Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih Yang Diperlakukan Atau Dianggap Sebagai Penhasilan

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ^ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka memberikan ^kepastian ^hukum ^dan kesederhanaan terkait pengenaan Pajak Penghasilan ^atas penghasilan tertentu berupa Harta Bersih ^yang diperlakukan atau dianggap sebagai ^penghasilan terkait pelaksanaan kebijakan Pengampunan Pajak, ^perlu menetapkan Pajak Penghasilan atas ^penghasilan tertentu yang bersifat linal; bahwa penetapan Pajak Penghasilan atas ^penghasilan tertentu yang bersifat final sebagaimana dimaksud ^dalam hurufa dalam rangka melaksanakan ketentuan ^Pasal ^13 ^dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 ^tentang Pengampunan Pajak; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana ^dimaksud dalam hurr.f a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2lhunrf e Undang-Undang Nomor ^7 Tahun 1983 tentang Paiak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang ^Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan ^atau Dianggap sebagai Penghasiian; b.

  2. Mengingat Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah teralhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

    1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2OL6 tentang Pengampunan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 131, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) MEMUTUSKAN: MenetapKan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN. Pasal I Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:

    2. Undang-Undang Pengampunan Pajak adalah Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. 2. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun ^tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, ^baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar ^wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Utang adalah ^jumlah pokok utang ^yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta. : 1.

    3. Harta Bersih adalah nilai Harta dikurangi nilai Utang. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta Bersih, serta ^penghitungan ^dan pembayaran Uang Tebusan. Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan sebagai bukti ^pemberian Pengampunan Pajak. Surat Pembetulan atas Surat Keterangan adalah ^surat pembetulan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membetulkan Surat Keterangan ^yang diterbitkan sebelumnya. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan ^yang selanjutnya disebut SPT PPh adalah Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan untuk suatu Tahun Pajak atau ^bagian Tahun Pajak. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak ^Penghasilan Terakhir yang selanjutnya disebut SPT PPh Terakhir adalah:

  3. SPT PPh untuk Tahun Pajak 2015 bagi Wajib ^Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode I Juli 2015 sampai dengan 3l Desember 20l5; ^atau b. SPT PPh untuk Tahun Pajak 2014 ^bagi ^Wajib ^Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada ^periode I Januari 2015 sampai dengan 3O Juni 2015. Tahun Pajak Terakhir adalah Tahun Pajak ^yang ^berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.

    1. Pasal 2 (1) Harta Bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh orang ^pribadi atau badan meliputi:
  4. Harta Bersih . . ^. Harta Bersih tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4\ Undang-Undang Pengampunan Pajak;

  5. Harta Bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pemyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pengampunan Paj ak; dan/atau

  6. Harta Bersih yang belum dilaporkan dalam SPI PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat ^(2) Undang-Undang Pengampunan Pajak, dengan ketentuan Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Bersih dimaksud sebelum tanggal 1 Juli 2019. (21 Harta Bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf b, termasuk:

  7. Harta Bersih dalam SPT PPh Terakhir ^yang disampaikan setelah berlakunya Undang-Undang Pengampunan Pajak oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh Pengampunan Pajak, namun tidak mencerminkan:

    1. Harta Bersih yang telah dilaporkan dalam SPT PPh yang disampaikan sebelum: a) SPT PPh Terakhir; dan b) Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku;

    2. Harta Bersih yang bersumber dari penghasilan yang diperoleh pada Tahun Pajak Terakhir; dan

    3. Harta Bersih yang bersumber dari setoran modal dari pemilik atau pemegang saham pada Tahun Pajak Terakhir; dan/atau

  8. Harta Bersih yang belum atau kurang diungkapkan akibat penyesuaian nilai Harta berdasarkan Surat Pembetulan atas Surat Keterangan.

    (3)

    Harta .

    (3)

    : rNDoNEsrA Harta Bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf b merupakan Harta Bersih yang:

  9. diperoleh Wqiib Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan

  10. masih dimiliki pada akhir Tahun Pajak Terakhir. Harta Bersih yang belum dilaporkan dalam SPT ^PPh sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) humf c ^merupakan Hartayang diperoleh sejak tanggal I Januari 1985 ^sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 dengan ^ketenhran:

  11. masih dimiliki W4iib Pajak ^pada akhir ^Tahun ^Pajak Terakhir; dan

  12. belum dilaporkan dalam SPT PPh ^sampai ^dengan diterbitkan surat perintah ^pemeriksaan untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menghitung Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu ^bempa Harta Bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan.

    Pasal 3

    Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^2 merupakan penghasilan tertentu ^yang terutang ^Pajak Penghasilan yang bersifat final. Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dihitung dengan ^cara mengalikan tarif dengan dasar pengena€rn Pajak Penghasilan.


    Pasal 4

    Tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ^(21 ditetapkan sebagai berikut:


  13. Wajib Pajak badan sebesar 257o ^(dua ^puluh ^lima persen);

  14. Wajib Pajak orang ^pribadi sebesar ^3oolo ^(tiga ^puluh persen); dan

  15. Wajib Pajak tertentu sebesar L2,5o/o ^(dua ^belas ^koma lima persen).

    (4)
    (1)

    (21 (1) (21 Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan:

  16. Wajib Pajak yang menerima penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajal Terakhir paling banyak Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapaa ratus ^juta rupiah);

  17. W4iib Pajak yang menerima penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas ^pada Tahun Pajak Terakhir paling banyak Rp632.0OO.O00,OO (enam ratus tiga puluh dua juta rupiah); atau

  18. Wajib Pajak yang menerima penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada huruf a dan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas pada huruf b, dengan ketentuan:

    1. ^jumlah penghasilan bruto yang bersumber selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada huruf b ^paling banyak Rp632.000.000,00 (enam ratus tiga puluh dua juta rupiah); dan

    2. ^jumlah penghasilan bruto yang bersumber: a) dari usaha dan/atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan b) selain dari usaha dan/atau ^pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud Pada huruf b, paling banyak Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus ^juta rupiah). (3) Penghasilan bruto pada Tahun Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(2) meliputi seluruh penghasilan yang:

  19. merupakan objek Pajak Penghasilan yang bersifat final; dan

  20. merupakan objek Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final, sebagaimana.

