Pemberian Tunjangan Istimewa kepada Keluarga Pegawai yang Tewas

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1954

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS Presiden Republik Indonesia, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa pada waktu ini berlaku berbagai peraturan tentang pemberian tunjangan istimewa kepada keluarga pegawai Negeri yang meninggal dunia dalam dan karena keadaan luar biasa, sehingga dianggap perlu mengadakan suatu peraturan yang bersamaan yang berlaku untuk seluruh pegawai Negeri; Mengingat :

  1. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1950;

  2. Staatsblad. 1921 No. 10, Bijblad No. 11230 dan Staatsblad 1948 No. 108; Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke 62 tanggal 20 Juli 1954; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS. Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan : I. Pegawai, ialah :

  3. pegawai Negeri sipil tetap dan sementara;

  4. mereka yang dipekerjakan pada jabatan Negeri dengan diberikan uang bulanan yang dibayar dari anggaran belanja untuk pegawai Negeri sipil; II. "Tewas" ialah meninggal dunia:

  5. dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;

  6. dalam keadaan lain, yang ada hubungannya dengan dinasnya, sehingga kematian itu dapat disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;

  7. yang langsung diakibatkan karena luka-luka maupun cacat-cacat rohani atau jasmani, yang didapat dalam hal-hal tersebut dalam a. dan b. diatas;

  8. karena perbuatan anasir-anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat dari tindakan terhadap anasir-anasir itu. III. Janda, ialah istri pegawai yang dikawin dengan sah dan pada waktu pegawai meninggal dunia masih menjadi istrinya. IV. Anak, ialah anak dari perkawinan yang sah pegawai yang tewas dan/atau anak pegawai itu yang disakhan menurut Undang-undang Negara. V. Orang tua, ialah ayah dan/atau ibu pegawai yang tewas. VI. Gaji ialah:

  9. gaji menurut peraturan gaji yang berlaku, termasuk juga gaji tambahan peralihan dan pensiun jika pensiun itu dikurangkan dari gaji;

  10. uang/tunjangan bulanan, yang bersifat gaji dibayar dari anggaran belanja untuk pegawai, setelah diselaraskan dengan peraturan gaji yang berlaku. Pasal 2 1. Kepada janda pegawai yang tewas diberi tunjangan sebesar 25% dari gaji terakhir yang diterima oleh bekas pegawai itu. 2. Apabila pegawai yang tewas meninggalkan lebih dari seorang janda maka tunjangan untuk tiap-tiap janda ditetapkan sebesar tunjangan termaksud dalam ayat 1 dibagi jumlah isteri pada saat pegawai itu meninggal dunia. 3. Besarnya tunjangan untuk seorang janda sebulannya tidak boleh lebih dari Rp. 200,- Pasal 3 1. Dasar untuk menghitung tunjangan anak yatim (piatu) ialah:

  11. untuk anak-anak pegawai laki-laki yang tewas, sebesar tunjangan janda yang ditetapkan menurut ketentuan dalam pasal 2 ayat 1 dan 3;

  12. untuk anak-anak pegawai wanita yang tewas, sebesar tunjangan untuk seorang janda dari pegawai laki-laki yang dapat dipandang sama keadaannya dengan pegawai wanita itu. 2. Besar tunjangan anak-anak sebulan selama ada seorang istri yang berhak menerima tunjangan janda ialah; untuk 1 anak 25 % dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 2 anak 40 % dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 3 anak 50 % dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 4 anak 55 % dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 5 anak atau lebih 60 % dari dasar termaksud dalam ayat 1. 3. Besarnya tunjangan untuk anak-anak yang tidak termasuk dalam ayat 2 ialah: untuk 1 anak 40% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 2 anak 70% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 3 anak 100% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 4 anak 115% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 5 anak atau lebih 120% dari dasar termaksud dalam ayat 1. 4. Kepada anak-anak yang ibu dan ayahnya menjadi pegawai dan kedua-duanya tewas, hanya diberikan satu tunjangan atas dasar yang lebih menguntungkan. 5. Tunjangan untuk anak-anak yang berlainan ibu/ayahnya, ditetapkan untuk tiap-tiap golongan anak yang seibu-ayah tersendiri, dengan ketentuan bahwa perubahan dalam jumlah anak dalam sesuatu golongan tidak mempengaruhi jumlah- jumlah tunjangan untuk golongan-golongan anak lain, kecuali dalam hal tambahan anak termaksud dalam pasal 9 ayat 1. 6. Jumlah semua tunjangan anak termaksud ayat 5 tidak boleh melebihi:

