Pembudidayaan Ikan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2017

Kerangka<< >>

Menimbang : Menimbang : Mengingat PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMBUDIDAYAAN II(AN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat ^(5), Pasal 14 ayat (5), Pasal 15, Pasal 15A, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2OO4 tentang Perikanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembudidayaan lkan;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2OO4 tentang Perikanan (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 20O4 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2OO9 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (kmbaran Negara Reptrblik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); MEMUTUSI(AN: MenefapKan : PEMTURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:


  3. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkaa Ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. 2. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. 3. Pembudi Daya Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan Pembudidayaan lkan. 4. Sumber Daya Ikan adalah potensi semua jenis Ikan. 5. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang dapat dimanfaatkan untuk Pembudidayaan Ikan. 6. Kawasan Budi Daya Perikanan adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk budidaya Ikan atas dasar potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kondisi lingkungan serta kondisi prasarana sarana umum yang ada. 7. Plasma Nutfah adalah substansi yang terdapat dalam kelompok makhluk hidup dan merupakan sumber sifat keturunan yeng dapat dimanfaatkan dikembangkan atau dirakit untuk menciptakan unggul baru. atau dan jenis m *r"rJrT[t,"?5]"r,o -3- 8. Kesehatan Ikan dan Lingkungan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perlindungan Sumber Daya Ikan, Kesehatan Ikan dan Lingkungan serta ^penjaminan keamanan produk perikanan, Kesejahteraan lkan, dan peningkatan akses pasar untuk mendukung kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan asal lkan. 9. Kesejahteraan Ikan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan Iisik dan tingkah laku alami Ikan yang perlu diperhatikan untuk melindungi Ikan dari perliakuan tidak layak oleh manusia.

  4. Obat Ikan adalah sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati Ikan, membebaskan gejala, atau memodilikasi proses kimia dalam tubuh lkan. 1 1. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

  5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perikanan.

    Pasal 2

    Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi:

    1. Tata Pemanfaatan Air dan Lahan Pembudidayaan lkan;

    2. Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah yang Berkaitan dengan Sumber Daya Ikan;

    3. Sarana dan Prasarana Pembudidayaan lkan;

    4. Pengendalian Mutu Pembudidayaan lkan;

    5. Pengelolaan Kesehatan Ikan dan Lingkungan; dan

    6. Pembinaan dan Pemantauan, BAB II TATA PEMANFAATAN AIR DAN I,AHAN PEMBUDIDAYAAN IKAN Bagan Kesatu Umum pasal 3 (1) Pemerintah mengatur dan membina tata pemanfaatan Air dan lahan Pembudidayaan Ikan. m (21 (3) Pengaturan dan pembinaan tata pemanfaatan Air dan lahan Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menjamin kuantitas dan kualitas Air untuk kepentingan Pembudidayaan lkan. Pengaturan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    7. perencanaan;

    8. pemanfaatan;

    9. pengembangan; dan

    10. perlindungan. Bagian Kedua Perencanaan


    Pasal 4

    Penyusunan rencana pemanfaatan Air untuk Pembudidayaan Ikan harus memperhatikan kriteria teknis Air untuk Pembudidayaan lkan. Penyusunan rencana pemanfaatan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan dengan melibatkan instansi terkait. Rencana pemanfaatan Air untuk Pembudidayaan Ikan sebegnislapa dimaksud pada ayat (1) sebagai masukan dalam penyusunan dan/atau peninjauan kembali rencana pengelolaan sumber daya Air.


    Pasal 5

    Penyusunan rencana pemanfaatan lahan untuk Pembudidayaan Ikan harus memperhatikan kriteria yilayah ^yang dapat dimanfaatkan untuk ^pembudidayaan Ikan. Pcnyusunan rencana pemanfaatan lahan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meiibatka., instansi terkait- (1) (21 (3) (1) (2t (3) Rencana pemanfaatan lahan untuk Pembudidayaan lkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai masukan dalam penyusunan dan/atau peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana zonasi,


    Pasal 6
    (1)

    Rencana pemanfaatan Air dan lahan untuk Pembudidayaan lkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana kerja pemerintah. (2) Rencana pemanfaatan Air dan lahan untuk Pembudidayaan lkan disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. (3) Rencana pemanfaatan Air dan Lahan untuk Pembudidayaan lkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau dan dievaluasi setiap 5 (lima) tahun sekali. (4) Gubernur dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya men5msun dan melaksanakan rencana pemanfaatan Air dan lahan provinsi dan kabupaten/kota mengacu pada rencana pemanfaatan Air dan lahan untuk Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan merupakan.baglan yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana pembangunan jangka menengah daerah, dan rencana kerja pemerintah daerah. Pasal 7 (1) Penyusunan rencana pemanfaatan Air dan rencana pemanfaatan lahan untuk pembudidayaan Ikan sebegqiman. dimaksud dalam pasal 4 dan pasal 5 harus memperhatikan:

    1. fisiografi; b, Air sumbe r;

    2. luas lahan dan perairan;

    3. ketersediaan infrastruktur;

    4. teknologi budidaya;

    5. komoditas yang dibudidayakan; dan

    6. kondisi sosial dan linglnrngan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pen5rusunan rencana pemanfaatan Air dan lahan untuk Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Pemanfaatan


    Pasal 8
    (1)

    Pemanfaatan Air untuk Pembudidayaan Ikan berdasarkan peruntukannya dibedakan menjadi:

    1. pemanfaatan Air sebagai media; dan

    2. pemanfaatan Air sebagai materi. (2) Pemanfaatan Air sebagai media untuk Pembudidayaan Ikan terdiri atas:

    3. waduk; b, danau;

    4. sungai; d, rawa;

    5. laut; dan

    6. genangan Air lainnya. (3) Pemanfaatan Air sebagai materi untuk Pembudidayaan Ikan terdiri atas penggunaan Air di kolam, tarnbak atau tempat/wadah lain yang dapat diusahakan untuk Pembudidayaan Ikan.


    Pasal 9

    Pemanfaatan Air dan lahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Setiap Orang yang meldkukan Pembudidayaan Ikan dalam memanfaatkan Air dan lahan wajib mengikuti standar teknis Air dan lahan. l2l ^Standar ^teknis ^Air dan lahan selagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan teknologi budidaya Ikan dan ^jenis komoditas Ikan. (3) Standar teknis Air dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. volume dan/atau debit Air;

    2. kriteria kebuhrhan teknis dan keamanan pangan; dan

    3. luas permukaan Air yang digunakan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis Air dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagran Keempat Pengembangan Pasal 11 (1) Pengembangan pemanfaatan Air dan lahan untuk Pembudidayaan Ikan dilakukan melalui:

    4. intensilikasi Air dan Lahan; dan

    5. ekstensifikasilahan. (2) Intensifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan:

      (3)

      (41 (s) a. peningkatan daya dukung Air dan lahan budidaya;

    6. peningkatan teknologi dan manajemen budidaya;

    7. efisiensi penggunaan Air;

    8. penggunaan benih, pakan, dan Obat Ikan yang bermutu;

    9. pengendalian hama dan penyakit lkan;

    10. diversifikasi Pembudidayaan lkan; dan

    11. penerapan biosekuriti. Ekstensifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan perluasan lahan. Ketentuan lebih lanjut mengenai intensifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri, Pelaksanaan ekstensifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Bagran Kelima Perlindungan


    Pasal 12
    (1)

    Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan perlindungan terhadap lahan untuk Pembudidayaan Ikan. (2) Perlindungan lahan untuk Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menetapkan sebagai Kawasan Budi Daya Perikanan. (3) Lahan untuk Pembudidayaan Ikan dapat ditetapkan sebagai Kawasan Budi Daya Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika memenuhi kriteria paling sedikit: m memiliki hamparan lahan dengan luasan tertentu; dan

