Impor Bahan Baku Atau Produk Tertentu Yang Dilindungi Paten Bagi Produksi Obat Di Dalam Negeri
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1991
Kerangka Peraturan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1991 TENTANG IMPOR BAHAN BAKU ATAU PRODUK TERTENTU YANG DILINDUNGI PATEN BAGI PRODUKSI OBAT DI DALAM NEGERI Menimbang :
bahwa pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi khususnya sektor industri telah memberikan hasil yang besar artinya dalam rangka pemenuhan kebutuhan pasar terutama di dalam negeri dan penyediaan kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat;
bahwa dengan memperhatikan perkembangan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya untuk menjaga kelangsungan usaha dan pertumbuhannya, terutama industri obat nasional yang hingga saat ini masih menggantungkan kelangsungan produksinya pada impor bahan atau produk tertentu sebagai bahan baku;
bahwa sehubungan dengan hal-hal di atas dan berdasar ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten, dipandang perlu menetapkan impor bahan baku atau produk tertentu yang dilindungi paten yang pelaksanaannya tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap paten yang bersangkutan; Mengingat :
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3398);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG IMPOR BAHAN BAKU ATAU PRODUK TERTENTU YANG DILINDUNGI PATEN BAGI PRODUKSI OBAT DI DALAM NEGERI.
Pasal 1
Kecuali bahan baku atau produk tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, impor hasil produksi yang dilindungi paten atau dibuat dengan proses yang dilindungi paten yang dilakukan oleh orang selain Pemegang Paten dan digunakan untuk memproduksi obat di Indonesia, merupakan pelanggaran atas paten yang bersangkutan.
Pasal 2
Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah paten yang diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
Pasal 3
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal mulai berlakunya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1991 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1991 TENTANG IMPOR BAHAN BAKU ATAU PRODUK TERTENTU YANG DILINDUNGI PATEN BAGI PRODUKSI OBAT DI DALAM NEGERI UMUM Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini, terutama pembangunan di bidang ekonomi, khususnya sektor industri telah berlangsung semakin cepat dengan memberikan hasil-hasil yang semakin luas dapat dinikmati masyarakat. Sebagai salah satu sasaran dalam mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang, dimana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju dan didukung oleh pertanian yang tangguh, kemajuan sektor industri telah mampu menghasilkan produk-produk yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selain itu, perkembangan sektor industri ini memiliki pula peranan yang sangat strategis terutama dalam kemampuannya menyediakan dan menyerap sejumlah besar tenaga kerja. Sekalipun begitu, perkembangan dan kemajuan sektor ini masih tetap perlu diupayakan agar dapat berlangsung secara lebih cepat dan menjangkau bidang-bidang industri yang lebih luas, baik dalam arti kuantitatif maupun kualitatif. Dalam hubungan ini, perhatian perlu tetap diberikan terhadap kelangsungan perolehan bahan baku, terutama bagi Industri tertentu, seperti antara lain industri obat. Industri obat di Indonesia terutama yang diusahakan di luar penanaman modal asing, telah berkembang pesat baik bagi pemenuhan kebutuhan obat di dalam negeri maupun dalam penyediaan lapangan kerja. Lebih dari itu, industri obat ini sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Namun begitu, kelangsungan usaha industri obat ini pada kenyataannya masih sangat tergantung pada impor bahan baku. Dari segi ini, maka