  13. jumlah dasar untuk menghitung tunjangan termaksud dalam ayat 1, selama masih ada seorang isteri yang berhak menerima tunjangan;

  14. dua kali jumlah dasar itu dalam hal tidak ada lagi isteri yang berhak menerima tunjangan. 7. Apabila batas-batas jumlah semua tunjangan tersebut dalam ayat 6 dilampaui, maka tunjangan untuk tiap-tiap golongan anak dikurangi demikian rupa hingga imbangan perhitungan menurut ayat 2 atau ayat 3 tetap sama. Pasal 4 1. a. Apabila pegawai yang tewas tidak meninggalkan janda dan/atau anak, maka kepada ayah atau ibunya dapat diberikan tunjangan, jika orang tua itu karena tewasnya pegawai termaksud sangat membutuhkan sokongan. b. Besarnya tunjangan itu berjumlah 50% dari tunjangan termaksud dalam pasal 2 ayat 1 jo. ayat 3. c. Jika kedua orang tua telah bercerai dan keduanya membutuhkan sokongan, maka kepada mereka masing-masing diberikan tunjangan tersendiri sebesar separoh dari jumlah termaksud huruf b. 2. Dalam hal tunjangan termaksud dalam ayat 1 dapat ditetapkan karena tewasnya lebih dari seorang pegawai, maka kepada orang tuanya yang bersangkutan hanya dapat diberikan satu tunjangan yang paling tinggi jumlahnya. Pasal 5 Tunjangan tidak diberikan kepada :

  15. janda yang kawinnya terjadi pada saat sesudah almarhum suaminya mendapat luka-luka maupun cacat rochani/jasmani tersebut dalam pasal 1 sub II huruf c. b. I. anak yang telah mencapai umur 21 tahun penuh, kawin atau bekerja pada Pemerintah dengan mendapat gaji Rp. 150,- atau lebih sebulan. II. anak-anak yang dilahirkan dari isteri tersebut dalam huruf a. Pasal 6 Jumlah tunjangan ditetapkan dengan membulatkan pecahan rupiah menjadi satu rupiah. Pasal 7 1. Tunjangan berdasarkan peraturan ini diberikan atas permintaan dari atau atas nama yang berhak menerimanya oleh Kepala Kantor Urusan Pegawai, dengan memberatkan Anggaran Negara. 2. Permintaan itu harus disertai keterangan asli atau yang dapat diterima sebagai penggantinya untuk membuktikan hak atas tunjangan termaksud. Pasal 8 Apabila penetapan tunjangan janda/anak dikemudian hari ternyata salah, maka penetapan tersebut harus diubah sebagaimana mestinya dengan surat keputusan baru yang memuat alasan-alasan perubahan itu, dengan ketentuan, bahwa kelebihan tunjangan yang mungkin telah dibayarkan, hanya dipungut kembali dalam hal kesalahan itu disebabkan karena diajukan keterangan-keterangan yang tidak benar, sedangkan yang kurang diterima diberikan kepada yang berkepentingan. Pasal 9 1. Tunjangan diberikan mulai bulan berikutnya bulan pegawai meninggal dunia, dengan ketentuan bahwa bagi anak-anak yang dilahirkan sesudah pegawai meninggal dunia, pemberian tunjangan dilakukan mulai bulan berikutnya bulan kelahirannya. 2. Tunjangan yang tidak diminta dalam dua tahun sesudah tewasnya pegawai diberikan mulai bulan diterimanya per- mintaan. Pasal 10 1. Tunjangan tidak dibayarkan:

  16. kepada janda yang bersuami lagi atau meninggal dunia, mulai bulan berikutnya bulan perkawinan atau kematian;

  17. kepada anak yang mencapai umur 21 tahun, menikah, bekerja pada Pemerintah dengan mendapat gaji bulanan Rp. 150,- atau lebih atau meninggal dunia, mulai bulan berikutnya bulan hal-hal itu terjadi;

  18. orang tua yang ternyata tidak membutuhkan sokongan lagi atau meninggal dunia, mulai bulan berikutnya bulan hal- hal itu dinyatakan dengan ketentuan bahwa untuk seterusnya tunjangan itu tidak dapat diberikan lagi;