    1. menghasilkan komoditi perikanan budidaya yang dapat memenuhi kebutuhan Ikan sebagian besar masyarakat lokal, nasional, atau untuk keperluan ekspor. (4) Ikwasan Budi Daya Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan: kawasan peruntukan perikanan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang; dan zona perikanan budidaya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan, dan penetapan Kawasan Budi Daya ^perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagran Keenam Peran Serta Masyarakat (1) (2) (3)


    Pasal 13

    Masyarakat dapat berperan serta dalam tata pemanfaatan Air dan lahan untuk Pembudidayaan Ikan. P,eran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat dilakukan pada tahap perencanaan, pemanfaatan, pengembangan, dan perlindungan. P_e-ran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat dilakukan melalui:

    1. pemberian saran/ masukan; dan

    2. pemberianinformasi. m BAB III PEMANFAATAN DAN PELESTARIAN PI,ASMA NUTFAH YANG BERKAITAN DENGAN SUMBER DAYA IKAN Bagran Kesatu Pemanfaatan Plasma Nutfah yang Berkaitan dengan Sumber Daya Ikan (1) (21


    Pasal 14

    Pemerintah mengatur dan/atau mengembangkan pemanfaatan Plasma Nutfah yang berkaitan dengan Sumber Daya Ikan dalam rangka pelestarian ekosistem dan pemuliaan Sumber Daya lkan. Pengaturan dan pengembangan Pemanfaatan Plasma Nutfah yang berkaitan dengan Sumber Daya Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. pengambilan calon induk, induk, dan/atau benih Ikan melalui penangkapan dari alam;

    2. pemuliaan calon induk, induk, dan/atau benih Ikan; dan

    3. pelepasan induk unggul dan/atau benih bermutu,


    Pasal 15

    Plasma Nutfah yang berupa calon induk, induk, dan/atau benih Ikan yang digunakan dalam Pembudidayaan Ikan dapat berasal dari:

    1. pengambilan calon induk, induk, dan/atau benih Ikan melalui penangkapan dari alam; dan

    2. pemuliaan calon induk, induk, dan/atau benih lkan. Calon induk dan/atau induk Ikan yang digunakan dalam Pembudidayaan lkan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus memenuhi standar induk unggul. Benih yang digunakan dalam Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar benih bermutu.

      (1)

      (21 (3) (4) #p Standar induk unggul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan standar benih bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia.


    Pasal 16

    Setiap Orang yarrg melakukan pengambilan calon induk, induk, dan/atau benih Ikan dari alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a wajib memiliki surat izin penangkapan lkan. Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan surat izin penangkapan Ikan sesuai dengan ketenhran peraturan perundang-undangan.


    Pasal 17

    Setiap Orang yang melakukan pemuliaan calon induk, induk, dan/atau benih Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b wajib memiliki izin pemuliaan dari Menteri. Setiap Orang untuk memiliki izin pemuliaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri dan memenuhi persDraratan:

    1. administrasi;

    2. teknis; dan

    3. manajemen. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan izin pemuliaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal l8 Setiap Orang dalam melakukan pemuliaan calon induk, induk, dan/atau benih Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) harus sesuai dengan prosedur pemuliaan agar menghasitkan calon induk, induk unggul, dan/atau benih bermutu.

      (1)

      (2t (l) (21 (3) (1) (2t (3) PR ES IDEN REPUBLIK INDONESIA -12- Induk unggul dan/atau benih bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunal€n untuk kegiatan pembenihan, pembesaran, dan/atau penelitian dan pengembangan. Dalam hal induk unggul dan/atau benih bermutu akan digunakan untuk kegiatan pembenihan dan ^pembesaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka induk unggul dan/atau benih bermutu wajib memiliki izin pelepasan dari Menteri. Setiap Orang untuk memiliki izin pelepasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus mengajukan perrrohonan secara tertulis kepada Menteri dan memenuhi persyaratan:

    4. kajian teknis; b, usulan nama jenis Ikan hasil pemuliaan yang akan dilepas; dan

    5. foto komoditas yang akan dilepas, Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemuliaan sebegaimana dimaksud pada ayat (1) dan persyaratan serta tata cara penerbitan izin pelepasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 19

    Dalam rangka meningkat}an mutu calon induk, induk, dan/atau benih dapat dibentuk ^jejaring pemuliaan oleh 2 (dua) atau lebih pemegang izin pemuliaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. Jejaring pemuliaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kegiatan koordinasi pemuliaan. Jejaring pemuliaan sebagairnana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

    (4)

    (s) (1) t2) (3) Bagran.,, # Bagian Kedua Pelestarian Plasma Nutfah yang Berkaitan dengan Sumber Daya Ikan


    Pasal 20
    (1)

    Pemerintah melakukan upaya pelestarian Plasma Nutfah yang berkaitan dengan Sumber Daya Ikan. (2) Pelestarian Plasma Nutfah yang berkaitan dengan Sumber ^. Daya Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

    1. penetapan status perlindungan;

    2. pembiakan jenis Ikan yang populasinya terbatas;

    3. penebaran kembali;

    4. pengkayaan stok;

    5. pemberian penandaan Plasma Nutfah;

    6. penetapan wilayah konservasi; g, tempat atau wadah koleksi atau tempat penyimpanan; dan

    7. pengaturan pemasukan dan pengeluaran calon induk, induk, dan/atau benih Ikan, serta Ikanjenis baru dari dan ke wilayah Negara Republik Indonesia. (3) Setiap Orang wajib melestarikan Plasma Nutfah yang berkaitan dengan Sumber Daya Ikan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelestarian Plasma Nutrah yang berkaitan dengan Sumber Daya Ikan sebagaimara dimaksud pada ayat (l) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri, Bagian Ketiga Pemasukan dan Pengeluaran Calon Induk, Induk, dan/atau Benih Ikan Pasal 2 1 (1) Pemerintah mengatur pemasukan dan/atau pengeluaran jenis calon induk, induk, dan/atau benih Ikan ke dalam dan dari wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. (2t (3) (i) (2t (3) Pemasukan calon induk, induk, dan/atau benih lkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri, kelestarian Sumber Daya Ikan dan lingkungannya, standar calon induk, induk, dan/atau benih Ikan, serta hasil analisis risiko pemasukan Ikan. Pengeluaran calon induk, induk, dan/atau benih Ikan sebagaimana dimalsud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan Pembudi Daya Ikan dan pelestarian Sumber Daya Ikan.


    Pasal 22

    Setiap Orang yang melakukan pemasukan calon induk, induk, dan/atau benih Ikan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib memiliki izin pemasukan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah mendapatkan rekomendasi teknis dari Menteri berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l ayat(21. Calon irxduk, induk, dan/atau benih Ikan yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari hasil:

    1. pemuliaan; atau

    2. penangkapan Ikan berupa jenis Ikan yang sudah dibudidayakan atau yang belum pemah dibudidayakan di wilayah Negara Republik Indonesia. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan izin pemasukan calon induk, induk, dan/atau benih lkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia seb"gaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan rekomendasi teknis pemasukan calon induk, induk, dan/atau benih Ikan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia sEfagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri, (41 # (1) (21 PRE S IDEN REPUBLIK INDONESIA - 15-


    Pasal 23

    Setiap Orang yang melakukan ^pengeluaran calon ^induk, induk, dan/atau benih Ikan dari wilayah Negara Republik Indonesia wajib memiliki izin pengeluaran dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah mendapatkan rekomendasi teknis dari Menteri berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3). Calon induk, induk, dan/atau benih Ikan ^yang dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari hasil:

    1. Pembudidayaan Ikan;

    2. penangkapan lkan; dan

    3. pemuliaan. Calon induk dan/atau induk Ikan dari hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (21 y*rg merupakan induk penjenis asli Indonesia, tidak boleh dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan izin pengeluaran calon induk, induk, dan/atau benih Ikan dari wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan rekomendasi teknis pengeluaran cdon induk, induk, dan/atau benih lkan dari wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 24

    Setiap Orang dapat melakukan peredaran calon induk, induk, dan/atau benih Ikan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Peredaran calon induk, induk, dan/atau benih lkan sglagaimsn6 dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari hasil:

    (3)

