Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1981
Kerangka Peraturan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1981 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA Menimbang :
bahwa dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1981 telah dicabut Peraturan Pemerintah Nomor 229 Tahun 1961 tentang Penyerahan Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 287);
bahwa untuk lebih mendayagunakan Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta, maka Perusahaan tersebut dalam rangka Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 perlu ditegaskan statusnya menjadi Perusahaan Umum;
bahwa berhubung dengan itu perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta; Mengingat :
Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1989);
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2742);
Undang-… 4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN UMUM PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia;
Presiden adalah Presiden Republik Indonesia;
Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perhubungan;
Perusahaan adalah Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta;
Direksi adalah Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta, f. Direktur… f. Direktur Utama adalah Direktur Utama Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta;
Pegawai adalah Pegawai Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta. BAB II PENETAPAN STATUS PERUSAHAAN
Pasal 2
(1)Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 205 Tahun 1961 jis Peraturan Pemerintah Nomor 229 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1981, dengan Peraturan Pemerintah ini dilanjutkan berdirinya dan ditetapkan bentuk usahanya menjadi Perusahaan Umum (PERUM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, dengan nama Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta, disingkat PERUM PPD.
(2)PERUM PPD berada dalam lingkungan Departemen Perhubungan.
(3)Sebagai perusahaan yang memberikan jasa angkutan umum di jalan raya, PERUM PPD wajib melaksanakan peraturan-peraturan tentang angkutan jalan raya dan angkutan kota yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau oleh Pemerintah Daerah lainnya sesuai dengan wilayah pelayanannya. BAB III… BAB III ANGGARAN DASAR Bagian Pertama Umum
Pasal 3
(1)Perusahaan adalah badan hukum yang diserahi tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan usaha dalam lapangan angkutan umum penumpang di atas jalan raya dengan kendaraan bermotor.
(2)Perusahaan melakukan usahanya berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan lainnya.
(3)Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, terhadap Perusahaan berlaku hukum Indonesia. Bagian Kedua Tempat Kedudukan
Pasal 4
Perusahaan berkedudukan dan berkantor Pusat di Jakarta. Bagian… Bagian Ketiga Tujuan dan Lapangan Usaha
Pasal 5
Tujuan Perusahaan ialah mengusahakan dan mengembangkan pelayanan angkutan di jalan raya guna mempertinggi kelancaran hubungan- hubungan masyarakat untuk menunjang pembangunan negara dan bangsa dalam rangka meningkatkan ketahanan nasional dan mencapai masyarakat adil dan makmur material dan spiritual berdasarkan Pancasila.
Pasal 6
Perusahaan ini berusaha dalam lapangan usaha pengangkutan penumpang dengan otobis umum di wilayah Daerah, Khusus lbukota Jakarta dan sekitarnya. Bagian Keempat Modal
Pasal 7
(1)Modal Perusahaan adalah kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan tidak terbagi atas saham-saham.
(2)Besarnya… (2) Besarnya modal awal Perusahaan adalah sama dengan nilai seluruh kekayaan Negara yang tertanam dalam Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berdasarkan penetapan Menteri Keuangan sesuai dengan hasil perhitungan yang dilakukan secara bersama oleh Departemen Keuangan dan Departemen Perhubungan.
(3)Setiap penambahan modal yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
(4)Perusahaan mempunyai cadangan umum yang dibentuk dan dipupuk menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf b.
(5)Perusahaan mempunyai cadangan tujuan yang dibentuk dan dipupuk menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan cadangan penyusutan yang pengurusannya ditetapkan oleh Menteri.
(6)Perusahaan tidak mengadakan cadangan diam dan atau cadangan rahasia.
(7)Semua alat-alat likwid (liquid) yang tidak segera diperlukan oleh Perusahaan disimpan dalam bank milik Negara yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 8
(1)Pembelanjaan untuk investasi yang dilaksanakan Perusahaan dapat berasal dari :
dana intern Perusahaan;
penyertaan Negara melalui Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara;
pinjaman dari dalam dan atau luar negeri;
sumber-sumber lainnya yang sah.