  19. selama yang bersangkutan atas keputusan Pengadilan menjalani hukuman karena melakukan kejahatan. 2. Jika perkawinan termaksud dalam ayat 1 huruf a terputus, maka terhitung dari bulan berikutnya bulan terputusnya perkawinan itu janda yang bersangkutan dapat menerima lagi tunjangan yang telah hilang atau, jika mengutungkan, kepadanya diberikan tunjangan yang menurut peraturan ini dapat diperolehnya karena perkawinan terakhir. Pasal 11 1. Hak atas tunjangan yang ditetapkan menurut peraturan ini tidak dapat dipindahkan. 2. Surat penetapan tunjangan boleh dipergunakan untuk tanggungan ttd. ISKAQ TJOKROHADISURJO PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS UMUM. Peraturan Pemerintah ini mempunyai maksud untuk mengganti peraturan-peraturan lama yang berlainan tentang pemberian tunjangan istimewa kepada keluarga pegawai Negeri yang tewas dengan suatu peraturan yang bersamaan, yang berlaku untuk seluruh pegawai Negeri Sipil untuk kepentingan keluarga yang ditinggalkan. Ketentuan-ketentuan dalam peraturan baru ini pada umumnya disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia dahulu No. 23 tahun 1950, dengan beberapa perubahan/tambahan antara lain:

  20. diadakan kemungkinan pemberian tunjangan kepada orang tua pegawai yang tewas;

  21. menaikkan jumlah tunjangan paling tinggi Rp. 200,-;

c. menetapkan pemberian tunjangan yang sama, dalam hal-hal pegawai meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajiban jabatan dan karena perbuatan anasir-anasir yang tidak bertanggungjawab dan sebagainya. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pada pokoknya dengan "tewas" dimaksudkan meninggal dunia:

  1. dalam dan karena menjalankan tugas kewajiban jabatan;

  1. langsung atau tidak langsung diakibatkan karena perbuatan terror yang dilakukan oleh penentang Pemerintah. Perlu dijelaskan bahwa meninggal dunia karena sakit yang disebabkan berbagai kekurangan-kekurangan yang diderita oleh masyarakat umumnya di suatu daerah atau di seluruh Negeri, seperti kekurangan makanan, obat-obatan, alat-alat dan sebagainya, tidak termasuk arti "tewas". Pasal 2 Tunjangan janda pegawai yang tewas karena hal-hal tersebut dalam angka 1 dan 2 pasal ini di atas, yang dalam Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1950 ditentukan sebesar masing-masing 20% dan 30% dalam peraturan baru ini ditetapkan sama besarnya menjadi 25%, karena untuk dewasa ini dipandang lebih sesuai dengan keadaan. Pasal 3 Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini pada umumnya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1952. Pasal 4 Untuk dapat menerima tunjangan maka orang tua yang berkepentingan harus menyampaikan surat permohonan disertai surat keterangan dari Bupati yang bersangkutan, yang menyatakan, bahwa orang tua tersebut sangat membutuhkan sokongan. Pasal 5 s/d pasal 11 Umumnya sesuai dengan peraturan lama. Mengenai pasal 7 dapat ditambahkan, bahwa apabila dalam mempertimbangkan pemberian tunjangan timbul keragu-raguan tentang sebab-sebab meninggalnya pegawai, maka seharusnya dimintakan keterangan lebih dahulu dari seorang tabib atau lebih, yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan, yang menyatakan, bahwa meninggalnya itu langsung diakibatkan karena luka-luka maupun cacat rokhani/jasmani termaksud dalam pasal 1 sub II huruf c. Pasal 12 Peraturan ini tidak berlaku terhadap keluarga pegawai yang tewas atau dianggap tewas sebelum tanggal berlakunya Peraturan ini. Pasal 13 Dalam mempertimbangkan penglaksanaan peraturan ini terlebih dahulu sudah diduga bahwa akan dijumpai soal-soal yang sangat sulit pemecahannya ataupun yang tidak dapat dipecahkan semata-mata menurut bunyi peraturan ini, sehingga dianggap perlu diadakan suatu pasal yang memungkinkan pemberian tunjangan dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan peraturan ini. Pasal 14 Tidak perlu dijelaskan. -------------------------------- CATATAN Kutipan: LN 1954/92; TLN NO. 668

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):