Keanggotaan Pegawai Negeri Sipil Dalam Partai Politik Atau Golongan Karya
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976
Kerangka Peraturan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1976 TENTANG KEANGGOTAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK ATAU GOLONGAN KARYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa berhubung dengan pentingnya kedudukan dan tugas Pegawai Negeri Sipil dalam pemerintahan, maka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Keanggotaan Pegawai Negeri Sipil dalam Partai Politik atau Golongan Karya ; Mengingat :
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) ;
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3062) MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEANGGOTAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK ATAU GOLONGAN KARYA. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
Pegawai Negeri Sipil adalah :
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana ditetapkan dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian;
Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu : - Pegawai/Karyawan Bank milik Negara, perusahaan milik Negara dan badan usaha Negara lainnya - Kepala Desa ; - Pejabat Negara yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.
Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat dan atau memberhentikan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan yang berlaku. BAB II KEANGGOTAAN DALAM PARTAI POLITIK ATAU GOLONGAN KARYA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMEGANG JABATAN-JABATAN TERTENTU
Pasal 2
(1)Pegawai Negeri Sipil yang memegang jabatan-jabatan tertentu tidak dapat menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya kecuali dengan izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
(2)Pegawai Negeri Sipil tersebut dalam ayat (1), ialah sebagaimana tercantum dalam daftar Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(3)Presiden dapat menambah daftar Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 3
(1)Untuk memperoleh izin yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan wajib mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang melalui saluran hierarki.
(2)Pejabat yang berwenang mengambil keputusan tentang permintaan izin Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud dalam ayat (1) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan.
Pasal 4
Pejabat yang berwenang dapat menolak permintaan izin Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kewenangannya untuk menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya, apabila keanggotaan tersebut akan dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal 5
Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), baru dapat menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya setelah ia menerima izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
Pasal 6
(1)Izin yang telah diberikan untuk menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya dapat dicabut kembali oleh pejabat yang berwenang apabila menurut pertimbangannya keanggotaan tersebut ternyata mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2)Pencabutan izin yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis. BAB III KEANGGOTAAN DALAM PARTAI POLITIK ATAU GOLONGAN KARYA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL BUKAN PEMEGANG JABATAN-JABATAN TERTENTU
Pasal 7
Pegawai Negeri Sipil yang tidak memegang jabatan-jabatan dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3), dan hendak menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya, wajib memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.
Pasal 8
(1)Pejabat yang berwenang yang menerima pemberitahuan tertulis untuk menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kewenangannya, memberitahukan secara tertulis pula kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, bahwa surat pemberitahuannya telah diterima.
(2)Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud dalam Pasal 8 sudah dapat menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya apabila :
pejabat yang berwenang menyatakan telah menerima adanya pemberitahuan dari pegawai yang bersangkutan atau apabila telah lampau 21 (dua puluh satu) hari terhitung tanggal pengiriman pemberitahuan tersebut dengan pembuktian yang sah ; atau
apabila telah lampau 21 (dua puluh satu) hari terhitung tanggal diterimanya tembusan pemberitahuan tersebut oleh atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan ; atau
apabila telah lampau 21 (dua puluh satu) hari terhitung tanggal pemberitahuan dimaksud diterima oleh atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. BAB IV LAIN - LAIN
Pasal 9
Setiap pimpinan lembaga/instansi memelihara daftar nama dan berkas Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya dalam lingkungan kewenangannya.
