Ancaman Pidana Terhadap Tindak Pidana Termaksud Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1961, Tentang Perguruan Tinggi (L.N. 1961, No. 302)

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1965

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1965 TENTANG ANCAMAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA TERMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1961, TENTANG PERGURUAN TINGGI (L.N. 1961, NO. 302) Presiden Republik Indonesia, Menimbang: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1965 TENTANG ANCAMAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA TERMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1961, TENTANG PERGURUAN TINGGI (L.N. 1961, NO. 302) Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa perlu mengadakan peraturan tentang ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal 23, 28, 32 dan 35 Undang-undang No. 22 tahun 1961 (Lembaran-Negara tahun 1961 No. 302) tentang Perguruan Tinggi; Mengingat:

  1. pasal 5 ayat 2 Undang-undang Dasar;

  1. pasal 23, 28, 32, 33, 34 dan 35 Undang-undang No. 22 tahun 1961 (Lembaran-Negara tahun 1961 No. 302); Mendengar: Menteri Koordinator Kompartimen Pendidikan/Kebudayaan dan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan; Memutuskan: Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang Ancaman Pidana Terhadap beberapa Tindak Pidana Termaksud dalam Undang-undang No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran-Negara tahun 1961 No. 302). Pasal 1. Yang dimaksudkan dalam peraturan ini dengan:
    1. "Menteri", adalah Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan;

    2. "Pendiri", adalah setiap orang yang namanya tercantum sebagai pendiri dalam akta notaris pendirian badan hukum yang menyelenggarakan Perguruan Tinggi Swasta;

