Pelaksanaan Penyerahan Sebagian Dari Urusan Pemerintah Pusat Dalam Lapangan Sosial Kepada Propinsi

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1952

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1952 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN SOSIAL KEPADA PROPINSI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1952 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN SOSIAL KEPADA PROPINSI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa mengingat kemungkinan dalam hal pelaksanaan penyerahan sebagian dari tugas Pemerintah Pusat mengenai urusan sosial kepada Pemerintah Daerah, penyerahan itu perlu dilakukan berangsur-angsur sebagai diatur dalam Peraturan Pemerintah ini; Mengingat:

  1. pasal 98 dari Undang-undang Dasar Sementara dan Undang-undang No. 22 tahun 1948 Republik Indonesia (Yogyakarta);

  2. Undang-undang Pembentukan Propinsi-propinsi No. 2 jo. No. 18. No. 3 jo. No. 19, No. 10 dan No. 11 tahun 1950 dan Peraturan- peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 3, No. 4 dan No. 5 tahun 1950;

  3. Keputusan Dewan Menteri dalam rapatnya ke 26 tanggal 10 Agustus 1951. Memutuskan : Menetapkan : PERATURAN TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN SOSIAL KEPADA PROPINSI. BAB I. Ketentuan umum Pasal I. Yang dimaksud dengan "Propinsi" dalam peraturan ini ialah : Propinsi Jawa-Timur, " Jawa-Tengah, Propinsi Jawa-barat, " Sumatera-Selatan, " Sumatera-Tengah, " Sumatera-Utara dan Daerah Istimewa Yogyakarta. BAB II. Tentang hal urusan sosial Pasal 2. 1. Selama Kabupaten/Kota-Besar belum menyelenggarakan tugas atau sebagian tugas dalam urusan sosial, maka kepada Propinsi diserahkan dengan hak otonomi hak mengadakan usaha-usaha untuk :

    1. memberikan pertolongan kepada orang-orang fakir-miskin, b. menyelenggarakan pemeliharaan anak-anak yatim-piatu, c. memberikan pertolongan kepada orang-orang terlantar. 2. Dengan "pertolongan" dimaksudkan semua jenis bantuan, baik moril maupun materil, yang diserahkan kepada yang dibantu dengan tidak memandang, apakah mereka ada diluar atau didalam asrama. 3. Dengan "pemeliharaan" dimaksudkan bantuan yang diberikan dengan menyediakan asrama kepada orang-orang yang diberi bantuan, dengan menyediakan segala keperluan hidupnya. Pasal 3. Dewan Pemerintah Daerah propinsi, dengan mengingat peraturan- peraturan dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri Sosial, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan bagi orang-orang termaksud dalam pasal 2. Pasal 4. Dewan Pemerintah Daerah Propinsi, dengan mengingat peraturan- peraturan dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri Sosial, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan :

    2. pendidikan sosial, b. penyuluhan sosial, c. organisasi-organisasi dilapangan sosial, b. bantuan yang mengenai pemondokan anak-anak sekolah bekas rawatan sosial, e. usaha perbaikan anak-anak nakal, f. pemberantasan keburukan sosial, g. pertolongan tempat tinggal yang bersifat sementara bagi orang-orang yang karena beberapa sebab terpaksa tidur dibawah pohon, jembatan dsb. Pasal 5. Dewan Pemerintah Daerah Propinsi, dengan mengingat peraturan- peraturan dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri Sosial, melaksanakan dan mengawasi pemberian pertolongan kepada:

    3. korban-korban perjuangan, b. kekacauan, c bencana alam, d. karena sebab-sebab lainnya. Pasal 6. Dewan Pemerintah Daerah Propinsi, dengan mengingat peraturan- peraturan dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri Sosial, membantu Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan: hal-hal yang masih tetap dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti tersebut dibawah :

    4. pemeliharaan anak-anak dan orang-orang ilat serta penderita- cacat (invaliden). b. pemberantasan perdagangan perempuan dan anak-anak, penerbitan cabul dan pelacuran, c. urusan-urusan mengenai pemulihan derajat hidup (rehabilitasi) bekas hukuman, d. kesejahteraan pekerja. Pasal 7. Dewan Pemerintah Daerah Propinsi memberikan segala bantuan yang diminta oleh Menteri Sosial guna kepentingan usaha-usaha dilapangan sosial. BAB III. Tentang hal urusan (Jawatan) sosial Propinsi. Pasal 8. Untuk menyelenggarakan urusan-urusan sosial yang menjadi tugas kewajiban, maka Propinsi membentuk "Urusan (Jawatan) Sosial Propinsi" dan penyusunan Urusan (Jawatan) tsb. untuk pertama kalinya dilakukan menurut petunjuk-petunjuk dari Menteri Sosial. BAB IV. Tentang hal pegawai Pasal 9. (1) Untuk menyelenggarakan kewajiban Propinsi dalam urusan sosial, dengan keputusan Menteri Sosial, kepada Propinsi :