    (41 (s) (1) (2t (3) a. Pembudidayaan lkan;

    1. penangkapan Ikan; atau

    2. pemuliaan. Calon induk, induk, dan/atau benih Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa ^jenis Ikan ^yang sudah dibudidayakan maupun ^jenis Ikan yang belum pemah dibudidayakan di wilayah Negara Republik Indonesia. Calon induk dan/atau induk Ikan sslqgaimanz dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar calon induk dan/atau induk unggul. Benih Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar benih Ikan bermutu. Standar induk unggul sebagaimana dimaksud ^pada ayat (4) dan standar benih Ikan bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia. Bagran Keempat Pemasukan dan Pengeluaran Ikan Jenis Baru


    Pasal 25
    (1)

    Pemerintah mengendalikan pemasukan dan/atau pengeluaran Ikan jenis baru dari dan ke luar negeri dan/atau lalu lintas antarpulau untuk menjamin kelestarian Plasma Nutfah yang berkaitan dengan Sumber Daya lkan. (2) Ikan jenis baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. Ikan yang bukan asli dan/atau tidak berasal dari alam darat dan laut Indonesia yang dikenali dan/atau diketahui dimasukkan ke dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia; dan

    2. Ikan yang berasal dari hasil pemuliaan, baik dalam negeri maupun luar negeri.

    (4)
    (5)
    (6)
    (3)

    {41 (1) (2t (3) (4) # Pemasukan Ikan jenis baru ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kebuhrhan dalam negeri, kelestarian Sumber Daya Ikan dan lingkungannya, serta hasil analisis risiko pemasukan lkan. Pengeluaran Ikan jenis baru ke luar wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan Pembudidayaan Ikan dan pelestariaa Sumber Daya lkan.


    Pasal 26

    Setiap Orang yang melakukan pemasukan Ikan jenis baru dari luar wilayah Negara Republik Indonesia wajib memiliki ^'rzin pemasukan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah mendapatkan rekomendasi teknis dari Menteri berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3). Pemasukan Ikan jenis baru dari luar wilayah Negara Republik Indonesia dapat dilakukan untuk:

    1. meningkatkan mutu dan keragaman genetik; dan/atau

    2. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan izin pemasukan Ikan jenis baru dari luar wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdogangan. Ketentuan mengenai persyaratan dan t,; ta cara penerbitan rekomendasi teknis pemasukan Ikan jenis baru dari luar wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. m PRES IOEN REPUBLIK INOONESIA 18


    Pasal 27
    (1)

    Setiap Orang yang melakukan pengeluaran Ikan ^jenis baru dari wilayah Negara Republik Indonesia wajib memiliki izilr pengeluaraa dari menteri yang menyelenggaralan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah mendapatkan rekomendasi teknis dari Menteri berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4). (2) Ketenhran mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan izin pengeluaran Ikan jenis baru dari wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri ^yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. (3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan rekomendasi teknis pengeluaran Ikan jenis baru dari wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

    (1)

    (21


    Pasal 28

    Pemasukan dan pengeluaran Ikan ^jenis baru dari suatu pulau ke pulau lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia harus memenuhi persyaratan teknis. Pemasukan dan pengeluaran Ikan ^jenis baru dari suatu pulau ke pulau lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk:

    1. meningkatkan mutu dan keragaman genetik; dan/atau

    2. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketentuan mengenai persyaratan teknis pemasukan dan pengeluaran Ikan jenis baru dari suatu pulau ke pulau lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebagaim4l4 dimaksud pada ayat (l) diatur dengan Peraturan Menteri.

      (3)

      m P RES IDE N REPUBLIK INDONESIA 19 BAB TV SARANA DAN PRASARANA PEMBUDIDAYAAN IIGN Bagran Kesatu Sarana Pembudidayaan Ikan Paragraf 1 Umum Pasal 29 (1) Pemerintah mengatur penggunaan sarana Pembudidayaan Ikan dalam rangka pengembangan Pembudidayaan Ikan. (21 Sarana Pembudidayaan Ikan meliputi:

    3. pakan lkan;

    4. Obat lkan;

    5. pupuk;

    6. alat pengangkut hasil produksi Pembudidayaan Ikan; dan e, alat dan mesin untuk Pembudidayaan Ikan. Paragraf 2 Pakan Ikan Pasal 30 (1) Pakan Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a dapat berupa:

    7. pakan Ikan alami; dan/atau

    8. pakan Ikan buatan. 12) ^Pakan ^Ikan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyediaannya dapat dilakukan melalui:

    9. pembuatan pakan Ikan di dalam negeri; dan b, pemasukan pakan Ikan dari luar negeri.


    Pasal 31
    (1)

    Pakan lkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 wajib memiliki Sertifikat Pendaftaran Pakan lkan dari Menteri sebelum diedarkan. (2) Setiap Orang untuk memiliki Sertifikat Pendaftaran Pakan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri dan memenuhi: a, persyaratanadministrasi; b, persyaratan teknis dan keamanan pangan; dan

    1. persyaratan kelestarian Sumber Daya Ikan dan lingkungan. (3) Sertifrkat Pendaftaran Pakan Ikan berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan Sertifikat Pendaftaran Pakan Ikan diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 32

    Kewajiban memiliki Sertifikat Pendaftaran Pakan Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dikecualikan bagr: pakan Ikan yang diadakan oleh instansi atau lemboga pemerintah atau lembaga swasta untuk kepentingan penelitian; pakan Ikan alami yang tidak diolah atau diolah secara sederhana; dan/atau pakan Ikan yang diadakan oleh orang perseorangan, digunakan untuk pemeliharaan lkan sendiri, dan hasil Ikannya tidak untuk diedarkan,


    Pasal 33

    Setiap Orang yang melakukan penyediaan pakan Ikan buatan melalui pembuatan pakan Ikan di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a wajib menerapkan prinsip cara pembuatan pakan Ikan yang baik. b.

    (1)

    (2t PRE S ID EN REPUBLIK INDONESIA -2t- Prinsip cara pembuatan pakan Ikan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    1. lokasi;

    2. bangman;

    3. tata letak;

    4. sanitasi dan hygiene;

    5. pengadaan dan penyiapan bahan baku pakan;

    6. penyimpanan bahan baku pakan;

    7. pembuatanpakan; h, pengemasan dan pelabelan;

    8. pengendalian mutu pakan;

    9. penyimpanan pakan;

    10. pendistribusianpakan; L kompetensi personil;

    11. pengawasan;

    12. penanganan terhadap keluhan dan penarikan kembali pakan yang beredar; dan

    13. dokumentasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai cara pembuatan pakan Ikan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 34

    Pakan Ikan yang telah mendapat Sertilikat Pendaftaran Pakan Ikan dilakukan survailen mutu pakan lkan. Survailen mutu pakan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengujian sampel pakan Ikan di laboratorium yang terakreditasi atau ditunjuk oleh Menteri. Pengujian sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi pengujian:

    1. kandungan proksimat; dan

    2. kandungan antibiotik, logam berat, dan mikrobiologi.

      (3)
      (1)

      (21 (3) #p (4) Hasil pengujian sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar evaluasi Sertilikat Pendaftaran Pakan lkan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan tata cara survailen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 3 Obat Ikan


    Pasal 35
    (1)

    Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (21 huruf b berdasarkan tujuan pemakaiannya digunakan untuk:

    1. mencegah dan/atau mengobati lkan;

    2. membebaskan gejala penyakit lkan; dan/atau

    3. memodifikasi proses kimia dalam tubuh Ikan. (2) Obat Ikan berdasarkan jenis sediaan digolongkan dalam sediaan:

    4. biologik;

    5. farmasetik;

    6. premiks;

    7. probiotik; dan

    8. obat alami, (3) Obat Ikan berdasarkan klasifikasi bahaya yang ditimbulkan dalam penggunaannya digolongkan menjadi:

    9. obat keras;

    10. obat bebas terbatas; dan

    11. obat bebas.