(2)Anggaran… (2) Anggaran investasi diajukan bersamaan dengan Anggaran Perusahaan, sedangkan bilamana anggaran investasi diajukan pada masa tahun buku yang sedang berjalan, maka anggaran investasi diajukan bersamaan dengan anggaran tambahan atau perubahan anggaran Perusahaan vang pengajuannya dilakukan sesuai dengan tatacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
Pasal 9
(1)Perusahaan dapat memperoleh dana-dana yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya melalui pengeluaran obligasi atau alat- alat yang sah lainnya.
(2)Pengeluaran obligasi atau alat-alat yang sah lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), termasuk ketentuan-ketentuan yang berhubungan itu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Tarip
Pasal 10
Atas usul Direksi, Menteri menetapkan tarip bagi jasa angkutan penumpang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Bagian… Bagian Keenam Kebijaksanaan dan Pengawasan Umum
Pasal 11
(1)Menteri menetapkan kebijaksanaan umum mengenai tujuan dan lapangan usaha Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(2)Menteri melakukan pengawasan umum atas jalannya Perusahaan.
(3)Dalam rangka penyelenggaraan hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),Menteri menetapkan lebih lanjut kewenangan Direktur Jenderal yang bersangkutan sesuai dengan bidang kegiatannya untuk melakukan pembinaan teknis terhadap Perusahaan.
Pasal 12
(1)Pada Perusahaan dibentuk Dewan Pengawas yang bertanggungjawab kepada Menteri.
(2)Dewan Pengawas terdiri dari unsur Departemen Teknis yang bersangkutan, Departemen Keuangan, Departemen/Instansi lain yang kegiatannya bersangkutan dengan Perusahaan dan pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(3)Salah seorang anggota Dewan Pengawas diangkat menjadi Ketua Dewan Pengawas. Bagian… Bagian Ketujuh Pimpinan dan Pengurusan
Pasal 13
Perusahaan dipimpin dan diurus oleh suatu Direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Direktur sesuai dengan bidang yang dikelolanya.
Pasal 14
Direktur Utama untuk dan atas nama Direksi menerima petunjuk- petunjuk dari dan bertanggungjawab kepada Menteri tentang kebijaksanaan umum untuk menjalankan tugas-tugas pokok Perusahaan dan hal-hal lain yang dianggap perlu.
Pasal 15
(1)Dalam menjalankan tugas-tugas pokok Perusahaan :
Direktur Utama berhak dan berwenang bertindak atas nama Direksi;
Para Direktur berhak dan berwenang bertindak atas nama Direksi, masing-masing untuk bidangnya dan dalam batas-batas yang ditentukan dalam peraturan tatatertib dan tatacara menjalankan pekerjaan Direksi.
(2)Apabila… (2) Apabila Direktur Utama berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau apabila jabatan itu terluang dan penggantinya belum diangkat atau belum memangku jabatannya, maka jabatan Direktur Utama dipangku oleh Direktur yang tertua dalam masa jabatan berdasarkan penunjukkan sementara Menteri, dan apabila Direktur dimaksud tidak ada atau berhalangan tetap maka jabatan tersebut dipangku oleh Direktur lain berdasarkan penunjukkan sementara Menteri, keduanya dengan kekuasaan dan wewenang Direktur Utama.
(3)Apabila semua anggota Direksi berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau jabatan Direksi terluang seluruhnya dan penggantinya belum diangkat atau belum memangku jabatannya, maka untuk sementara waktu pimpinan dan pengurusan Perusahaan dijalankan oleh seorang Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
(4)Gaji, tunjangan, emolumen, dan penghasilan lain dari para anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri dengan mengindahkan ketentuan- ketentuan yang berlaku.
Pasal 16
(1)Tugas pokok Direksi adalah :
memimpin, mengurus, dan mengelola Perusahaan sesuai dengan tujuan Perusahaan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari Perusahaan;
menguasai, memelihara, dan mengurus kekayaan Perusahaan;
mewakili Perusahaan di dalam dan di luar Pengadilan baik yang berhubungan dengan maupun yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan tugasnya dimaksud pada huruf a dan b.
(2)Tata tertib… (2) Tata tertib dan tatacara menjalankan pekerjaan Direksi diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Direksi dengan persetujuan Menteri.