    (4)

    sebagaimana diatur dalam ketentuan ^perundang- undangan di bidang Pajak Penghasilan. Penghasilan bruto pada Tahun Pajak ^Terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) ditentukan:

  21. bagi Wajib Pajakyang memperoleh Surat ^Keterangan, berdasarkan:

    1. SPT PPhTerakhir;

    2. surat pernyataan mengenai ^besaran ^peredaran usaha yang dilampirkan dalam ^Surat Pernyataan, dalam hal SPT PPh Terakhir ^tidak dilampirkan dalam Surat Pernyataan; ^atau 3. surat pernyataan mengenai ^besaran penghasilan bruto pada Tahun Pajak Terakhir, dalam hal tidak terdapat dokumen ^sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka ^2;

  22. bagi Wajib Pajak ^yang tidak ^menyampaikan Surat Pernyataan, berdasarkan ^:

    1. Surat Ketetapan Pajak, Surat ^Keputusan Pembetulan, Surat KePutusan ^Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan ^Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan ^Peninjauan Kembali atas kewajiban Pajak ^Penghasilan Tahun Pajak Terakhir ^yang diterbitlan ^paling akhir sebelum tanggal ^penerbitan ^surat perintah pemeriksaan untuk melakukan ^pemeriksaan dalam rangka menghitung ^Pajak ^Penghasilan atas penghasilan tertentu ^berupa ^Harta ^Bersih yang diperlakukan atau dianggap ^sebagai penghasilan;

    2. SPT PPh Terakhir, dalam ^hal ^belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak atas ^kewajiban ^Pajak Penghasilan Tahun Pajak Terakhir; ^atau 3. surat Pernyataan ^mengenai ^besaran penghasilan bruto pada Tahun Pajak ^Terakhir, dalam hai tidak terdapat dokumen ^sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan ^angka ^2. Dalam hal tidak terdapat ^dokumen ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(4), berlaku ^tarif ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf ^a ^atau ^huruf ^b. (s) nEpuJixEt,',?Sf; *=r,o -8- (6) Surat pernyataan mengenai besaran penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 3 dan huruf b angka 3 dialmi sepanjang Direktur Jenderal Pajak tidak memiliki data dan/atau informasi lain. Pasal 5 (1) Dasar pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ^(21 dihitung ^dengan ketentuan sebagai berikuL a. Harta Bersih tambahan sebagaimana ^dimaksud dalam Pasal 2 ayat ^(1) huruf a adalah sebesar ^jumlah Harta Bersih tambahan yang tercantum dalam ^Surat Keterangan;

  23. Harta Bersih sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^2 ayat (1) huruf b adalah sebesar ^jumlah ^Harta ^Bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan;

  24. Harta Bersih sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^2 ayat (1) huruf c adalah sebesar ^jumlah Harta ^Bersih yang belum dilaporkan dalam SPT PPh;

  25. Harta Bersih sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^2 ayat (21 huruf a adalah sebesar selisih ^lebih ^antara Harta Bersih yang dilaporkan dalam ^SPT ^PPh Terakhir dengan ^jumlah yang mencerminkan:

    1. Harta Bersih yang telah dilaporkan dalam ^SPI PPh yang disampaikan sebelum: a) SPT PPh Terakhir; dan b) Undang-Undang Pengampunan ^Pajak berlaku;

    2. Harta Bersih yang bersumber dari ^penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir; dan

    3. Harta Bersih yang bersumber dari setoran ^modal dari pemilik atau pemegang saham ^pada ^Tahun Pajak Terakhir; dan/atau

  26. Harta Bersih yang belum atau kurang ^diungkapkan akibat penyesuaian nilai Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ^(2) huruf b merupakan nilai Harta Bersih per akhir Tahun Pajak ^Terakhir yang tidak dilunasi Uang Tebusannya sebagaimana tercantum dalam Surat Pembetulan atas ^Surat Keterangan. (21 Nilai Harta untuk menghitung besarnya nilai Harta ^Bersih sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) huruf ^b ^dan ^huruf ^c ditentukan sebagai berikut:

  27. Harta berupa kas berdasarkan nilai ^nominal; atau

  28. Harta selain kas berdasarkan nilai ^dari ^hasil peniiaian yang dilakukan Direktur Jenderal ^Pajak sesuai kondisi dan keadaan ^Harta selain ^kas, pada akhir Tahun Pajak Terakhir.

    Pasal 6

    Pajak Penghasilan ^yang bersifat ^final ^sebagaimana ^dimaksud dalam Pasal 3 terutang ^pada:


  29. akhir Tahun Pajak 2016, untuk ^penghasilan tertentu berupa Harta Bersih ^yang diperlakukan ^atau ^dianggap sebagai penghasilan ^sebagaimana ^dimaksud ^dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a;

  30. saat diterbitkan surat ^perintah ^pemeriksaan untuk melakukan pemeriksaan dalam ^rangka menghitung ^Pajak Penghasilan atas ^penghasilan tertentu ^berupa ^Harta Bersih yang diperlakukan atau ^dianggap ^sebagai penghasilan, untuk penghasilan tertentu ^berupa ^Harta be.ilt yang diperlakukan ^atau ^dianggap ^sebagai penghasilan sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^2 ^ayat it1 ^fiuruf ^b ^dan ^huruf ^c ^dan ^Pasal ^2 ^ayat (2) ^huruf ^a; dan/atau