Pasal 10
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini adalah perbuatan yang melalaikan kewajiban/pelanggaran jabatan. BAB V KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 11
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam waktu 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini. BAB VI PENUTUP
Pasal 12
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 13
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 14
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1976 SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1976. MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO, S.H. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1976 TENTANG KEANGGOTAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK ATAU GOLONGAN KARYA UMUM Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 mengatur keanggotaan Pegawai Negeri Sipil dalam Partai Politik atau Golongan Karya. Undang-undang tersebut disamping membuka kemungkinan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya dengan sepengetahuan pejabat yang berwenang, juga menetapkan tidak dapatnya Pegawai Negeri Sipil yang memegang jabatan-jabatan tertentu menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya kecuali dengan izin tertulis dari pejabat yang berwenang. Berhubung dengan kedudukan dan tugasnya dalam pemerintahan serta untuk menjamin terlaksananya pembinaan Aparatur Negara dengan sebaik-baiknya, maka perlu diatur tatacara dan ketentuan- ketentuan lainnya bagi keanggotaan Pegawai Negeri Sipil dalam Partai Politik atau Golongan Karya. Pegawai Negeri Sipil bukan saja unsur Aparatur Negara, tetapi juga adalah Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, yang hidup ditengah-tengah masyarakat dan bekerja untuk kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu dalam melaksanakan pembinaan, Pegawai Negeri Sipil bukan saja dilihat dan diperlakukan sebagai Aparatur Negara tetapi juga harus dilihat dan diperlakukan sebagai Warganegara. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan pembinaan, hendaknya sejauh mungkin diusahakan adanya keserasian antara kepentingan dinas dengan kepentingan Pegawai Negeri Sipil sebagai perorangan, dengan ketentuan bahwa apabila terdapat perbedaan antara kepentingan dinas dan kepentingan Pegawai Negeri Sipil itu sebagai perorangan, maka kepentingan dinaslah yang diutamakan. Sebagaimana diketahui, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, Pasal 3, menegaskan, bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Penjelasan Pasal 3 tersebut antara lain menegaskan bahwa agar Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka ia harus mempunyai kesetiaan dan ketaatan penuh terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, sehingga dengan demikian dapat memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengarahkan segala daya dan tenaganya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut mengandung pengertian, bahwa Pegawai Negeri Sipil berada sepenuhnya di bawah pimpinan Pemerintah. Hal ini perlu ditegaskan untuk menjamin kesatuan pimpinan dan garis pimpinan yang jelas dan tegas. Berhubung dengan itu, maka keanggotaan Pegawai Negeri Sipil dalam Partai Politik atau Golongan Karya tidak boleh mengurangi kesetiaan dan ketaatan penuh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta tidak boleh mengganggu kelancaran pelaksanaan tugasnya. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah, pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang mengangkat dalam dan memberhentikan dari jabatan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975, yaitu : - Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjabat jabatan Eselon I ke atas, - Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjabat jabatan Eselon II ke bawah, dengan ketentuan bahwa pejabat-pejabat tersebut diatas dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat-pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya sepanjang mengenai Pegawai Negeri Sipil yang menjabat jabatan di bawah Eselon II. Bagi Pegawai/karyawan perusahaan milik Negara, pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan pegawai/karyawan menurut ketentuan yang berlaku pada perusahaan milik Negara yang bersangkutan.
Pasal 2
Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang memegang jabatan-jabatan sebagai tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, hanya dapat menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya dengan izin tertulis dari pejabat yang berwenang. Pegawai Negeri Sipil yang pada waktu menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya belum memegang jabatan sebagai tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, kemudian diangkat dalam jabatan sebagai tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, wajib mengajukan permintaan izin secara tertulis kepada pejabat yang berwenang apabila ia ingin melangsungkan keanggotaannya dalam Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1) Permintaan izin yang dimaksud dalam ayat ini dilakukan melalui saluran hierarki. Setiap atasan langsung dalam semua tingkat wajib dengan segera menyampaikan permintaan izin tersebut kepada pejabat yang berwenang disertai dengan pendapat atau saran-sarannya sebagai bahan bagi pejabat yang berwenang dalam mengambil keputusan. Ayat (2) Meskipun batas waktu pengambilan keputusan tentang permintaan izin yang dimaksud dalam ayat ini tidak mudah ditentukan, karena ruang lingkup pertimbangan mengenai jabatan-jabatan sebagai tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini sangat berbeda antara yang satu dengan yang lain, tetapi walaupun demikian, pejabat yang berwenang harus berusaha sedemikian rupa, sehingga keputusan tersebut dapat diambil selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah ia menerima surat permintaan izin tersebut.
Pasal 4
Terhadap penolakan pemberian izin yang dimaksud dalam pasal ini tidak dapat diajukan keberatan.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 7
Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam pasal ini apabila hendak menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya, wajib memberitahukannya secara tertulis kepada pejabat yang berwenang menurut tatacara yang ditentukan. Tembusan pemberitahuan tersebut wajib pula disampaikan/dikirimkan kepada atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Pemeliharaan daftar nama Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota Partai Politik atau Golongan Karya, demikian juga penyusunan berkas surat-surat yang ada hubungannya dengan keanggotaan tersebut, dimaksudkan untuk ketertiban administrasi dari lembaga/instansi yang bersangkutan.