    Pasal 36

    Usaha Obat Ikan terdiri atas:

    1. penyediaan Obat Ikan; dan

    2. peredaran Obat lkan.

      (1)

      PRE S ID EN REPUBLIK INDONESIA -23 -


    Pasal 37

    Penyediaan Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dapat dilakukan melalui kegiatan:

    1. pembuatan Obat Ikan di dalam negeri; atau

    2. pemasukan Obat Ikan dari luar negeri. Setiap Orang yang melakukan penyediaan Obat lkan wajib memiliki surat izin penyediaan Obat Ikan dari Menteri. Setiap Orang untuk memiliki surat izin penyediaan Obat Ikan sebagai6asa dimaksud pada ayat (21, harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri dan memenuhi persyaratan:

    3. administrasi; dan

    4. teknis. Surat izin penyediaan Obat Ikan berlaku untuk ^jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan surat izin penyediaan Obat lkan diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 38

    Obat Ikan yang disediakan melalui kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (l) wajib memiliki Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan dari Menteri. Setiap Orang untuk memiliki Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri dan memenuhi persyaratan:

    1. administrasi; dan

    2. teknis. Sertifikat Pendaftaran Obat lkan berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan diatur dengan Peraturan Menteri. (21 (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) PRES ID EN REPUBLIK INDONESIA -24-


    Pasal 39

    Kewajiban memiliki Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dikecualikan bagi:

    1. Obat lkan yang disediakan oleh instansi/lembaga pemerintah/swasta untuk kepentingan penelitian; dan/atau

    2. obat alami yang diolah mengandung obat keras, kepentingan sendiri.


    Pasal 40

    Setiap Orang yang melakukan penyediaan Obat Ikan melalui pembuatan Obat Ikan di dalam negeri sebogaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a wajib menerapkan prinsip cara pembuatan Obat Ikan yang baik. Frinsip cara pembuatan Obat Ikan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    1. manajemen mutu;

    2. personalia;

    3. bangunan dan fasilitas;

    4. peralatan;

    5. sanitasi dan hygiene;

    6. produksi;

    7. pengawasan mutu;

    8. inspeksi diri (audit internal) dan audit mutu;

    9. penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian; j, dokumentasi; dan

    10. kualifikasi dan validasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai cara pembuatan Obat Ikan yang baik sebagrimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. secara sederhana, tidak dan digunakan untuk (1) (2) (3) (1)


    Pasal 41

    Peredaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b meliputi kegiatan:

    1. penyaluran Obat Ikan di dalam negeri; dan b, pengeluaran Obat Ikan ke luar negeri. Setiap Orang yang melakukan peredaran Obat Ikan wajib memiliki surat izin peredaran Obat Ikan dari Menteri. Setiap Orang untuk memiliki surat izin peredaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, harus mengajukan permohonan secara terLulis kepada Menteri dan memenuhi persyaratan:

    2. administrasi; dan

    3. teknis. Surat izin peredaran Obat Ikan berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan.dapat diperpanjang. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan surat izin peredaran Obat Ikan diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 42 (1) Obat Ikan yang telah mendapat Sertifftat Pendaftaran Obat Ikan dilakukan survailen mutu Obat Ikan. (21 Sunrailen mutu Obat Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengujian sampel Obat Ikan di laboratorium yang terakreditasi atau ditunjuk oleh Menteri. (3) Pengujian sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling sedikit melalui pengujian zat alrtif Obat Ikan. (a) Hasil pengujian sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar evaluasi Sertifikat Pendaftaran Obat lkan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan tata cara survailen sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dengan Peraturan Menteri. (21 (3) (4) (s) PRES IOEN REPUBLIK INOONESIA -26 - Pasal 43 (1) Setiap Orang dilarang menggunakan obat-obatan dalam Pembudidayaan Ikan yang dapat membahayakan Sumber Daya lkan, lingkungan Sumber Daya Ikan, dan/atau kesehatan manusia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. (21 lGiteria penggunaan obat-obatan yang dapat membahayakan sebagaimana dimaksud pada ayat'(l) meliputi:

    4. penggunaan obat-obatan yang mengandung zat aktif yang dilarang;

    5. penggunaan obat-obatan yang tidak memiliki Sertifikat Pendaftaran Obat lkan;

    6. penggunaan obat-obatan tidak sesuai petunjuk penggunaan; dan/atau

    7. penggunaan obat-obatan yang tidak laik pakai. Paragraf 4 Pupuk


    Pasal 44

    Pupuk yang digunakan dalam Pembudidayaan Ikan dapat berupa:

    1. pupuk organik; dan/atau

    2. pupukanorganik. hrpuk yang digunakan untuk Pembudidayaan Ikan harus memenuhi standar persyaratan keamanan pangan dan lingkungan. P-enggunaan pupuk untuk pembudidayaan Ikan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. !F"9"r ^keamanan pangan ^dan lingkungan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi.

      (1)
      (2)
      (3)
      (4)

      m : ; : ooNESrA paragraf 5 Alat Pengangkut Hasil Produksi Pembudidayaan Ikan Pasal 45 (1) Alat pengangkut hasil produksi pembudidayaan Ikan terdiri atas:

    3. alat pengangkut Ikan hidup; dan

    4. alat pengangkut lkan segar dan beku. (2) Alat pengangkut hasil produksi pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat menggunakan alat pengangkut: a, udara;

    5. darat; dan c, perairan. (3) Persyaratan dan standar alat pengangkut udara dan darat sebagaimana dimaksud pada ayaf (2) huruf a dan huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (41 Persyaratan alat pengangkut perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c untuk kapal pengangkut Ikan melipud: a, tata susunan ruang kapal;

    6. konstruksi ruang penyimpanan Ikan;

    7. bahan dinding ruang penyimpanan;

    8. peralatan dan perlengkapan penanganan Ikan;

    9. terhindar dari kontaminasi; dan

    10. sistem pendingin, untuk Ikan segar dan beku. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan alat pengangkut perairan sslagairrana dimaksud pada ayat (4), diatur dengan peraturan Menteri. (6) Standar alat pengangkut perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (a) sesuai ketentuan pJraturan perundang-undangan di bidang standardisasi.

      (1)
      (2)
      (3)

      (41 Paragraf 6 Alat dan Mesin untuk Pembudidayaan Ikan Pasa] 46 Setiap Orang yang melakukan usaha Pembudidayaan Ikan harus menggunakan alat dan mesin yang memenuhi persyaratan dan standar. Persyaratan alat dan mesin untuk Pembudidayaan Ikan ditentukan berdasarkan jenis komoditas, wadah, dan tingkat teknologi yang digunakan. Ketentuan mengenai persyaratan alat dan mesin untuk Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Standar alat darr mesin untuk Pembudidayaan Ikan 5glegaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi. Bagian Kedua Prasarana Pembudidayaan Ikan Paragraf 1 Umum


    Pasal 47

    Pemerintah mengatur penggunaan prasarana Pembudidayaan lkan dalam rangka pengembangan Pembudidayaan lkan. Prasarana Pembudidayaan Ikan meliputi:

    1. wadah Pembudidayaan Ikan;

    2. saluran; dan

    3. unit penyimpanan hasil produksi Pembudidayaan Ikan.