Pasal 17
Dalam hubungannya dengan tugas pokok Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 maka:
Direksi berkewajiban:
mengusahakan dan menjamin terlaksananya usaha dan kegiatan Perusahaan sesuai dengan tujuan dan lapangan usahanya;
menyiapkan pada waktunya rencana kerja tahunan Perusahaan, lengkap dengan anggaran keuangannya, yang meliputi anggaran eksploitasi dan anggaran investasi, termasuk rencana-rencana lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan usaha dan kegiatan Perusahaan, untuk selanjutnya disampaikan kepada Menteri guna mendapat persetujuannya;
mengadakan dan memelihara tata buku dan administrasi Perusahaan, sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu perusahaan;
memberikan pertanggungjawaban dan segala keterangan tentang keadaan dan jalannya Perusahaan, berupa laporan perhitungan hasil usaha/laporan keuangan dan laporan kegiatan perusahaan, baik dalam bentuk laporan tahunan maupun dalam bentuk laporan berkala lainnya menurut cara dan waktu yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini serta setiap kali diminta oleh Menteri;
menyiapkan susunan organisasi Perusahaan lengkap dengan perincian tugasnya;
menjalankan… 6. menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan petunjuk Menteri.
Direksi mempunyai hak dan wewenang sebagai berikut:
menetapkan kebijaksanaan dalam pimpinan dan pengurusan perusahaan;
mengatur ketentuan-ketentuan tentang kepegawaian Perusahaan, termasuk penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi para pegawai Perusahaan berdasarkar peraturan perundang-undangan yang berlaku;
mengangkat dan memberhentikan pegawai Perusahaan berdasarkan peraturan kepegawaian Perusahaan tersebut pada huruf b. 2;
mengatur penyerahan kekuasaan Direksi untuk mewakili Perusahaan di dalam dan di luar Pengadilan kepada seseorang atau beberapa orang anggota Direksi yang khusus ditunjuk untuk itu atau kepada seseorang atau beberapa orang pegawai Perusahaan, baik sendiri maupun bersama-sama, atau badan lain;
- menjalankan tindakan-tindakan lainnya, baik mengenai pengurusan maupun mengenai pemilikan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 18
Direksi dalam melaksanakan tugas, kewajiban, hak, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 wajib bertindak sesuai dengan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). Pasal 19…
Pasal 19
(1)Anggota Direksi adalah Warga Negara Indonesia.
(2)Anggota Direksi harus memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang diperlukan untuk memimpin suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang angkutan jalan raya serta akhlak dan moral yang baik.
Pasal 20
(1)Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
(2)Anggota Direksi diangkat paling lama 5 (lima) tahun dan setelah masa jabatannya berakhir, dapat diangkat kembali.
(3)Dalam hal-hal tersebut di bawah ini, Presiden atas usul Menteri dapat memberhentikan anggota Direksi meskipun masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum berakhir :
karena mutasi jabatan untuk kepentingan Perusahaan dan Negara;
atas permintaan sendiri;
karena melakukan tindakan atau bersikap yang merugikan Perusahaan;
karena melakukan tindakan atau bersikap yang bertentangan dengan kepentingan Negara;
karena cacad fisik atau mental yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
karena meninggal dunia.
(4)Pemberhentian… (4) Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c dan huruf d, jika merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan hukum pidana merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
(5)Sebelum pemberhentian karena alasan sebagairnana dimaksud dalam ayat (3) huruf c dan huruf d dilakukan, kepada anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri secara tertulis kepada Menteri, yang harus dilaksanakannya dalam waktu 1 (satu) bulan setelah ia diberhentikan tentang niat akan pemberhentian itu oleh Menteri.
(6)Selama persoalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) belum putus, maka Menteri dapat memberhentikan untuk sementara waktu anggota Direksi yang bersangkutan. Jika dalam waktu 2 (dua) bulan setelah memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan berdasarkan ketentuan ayat (4) belum diperoleh keputusan mengenai pemberhentian anggota Direksi tersebut, maka pemberhentian sementara itu menjadi batal dan anggota Direksi yang bersangkutan dapat segera menjalankan jabatannya lagi, kecuali bilamana untuk keputusan pemberhentian tersebut diperlukan Keputusan Penga dilan dan hal itu harus diberitahukan kepada yang bersangkutan.