  31. saat diterbitkan Surat ^Pembetulan atas ^Surat ^Keterangan yang berisi penyesuaian nilai Harta ^yang ^diberikan Pengampunan Pajak, untuk ^penghasilan ^tertentu ^berupa Harta Bersih ^yang diperlakukan ^atau ^dianggap ^sebagai penghasilan sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^2 ^ayat (2)huruf b. Pasa1 7 Peraturan Pemerintah ini mulai ^berlaku pada ^tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 September 2017 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal I 1 SePtember 2017 MENTERI HUKUM DAN HAK ^ASASI ^MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK ^INDONESIA TAHUN ^2017 ^NOMOR 202 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2Oi7 TENTANG PENGENMN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU ^DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN I. UMUM Kebijakan Pengampunan Pajak yang terbatas dalam ^periode mulai tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 3l Maret ^2OL7 ^telah memberikan dampak signifikan dalam bidang ekonomi ^dan ^sosial' Namun demikian, hasil dari pelaksanaan ^program Pengampunan ^Pajak menunjukkan bahwa realisasi atas deklarasi dan ^repatriasi ^Harta ^dari ^luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ^(NKRI) belum ^sesuai dengan data Harta Wajib Pqiak yang berada di luar wilayah NKRI. ^Selain ^itu, ^masih terdapat Harta Wajib Pajak yang berada di dalam wilayah NKRI ^yang ^tidak atau belum sepenuhnya diungkapkan dalam Surat ^Pemyataan ^atau dilaporkan dalam SPT PPh. Hal ini mengindikasikan bahwa ^masih terdapat warga negara Indonesia yang mempunyai atau menyimpan Harta baik ^di dalam maupun di luar wilayah NKRI ^yang kemungkinan ^kewajiban perpajakannya belum dilakukan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dengan memperhatikan kondisi tersebut, setelah ^program Pengampunan Pajak berakhir perlu diikuti dengan ^penegakan hukum ^di bidang perpajakan. Penegakan hukum dimaksud dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah mengikuti program Pengampunan ^Pajak namun tidak memenuhi ketentuan ^pengungkapan Harta dan/atau ^pengalihan dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur ^dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi ^Wajib ^Pajak ^yang tidak mengikuti program Pengampunan Pajak dalam hal Direktur ^Jenderal ^Pajak menemukan data dan/atau informasi terkait Harta ^yang tidak ^atau ^kurang dilaporkan dalam SPT PPh. trRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -2- Atas Harta yang belum diungkap dalam Surat Pernyataan, tidak atau kurang dilaporkan dalam SPI PPh, Harta Bersih tambahan yang tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI, dan Harta Bersih tambahan yang dialihkan ke luar wilayah NKRI, akan diperlakukan atau dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak ^pada saat ditemukannya data dan/atau informasi tersebut dan akan dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan serta ditambah sanksi administrasi ^sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bahwa pelaksanaan penegakan hukum di bidang perpajakan tersebut di atas harus segera dilakukan mengingat berakhirnya batas ^waktu penyampaian Surat Pernyataan yaitu pada tanggal 3l Maret 2Ol7 ^dan Direktur Jenderal Pajak hanya diberikan waktu 3 ^(tiga) tahun ^sejak berlakunya Undang-Undang Pengampunan Pajak untuk ^menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak ^yang ^belum ^dilaporkan dalam SPT PPh. Agar penegakan hukum di bidang perpajakan dapat ^dilaksanakan dalam tataran operasional perlu dibentuk Peraturan Pelaksanaan. Mengingat pengenaan pajak atas Harta Bersih ^yang diperlakukan ^atau dianggap sebagai penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan ^peraturan penrndang-undangan di bidang Pajak Penghasilan maka ^peraturan pelaksanaan tersebut harus mendasarkan pada pengenaan ^pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak ^Penghasilan. Undang-Undang Pengampunan Pajak pada hakikatnya ^mengatur penerapan pengenaan Pajak Penghasilan atas Harta Bersih ^yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan dan ^pengenaan sanksi melalui pengenaan Pajak Penghasilan dengan mekanisme ^tersendiri ^yang mudah, sederhana, dan berkepastian hukum. Terhadap ^penghasilan dimaksud diperlakukan sebagai penghasilan tertentu lainnya ^yang merupakan objek Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana ^diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 7 Tahun ^1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali ^diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ^tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Untuk menetapkan suatu penghasilan tertentu lainnya sebagai objek Pajak Penghasilan yang bersifat final maka ^perlu ^diatur dalam Peraturan Pemerintah. fl,D II. a Adapun materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi ^jenis penghasilan yang merupakan objek Pajak ^Penghasilan ^yang bersifat final, tarif, dan cara penghitungan serta saat terutang ^Pajak Penghasilan yang bersifat final. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1

    Cukup ^jelas.


    Pasal 2

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat l2l Hurufa Angka 1 Cukup ^jelas. Angka 2 Cukup ^jelas. Angka 3 Harta Bersih yang bersumber dari ^setoran modal ^dari pemilik atau pemegang saham pada Tahun ^Pajak Terakhir dimaksudkan bagi Wajib ^Pajak ^yang memiliki setoran modal. Huruf b Surat Pembetulan atas Surat ^Keterangan ^dapat ^terjadi antara lain karena:


  32. kesalahan ^penerapan tarif Uang ^Tebusan; ^atau b. kesalahan ^penghitungan Uang ^Tebusan Yang dimaksud dengan 'kesalahan ^penerapan ^tarif ^Uang Tebusan" antara lain bagi Wajib ^Pajak ^yang ^mempunyai peredaran usaha sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus ^juta rupiah) dan total ^Harta lebih dari Rp10.0O0.0OO.000,0O ^(sepuluh ^miliar ^rupiah) seharusnya menggunakan tarif ^Uang ^Tebusan ^sebesar ^27o (dua persen), namun Wajib Pajak tersebut ^menggunakan tarif Uang Tebusan sebesar 0,5% ^(nol ^koma ^lima ^persen). *. ", J.Tnt t,'*oot} * . r, o -4- Yang dimaksud dengan "kesalahan penghitungan Uang Tebusan' antara lain bagi Wajib Pajak orang ^pribadi ^yang seharusnya mengurangkan nilai Utang ^paling ^banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai Harta, ^namun Wajib Pajak mengurangkan nilai Utang lebih dari ^507o ^(1ima puluh persen) dari nilai Harta. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasai 3 Cukup ^jelas.

    Pasal 4

    Ayat (1) Kewenangan Pemerintah untuk menentukan ^tarif ^pajak tersendiri yang dapat bersifat linal atasjenis ^penghasilan ^tertentu dengan memperhatikan kesederhanaan ^dalam Pemungutan pajak, adanya pemerataan dalam ^pengenaan ^pajak baik ^Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak ^badan, dalam ^hal ini termasuk Wajib Pajak ^yang memiliki ^penghasilan ^bruto ^setahun sampai dengan ^jumlah tertentu. Tarif dalam Peraturan Pemerintah ini ^merupakan ^tarif ^pajak tertinggi untuk masing-masing Wajib Pajak ^sebagaimana ^diatur dalam peraturan ^perundang-undangan di ^bidang ^Pajak Penghasilan, namun demikian untuk ^Wajib ^Pajak ^dengan penghasilan bruto sampai dengan ^jumlah tertentu dalam ^rangka keadilan dan pemerataan dalam ^pengenaan ^pajak perlu ^diberikan tarif tersendiri dengan ^pertimbangan ^bahwa ^Wajib ^Pajak ^ini masih perlu dibina dan dikembangkan. Ayat ^(2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pekerjaan bebas" ^meliputi:


  33. tenaga ahli yang meiakukan ^pekerjaan ^bebas, ^yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, ^dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; m b. pemain musik, pembawa acara, ^penyanyi, ^pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan / ^peragawati, ^pemain drama, dan penari;

  34. olahragawan;

  35. penasihat, ^pengajar, pelatih, ^penceramah, penyuluh, dan moderator;

  36. pengarang, peneliti, dan ^penerjemah;

  37. agen iklan;

  38. pengawas atau pengelola ProYek;

  39. perantara;

  40. petugas penjaja barang dagangan;

  41. agen asuransi; dan

k. distributor perusahaan ^pemasaran ^berjenjang (multileuet marketingl atau penjualan ^langsung ^(direct sellingl dan kegiatan sejenis ^lainnya. Contoh: T\ran A merupakan ^pengusaha ^katering. ^Pada ^Tahun ^Pajak 2015, Tuan A hanya menerima ^penghasilan berupa l. penghasilan usaha katering sebesar Rp2.OOO.OOO.OOO,OO ^(dua miliar ^rupiah) ^yang dikenai Pajak Penghasilan ^yang bersifat ^final; ^dan 2. penghasilan sebagai ^pembawa ^acara ^di ^televisi ^sebesar ifpSbo.Ooo.oO0,00 ^(lima ratus ^juta ^rupiah) ^yang ^dikenai Pajak Penghasilan yang tidak ^bersifat ^final. Apabila terhadap T: an A diterapkan ^ketentuan ^dalam Piraturan Pemerintah ini ^maka penghasilan ^bruto ^Tuan ^A perlu untuk diuji sebagai berikut: Penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas Jumlah Dikenai PPh frnal ^(a) Rp 2.00o.000.000,00 Dikenai PPh tidak final ^(b) Rp SOO.OOO.OOO,OO Penghasilan bruto ^(a+b) Rp 2.500.00o.000,00 Mengingat . . ^. Mengingat Tuan A menerima penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak 2015 sebesar Rp2.500.000.000,0O (dua miliar lima ratus ^juta rupiah) maka tarif yang berlaku bagi Tuan A sebesar l2,5Yo ^(dua belas koma lima persen). Huruf b Contoh: T\ran B merupakan karyawan yang menerima gaji dari perusahaan tempat bekerja. Tuan B tidak melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas. Pada Tahun Pajak 2015, T\ran ^B menerima penghasilan berupa:

  1. gaji sebesar Rp120.000.000,00 (seratus dua ^puluh ^juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan yang ^tidak bersifat final;

  2. bunga deposito sebesar Rp5.OO0.OOO,00 ^(lima juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan ^yang bersifat Iinal; dan

  3. sewa tanah dan bangunan sebesar ^Rp50.000.000,00 (tima puluh juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat flnal. Apabila terhadap Tuan B diterapkan ketentuan ^dalam Peraturan Pemerintah ini maka penghasilan bruto Tuan ^B perlu untuk diuji sebagai berikut: Penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau peke{aan bebas Jumlah Dikenai PPh linal ^(a) Rp 5.000.000,00 Dikenai PPh tidak final ^(b) Rp 120.000.000,00 Dikenai PPh final (c) Rp 5O.0OO.OO0,0O Penghasilan bruto (a+b+c) Rp 175.00O.00O,00 Mengingat Tuan B menerima penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak 2015 sebesar Rp 175.0OO.00O,0O (seratus tujuh puluh lima ^juta rupiah) maka tarif yang berlaku bagi Tuan B sebesar 12,570 (dua belas koma lima persen). PRES IOEN REPU BLIK INOONESIA 7- Huruf c Contoh: Tuan C merupakan karyawan yang menerima ^gaji ^dari perusahaan tempat bekerja. Selain itu Tuan C merupakan pengusaha ^jasa pencucian motor. Pada Tahun ^Pajak 2015' Tuan C menerima penghasilan berupa:

  4. gaji sebesar Rp120.000.000,0O ^(seratus ^dua puluh ^juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan ^yang ^tidak bersifat final;

  5. penghasilan usaha ^pencucian motor ^sebesar Rpl.500.000.000,00 ^(satu miliar lima ^ratus ^juta ^rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan ^yang bersifat ^final;

  6. bunga deposito sebesar ^Rp5.O0O.0OO,O0 ^(lima ^juta ruplatr) yang dikenai Pajak ^Penghasilan ^yang ^bersifat finai; dan

  7. sewa tanah dan bangunan sebesar ^Rp50.000.000,00 (lima puluh ^juta rupiah) yang dikenai Pajak ^Penghasilan yang bersifat final. Apabila terhadap T: an C diterapkan ^ketentuan ^dalam Piraturan Pemerintah ini ^mal<a ^penghasilan ^bruto ^Tuan ^C perlu untuk diuji sebagai berikut: Penghasilan Jumlah l. Penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas Dikenai PPh linal ^(a) Rp 5.0OO.0OO,00 Dikenai PPh tidak linal ^(b) Rp 120.000.000,00 Dikenai PPh frnal ^(c) Rp 50.000.000,00 Penghasilan bruto selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas (d= a+b+c) Rp 175.000.000,00 Mengingat Tuan C:

  8. menerima ^penghasilan ^bruto ^yang ^bersumber ^selain dari usahi dan/atau ^pekedaan ^bebas ^sebesar Rp175.000.000,00 ^(seratus ^tujuh ^puluh ^lima ^juta rupiah); dan