      (1)
      (2)

      (l) (21 Paragrat2 Wadah Pembudidayaan lkan


    Pasal 48

    Setiap Orang yang melakukan usaha Pembudidayaan Ikan harus menggunakan wadah Pembudidayaan Ikan yang memenuhi persyaratan dan standar. Persyaratan wadah Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. biosekuriti;

    2. kesehatan Ikan;

    3. keamanan pangan;

    4. ramah lingkungan; dan

    5. kenyamanan lkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan wadah Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Standar wadah Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang standardisasi. Paragraf 3 Saluran


    Pasal 49

    Saluran untuk Pembudidayaan Ikan dibuat untuk menyediakan Air yang memenuhi kuantitas dan kualitas Air sesuai dengan standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan mengalirkan Air buangan dari wadah Pembudidayaan Ikan. Ketentuan mengenai persyaratan teknis saluran untuk Pembudidayaan Ikan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

    (3)
    (4)
    (1)

    (2') JlooNESrA Paragraf 4 Unit Penyimpzrnan Hasil Produksi Pembudidayaan Ikan pasal S0 (1) Unit penyimpanan hasil produksi pembudidayaan Ikan berupa bangunan yang memenuhi: a, persyaratan lokasi; dan

    1. persyaratan dan standar sarana penyimpanan. (21 Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi lokasi yang:

    2. bebas banjir dan tidak tercemar;

    3. memiliki sumber Air yang cukup dan berkualitas;

    4. mudah dijangkau; dan

    5. tersedia sumber energi listrik. (3) Persyaratan sarana penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit:

    6. mampu menjaga kualitas Ikan yang disimpan, untuk Ikan segar;

    7. dapat mempertahankan kelangsungan hidup, untuk Ikan hidup;

    8. memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene; dan d, memenuhi persyaratan biosekuriti. (4) Standar sarana penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi. Bagian Ketiga Pengembangan pasal 5l (1) Pemerintah mengembangkan penggunaan sarana dan prasarana Pembudidayaan Ikan dalam rangka pengembangan Pembudidayaan Ikan. m FRESIOEN REPUBLIK INOONESIA -31- Ddam mengembangkan penggunaan sarana dan prasarana Pembudidayaan Ikan, Menteri berkoordinasi dengan menteri atau pimpinan lemb"ga terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan penggunaan sarana dan prasarana pembudidayaan Ikan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PENGENDALIAN MI'TU PEMBUDIDAYAAN IKAN


    Pasal 52

    Pemerintah mengatur pengendalian mutu induk dan benih Ikan yang dibudidayakan. Pengendalian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (i) dilakukan melalui penerapan cara pembenihan ^- Ikan yang baik. Cara pembenihan Ikan yang baik s6!agei6414 dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kriteria dan persyaratan:

    1. teknis; b, manajemen;

    2. keamanan pangan; dan

    3. lingkungan. Setiap Orang yang memproduksi benih lkan yang memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimani dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan Sertifrkat Cara Pembenihan Ikan yang Baik. Ketentuan lebih lanjut mengenai cara pembenihan Ikan y-ang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. pasal 53 (1) Pembesaran Ikan dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan:

    4. Ikan konsumsi yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan; atau

      (2)
      (3)

      (l) (21 (3) (4) (s) (2t b. Ikan nonkonsumsi, yang memenuhi persyaratan mutu. Pembesaran Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di air tawar, air payau, dan air laut.


    Pasal 54

    Setiap Orang yang melakukan kegiatan pembesaran Ikan harus menerapkan:

    1. cara pembesaran Ikan yang baik; dan

    2. standar proses produksi pembesaran lkan. Penerapan cara pembesaran lkan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi kriteria dan persyaratan:

    3. mutu dan keamanan pangan;

    4. kesehatan dan kenyamanan Ikan;

    5. kelestarian lingkungan; dan

    6. sosial dan ekonomi. Pembesaran Ikan y{ry memenuhi kriteria dan persyaratan 5s!ageis1414 dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan Sertifikat Cara Pembesaran Ikan yang Baik. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan persyaratan cara pembesaran Ikan yang baik serta sertilikasi cara pembesaran Ikan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

      (1)

      (2t (3) (4) BAB VI PENGELOI,AAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN Bagian Kesatu Umum


    Pasal 55

    Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota kewenangannya menyelenggarakan Kesehatan Ikan dan Lingkungan. (21 sesuai dengan pengelolaan (1) # {21 ^Pengelolaan Kesehatan Ikan dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

    1. pengendalian penyakit Ikan;

    2. pengendalian Obat lkan;

    3. pengendalianresidu;

    4. pengendalian lingkungan budidaya;

    5. rehabilitasi lingkungan budidaya;

    6. unit pengelolaan Kesehatan Ikan dan Lingkungan; dan

    7. penyelenggaraan Kesejahteraan ll<an (a4tatic animol wefur). Bagian Kedua Pengendalian Penyakit


    Pasal 56

    Pengendalian penyakit sebagaimana dimaksud dalam pasal SS ayat (21 huruf a, meliputi:

    1. survailen dan monitoring;

    2. analisis risiko (nsk anatisgsl;

    3. penanganan penyakit lkan; dan d, tanggap darurat (emergencg respons). Pasal 57 (1) Survailen dan monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a paling sedikit meliputi kegiatan:

    4. perencanaan, yang meliputi penetapan metode survailen, penentuan target penyekit, lokasi dan jumlah sampel, dan penunjukan laboratorium uji; # b. pelaksanaan, yang meliputi pengambilan dan pengujian sampel;

    5. evaluasi hasil survailen dan monitoring;

    6. penetapan status kondisi lokasi penyakit Ikan target survailen dan monitoring; dan

    7. notifikasi penyakit lkan. (21 Survailen dan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara aktifdan pasif. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai survailen dan monitoring penyakit Ikan diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 58 (1) Analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 huruf b, meliputi kegiatan:

    8. identifikasi bahaya (haznrd identiftmtbn) ;

    9. penilaian risiko (ns& assesrnent); c, pengelolaan risiko (n: sk managem.en|; dan

    10. komunikasi risiko (risk ammuniutionl. (21 Analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

    11. penyakitlkan; dan

    12. sifat bahaya lkan. (3) Analisis risiko terhadap penyakit Ikan sebegai66la dimaksud pada ayat (2) huruf a diberlakukan ierhadap pemasukan Ikan dari:

    13. negara anggota Offie Intematbnal des Epizootbs (OIE); dan

    14. negara bukan anggota OIE. (4) Analisis risiko terhadap pemasukan Ikan yang berasal dari g1S3ra allggota OIE sebagaimana aimatslud pada ayat (3) huruf a, dilakukan untuk pemasukan periama kali, terhadap pemasukan Ikan yang merupakan: ^- PRE S IDEN REPUBLIK INDONESIA -35- a. ^jenis atau strain/varietas Ikan baru;

    15. produk perikanan baru;

    16. berasal dari negara yang memiliki penyakit baru; dan/atau

    17. berasal dari negara yang sedang terkena wabah penyakit lkan. (5) Analisis risiko terhadap pemasukan Ikan yang berasal dari negara bukan anggota OIE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan untuk setiap kali pemasukan Ikan dan/atau produk perikanan. (6) Analisis risiko terhadap sifat bahaya Ikan sebegaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberlakukan ierhadap pemasukan Ikan yang merupakan jenis atau strain / varietas Ikan baru. (71 Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (I) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 59 (t) Penanganan penyakit Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c, meliputi tindakan:

    18. pencegahan Qtromotive dan preuentiue;

    19. pengobatan (atrativel;

    20. pemusnah ar leradicative); dart d. pemulihan lrehabilitatiuel, (21 Ketentuan mengenai penanganan penyakit Ikan diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 60 (U Tanggap darurat sebogaimana dimaksud dalam pasal 56 huruf d, meliputi:

    21. perencanaan tenggap darurat (ontingenq planl b. pelaksanaan tanggap danrrat; dan

    22. evaluasi tanggap darurat. # (2t (3) (1) (2) (41 (s) Perencanaan tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dituangkan dalam dokumen perencanan, paling sedikit meliputi:

    23. susunan organisasi gugus tugas (taskforel;

    24. sistem peringatan dini;

    25. sistem respon dini; dan

    26. standar prosedur operasional. Pelaksanaan tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b, paling sedikit dilakukan dengan:

    27. membentuk organisasi gugus tugas (taskforel;

    28. tindakan peringatan dini;

    29. tindakan deteksi dini; dan

    30. tindakan respon dini. Evaluasi tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan terhadap hasil pelaksanaan tanggap darurat. Ketenttran lebih lanjut mengenai tanggap darurat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Pengendalian Obat Ikan


    Pasal 61

    Pengendalian Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf b, dilakukan melalui pemantauan peredaran Obat Ikan di tingkat produsen, importir, eksportir, distributor, depo/toko, dan unit Pembudidayaan Ikan. Pemantauan peredaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi;