    c. "Pimpinan", adalah orang-orang yang memimpin Badan Hukum yang menyelenggarakan Perguruan Tinggi Swasta. Pasal 2. (1) Pendiri yang melalaikan kewajiban yang dimaksudkan dalam pasal-pasal 23 dan 35 Undang-undang No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran-Negara tahun 1961 No. 302) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 300.000,- tiga ratus ribu rupiah). (2) Perguruan Tinggi Swasta ditutup oleh Menteri, apabila dalam jangka waktu tiga bulan setelah putusan yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini memperoleh kekutan mutlak. Pendiri atau Pimpinan tidak menjalankan kewajiban seperti yang dimaksudkan dalam pasal-pasal 23 dan 35 Undang-undang No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran-Negara tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran-Negara tahun 1961 No. 302). Pasal 3. (1) Penutupan yang dimaksudkan dalam pasal 32 Undang-undang No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran. Negara tahun 1961 No. 302) diperintahkan dengan jalan menyampaikan Keputusan Menteri tentang hal itu kepada Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta tentang hal itu kepada Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta yang bersangkutan melalui Kejaksaan setempat, di mana Perguruan Tinggi Swasta tersebut berkedudukan. (2) Pimpinan yang tidak mengindahkan penutupan yang diperintahkan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun. Pasal 4. Pimpinan yang tidak mengindahkan penutupan yang diperintahkan karena Perguruan Tinggi menyalahi dasar dan Haluan Negara seperti yang dimaksudkan dalam pasal 28 Undang-undang No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran-Negara tahun 1961 No. 302), dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun. Pasal 5. Pimpinan yang tidak mengindahkan penutupan yang diperintahkan karena Perguruan Tinggi Swasta tidak mempunyai kemampuan materiil/spirituil untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran tinggi seperti yang dimaksudkan dalam pasal 28 Undang- undang No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran-Negara tahun 1961 No. 302), dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun. Pasal 6. Barang siapa yang melanjutkan sesuatu usaha Perguruan Tinggi Swasta yang telah ditutup, dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya 4 (empat) tahun. Pasal 7. (1) Tindak pidana yang dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (1) adalah pelanggaran. (2) Tindak pidana yang dimaksudkan dalam pasal-pasal 3 ayat (2), 4, 5 dan 6 adalah kejahatan. Pasal 8. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 April 1965. Presiden Republik Indonesia, SUKARNO. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 April 1965. Sekretaris Negara, MOHD. ICHSAN. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH No. 14 TAHUN 1965 tentang ANCAMAN PIDANA TERHADAP BEBERAPA TINDAK PIDANA TERMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG No. 22 TAHUN 1961 TENTANG PERGURUAN TINGGI (LEMBAR- AN-NEGARA TAHUN 1961 No. 302). UMUM. Hasrat Bangsa Indonesia untuk menambah pengetahuannya, yang sudah nampak pada masa sebelum perang dunia kedua, sejak diproklamirkannya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus makin lama makin bertambah. Apalagi karena Pemerintah yang mengerti dan dapat menyelami apa yang hidup dalam jiwa bangsanya membuka kemungkinan sebesar- besarnya bagi rakyatnya untuk memenuhi apa yang menjadi kebutuhan hidupnya itu. Demikian ini dilakukan dengan membuka lembaga-lembaga pendidikan sebanyak mungkin, termasuk juga lembaga-lembaga perguruan tinggi. Oleh karena hasart rakyat termaksud diatas sangat besarnya, maka Pemerintah sejak semula membuka kesempatan yang sebesar- besarnya bagi lingkungan Swasta untuk memperkembangkan inisiatifnya dalam usaha mengembangkan tenaganya dalam bidang Perguruan Tinggi. Meskipun demikian Pemerintah tidak dapat membebaskan diri dari kewajibannya menjaga keselamatan rakyatnya, dan melindunginya dari maksud dan perbuatan kurang benar dari sementara orang yang hendak menggunakan/menyelenggarakan kesempatan luas yang diberikan Pemerintah ini dari hasrat besar dari rakyat Indonesia itu tadi untuk kepentingan pribadinya, terutama dibidang keuangan dan juga dibidang ideologis. Pemerintah tidak menutup matanya terhadap gejala-gejala buruk yang dijumpai dimasyarakat tentang itu. Banyak Perguruan Tinggi Swasta yang didirikan tanpa memenuhi syarat-syarat sebagai Perguruan Tinggi yang ditetapkan oleh Undang-undang Perguruan Tinggi, dan semata-mata didirikan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi, hal mana sangat merugikan masyarakat pada umumnya dan para mahasiswa pada khususnya. Pada tiap permulaan tahun kuliah, surat-surat kabar dan majalah-majalah dipenuhi ikan-ikan tentang pembukaan Perguruan Tinggi Swasta baru dan penerimaan para mahasiswa baru, tanpa memikirkan pergedungan, administrasi dan penyelenggaraan kuliah- kuliah bagi para mahasiswa yang telah mendaftarkan diri, sehingga setelah beberapa bulan mengikuti kuliah yang tak teratur para mahasiswa yang merasa dirugikan pindah ke Perguruan Tinggi Swasta lainnya, ataupun berhenti mengikuti kuliah sama sekali. Dengan demikian nama Perguruan Tinggi telah diubah menjadi suatu badan hukum Swasta yang bertujuan menjalankan perusahaan guna memperoleh keuntungan materiil bagi para pendirinya. Perbuatan tersebut tak dapat dibenarkan dan sama sekali bertentangan dengan Undang-undang Perguruan Tinggi dan oleh karena itu perbuatan-perbuatan seperti itu harus dicegah dan diakhiri. Maka setelah waktunya datang untuk memberikan dasar yang lebih sempurna bagi perguruan tinggi di Indonesia, maka didalam tahun 1961 dikeluarkan suatu Undang-undang Perguruan Tinggi dan dalam Undang-undang ini dicantumkan dasar-dasar bagi kebijaksanaan Pemerintah untuk menunaikan tugasnya sebagai penjaga keselamatan dan pelindung rakyat, dasar-dasar yang dimasukkan dalam pasal 23 yo pasal 32, jo pasal 28 dan pasal 35 Undang-undang Perguruan Tinggi. Dalam pada itu, mengingat akan bahaya yang dapat mengancam rakyat dalam bidang tersebut dianggap perlu untuk juga mengadakan ancaman pidana. Mengenai pelanggaran terhadap pasal 28 Undang-undang Perguruan Tinggi dirasa perlu untuk menetapkan ancaman pidana yang cukup berat terhadap perbuatan-perbuatan yang menyalahi Dasar dan Hukum Negara, yakni Pancasila dan Manipol/Usdek karena bukan tidak mungkin kegiatan-kegiatan subversif dibidang kebudayaan/ideologi dilakukan melalui Perguruan Tinggi, yang bertujuan merongrong dan mematahkan kekuatan dan potensi yang dikerahkan oleh Negara Republik dan Bangsa Indonesia, untuk mencapai tujuan revolusi. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 huruf a, b, c. Cukup jelas. Badan Hukum yang dimaksudkan terutama adalah Yayasan, sehingga dengan demikian Pimpinan Badan Hukum adalah para pengurus Yayasan Perguruan Tinggi, baik Badan Pimpinan Umum maupun Badan Pimpinan Harian. Pendiri yang merangkap menjadi pimpinan dengan sendirinya bertanggung-jawab juga sebagai Pimpinan. Rektor, para pembantu Rektor, Dekan, Ketua da Dosen-dosen tidaklah termasuk kedalam pengertian Pimpinan, kecuali jika mereka itu menjabat keanggotaan Pimpinan Badan Hukum, mereka itu diangkat dan diberhentikan oleh dan bertanggung-jawab kepada Pimpinan Badan Hukum tersebut. Dengan pidananya sipendiri, tidaklah berarti bahwa Perguruan Tinggi yang bersangkutan dengan sendirinya lalu ditutup melainkan pihak Pimpinannya harus memenuhi kewajiban pendaftaran (yang dilalaikan oleh pendiri) dan meneruskan penyelenggaraannya Perguruan Tinggi yang bersangkutan. ayat (2) : Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 4 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 5 ayat (1) Pernyataan tidak mempunyai kemampuan materiil/personil/ spiritual untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran tinggi sebagai yang dimaksudkan dalam Undang-undang Perguruan Tinggi dilakukan oleh dan berdasarkan atas hasil pemeriksaan Lembaga Perguruan Tinggi, Swasta. ayat (2) : Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 6 Yang diancam tidak terbatas pada Pendiri atau Pimpinan, melainkan tiap orang yang menjalankan tindak pidana tersebut, karena termasuk sebagai perbuatan yang melanggar perintah penutupan. Pasal 7 Tidak memerlukan penjelasan Pasal 8 Tidak memerlukan penjelasan. Mengetahui: Sekretaris Negara, MOHD. ICHSAN. -------------------------------- CATATAN Kutipan: LN 1965/24; TLN NO. 2741

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):