  9. memiliki ^jumlah ^penghasilan ^bruto ^dari ^usaha dan/atau ^pekerjaan ^bebas ^dan ^selain ^dari ^usaha daniatau ^pekerjaan bebas ^pada ^Tahun ^Pajak ^2015 sebesar Rpl.675.000.000,00 ^(satu ^miliar ^enam ratus tqiuh Puluh lima ^juta ^ruPiah), maka tarif ^yang ^berlaku ^bagi ^Tuan ^C ^sebesar ^12,5o/o ^(d: ua belas koma lima Persen). Ayat ^(3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Surat pernyataan ^mengenai ^besaran peredaran ^usaha ^yang dilampiitan dalam Surat ^Pernyataan ^merupakan ^salah ^satu persyaratan yang harus dipenuhi ^Wajib lajak ^yang- ^melakukan Lsaha saat *".rgit rti ^Pengimpunan ^Pajak ^apabila ^tidak ^terdapat SPT PPh Terakhir. Untuk ^kepentingan ^penghitungan ^batasan penghasilan bruto menurut ^Peraturan Pemerintah ^ini, ^peredaran usaha dalam surat ^pernyataan tersebut ^merupakan ^penghasilan bruto sebagaimana -dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini' 2. Penghasilan bruto ^dari usaha dan/atau ^pekerjaan bebas Dikenai PPh final ^(e) Rp 1.soO.000.000,00 Dikenai PPh tidak final ^(0 ^ Rp 0,00 Penghasilan bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas (g= e+0 Rp 1.500.000.000,00 3. Jumlah ^penghasilan ^bruto (d+e) Rp 1.675.000.000,00 *. t, J.T,i t,'*oSf; *. r, o -9- Surat pemyataan mengenai besaran ^penghasilan bruto ^pada Tahun Pajak Terakhir merupakan surat ^pernyataan yang ^dibuat oleh Wajib Pajak yang digunakan sebagai dasar ^untuk menentukan penghasilan bruto ^pada Tahun ^Pajak ^Terakhir. Penghasilan bruto yang diterima oleh Wajib ^Pajak ^adalah penghasilan yang sesungguhnya diterima oleh ^Wajib ^Pajak ^pada Tahun Pajak Terakhir. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Data atau informasi lain merupakan ^data ^atau ^informasi ^yang dimiliki Direktur Jenderal ^Pajak selain data ^atau informasi ^yang diperoleh dari Wajib Pajak ^pada saat ^pemeriksaan. Dalam hal Direktur Jenderal ^Pajak ^tidak ^memiliki ^data ^dan/atau informasi lain ma-ka ^penghasilan ^bruto ^setahun adalah ^sesuai dengan surat ^pernyataan ^mengenai ^besaran penghasilan bruto yang dibuat oleh Wajib Pajak. Contoh kasus: Tuan D telah memperoleh Surat ^Keterangan, ^narnun Direktur Jenderal Pajak ^menemukan ^Harta ^berupa ^mobil yang ^belum pernah dilaporkan dalam SPI PPh dan ^tidak ^diungkapkan {afam -Surat Pemyataan. Atas Ttran D diterapkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Tuan D tidak menyampaikan ^SPT ^PPh ^Terakhir ^dan ^surat pernyataan mengenai besaran ^peredaran ^usaha' ^Pada ^saat pemiriksaan, Tuan D membuat ^surat ^pernyataan ^mengenai t"..."tt penghasilan bruto ^pada ^Tahun ^Pajak ^Terakhir ^dengan komponen penghasilan ^bruto ^sebagai ^berikut:

  10. penghasilan usaha ^bengkel ^sebesar ^Rp200'000'000,00 ^(dua i"t r"iut" -piah) ^yang ^dikenai ^Pajak Penghasilan yang ^tidak bersifat final; dan

  11. penghasilan deposito ^sebesar ^Rp5'O0O.0O0,00 ^(lima ^juta rupiah) yang dikenai Pajak ^Penghasilan ^yang bersifat ^final' Contoh WP tidak ^memenuhi persyaratan penghasilan ^bruto: Direktur Jenderal ^Pajak ^memiliki data ^dan/atau ^informasi ^lain yang menyatakan bahwa ^penghasilan ^Ttran ^D ^adalah ^sebagai berikut:

  12. penghasilan usaha bengkel sebesar ^Rp1.O00.00O.O00,0O (satu miliar rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan ^yang bersifat final; dan

  13. penghasilan deposito sebesar ^Rp650.O00.000,00 ^(enam ratus lima puluh ^juta rupiah) ^yang ^dikenai ^Pajak Penghasilan yang bersifat final. Mengingat T[ran D berdasarkan ^data ^dan/ ^atau ^informasi lain yang dimiliki Direktur Jenderal Pajak:

  14. menerima penghasilan bruto ^yang ^bersumber ^selain ^dari usaha dan/atau ^pekerjaan bebas ^sebesar ^Rp650.O00-000,00 (enam ratus lima puluh ^juta rupiah); dan

  15. memiliki ^jumlah ^penghasilan ^brrto ^dari ^usaha ^dan/ ^atau pekerjaan bebas dan selain dari ^usaha ^dan/ ^atau ^pekedaan Lebas padaTahun Pajak ^2015 ^sebesar ^Rp1'650'000'000,00 (satu miliar enam ratus lima ^puluh ^juta ^rupiah), maka tarif yang berlaku ^bagi persen). Tarif tersebut berlaku T: an D sebesar 30% ^(tiga Puluh karena WP memiliki Penghasilan bruto melebihi ^jumlah tertentu ^yang Pemerintah ini. diatur dalam ^Peraturan Contoh WP memenuhi ^persyaratan penghasilan ^bruto: Direktur Jenderal ^Pajak ^memitiki data ^dan/atau ^informasi ^iain yang menyatakan bahwa ^penghasilan ^T\ran ^D ^adalah ^sebagai berikut:

  16. penghasilan usaha bengkel ^sebesar ^Rp250.0OO'OO0,O0 ^(dua iatui lima puluh ^juta ^rupiah) ^yang ^dikenai ^Pajak Penghasilan yang bersifat ^final; ^dan 2. penghasilan deposito ^sebesar Rp10.000-000,00 ^(sepuluh juta rupiah) yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Mengingat T.ran D berdasarkan ^data ^dan/atau ^informasi lain yang dimiliki Direktur Jenderal ^Pajak:

  17. menerima ^penghasilan bruto ^yang bersumber selain ^dari usaha dan/atau ^pekerjaan ^bebas sebesar ^Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); dan *."rJrT[t,',35f; *..,o - 11- 2. memiliki ^jumlah ^penghasilan bruto ^dari ^usaha ^dan/ ^atau pekerjaan bebas dan selain dari usaha dan/atau ^pekerjaan bebas pada Tahun Pajak ^2015 ^sebesar ^Rp260.000'000'00 (dua ratus enam Puluh ^juta ruPiah), maka tarif ^yang berlaku ^bagi ^Tuan ^D ^sebesar ^12,5olo ^(dua ^belas koma lima per-en). Tarif ^tersebut ^berlaku ^karena ^WP ^memiliki penghasilan bruto dibawah ^jumlah ^tertentu ^yang ^diatur ^dalam Peraturan Pemerintah ^ini.