    1. proses penyediaan dan peredaran Obat Ikan;

    2. sarana dan prasarana penyimpanan Obat Ikan;

    3. pengambilan dan pengujian sampel Obat Ikan yang beredar;

    4. evaluasi hasil pengujian; dan

    5. tindak lanjut terhadap ketidaksesuaian hasil pengujian. (3) Ketentuan mengenai pengendalian Obat Ikan diatur dengan Peraturan Menteri, Bagian Keempat Pengendalian Residu pasal 62 (1) Pengendalian residu sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat (2) huruf c dilakukan melalui:

    6. monitoring residu;

    7. investigasi; dan

    8. tindakan perbaikan. (21 Pengendalian residu sebrgaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Pembudidayaan Ikan konsumsi pada tahap:

    9. pembenihan; dan

    10. pembesaran. (3) Pengendalian residu sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan dengan menerapkan Sistem Informasi Manajemen Pengendalian Residu. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian residu diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kelima Pengendalian dan Rehabilitasi Lingkungan Budidaya Pasal 63 (1) P_engendalian lingkungan budidaya sebagaimana dimaksud datam Pasal SS ayat (2) huruf a, ailatut<an melalui: m (2t (1) (2t a. pemantauan kualitas Air lingkungan budidaya;

    11. pengendalian limbah budidaya; dan

    12. penentuan jenis Ikan untuk kegiatan budidaya. Pembudi Daya Ikan wajib melakukan pengendalian lingkungan di tempat Pembudidayaan Ikan yang dimiliki atau dikuasainya.


    Pasal 64

    Rehabilitasi lingkungan budidaya sebagaimana dimaksud daLam Pasal 55 ayat (2) huruf e paling sedikit meliputi kegiatan:

    1. identilikasi penyebab pencemaran dan/atau kerusakan Sumber Daya Ikan dan lingkungannya;

    2. pemilihan metode rehabilitasi; dan

    3. pelaksanaanrehabilitasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara rehabilitasi diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 65

    Setiap_ ^9rqrg dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan Sumbei Daya. -Ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. P.enentuan terjadinya p€ncemaran Sumber Daya Ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diukur melalui baku mutu lingkungan. P.ene.ntuan te{adinya kerusakan Sumber Daya lkan dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diukur melalui kriteria baku kerusakan lingkungan. {etentuan ^mengenai ^baku ^mutu ^lingkungan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan krite; a 6aku kerusakan Iingkungan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. (l) (2) (3) (4) (1) (21


    Pasal 66

    Setiap Orang dilarang membudidayakan Ikan yang dapat membahayakan Sumber Daya lkan, lingkungan Sumber Daya lkan, dan/atau kesehatan manusia di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia, Iftiteria Ikan yang membahayakan sebageimana dimaksud pada ayat (1) meliputi lkan yang:

    1. mengandung racun/biotoksin;

    2. bersifat parasig dan/atau c. melukai/ membahayakan keselamatan jiwa manusia. Ketentuan mengenai jenis Ikan yang membahayakan sebagai64114 dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputtrsan Menteri.


    Pasal 67

    Setiap Orang dilarang memasukkan, mengeluarkan, mengadakan, mengedarkan, dan/atau memelihara Ikan yang merugikan masyarakat, Pembudidayaan lkan, Sumber Daya Ikan, dan/atau lingkungan Sumber Daya Ikan ke dalam dan/atau ke luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Kriteria Ikan yang merugikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi lkan yang:

    1. bersifat buas atau pemangsa bagi Ikan spesies lain yang dapat mengancam penurunan populasi Ikan lainnya;

    2. mengandung racun/biotoksin;

    3. bersifat parasit; dan/atau d, melukai/ membahayakan keselamatan jiwa manusia. Ketentuan mengenai jenis Ikan yang merugikan sglagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

      (3)
      (1)

      (2t (3) (1) (21 (3) (4)


    Pasal 68

    Setiap Orang dapat melakukan Pembudidayaan Ikan hasil rekayasa genetika. Setiap Ikan hasil rekayasa genetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan dibudidayakan harus mendapatkan izin pelepasan dan peredaran dari Menteri. Penerbitan izin pelepasan dan peredaran Ikan hasil rekayasa genetika dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari komisi keamanan hayati, Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara izir: pelepasan dan peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (21diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 69

    Setiap Orang dilarang membudidayakan Ikan hasil rekayasa genetika yang dapat membahayakan Sumber Daya Ikan, lingkungan Sumber Daya lkan, dan/atau kesehatan manusia di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Kriteria Ikan hasil rekayasa genetika yang dapat membahayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. merusak Plasma Nutfah;

    2. mengganggu keseimbangan ekosistem;

    3. mengubah sifat genetika manusia;

    4. menimbulkan alergi dan/atau memicu penyakit pada manusia; dan/atau

    5. menghambat pembenihan Ikan lokal non hasil rekayasa genetika. (u (21 Bagran Keenam Unit Pengelolaan Kesehatan Ikan dan Lingkungan Pasal 70 (1) Unit pengelolaan Kesehatan lkan dan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf f berupa laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingki; gan. (2) Laboratorium Kesehatan Ikan darr Lingkungan sslagaimana dimaksud pada ayat (1), menurut fungsinya dikategorikan menjadi:

    6. laboratorium pengujian; dan b, laboratorium acuan. (3) Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan harus memenuhi persyaratan dan standar: a, prasarana;

    7. sarana;

    8. sumber daya manusia; dan

    9. metode pengujian. (4) Laboratorium pengujian g6lagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikategorikan menjadi:

    10. laboratorium level 1 (satu);

    11. laboratorium level 2 (dua); dan

    12. Iaboratorium level 3 (tiga). (5) [a.boratorium acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan laboratorium yang dimiliki oleh pemerintah. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketujuh Penyelenggaraan Kesejahteraan Ikan Pasal 71 (1) Penyelenggaraan Kesejahteraan ll<an (aryatic animal welfarQ sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat (2) huruf g, diterapkan pada pembudidayaan, pengangkutan, pemingsanan, dan pematian Ikan. (21 Kesejahteraan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara menerapkan prinsip ^- yang meliputi:

      (3)

      PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA -42- a. bebas dari rasa lapar dan mal nutrisi;

    13. bebas dari rasa sakit dan penyakit;

    14. bebas dari rasa takut dan stres;

    15. bebas dari luka; dan

    16. bebas untuk mengekspresikan perilaku alami Ikan. Ketenhran mengenai Kesejahteraan Ikan pada tiap kegiatan s,sbegaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VII PEMBINAAN DAN PEMAT.ITAUAN


    Pasal 72

    Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap Pembudidayaan Ikan. Pembinaan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

    1. tata pemanfaatan Air dan lahan Pembudidayaan Ikan;

    2. pemanfaatan dan pelestarian Plasma Nutfah yang berkaitan dengan Sumber Daya lkan;

    3. sarana dan prasarana Pembudidayaan lkan;

    4. pengendalian mutu Pembudidayaan Ikan;

    5. pengelolaan Kesehatan lkan dan Lingkungan; dan

    6. usaha Pembudidayaan Ikan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pemantauan Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 73 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelalsanaan Pembudidayaan Ikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 74 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

      (1)