    5. diserahkan pegawai-pegawai negeri untuk diangkat menjadi pegawai Propinsi, b. diperbantukan pegawai-pegawai negeri untuk dipekerjakan pada Propinsi. (2) Pemindahan pegawai-pegawai negeri yang diperbantukan kepada Propinsi dari satu Propinsi ke Propinsi lain atau ke instansi lain dalam lingkungan Kementerian Sosial diputuskan oleh Menteri Sosial, setelah didengar pertimbangan dari Dewan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan. (3) Pemindahan para pegawai negeri yang diperbantukan kepada Propinsi dalam lingkungan daerah Propinsi diselengarakan oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dengan persetujuan Menteri Sosial, atau instansi yang ditunjuk olehnya. BAB V. Tentang hal keuangan. Pasal 10. Untuk menyelenggarakan urusan-urusan sosial dalam Propinsi bagi tahun dinas waktu penyerahan, kepada Propinsi diserahkan uang sejumlah yang akan ditetapkan oleh Menteri Sosial, sekedar penyelenggaraan urusan-urusan tersebut diberatkan pada anggaran belanja Kementerian Sosial. BAB VI. Tentang hal bangunan-bangunan, tanah-tanah, alat-alat dan perkakas-perkakas. Pasal 11. (1) Segala bangunan-bangunan, tanah-tanah atau lapangan-lapangan yang dikuasai oleh Kementeri Sosial, yang pada waktu mulai berlakunya peraturan ini digunakan untuk urusan sosial yang menjadi urusan Propinsi, diserahkan pada Propinsi untuk dipakai dan diurus guna kepentingan urusan-urusan tersebut. (2) Alat-alat dan perkakas-perkakas kepunyaan Kementerian Sosial yang pada waktu mulai berlakunya peraturan ini digunakan untuk urusan termaksud dalam ayat (1), diserahkan kepada Propinsi untuk menjadi miliknya. BAB VII Tentang penyerahan kepada daerah otonom bawahan. Pasal 12. (1) Pemerintah Daerah Propinsi menyerahkan lebih lanjut kepada Pemerintah Daerah otonom bawahan untuk diurus dengan hak otonomi sebagian atau seluruhnya usaha-usaha tersebut dalam pasal 2 dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri Sosial dan setelah mendengar pertimbangan- pertimbangan Pemerintah Daerah otonom tersebut yang bersangkutan. (2) Peraturan-peraturan Daerah Propinsi untuk melaksanakan penyerahan hal-hal tersebut pada ayat (1) tidak berlaku sebelum mendapat persetujuan dari Menteri Sosial dan Menteri Dalam Negeri. (3) Peraturan-peraturan Daerah Propinsi untuk melaksanakan penyerahan hal-hal tersebut pada ayat (1) juga harus memuat ketentuan-ketentuan tentang hal-hal yang dalam Peraturan Pemerintah diurus dalam pasal-pasal 7, 8, 9, 10, 11 dan 13. Pasal 13. Pemerintah Daerah Propinsi setelah mendengar pertimbangan- pertimbangan Pemerintah Daerah otonom bawahan yang bersangkutan dan setelah disetujui oleh Menteri Sosial serta Menteri Dalam Negeri, dapat menyerahkan kepada Pemerintah Daerah otonom bawahan tersebut, sebagian dari hal-hal mengenai urusan sosial yang termasuk dalam urusan rumah-tangga Propinsi. Pasal 14. Tugas kewajiban dalam lapangan sosial yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Propinsi sebagai tersebut pada pasal-pasal 3, 4, 5 dan 6 sebagian atau seluruhnya dapat diserahkan lagi kepada daerah-daerah dibawahnya dengan putusan Menteri Sosial. BAB VIII. Tentang pengawasan dan perselisihan. Pasal 15. (1) Selama urusan sosial tersebut dalam Bab II dilaksanakan oleh Propinsi, maka pengawasan sosial-teknis terhadap penyelenggaraan peraturan-peraturan yang diadakan berhubung dengan urusan dan tugas kewajiban termaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, dijalankan oleh Menteri Sosial atau instansi yang ditunjuknya. (2) Petunjuk-petunjuk berhubung dengan pengawasan tersebut diberikan kepada Dewan Pemerintah Daerah Propinsi. Pasal 16. Bila timbul perselisihan perihal penyelenggaraan urusan sosial antara Pemerintah Propinsi dan instansi dari Kementerian Sosial di Propinsi, maka hal itu diselesaikan oleh Menteri Sosial setelah mendengar Menteri Dalam Negeri. BAB IX. Penutup. Pasal 17. Hal-hal yang belum ditetapkan dalam peraturan ini diatur oleh Menteri Sosial. Pasal 18. Peraturan Pemerintah ini dinamakan "Peraturan penyerahan urusan sosial kepada Propinsi". Pasal 19. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 Oktober 1952. Presiden Republik Indonesia, Ttd. SOEKARNO. Menteri Dalam Negeri Ttd. MOH.ROEM. Menteri Sosial, Ttd. ANWAR TJOKROAMINOTO. Diundangkan: pada tanggal 15 Oktober 1952. Menteri Kehakiman, Ttd. LOEKMAN WIRIADINATA. PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH NR 45 TAHUN 1952, TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN DARI PADA URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN SOSIAL KEPADA PROPINSI PENJELASAN UMUM. Maksud Peraturan Pemerintah ini ialah untuk melaksanakan penyerahan urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan sosial kepada daerah-daerah otonom bawahan. Luasnya tugas termaksud di atas itu sudah ditentukan di dalam Undang-Undang Pembentukan dari pada daerah-daerah otonom yang bersangkutan. Akan tetapi terbukti, bahwa ada faktor-faktor yang menyebabkan pelaksanaan penyerahan itu tidak dapat dijalankan sesuai dengan apa yang sudah ditentukan di dalam Undang-Undang Pembentukan daerah-daerah otonom termaksud. Maka dari itu Pemerintah bermaksud menyelenggarakan penyerahan itu dengan cara berangsurangsur, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Sudah jelas kiranya, bahwa Propinsi-Propinsi itu diserahi menyelenggarakan tugas dalam lapangan sosial selama urusan sosial seperti termaksud dalam lampiran A Undang-Undang Pembentukan Kabupaten/Kota-Besar di Jawa belum diselenggarakan oleh daerah- daerah otonom yang bersangkutan. Juga bagi Propinsi-Propinsi di Sumatera tugas di dalam lapangan itu dimaksudkan untuk diselenggarakan sampai ada peraturan yang menetapkan, bahwa urusan-urusan itu dialihkan kepada daerah-daerah otonom bawahan. Penjelasan ini selanjutnya akan ditegaskan di dalam penjelasan khusus mengenai pasal 12. Sebagai akibat dari pada jalan pikiran termaksud di atas sudahlah jelas kiranya, bahwa pengawasan dan pimpinan, yang dalam Peraturan Pemerintah ini masih ada ditangan Pemerintah Pusat, akan beralih kepada Propinsi, bilamana tugas yang sekarang ditentukan untuk diselenggarakan oleh Propinsi itu telah beralih kepada daerah otonom bawahan. Tampaknya telah jelas, bahwa penyerahan itu hanya mengenai bagian dari pada urusan-urusan yang masih dipegang oleh Pemerintah Pusat. Dimaksudkan untuk penyerahan selainnya urusan itu berangsurangsur mengingat faktor-faktor antara lain :