Pasal 21
(1)Antara para anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai derajat ketiga baik menurut keturunan garis lurus maupun garis kesamping, termasuk menantu dan ipar, kecuali jika diizinkan oleh Presiden. Jika sesudah pengangkatan, mereka memasuki hubungan keluarga yang terlarang itu, maka untuk dapat melanjutkan jabatannya; diperlukan izin tertulis dari Presiden.
(2)Anggota… (2) Anggota Direksi tidak boleh merangkap jabatan lain, kecuali dengan izin Menteri. Tidak termasuk dalam hal ini, ialah jabatan yang ditugaskan oleh Negara kepadanya.
(3)Anggota Direksi tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung dalam suatu perkumpulan/perusahaan lain yang berusaha bertujuan mencari laba. Bagian Kedelapan Kepegawaian, Tanggungjawab Pegawai, dan Ketentuan Ganti Rugi
Pasal 22
Direksi mengangkat dan memberhentikan pegawai Perusahaan sesuai dengan kebutuhan Perusahaan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 23
(1)Kepada pegawai Perusahaan diberikan pensiun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai Perusahaan.
(2)Disamping pensiun kepada pegawai Perusahaan dapat diberikan jaminan hari tua lainnya yang penyediaan dan penyelenggaraannya diatur oleh Direksi setelah mendapat persetujuan Menteri. Pasal 24…
Pasal 24
(1)Semua pegawai Perusahaan termasuk anggota Direksi dalam kedudukan selaku demikian, yang tidak dibebani tugas penyimpanan uang, surat-surat berharga dan barang-barang persediaan, yang karena tindakan-tindakan melawan hukum atau karena melalaikan kewajiban dan tugas yang dibebankan kepada mereka dengan langsung atau tidak langsung telah menimbulkan kerugian bagi Perusahaan, diwajibkan mengganti kerugian tersebut.
(2)Ketentuan-ketentuan tentang ganti rugi terhadap Pegawai Negeri berlaku sepenuhnya terhadap pegawai Perusahaan.
(3)Semua pegawai Perusahaan yang dibebani tugas penyimpanan pembayaran atau penyerahan uang dan surat-surat berharga milik Perusahaan dan barang-barang persediaan milik Perusahaan yang disimpan di dalam gudang atau tempat penyimpanan yang khusus dan semata-mata digunakan untuk keperluan itu, bertanggungjawab tentang pelaksanaan tugasnya kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
(4)Pegawai sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak perlu mengirimkan pertanggungjawaban mengenai cara mengurusnya kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Tuntutan terhadap pegawai tersebut dilakukan menurut ketentuan yang ditetapkan bagi Bendaharawan yang oleh Badan Pemeriksa Keuangan dibebaskan dari kewajiban pertanggungjawaban mengenai cara pengurusannya.
(5)Semua surat bukti dan surat lainnya bagaimanapun sifatnya, yang termasuk bilangan tata buku dan administrasi Perusahaan, disimpan di tempat Perusahaan atau tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri, kecuali jika untuk sementara dipindahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan dalam hal dianggapnya perlu untuk kepentingan suatu pemeriksaan.
(6)Untuk… (6) Untuk kepentingan pemeriksaan bertalian dengan penetapan pajak dan pemeriksaan akuntan pada umumnya surat bukti dan surat lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) untuk sementara dapat dipindahkan ke Departemen Keuangan. Bagian Kesembilan Tahun Buku
Pasal 25
Tahun buku Perusahaan adalah tahun takwim, kecuali jika ditetapkan lain oleh Menteri. Bagian Kesepuluh Anggaran Perusahaan
Pasal 26
(1)Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku baru mulai berlaku, Direksi menyampaikan Anggaran Perusahaan yang meliputi anggaran eksploitasi dan anggaran investasi kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuannya.
(2)Kecuali apabila Menteri secara tertulis mengemukakan keberatan atau menolak proyek yang dimuat di dalam anggaran Perusahaan sebelum menginjak tahun buku baru, maka anggaran tersebut berlaku sepenuhnya.