      (21 (3) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2l Julu2OlT ttd. JOKO WDODO Diundangkan di Jakarta pada tansgal 24 Juli2OlT MENTERI HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. I,AOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN 2017 NOMOR 166 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK ^INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN I. UMUM Perkembangan masyarakat dunia abad ke-21 telah ^menunjukan kecenderungan adanya perubahan perilaku dan ^gaya hidup ^serta ^pola konsumsi pangan dari daging merch ^(red meat) ke ^produk ^perikanan. Produk perikanan tersebut dapat berasal dari kegiatan ^penangkapan ^Ikan maupun Pembudidayaan Ikan, Pengaturan Pembudidayaan Ikan diperlukan karena merupakan pendelegasian dari Pasal 12, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 15A, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 31 Tahun ^2004 ^tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang ^Nomor ^45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 ^Tahun 2004 tentang Perikanan. Pembudidayaan Ikan memiliki peranan yang ^penting ^dalam mendukung upaya pemenuhan Pangan ^yang sehat dan dapat ^diterima ^oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun demikian, di sisi ^yang ^lain ^terdapat beberapa isu dalam kegiatan Pembudidayaan Ikan ^yang ^perlu ^untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik Pemerintah ^Pusat' Pemerintah Daerah, masyarakat, maupun pihak lain ^yang terkait ^dengan kegiatan Pembudidayaan lkan. Isu-isu tersebut antara lain terkait ^dengan pemanfaatan Air dan lahan untuk Pembudidayaan lkan, serta kelestarian Sumber Daya Ikan dan lingkungannya. Oleh karena itu, diperlukan ^upaya pengelolaan perikanan budidaya agar dapat mencapai manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap menjamin kelestarian Sumber Daya Ikan dan Iingkungannya. PR ES ID EN REPUBLIK INOONESIA -2- _ ^A{apun ^pokok materi ^muatan ^yang ^diatur dalam ^peraturan P-emerintah ini meliputi tata pemanfaatan eir aan hhan pembuaiaayaan Ikan, pemanfaatan dan pelestarian prasma Nutfah yang berkaitan dengan Sumber Daya lkan, sarana dan prasarana Fem--budiday..r, Ikan, pengendalian mutu Pembudidayaan Ikan, pengelolaan Kesehatin Ikan dan Lingkungan, serta pembinaan dan pemantauan. II. PASAL DEMI PASAL


    Pasal 1

    Cukup ^jelas.


    Pasal 2

    Cukup jelas.


    Pasal 3

    Cukup jelas.


    Pasal 4

    Ayat (l) Cukup ^jeLas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ^ninstansi terkait, antara lain instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan atau melaksanakan tugas di bidang sumber daya Air. Ayat (3) Cukup jelas.


    Pasal 5

    Ayat (r) Cukup ^jelas. #p n e, u JLT,.. s,',3ot5,., " r, o -3- Ayat (2) Yang dimaksud dengan "instansi terkaif antara lain instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan atau meLaksanut.. ti.i"! di bidang penataan ruang. Ayat (3) Cukup jelas.


    Pasal 6

    Cukup jelas.


    Pasal 7

    Ayat (l) Hurufa Yang dimaksud dengan "frsiografi" antara lain topograli lahan, elevasi lahan, vegetasi, pasang surut air laut, dan tekstur tanah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup ^jelaq. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. #p


    Pasal 8

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "genangan Air lainnya" adatah genangan Air yang secara periodik atau terus menerus ada secara alami. Ayat (3) Pemanfaatan Air sebagai materi untuk pembudidayaan Ikan dapat berupa air tawar, air payau, dan air laut.


    Pasal 9

    Cukup jelas.


    Pasal 10

    Cukup jelas. Pasal l1 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Hurufc Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "diversilikasi Pembudidayaan Ikan" adalah penganekaragaman pengembangan kegiatan Pembudidayaan Ikan yang semula satu komoditas menjadi beberapa komoditas perikanan budidaya. Huruf g Yang dimaksud dengan "biosekuriti" adalah upaya pengamanan sistem budidaya dari kontaminasi organisme patogen dari luar dan mencegah berkembangnya organisme patogen ke lingkungan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas.


    Pasal 12

    Cukup jelas.


    Pasal 13

    Cukup jelas.


    Pasal 14

    Cukup ^jelas.


    Pasal 15

    Ayat (1) Huruf a Calon induk, induk, dan/atau benih Il<an dari alam merupakan Plasma Nutfah yang dapat dimanfaatkan untuk pemuliaan dan pelestarian. Calon induk, induk, dan/atau benih Ikan dapat berupa Ikan utuh atau bagran dari Ikan. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. PR ES ID EN REPUBLIK INDONESIA -7 -


    Pasal 16

    Cukup jelas.


    Pasal 17

    Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Persyaratan teknis antara lain prasarana, prosedur pemuliaan. Huruf c Persyaratan manajemen antara organisasi. Ayat (3) Cukup jelas. persyaratan lokasi, sarana dan lain sumber daya manusia dan


    Pasal 18

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan ^.prosedur pemuliaan" yaitu dokumen atau tata cara yang berisi tahapan dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menghasilkan calon induk, induk unggul, ^-dan/atau benih bermutu yang memiliki kriteria yang diharapkan atau direncanakan sesuai standar. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas, Ayat (4) Hurufa I(ajian teknis antara lain memuat:


  6. hasil pengujian;

  7. penjelasan tentang kesesuaian, keunggulan, dan manfaat yang terdiri dari aspek teknologi, sosial ekonomi, dan lingkungan jenis lkan hasil pemuliaan yang akan dilepas; dan

  8. kebenaran silsilah, deslrripsi, dan metode. Hurufb Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas.

    Pasal 19

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Kegiatan koordinasi pemuliaan antara lain terkait dengan:

    1. ^jenis Ikan yang akan dilakukan pemuliaan;

    2. sumber induk;

    3. metode pemuliaan;

    4. produksi dan perbanyakan;

    5. pendistribusian Ikan hasil pemuliaan; dan

    6. evaluasi hasil pemuliaan. Ayat (3) Cukup ^jelas.


    Pasal 20

    Cukup ^jelas.


    Pasal 21

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Standar calon induk, induk, dan/atau benih Ikan sesuai dengan standar induk unggul dan standar benih bermutu yang ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia. Ayat (3) Cukup ^jelas


    Pasal 22

    Cukup ^jelas.


    Pasal 23

    Cukup ^jelas.


    Pasal 24

    Cukup ^jelas.


    Pasal 25

    Cukup ^jelas.


    Pasal 26

    Cukup ^jelas. Pasal 2T Cukup ^jelas. ffi


    Pasal 28

    Cukup ^jelas.


    Pasal 29

    Cukup ^jelas. Pasal 3O Cukup ^jelas.


    Pasal 31

    Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Hurufa Cukup ^jelas. Huruf b Persyaratan teknis dan keamanan pangan antara lain batas kandungan bahan pencemar fisik, kimia, dan biologis pada pakan dan/atau bahan baku pakan lkan. Untuk pakan Ikan yang pengadaannya dilakukan melalui pemasukan dari luar negeri paling kurang harus dilengkapi dengan: L. Certifimte of Origin (CoO) dari otoritas kompeten negara asal;


  9. Certificate of Analgsb (CoA) dari laboratorium terakreditasi dari negara asal;

  10. Surat keterangan/ publikasi dari pemerintah negara asal yang menyatakan bahwa pakaa Ikan tersebut sudah dan masih diperdagangkan di negara asal; dan

  1. Surat penunjukan dari perusahaan produsen kepada importir dan/atau distributor. PRE S IDE N ot"'"t'I, f-ooNEsrA Huruf c Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
    Pasal 32

    Cukup jelas.


    Pasal 33

    Cukup ^jelas.


    Pasal 34

    Cukup jelas.


