pidana lebih dari I (satu) orang, pengajuan permohonan Restitusi dapat digabungkan dalam I (satu) permohonan Restitusi. d. Pasal 9 PRES IDEI! REPUBLIK Il.JDONESIA Pasal 9 Pada tahap penyidikan sebagaimana dimaksud ddam Pasal 5 ayat (2) huruf a, penyrdik memberitahukan kepada pihak korban mengenai hak Anak yang menjadi korban tindak pidana untuk mendapatkan Restitusi dan tarta cara peneajuannya. Pasal 10 Pihak korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal I mengajukan permohonan Restitusi paling lama 3 (tiga) hari setelah pemberitahuan mengenai hak Anak yang menjadi korban tindak pidana oleh penyidik. Pasal 11 Penyidik memeriksa kelengftapan perrnohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal pengajuan permohonan Restitusi bagi Anak yang menjadi korban tindak pidana diterima. Dalam hal terdapat kekuranglengkapan pengajuan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik memberitahukan kepada pemohon untuk meleng!<api permohonan. Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (21, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal diterimanya pemberitahuan harus melengkapi perrnohonan. Dalam hal pemohon tidak melengkapi permohonan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon dianggap belum mengajukan permohonan Restitusi. (1) (2) (3) (4) (3) (1) (2) (1) (21 # PF{ E ^(: , iDF- tl REPLJBLI}( iIIDOf.IESIA Pasal 12 Penyidik dapat meminta penilaian besaran perrnohonan Restitusi yang diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 kepada LPSK. Penyampaian penilaian besaran perrnohonan Restitusi yang diajukan penyidik kepada LPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah permohonan Restitusi yang diajukan oleh pemohon dinyatakan lengkap. LPSK menyampaikan hasil penilaian besaran permohonan Restitusi berdasarkan dokumen yang disampaikan penyidik paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan penilaian Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima. Pasal 13 Permohonan Restitusi yang telah dinyatakan lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), penyidik mengirimkan permohonan Restitusi yang terlampir dalam berkas perkara kepada penuntut umum. Dalam hal penyidik meminta penilaian besaran permohonan Restitusi kepada LPSK, penyidik melampirkan hasil penilaian besaran permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 pada berkas perkara kepada penuntut umum. Pasal 14 (1) Pada tahap penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (21 huruf b, penuntut umum memberitatrukan kepada pihak korban mengenai hak Anak yang menjadi korban tindak pidana untuk mendapatkan Restitusi dan tata cara peng4juannya pada saat sebelum dan/atau dalam proses persidangan. (21 Dalam . l2l ^Dalam ^hal ^pelaku ^merupakan ^Anak, ^penuntut ^umum memberitahukan hak Anak yang menjadi korban tindak pidana untuk mendapatJ<an Restitusi pada saat proses diversi. Pasal 15 Pihak korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 mengajukan permohonan Restitusi pada tahap penuntutan paling lama 3 (tiga) hari setelah pemberitahuan mengenai hak Anak yang menjadi korban tindak pidana oleh penuntut umum. Pasal 16 Penuntut umum memeriksa kelengkapan permohonan Restitusi sebagaimana dimalsud dalam Pasal 15 dalam waktu paling lama 3 (riga) hari sejak tanegal peng4juan permohonan Restitusi bagi Anak yang menjadi korban tindak pidana diterima. Dalam hal terdapat kekuranglengkapan pengajuan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penuntut umum memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi permohonan. Pemohon sebagaiman4 dimaksud pada ayat (2), dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal diterimanya pemberitahuan harus melengkapi permohonan. Dalam hal pemohon tidak melengkapi permohonan dalam waktu sebageirnana dimaksud pada ayat (3), pemohon dianggap tidak mengajukan permohonan Restitusi. Pasal 17 Penuntut umum dapat meminta penilaian besaran permohonan Restitusi yang diajukan oleh pemohon selagaimana dimaksud dalam Pasal 15 kepada LPSK. (1) (2t (3) (4) (1) l2l Penyampaian penilaian besaran permohonan Restitusi yang diajukan penuntut umum kepada LPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelatr permohonan Restitusi yang diajukan oleh pemohon dinyatakan lengkap. LPSK menyampaikan hasil penilaian besaran permohonan Restitusi berdasarkan dokumen yang disampaikan penuntut umum paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan penilaian Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima. Pasal 18 Penuntut umum dalam tuntutannya mencantumkan permohonan Restitusi sesuai dengan fakta persidangan yang didukung dengan alat bukti. BAB III TATA CARA PEMBERIAN RESTITUSI Pasal 19 Panitera pengadilan mengirimkan salinan putusart pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang memuat pemberian Restitusi kepada ^jaksa. Jaksa melaksanakan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan kepada pelaku untuk melaksanakan pemberian Restitusi. (3) (1) (2t Pasal 2O . fl,D (1) PRES IDEI..I REPUBLIK II{DOTlESII\ Pasal 20 Jaksa menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memuat pemberian Restitusi sebagaimana dimalcsud dalam Pasal 19 ayat (1) kepada pelaku dan pihak korban dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima. Pasal 21 Pelaku setelah menerima salinan putusan pengadilan dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan wajib melaksanakan putusan pengadilan dengan memberikan Restitusi kepada pihak korban paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak menerima salinan putusan pengadilan dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan. Dalam hal pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) merupakan Anak, pemberian Restitusi dilakukan oleh Orang Tua. Pal22 Pelaku atau Orang Tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l melaporkan pemberian Restitusi kepada pengadilan dan kejaksaan. Pengadilan mengumumkan pelaksanaan pemberiart Restitusi, baik melalui media elektronik maupun non elektronik. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasa1 23 Peraturan Pemerintatr ini mul,ai berlaku diundangkan. pada tanggal (2t (1) (2t Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2OL7 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2Ol7 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OI7 NOMOR 219 I. "RZi IDEIJ REI-JUBLIK I I IDOI,.If S]A PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2.017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA UMUM Bahwa setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kekerasan yang harus dihormati dan dipenuhi oleh siapapun. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tatrun 2014 tentang Pembatran atas Undang-Undang Nomor 23 Tatrun 2OO2 tentang Perlindungan Anak, mengamanatkan setiap orang bertanggung jawab untuk melindungi Anak dari kekerasan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang anak secara wajar. Tindak pidana terhadap Anak bukan hanya menimbulkan penderitaan fisik maupun psikis yang mempengaruhi tumbuh kembang dan kualitas hidup Anak namun juga menimbulkan kerugian materiil maupun immateriil bagi pihak keluarga. Oleh karena itu, Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2Ot4 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tatrun 2oo2 tentang Perlindungan Anak memberikan perhatian besar untuk memberikan perlindungan khusus bagi Anak yaitu perlindungan bag Anak yang berhadapan dengan hukum khususnya Anak korban, Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, Anak yang menjadi korban pornografi, Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan, Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, dan Anak korban kejahatan seksual atas penderitaan atau kerugian yan.g dialami pihak korban dalam bentuk pemberian ganti rugi dari pelaku atau Orang T\ra pelaku, apabila pelaku merupakan Anak sebagai akibat tindak pidana yang dilakukan. Selama ^. ", ^J.T,i ^t,',?5|. r, o Selama ini apabila tedadi tindak pidana terhadap Anak, pihak korban tidak hanya menanggung sendiri kerugian materiil (yang dapat dihitung) dan kerugian immateriil (yang tidak dapat dihitung) anta.ra lain kerugian berupa rasa malu, kehilangan harga diri, rendah diri, dan/atau kecemasan berlebihan yang bersifat traumatik. Kerugian ini seharusnya juga ditanggung oleh pelaku dalam bentuk Restitusi sebagai bentuk ganti rugi atas penderitaan yang dialami Anak yang me4iadi korban tindak pidana maupun pihak korban. Restitusi yang harus dibayarkan oleh pelaku tindak pidana dimaksudkan selain untuk mengganti kerugian atas kehilangan kekayaan, ganti kerugian atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana, dan/atau penggantian biaya perawatan medis, dan/atau psikologis sebagai bentuk tanggung jawab tindak pidana yang dilakukan, juga dimaksudkan untuk meringankan penderitaan dan menegakkan keadilan bagi Anak yang menjadi korban tindak pidana sebagai akibat tedadinya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Pemberian Restitusi kepada Anak yang menjadi korban tindak pidana harus dil,aksanakan secara tepa.t, tidak salah sasaran, serta tidal disalahgunakan. Restitusi harus diberikan dan diterima oteh Anak yang menjadi korban tindak pidana atau pihak korban sesuai dengan kerugian dan kondisi Anak yang mer{adi korban tindak pidana. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tata cara pengajuan dan pemberian Restitusi kepada Anak yang menjadi korban tindak pidana, dengan harapan akan memperjelas persyaratan bagi pihak korban untuk mengajukan permohonan Restitusi yang dilaksanakan sejak kasusnya berada pada tahap penyidikan maupun penuntutan. Selain itu, memperjelas penyidik dan penuntut umum untuk membantu Anak yang meqiadi korban tindak pidana dan pihak korban untuk mendapatlan hak memperoleh Restitusi, PASAL DEMI PASAL Pasa] I Cukup ^jelas. Pasal 2 . $-,D P?='i tD El.l REPUAI IT IIJDONESiA Pasal 2 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ^uanak korban' adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ^nlembaga" dalam ketentuan ini antara lain LPSK, kmbaga Bantuan Hukum, dan lembaga ytrtg menangani perlindungan anak. Pasal 5 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Permohonan Restitusi yang diajukan saat proses penyidikan, diajukan melalui penyidik. Huruf b PRESiDEI\ REPUBLIK IINDONESIA Huruf b Permohonan Restitusi yang diajukan saat proses penuntutan, diajukan melalui penuntut umum. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 6 Yang dimaksud dengan ^osesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan' adalatr Undang-Undang mengenai Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 7 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "identitas pemohon" antara lain nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan dan alamat. Identitas pemohon harus diisi dan diielaskan hubungan antara pemohon dan Anak yang menjadi korban tindak pidana. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Ayat (2) PRES I DEN REPUEI IK INDONESIA Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "identitas Anak yang menjadi korban tindak pidana' antara lain dibuktikan dengan akta kelahiran, surat kenal lahir, ijazah, surat baptis dari tokoh agama, kartu identitas anak, surat keterangan temuan Anak dari kepolisian, atau surat keterangan dari kelurahan/ kepala desa setempat. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 11 Cukup ^jelas. Pasal 12 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "hari" adalah hari keda. PRES I DEN r?EPUBLIK INDONESIA Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan agar tercipta adanya keterbukaan informasi kepada masyarakat mengenai ^pelaksanaan pemberian Restitusi kepada pihak korban. Pasal 23 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ^6131

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):