(3)Anggaran tambahan atau perubahan anggaran yang terjadi dalam tahun buku yang sedang berjalan harus diajukan terlebih dahulu kepada Menteri menurut cara dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri untuk mendapat persetujuan.
(4)Apabila… (4) Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan sesudah permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diajukan, oleh Menteri tidak diberikan keberatan secara tertulis, maka perubahan anggaran tersebut dianggap telah disahkan. Bagian Kesebelas Laporan Perhitungan Hasil Usaha Berkala dan Kegaitan Perusahaan
Pasal 27
Laporan perhitungan hasil usaha berkala dan kegiatan Perusahaan disampaikan oleh Direksi kepada Menteri menurut cara dan waktu yang ditetapkan oleh Menteri. Bagian Keduabelas Laporan Perhitungan Tahunan
Pasal 28
(1)Untuk tiap tahun buku oleh Direksi disusun perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi. Neraca dan perhitungan laba rugi tersebut dikirimkan kepada Menteri, Menteri Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan sesudah tahun buku menurut cara yang ditetapkan oleh Menteri.
(2)Cara penilaian pos dalam perhitungan tahunan harus disebutkan.
(3)Jika… (3) Jika dalam waktu 3 (tiga) bulan sesudah menerima perhitungan tahunan itu oleh Menteri tidak diajukan keberatan tertulis, maka perhitungan tahunan itu dianggap telah disahkan.
(4)Perhitungan tahunan disahkan oleh Menteri berdasarkan hasil pemeriksaan Menteri Keuangan atau badan yang ditunjuknya. Pengesahan tersebut memberi pembebasan kepada Direksi terhadap segala sesuatu yang termuat dalam perhitungan tahunan tersebut. Bagian Ketigabelas Penggunaan Laba
Pasal 29
(1)Penggunaan laba bersih sebagaimana tercantum dalam perhitungan laba rugi yang telah disahkan menurut ketentuan Pasal 28, yakni laba Perusahaan yang telah dikurangi pajak yang terhutang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; setelah terlebih dahulu dikurangi dengan cadangan tujuan sebesar 5% (lima persen), ditetapkan sebagai berikut:
Dana Pembangunan Semesta sebesar 55% (lima puluh lima persen);
Cadangan Umum sebesar 20% (dua puluh persen) hingga cadangan umum tersebut mencapai jumlah dua kali modal Perusahaan;
Sisanya sebesar 25% (dua puluh lima persen) dipergunakan untuk dana sosial dan pendidikan 5% (lima persen), jasa produksi 10% (sepuluh persen) dan sumbangan dana pensiun 10%(sepuluh persen).
(2)Apabila… (2) Apabila jumlah cadangan umum menurut ketentuan ayat (1) huruf b telah tercapai, jumlah dari laba bersih yang diperuntukkan untuk pemupukan cadangan umum tersebut, dengan persetujuan Menteri Keuangan atas usul Menteri, selanjutnya dapat dipergunakan untuk pemupukan dana bagi pembelanjaan perluasan kapasitas perusahaan. Sebelum cadangan umum tersebut mencapai jumlah 2 (dua) kali modal Perusahaan, dengan persetujuan Menteri Keuangan atas usul Menteri, Direksi dapat menggunakan dana cadangan umum tersebut untuk kepentingan pembelanjaan perluasan kapasitas Perusahaan.
(3)Cadangan tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) antara lain dipergunakan untuk pemupukan dana bagi pembelanjaan perluasan kapasitas Perusahaan. Bagian Keempatbelas Pembubaran Perusahaan
Pasal 30
(1)Pembubaran Perusahaan dan penunjukkan likwidaturnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2)Semua kekayaan Perusahaan setelah diadakan likwidasi menjadi milik Negara.
(3)Pertanggungjawaban likwidasi oleh likwidatur dilakukan Menteri yang memberi pembebasan tanggungjawab tentang pekerjaan yang telah diselesaikan olehnya. BAB IV… BAB IV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 205 Tahun 1961 dan peraturan-peraturan lainnya tetap berlaku sampai diubah dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan untuk itu. BAB V KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 205 Tahun 1961 sepanjang mengenai anggaran dasar Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 33
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 34 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemrintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1981 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1981 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH. LEMBARAN NEGARA TAHUN 1981 NOMOR 35
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.