    Pasal 35

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan ^osediaan biologil* adalah Obat Ikan yang dihasilkan melalui. proses biologi pada hewan atau jaringan hewan untuk menimbulkan kekebalan, mendiagnosa perryal.it, atau mengobati penyakit dengan proses imunotogik, antara lain vaksin, sera (anti sera), antigen, dan bahan diagnostic biologik. Huruf b Yarrg dimaksud dengan "sediaan farmasetilC adalah Obat Ikan yang dihasilkan dari bahan anorganik maupun organik dan/atau reaksi.sintesa kimia yang dlpakai berdasarkan?aya kerja farmakologi, antara latn twrmonc, antibiotik, antibakteria, kemoterapetika, anti parasit, anti jamur, anthelmintik, dan anestetika. *r"rJ5,it,loot|*r.,o t2 Huruf c Yang dimaksud dengan ^osediaan premiks, adalah Obat Ikan yang dijadikan sebagai imbuhan pakan atau pelengkap pakan yang pemberiannya dicampurkan dalam pakan Ikan, teiairi aari imbuhan pakan (feed additiuel dan pilengkap pakan (feed sttppLementi. Huruf d Yang dimaksud dengan "sediaan probiotilf adalah Obat Ikan yang dihasilkan dari mikroba nonpatogenik yang secara alami ada dalam lingkungan di Air dan dalam tubuh Ikan yang bekerja dengan proses bioremediasi, biokontrol saluran cerna dan sebagai penyaing bakteri pathogen, antara Lain bakteri Bacillus subtilis, Lactobacilfus, Nitrosomonas, dat Nitrobacter. Huruf e Yang dimaksud dengan ^osediaan obat alami, adalah bahan atau ramu€rn bahan yang berupa bahan asal tumbuhan, bahan asal hewan, bahan asal mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan-bahan tersebut tanpa penambahan zat kimia berdaya kerja obat dan khasiatnya hanya berdasarkan data empiris serta belum ada data klinis lengkap, antara lain ekstrak daun meniran dan ekstrak daun sambiloto. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "obat keras" adalah Obat Ikan yang apabila penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan dipat menimbulkan bahaya bagi lkan, lingkungan, dan/atau mar,uiia yang mengkon sumsi lkan tersebut. Huruf b Yang dimaksud dengan "obat bebas terbatas" adalah obat keras untuk Ikan yang diberlakukan sebagai obat bebas untuk jenis Ikan tertentu dengan ketentuan disediakan dengan iumlatr, aturan dosis, bentuk sediaan, dan cara pemakaii.n tirtentu, serta diberi tanda peringatan khusus. m Huruf c Yang dimaksud dengan "obat bebas" adalah Obat Ikan yang dapat diperoleh dan dipakai secara bebas tanpa resep dokter hewan dan/atau rekomendasi ahli kesehatan lkan.


    Pasal 36

    Cukup ^jelas.


    Pasal 37

    Cukup ^jelas.


    Pasal 38

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Perglaratan teknis antara lain mutu, keamanan, dan khasiat Obat Ikan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 39

    Cukup ^jelas.


    Pasal 40

    Cukup ^jelas. -ooNESrA Pasal 4l Ayat (1) Cukup jelas. Ayat(21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a . Cukup jelas. Huruf b i Persyaratan teknis antara lain sarana penyimpanan, tenaga ahli profesional, dan ruang penyimpanan, Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas.


    Pasal 42

    Cukup ^jelas.


    Pasal 43

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. m Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan ^nobat-obatan yang tidak laik pakai" antara lain kemasan rusak, mengalami perubahan Iisik (tekstur, wan'na, atau bau), dan/atau kadaluarsa.


    Pasal 44

    Ayat (1) Hurufa Yang dimaksud dengan "pupuk organil{ adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan, dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang tetah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat lisik, kimia, dan biologi tanah. Huruf b Yang dimaksud dengan ^opupuk anorganilf adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik, dan/atau biologis dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 45

    Ayat (1) Alat pengangkut hasil produksi Pembudidayaan Ikan dapat berupa wadah terbuka atau wadah tertutup. m Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup jelas.


    Pasal 46

    Cukup ^jelas.


    Pasal 47

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "wadah Pembudidayaan lkan" antara lain kolam, tambak, dan keramba. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas.


    Pasal 48

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dirnaksud dengan ^.biosekuritf adatah upaya pengamanan sistem budidaya dari kontaminasi organisme ^-patogen -dari luar {an ^mencegah ^berkembangnya ^organisme -patogen ^ke lingkungan. Huruf b Cukup ^jelas. Hurufc Cukup jelas. Hurufd Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "kenyamanan Ikan" adalah kondisi wadah yang memungkinkan Ikan dapat bergerak, tumbuh, dan berkembang biak dengan baik. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 49

    Cukup ^jelas.


    Pasal 50

    Cukup ^jelas.


    Pasal 51

    Cukup jelas.


    Pasal 52

    Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "Ikan konsumsi" adalah Ikan ditujukan unhrk dikonsumsi manusia. Hurufb Yang dimaksud dengan "Ikan nonkonsumsi, adalah Ikan tidak ditujukan untuk dikonsumsi manusia antara lain hias, pakan alami/hidup, atau vegetasi Air. Ayat (2) Pembesaran Ikan di laut termasuk pembesaran Ikan yang menggunakan air laut di tempat/wadah tertentu. Pasal 54 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b ltandar ^proses. ^produksi ^pembesaran ^Ikan ^untuk ^setiap ^jenis Ikan dengan tingkat teknologi antara lain sederhana, -semi intensif, intensif, atau super intensif. Standar proses pro{uksi pembesaran Ikan ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. yang yang Ikan m Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 55

    Cukup ^jelas.


    Pasal 56

    Culmp ^jelas.


    Pasal 57

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "suryailen" adalah pengumpulan data penyakit berdasarkan pengambilan sampel atau specimen di lapangan dalam rangka mengamati penyebaran atau perluasan dan keganasan penyakit. Survailen penyakit Ikan ini dilakukan pada suatu populasi Ikan yang terindikasi penyakit tertentu dalam rangka pengendalian penyakit lkan. Yang dirnaksud dengan 'monitoring" adalah pengumpulan data dan informasi secara sistematis dan berkelanjutan yang ditujukan untuk mengetahui keragaman dan penyebaran penyakit dalam suatu populasi dan lingkungan di suatu wilayah. Survailen dan monitoring dilakukan secara periodik atau berdasarkan laporan. Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Hurufc Cukup ^jelas. PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA -20 - Huruf d Penetapan status kondisi lokasi dilakukan untuk menentukan ada atau tidak adanya penyakit ikan target survailen dan monitoring. Hurufe Cukup ^jelas Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


    Pasal 58

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Analisis risiko terhadap jenis atau strain/varietas Ikan baru dilakukan untuk pemasukan ikan dari setiap negara. Ayat (7) Cukup ^jelas.


    Pasal 59

    Cukup jelas. Pasal 6O Cukup jelas. Pasal 6l Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Pengujian sampel Obat Ikan yang beredar dapat dilakukan melalui pengujian mutu sewaktu-waktu, Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


    Pasal 62

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. m Ayat (3) Sistem Informasi Manajemen Pengendalian Residu dapat digunakan untuk melakukan penelusuran Ikan hasil pembudidayaan. ^- Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 63

    Cukup ^jelas.


    Pasal 64

    Cukup ^jelas.


    Pasal 65

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pencemaran Sumber Daya Ikan" adalah tercampurnya Sumber Daya Ikan dengan makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain akibat perbuatan manusia sefingga Sumber Daya Ikan menjadi berkurang atau tidak berfungsi sebegaimana seharusnya dan/atau berbahaya bagi yang memanfaatkannya. Yang dimaksud dengan "kerusakan Sumber Daya lkan" adalah terjadinya penurunan potensi Sumber Daya Ikan yang dapat membahayakan kelestarian di lokasi perairan tertenCu yang diakibatkan oleh perbuatan manusia yang telah menimbulkan gangguan sedemikian rupa terhadap keseimbangan biologis atau daur hidup Sumber Daya lkan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 66

    Cukup jelas.


    Pasal 67

    Cukup ^jelas.


    Pasal 68

    Cukup ^jelas.


    Pasal 69

    Cukup ^jelas.


    Pasal 70

    Ayat (1) Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan digunakan untuk melakukan kegiatan pemeriksaan, pengujian, dan diagnosa Kesehatan Ikan dan Lingkungan. Ayat (2) Hurufa Laboratorium pengujian digunakan untuk pemeriksaan dan pengujian penapisan (screenirql serta diagnosa presumtif. Huruf b Laboratorium acuan digunakan untuk pemeriksaan, pengujian, dan diagnosa konfirmasi. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. m Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cuhrp ^jelas.


    Pasal 71

    Cukup ^jelas. Pasa|72 Cukup jelas.


    Pasal 73

    Cukup ^jel,as.


    Pasal 74 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6101

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):