kelangsungan penyediaan dan perolehan bahan baku atau produk tertentu bagi industri obat di Indonesia tetap merupakan hal yang harus diamankan semaksimal mungkin. Dalam kerangka pemikiran ini, Pasal 21 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten memberikan wujud yang kongkrit dari pemikiran dan upaya-upaya di atas. Impor bahan baku atau produk tertentu bagi industri obat di dalam negeri pada dasarnya tidak dianggap sebagai pelanggaran paten. Sekalipun begitu, pelaksanaan ketentuan inipun perlu selalu diupayakan sehingga tetap dapat berlangsung sesuai dengan ide yang mendasari ataupun tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan sistem paten di Indonesia. Oleh karenanya pelaksanaan ketentuan inipun perlu selalu dijaga agar tidak merusak sistem paten itu sendiri. Bertolak dari pemikiran di atas, maka impor bahan baku atau produk tertentu yang tidak dianggap sebagai pelanggaran paten hanya dibatasi pada produk yang patennya atau produk yang dibuat dengan proses yang telah memperoleh paten di luar negeri sebelum tanggal mulai berlakunya Undang-undang tentang Paten, yaitu tanggal 1 Agustus 1991. Dengan pengertian yang sama, maka impor atas produk yang dilindungi paten atau dibuat dengan proses yang dilindungi paten sesudah tanggal 1 Agustus 1991 di Indonesia, dengan sedirinya dianggap sebagai pelanggaran paten. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ketentuan ini menegaskan bahwa selain dari produk-produk yang dinyatakan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, maka impor bahan baku atau produk tertentu yang dilindungi paten atau dibuat dengan proses yang dilindungi paten akan dianggap sebagai pelanggaran paten. Dengan demikian hanya impor bahan baku atau produk tertentu sebagaimana dinyatakan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini saja yang tidak dianggap sebagai pelanggaran. Namun begitu, sesuai dengan latar belakang pemikiran dan tujuan yang akan dicapai, perubahan atas produk-produk tersebut dapat tetap dilakukan Pemerintah sesuai dengan kebutuhan yang ada. Pengimporan tersebut harus dilakukan oleh orang selain Pemegang Paten. Kalau pengimporan dilakukan oleh Pemegang Paten, dengan sendirinya merupakan hak Pemegang Paten yang bersangkutan. Pada dasarnya, Undang-undang Paten tidak melarang, sekalipun hal itu oleh Pasal 20 Undang-undang Paten tidak pula dianggap sebagai pelaksanaan Paten.
Pasal 2
Ketentuan ini menegaskan prinsip bahwa Undang-undang tentang Paten tidak berlaku retroaktif.
Pasal 3 Pasal 134 Undang-undang tentang Paten menyatakan bahwa Undang-undang tersebut mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Agustus 1991. CATATAN LAMPIRAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1991 TANGGAL 11 JUNI 1991 DAFTAR PRODUK YANG IMPORNYA TIDAK DIANGGAP SEBAGAI PELANGGARAN PATEN 1. ACIDUM PIPEMIDIC 2. ATENOLOL 3. ALBENDAZOL 4. AMINEPTINA 5. ACICLOVIR 6. ACID CLAVULANIC 7. ASTEMIZOLE 8. AZTREONAM 9. BACAMPICILLIN 10. BUDESONIDE 11. BITOLTEROL MESYLATE 12. BROMCRIPTINE MESYLATE 13. BIFONAZOL 14. CYCLOSPORIN 15. CEFADROXIL MONOHYDRAT 16. CEFOTAXIME SODIUM 17. CICLOPIROX OLAMINE 18. CYTARABINE HCL 19. CETRAXATE HCL 20. CEFSULODIN SODIUM 21. CEFOPERAZONE 22. DOMPERIDON 23. ESTAZOLAM 24. FENTIAZAC 25. ISOCONAZOL 26. IPRATROPIUM BROMIDE 27. IFOSFAMIDE 28. KETOCONAZOL 29. LABETALOL HCL 30. MINOXIDIL 31. MICONAZOL 32. METOPROLOL TARTRAT 33. METRIZAMIDE 34. MIANSERIN HCL 35. MIDAZOLAM MALFATE 36. METILMICIN S04 37. NADOLOL 38. NICARDIPINE HCL 39. NOR FLOXACIN 40. OXATOMIDE 41. PIROXICAM 42. PRAZIQUANTEL 43. PROCATEROL HCL 44. PRAZOSIN HCL 45. SISOMICIN SULFAT 46. SULPROSTONE 47. TIEMONIUM METIL S04 48. TIOCONAZOLE 49. VINDESINE S04 50. VECURONIUM BROMIDE PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.