Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : bahwa dalam rangka mendorong percepatan diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke non-bahan bakar minyak dan meningkatkan investasi swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317);

  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4469); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK. Pasal I Beberapa ketentuan, penjelasan umum, dan penjelasan pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4469) diubah sebagai berikut :

  5. Di antara ayat (6) dan ayat (7) Pasal 11 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (6a), dan setelah huruf c ayat (6) ditambah satu huruf, yakni huruf d, serta ayat (9) diubah sehingga keseluruhan Pasal 11 berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 11
    (1)

    Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki jaringan transmisi tenaga listrik wajib membuka kesempatan pemanfaatan bersama jaringan transmisi.

    (2)

    Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki daerah usaha harus menjamin kecukupan pasokan tenaga listrik di dalam masing-masing daerah usahanya.

    (3)

    Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki daerah usaha, dalam melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat melakukan pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan dari koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan setelah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

    (4)

    Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memiliki Izin Usaha Ketenagalistrikan sesuai dengan jenis usahanya.

    (5)

    Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui pelelangan umum.

    (6)

    Pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui penunjukan langsung dalam hal:

    1. pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan, gas marjinal, batubara di mulut tambang, dan energi setempat lainnya;

    2. pembelian kelebihan tenaga listrik;

    3. sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis penyediaan tenaga listrik; atau

    4. penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama oleh koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan selaku Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum. (6a) Pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam rangka diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke non-bahan bakar minyak dapat dilakukan melalui pemilihan langsung.

    (7)

    Kondisi krisis penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya atas usul Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum.

    (8)

    Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), ayat (6), dan ayat (6a) tetap memperhatikan kaidah-kaidah bisnis yang sehat dan transparan.

    (9)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), dan ayat (6a) diatur oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.


  6. Judul BAB VI diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : BAB VI HARGA JUAL DAN HARGA BELI TENAGA LISTRIK

  7. Ketentuan Pasal 32A diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), sehingga keseluruhan Pasal 32A berbunyi sebagai berikut : Pasal 32A

    (1)

    Harga beli tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dinyatakan dengan mata uang rupiah atau mata uang asing.

    (2)

    Harga beli tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan berdasarkan perubahan unsur biaya tertentu atas dasar kesepakatan bersama yang dicantumkan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik atau perjanjian sewa jaringan tenaga listrik.

    (3)

    Harga beli tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

    (4)

    Dalam hal harga beli tenaga listrik melalui pemilihan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6a), Menteri dapat menentukan harga patokan pembelian tenaga listrik. Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2006 ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2006 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd HAMID AWALUDIN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK I. UMUM Usaha penyediaan tenaga listrik yang harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan merupakan investasi yang padat modal, padat teknologi dan didominasi oleh investasi dalam mata uang asing. Meningkatnya kebutuhan tenaga listrik yang diikuti dengan tingginya harga bahan bakar minyak untuk pembangkitan tenaga listrik mengakibatkan tingginya biaya produksi tenaga listrik. Diversifikasi sumber energi untuk pembangkitan tenaga listrik, khususnya dengan beralih dari bahan bakar minyak ke bahan bakar non-bahan bakar minyak, diharapkan dapat menurunkan biaya produksi tenaga listrik dengan tetap memperhatikan ketentuan lingkungan hidup. Untuk meningkatkan percepatan diversifikasi energi, Peraturan Pemerintah ini antara lain mengatur:

  8. pengadaan tenaga listrik dari sumber energi non bahan bakar minyak melalui pemilihan langsung dan pembelian tenaga listrik dari penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik pada lokasi yang sama dilakukan melalui penunjukan langsung.

  1. penggunaan mata uang rupiah atau uang asing dalam harga jual tenaga listrik. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Pembelian tenaga listrik baik sebagian maupun seluruh dananya dapat bersumber dari APBN/APBD atau non APBN/APBD. Pembelian tenaga listrik yang baik sebagian maupun seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “kondisi krisis penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah tersebut yang dapat disebabkan antara lain karena pertumbuhan beban yang jauh melampaui kemampuan penyediaan tenaga listrik, bencana alam, dan/atau adanya konflik/kerusuhan. Ayat (6a) Pembelian tenaga listrik baik sebagian maupun seluruh dananya dapat bersumber dari APBN/APBD atau non APBN/APBD. Pembelian tenaga listrik yang baik sebagian maupun seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.Diversifikasi energi berlaku bagi pemba semula menggunakan bahan bakar minyak ke non- bahan bakar minyak yaitu batubara dan gas termasuk untuk pembangkit yang baru. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur tentang kewenangan prosedur pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan yaitu : - Menteri mengatur mengenai prosedur pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang mempunyai daerah usaha yang tersambung pada jaringan transmisi nasional dan lintas provinsi. - Gubernur mengatur mengenai prosedur pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan oleh Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang mempunyai daerah usaha yang tidak tersambung pada jaringan transmisi nasional dan lintas kabupaten/kota. - Bupati/Walikota mengatur mengenai prosedur pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan oleh Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang mempunyai daerah usaha yang tidak tersambung pada jaringan transmisi nasional dan dalam kabupaten/kota. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Pasal 32 A Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):