Pasal 10
Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini dapat dikenakan tindakan administratif/hukuman jabatan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Pasal 11
Apabila sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini sudah ada Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya, maka mereka wajib meminta izin atau memberitahukan keanggotaannya tersebut sesuai dengan ketentuan- ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas. CATATAN LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1976 TANGGAL 7 AGUSTUS 1976 Pegawai Negeri Sipil yang memegang jabatan-jabatan tertentu yang memerlukan izin untuk menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya, ialah:
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung ;
Hakim pada Badan-badan Peradilan c. Pejabat Eselon V ke atas yang bertugas di bidang peradilan.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BEPEKA);
Pemeriksa dan verifikatur pada BEPEKA, ke atas.
Pimpinan dan Wakil Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara ;
Kepala Biro dan jabatan lain yang setingkat pada Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. ke atas.
Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, dan Kepala Badan pada Departemen ;
Kepala Biro, Direktur/Kepala Direktorat, Inspektur, Kepala Pusat, dan jabatan lain yang setingkat pada Departemen, keatas ;
Kepala Kantor Wilayah Departemen pada tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kotamadya dan jabatan lain yang setingkat, ke atas ;
Jabatan lain pada Kantor Wilayah Departemen tingkat Propinsi yang setingkat dengan Kepala Dinas Daerah Tingkat I, keatas ;
Jabatan lain pada kantor Wilayah Departemen tingkat Kabupaten/ Kotamadya yang setingkat dengan Kepala Dinas Daerah Tingkat II, ke atas.
Pimpinan dan Wakil Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen ;
Kepala Biro, Direktur/Kepala Direktorat, dan jabatan-jabatan lain yang setingkat pada Lembaga Pemerintah Non Departemen, ke atas.
Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Jaksa ;
Kepala Direktorat, Kepala Inspektorat, Sekretaris Umum, Staf Ahli, dan jabatan-jabatan lain yang setingkat pada Kejaksaan Agung, ke atas ;
Jabatan lain pada Kejaksaan Tinggi yang setingkat dengan Kepala Dinas Daerah Tingkat I, keatas ;
Jabatan lain pada kejaksaan Negeri yang setingkat dengan Kepala Dinas Daerah Tingkat II, ke atas ;
Pejabat Eselon V ke atas yang bertugas di bidang Kejaksaan.
Gubernur dan Anggota Direksi Bank Sentral ;
Kepala/Pimpinan Cabang, Kepala Bagian, Kepala Unit, dan jabatan lain yang setingkat pada Bank Sentral, ke atas.
Direktur Utama dan Anggota Direksi Bank milik Negara b. Kepala/Pimpinan Cabang, Kepala Bagian, Kepala Unit, dan jabatan lain yang setingkat pada Bank milik Negara, ke atas.
Pimpinan, Anggota Pimpinan, Direktur Utama , Anggota Direksi perusahaan milik Negara ; 768` b. Kepala/Pimpinan Cabang, Kepala Bagian, Kepala Unit, dan jabatan lain yang setingkat pada perusahaan milik Negara, ke atas.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Sekretaris Wilayah/Daerah, Kepala Dinas, dan jabatan lain yang setingkat pada Daerah Tingkat I, ke atas.
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Sekretaris Wilayah/ Daerah, Kepala Dinas, dan jabatan lain yang setingkat pada Daerah Tingkat II, ke atas.
Camat, dan Kepala Desa atau nama lain yang setingkat.
Semua Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen HANKAM.
Semua Pegawai Negeri Sipil :
Yang menjabat sebagai Guru ;
Yang bertugas di bidang : - Intelijen/Pengamanan ; - Sandi ; - Kepolisian Khusus.
Pejabat Eselon V ke atas yang bertugas di bidang :
Imigrasi ;
Bea dan Cukai c. Pajak ;
Kepegawaian ;
Pengawasan ;
Perbendaharaan - Penerangan dan Hubungan Masyarakat h. Pemeriksaan Keuangan dan kekayaan Negara.
- Wakil Kepala Perwakilan/Deputy Chief of mission, Konsul Jenderal, Konsul, Konsul Muda, Kepala Bagian, Atase dan Atase Teknis, dan Kepala Sub Bagian pada Perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri. Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1976 YANG TELAH DICETAK ULANG
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.