    Pasal 5

    Ayat ^(1) Huruf a Contoh Wajib Pajak tidak ^melakukan kewajiban ^untuk ^tidak mengalih^a'jn Haita ke ^luar ^wilayah NKRI ^dan/atau ^tidak meliksanakan ^pengalihan ^harta dan ^investasi ke dalam wilayah NKRI. 1. Tuan A mengikuti ^Pengampunan Pajak dengan ^rincian Harta di dalam Surat Pemyataan ^sebagai ^berikut: Harta Bersih Tambahan Nilai Berada di dalam NKRI Rp 12.000.000.000,00 Berada di luar ^wilaYah NKRI ^dan tidak dialihkan ke dalam ^wilaYah NKRI Rp 50.000.000,00 Informasi ^pelaksanaan ^Pengampunan Pqlak sebagai ^berikut: 1 September 2016 Penyampaian Surat ^PernYataan ^ke Kantor Pelayanan ^Pajak. 13 September 2016 Diterbitkan Surat Keterangan. 1 Desember 2018 Diketahui T\ran A membeli ^apartemen di luar negeri dari Harta ^tambahan yang berada di dalam NKRI. Berdasarkan informasi di atas, besarnya dasar ^pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai berikut:


  18. Nyonya B mengikuti ^Pengampunan ^Pajak dengan rincian Harta di dalam Surat Pernyataan ^sebagai ^berikut: Harta Bersih tambahan berada di dalam NKRI ^(a) Rp 12.000.000.000,00 Harta Bersih tambahan berada ^di luar NKRI dan tidak dialihkan ^ke dalam wilayah NKRI ^(b) Rp 50.000.000,00 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (a+b) Rp 12.050.000.000,00 Harta Bersih Tambahan Nilai Berada di dalam NKRI Rp 1.000.000.000,00 Berada di luar wilaYah NKRI ^dan akan dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI Rp 5.000.000.000,00 Informasi pelaksanaan Pengampunan ^Pajak ^sebagai ^berikut: 30 September 2016 Penyampaian Surat ^PernYataan ^ke Kantor Pelayanan Pajak. 11 Oktober 2016 Diterbitkan Surat Keterangan. 31 Desember 2016 Harta tersebut sampai ^dengan ^batas waktu belum sepenuhnya ^dialihkan ^ke dalam wilayah NKRI. s.d.31 Maret2Ol7 Tidak ada penyamPaian Surat Pernyataan kedua maupun ^ketiga untuk menyatakan ^perubahan ^dari yang semula akan mengalihkan ^Harta ke dalam wilayah NKRI ^menjadi ^tidak mengalihkan Harta ke ^dalam ^wilayah NKRI. Berdasarkan informasi di atas, besamya dasar ^pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai berikut:

  19. Tuan C mengikuti Pengampunan ^Pajak dengan ^rincian Harta di dalam Surat Pernyataan sebagai ^berikut: Harta Bersih tambahan berada di dalam NKRI (a) Rp 1.O0O.0OO.OO0,OO Harta Bersih tambahan berada di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan diinvestasikan ^ke dalam wilayah NKRI ^(b) Rp 5.000.000.000,00 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (a+b) Rp 6.0O0.00O.000,OO Harta Bersih Tambahan Nilai Berada di dalam NKRI Rp 3.000.000.000,00 Berada di luar wilayah NKRI ^dan akan dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI Rp 10.000.000.000,00 Informasi pelaksanaan Pengampunan ^Pajak ^sebagai ^berikut: 9 September 2016 Penyampaian Surat Pernyataan ^ke Kantor Pelayanan Pajak. 16 September 2016 Diterbitkan Surat Keterangan. 31 Desember 2016 Rp10.000.000.000 (sepuluh ^miliar rupiah) telah dialihkan sepenuhnya dan diinvestasikan ke ^dalam ^wilayah NKRI. 1 Maret 2O18 T\ran C mengalihkan Rp1.500.000.000,00 ^(satu miliar ^lima ratus ^juta rupiah) ke luar ^wilaYah NKRI, sehingga tidak ^memenuhi ketentuan untuk menginvestasikan Harta tersebut selama 3 ^(tiga) ^tahun ^di dalam wilayah NKRI. Berdasarkan informasi di atas, besamya dasar ^pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai berikut: Huruf b Contoh Wajib Pajak mengikuti ^Pengampunan ^Pqjak ^namun belum atau kurang ^mengungkapkan ^Harta ^Bersih dalam Surat Pernyataan. Tuan D mengikuti Pengampunan ^Pajak dengan ^informasi ^sebagai berikut: Harta Bersih tambahan berada di dalam NKRI ^(a) Rp 3.000.000.000,00 Harta Bersih tambahan berada di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan diinvestasikan ^ke dalam wilayah NKRI ^(b) Rp 10.000.000.000,00 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (a+b) Rp 13.000.000.000,00 Harta Bersih Tambahan Nilai Berada di dalam NKRI Rp1.O00.oOO.O00,Oo Berada di luar ^wilaYah NKRI ^dan akan dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI Rp 4O0.OOo.00O,O0 Informasi ^pelaksanaan ^Pengampunan Pajak sebagai ^berikut: 10 Maret 2017 Penyampaian Surat ^PernYataan ^ke Kantor Pelayanan Pajak. 20 Maret2OlT Diterbitkan Surat ^Keterangan. O9 Agustus 2019 Direktur Jenderal Pajak ^menemukan data dan/atau informasi ^mengenai Harta berupa tanah ^dan ^bangu.nan yang diperoleh tahun 2010 ^yang belum diungkapkan dalam ^Surat ^Pernyata'an. m Berdasarkan nilai dari hasil penilaian Direktur Jenderal Pajak, besarnya dasar pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai berikut: Huruf c Contoh Wajib Pajak tidak mengikuti Pengampunan ^Pajak ^namun Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau ^informasi terkait dengan Harta ^yang belum dilaporkan ^dalam ^SPT PPh. T\ran E tidak mengikuti Pengampunan Pajak dan diketahui informasi sebagai berikut: Nilai Harta berupa tanah dan bangunan pada tanggal 3l Desember 2015 (a) Rp 20.000.000.000,00 Sisa pokok Utang terkait Harta pada tanggal 31 Desember 2015 (b) Rp 12.000.000.000,00 Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (a-b) Rp 8.000.000.000,00 31 Desember 2O15 Tuan E memiliki rekening tabungan senilai Rpa.000.000.000,00 ^(empat miliar rupiah) namun belum dilaporkan dalam SPT PPh. 3O April 2018 Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta berupa rekening tabungan tersebut yang pada tanggal 30 ^April 2018 memiliki nilai Rpa.500.000.000,00 ^(empat miliar ^lima ratus juta rupiah). Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Sebesar saldo tabungan pada akhir Tahun Pajak Terakhir ^yaitu Rp4.00O.000.000,00 (empat miliar rrpiah). Huruf d Contoh Harta Bersih ^yang tidak mencerminkan ^penghasilan ^dari Tahun Pajak Terakhir. PT ABC yang terdaftar ^sebagai ^Wajib ^Pajak sejak ^tanggal 2 Januari 2014 melaporkan ^SPT PPh ^Terakhir ^tanggal ^30 ^Agustus 2016 dan menyampaikan Surat ^Pernyataan ^pada ^tangga! 1 September 2016. Surat ^Keterangan ^diterbitkan ^pada ^tanggd 9 September 2016. Penghitungan berikut: dasar ^pengenaan ^Pajak ^Penghasilan ^sebagai SPT PPh Tahun 2014 (dilaporkan tanggal 30 April2015) SPT PPh Tahun ^2015 (dilaporkan tanggal 3O Agustus 2016) Harta Bersih - Tabungan - Tanah - Bangunan - Mobil Total Harta Bersih 1.500.000.000,o0 1.000.000.000,00 2.000.000.000,00 0,o0 4.500.000.000,00 Rp Rp Rp Rp Rp 3.000.000.000,00 1.000.000.000,00 2.000.000.000,00 500.000.000,00 6.500.000.000,00 Rp Rp Rp Rp Rp Posisi Modal Rp 250.000.000,00 Rp 300.000.000'00 Penghasilan neto 2015 Rp 1.500.000.000'00 Total Harta Bersih ^2015 ^(a) Rp 6.500.000.000,00 Total Harta Bersih ^2Ol4 ^(b) Rp 4.500.000.000,00 Penambahan Harta ^Bersih 2015 ^(c) =(a-b) Rp 2.OOO.OOO.OOO,OO Penghasilan neto ^2015 ^(d) Rp 1.5OO.O00.o0o,00 $.).) -flgr.€ Huruf e 1. Contoh kesalahan ^penerapan tarif Uang ^Tebusan' I\ran F peredaran usahanya dibawah ^Rp4,8 ^miliar, ^mengikuti Pengampunan Pajak dengan informasi ^di ^dalam Surat ^Pernyataan sebagai berikut: Selisih antara penambahan Harta Bersih 2015 dengan Penghasilan neto 2015 (e) = (c - d) Rp 500.000.000,00 Setoran modal 2015 ^(f) Rp 50.000.000,00 Dasar Pengenaan Pajak (e - f) Rp 450.000.000,00 Harta Bersih tambahan di ^dalam NKRI - Mobil Rp 300.000.000'00 Uang Tebusan (0,5% x Rp300.000.000,00) Rp 1.500.000'00 Informasi pelaksanaan Pengampunan ^Pajak sebagai ^berikut: 10 Oktober 2016 Penyampaian Surat PernYataan ^ke Kantor Pelayanan Pajak. 20 Oktober 2016 Diterbitkan Surat Keterangan. 6 Desember 2017 Direktur Jenderal Pajak ^menghitung total harta ^yang dimiliki ^lebih ^dari ^Rp10 miliar, sehingga seharusnYa menggunakan tarif ^2o/o ^(dua ^persen). 29 Desember 2017 Diterbitkan surat klarifikasi ^kepada T\ran F untuk melakukan ^pelunasan ^atas kekurangan ^pembayaran Uang ^Tebusan tersebut. ll Januari 2018 T\ran F tidak melakukan Pelunasan sehingga Direktur Jenderal ^Pajak menerbitkan Surat Pembetulan ^atas Surat Keterangan. Isi Surat Keterangan, Surat Pembetulan atas ^Surat ^Keterangan dan penghitungan dasar pengenaan Pajak ^Penghasilan ^sebagai berikut:

  20. Contoh kesalahan ^penghitungan ^UangTebusan' Tuan G mengikuti ^Pengampunan ^Pajak dengan ^informasi ^di dalam Surat Pernyataan ^sebagai ^berikut: Surat Keterangan Surat Pembetulan atas Surat Keterangan Uang Tebusan (Tarif 0,5%) Nilai Harta Bersih per Akhir Tahun Pajak Terakhir Uang Tebusan (laif 2o/ol Nilai Harta Bersih per Akhir Tahun Pajak Terakhir Rp 1.500.000,00 Rp 300.000.000,00 Rp 1.500.000,00 Rp 75.000.000,00 Tidak Dilunasi (Dasar Pengenaan Pajak) Rp 22s.000.000,00 Total Rp 300.000.000,00 Total Rp 300.000.000,00 Harta tambahan - Tanah - Mobil Rp 3.000.000.000,00 Rp 750.000.000,00 Utang terkait Harta - Tanah - Mobil Rp 2.0OO.OO0.O0O,O0 Rp 0,00 Total Harta Bersih Rp 1.750.000.000,00 Uang Tebusan ^(tanf ^2o/ol Rp 35.OoO.OO0'00 Informasi . . ^. Informasi pelaksanaan Pengampunan ^Pajak sebagai ^berikut: 1 September 2016 Penyampaian Surat Pernyataan ^ke Kantor Pelayanan Pajak. 9 September 2016 Diterbitkan Surat Keterangan. 1 Desember 2016 Direktur Jenderal Pajak ^menemukan kesalahan ^penghitungan ^Harta ^Bersih dalam Surat Keterangan ^(Utang melebihi 5Oo/o atas ^Harta ^berupa ^tanah) sehingga diterbitkan ^surat ^klarifikasi untuk melakukan Pelunasan ^atas kekurangan PembaYaran ^Uang Tebusan. 2O Desember 2016 Tuan G tidak melakukan Pelunasan sehingga Direktur ^Jenderal ^Pajak menerbitkan Surat ^Pembetulan ^atas Surat Keterangan. Penghitungan Uang ^Tebusan seharusnya menjadi: 3.000.000.000,00 7s0.000.000,00 Rp 3.000.000.000,00 Rp 750.000.000,00 Harta tambahan - Tanah - Mobil 1.500.oo0.oo0,00 0,00 2.000.000.000,00 0,00 Utang terkait Harta - Tanah - Mobil 2.250.OO0.000,00 1.750.000.000,00 45.OOO.OO0,oo 35.OOO.000,oo Uang Tebusan (tanf 2o/o) Ayat ^(2) Huruf a Nilai Harta berupa kas ^berdasarkan ^nilai ^nominal ^pada ^akhir Tahun Pajak Terakhir. Untuk ^Harta berupa kas dalam mata uang selain Rupiah ^ditranslasikan ^dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs ^yang ditetapkan ^oleh ^lv[enteri Keuangan untuk keperluan ^penghitungan pajak ^pada ^akhir Tahun Pajak Terakhir. Huruf b Penilaian yang dilakukan ^Direktur ^Jenderal Pajak ^sesuai kondisi dan keadaan ^Harta ^selain kas berdasarkan:

  21. nilai yang ditetapkan ^oleh ^pemerintah ^seperti Nilai ^Jual OUjet ^pajat NJOB untuk ^tanah dan ^bangunan ^dan Nilai Jual ^'Kendaraan ^Bermotor ^(NJKB) ^untuk kendaraan bermotor; atau

  1. nilai yang ditetapkan ^sesuai ^standar ^penilaian ^yang beriaku, dalam hal tidak ^terdapat ^nilai ^yang ^ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana ^dimaksud ^pada ^angka ^1' Tuan G diklarifikasi untuk membayar kekurangan Uang Tebusan sebesar Rp10.000.000,00 ^(Rp45.000.000,00 - ^Rp35.000.000,00). Sampai dengan batas waktu yang ditentukan, ^kekurangan tersebut tidak dilunasi. Sehingga dasar ^pengenaan ^Pajak dihitung sebagai berikut: Nilai Harta Bersih per Akhir Tahun Pajak Terakhir dalam Surat Pembetulan atas Surat Keterangan ^(a) Rp 2.25O.000.000,0O Nilai Harta Bersih ^per Akhir ^Tahun Pajak Terakhir dalam Surat Keterangan ^(b) Rp 1.750.000.000,00 Dasar Pengenaan Pajak ^Penghasilan (a-b) Rp 500.000.O00,00 Contoh 1: Tuan A tidak mengikuti program Pengampunan ^Pajak. ^Pada tahun 2017, Direktur Jenderal Pajak ^menemukan ^data bahwa Ttran A memiliki harta berupa ^rumah ^dengan ^luas tanah 2OO m2 dan luas bangunan ^100 ^6z ^yang ^tidak dilaporkan dalam SPT PPh. Dalam Surat Pemberitahuan ^PajakTerutang ^Pajak ^Bumi ^dan Bangunan ^(SPPT PBB) Tahun ^2015 ^atas ^rumah ^tersebut, diketahui: Mengingat luas ^tanah ^pada ^SPPT ^PBB ^tidak ^sama ^dengan tuasLiaf, sesuai ^data yang ^ditemukan ^Direktur ^Jenderal F"j"t, *"t. nilai ^tanair ^ditentukan ^dengan ^mengalikan NJbP bumi ^per ^m2 ^dengan ^luas ^tanah ^sesuai ^data ^yang ditemukan Direktur ^Jenderal ^Pajak ^tersebut' ^Nilai bangunan mengacu ^pada ^NJOP ^bangunan ^karena ^luas ^bangunan dalair Sppt ^PBB sama dengan ^luas ^bangunan ^sesuai data vane ditemukan Direktur ^Jinderal ^Pajak' ^Penentuan ^nilai h.rL b"*p. ^rumah ditentukan ^sebagai ^berikut: Berdasarkan ^perhitungan ^di ^atas, ^nilai ^Harta ^berupa ^rumah terseblrt sebesar ^RpSOO.OOO.OOO,OO' Objek Pajak Luas (m2) NJOP per mz (Rp) Total NJOP (Rp) Bumi 100 1.000.o00,00 100.000.0o0,00 Bangunan 100 3.000.000,00 300.000.000,00 Bumi dan Bangunan 400.000.000,00 Nilai Harta (Rp) 200.000.000,00 1.000.000,00 300.0oo.oo0,oo 3.000.000,00 500.000.000,00 Tanah dan Bangu.nan Contoh 2: T\ran B tidak mengikuti program Pengampunan ^Pajak. ^Pada tahun 2017, Direktur Jenderal Pajak ^menemukan ^data bahwa T\ran B memiliki harta berupa rumah ^dengan ^luas tanah 400 m2 dan luas bangunan 100 ^s12 ^yang ^tidak ditaporkan dalam SPI PPh Tahun 2015. Dalam SPPT PBB Tahun 2015 atas ^rumah ^tersebut diketahui: Objek pajak Luas (m2) NJOP per mz (Rp) Total NJOP (Rp) Bumi 400 1.0O0.000,00 400.00o.000,00 Bangunan Bumi dan Bangunan 400.000.000,00 Mengingat luas tanah dalam ^SPPI PBB ^sama dengan ^luas tanah sLsuai data ^yang ^ditemukan ^Direktur ^Jenderal ^Pajak' maka nilai tanah mengacu ^pada ^NJOP ^bumi, ^yaitu ^sebesar Rp40O.0OO.O0O,0O. Untuk ^nilai ^bangunan ^ditentukan birdasarkan hasil ^penilaian ^Direktur ^Jenderal ^Pajak karena NJOP bangunan tidak tersedia ^dalam ^SPPT ^PBB ^Tahun 2015' Setelah dilakukan ^penilaian ^oleh ^Direktur ^Jenderal ^Pajak, diperoleh nilai bangunan ^sebesar ^Rp300'000'000,00' Birdasarkan ^perhitungan di ^atas, ^nilai ^Harta ^berupa ^rumah tersebut sebesar ^Rp7OO.O00.00O,0O. ^Nilai ^Harta ^tersebut merupakan hasil penjumlahan ^nilai ^tanah ^dan ^nilai bangunan ffipaOO.000.000,00 ^+ ^Rp30O'000'000,00 Rp700.000.000,00). Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN ^NEGARA ^REPUBLIK INDONESIA ^NOMOR ^6120

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):