    6. keadaan perlengkapan Pemerintah Daerah;

    7. sifat dari pada urusan-urusan termaksud. Pada umumnya dalam melaksanakan penyerahan urusan Pemerintah Pusat kepada Propinsi dapat dinyatakan perbedaan antara urusan- urusan Propinsi itu sebagai berikut :

    8. urusan yang termasuk urusan rumah-tangga Propinsi sendiri (otonomi);

    9. urusan yang karena sifatnya merupakan atau masih menjadi urusan Pemerintah Pusat akan tetapi hanya pelaksanaannya diserahkan kepada Propinsi (medebewind);

    10. urusan yang semata-mata bersifat pertolongan terhadap usaha- usaha dari Pemerintah Pusat, yang tiada mengakibatkan suatu penyerahan tanggung-jawab. Perbedaan ini pada umumnya dapat dilihat dalam susunan kata- kata dari pasal-pasal yang bersangkutan. Mengenai sifatnya urusan, maka pada umumnya pekerjaan- pekerjaan mengenai pendidikan dan penyuluh sosial diserahkan dengan hak medebewind, yang berarti, bahwa Pemerintah Pusat memberikan peraturan-peraturan dan petunjuk-petunjuk mengenai urusan itu sedang Propinsi diserahi kewajiban untuk melaksanakan dan mengadakan pengawasan atas penyelenggaraannya. Pemerintah masih merasa perlu mengatur urusan pendidikan dan penyuluhan sosial secara demikian, agar supaya dapat satu corak pendidikan dan penyuluhan sosial, sehingga diharapkan akan menghasilkan adanya suatu perkembangan tanggung-jawab sosial dalam masyarakat yang teratur. Demikian halnya dengan urusan pendidikan anak-anak yatim- piatu dan fakir-miskin, meskipun urusan pemberian pertolongan pada orang-orang fakir-miskin, orang-orang yang terlantar di luar perumahan (lihat penjelasan) dan pemeliharaan anak-anak yatim- piatu itu diserahkan kepada Propinsi dengan hak otonomi. Urusan-urusan yang mengenai : organisasi dilapangan sosial, pertolongan perumahan bagi orang-orang terlantar, bantuan yang mengenai pemondokan anak-anak sekolah bekas rawatan sosial, usaha perbaikan anak-anak nakal dan pemberantasan keburukan sosial diserahkan kepada Propinsi dengan hak medebewind. Sebagai diterangkan di atas, maka pekerjaan-pekerjaan mengenai pertolongan sosial, sebagian diserahkan dengan hak otonomi. Sebagian lain yakni pertolongan kepada korban-korban perjuangan, kekacauan, bencana alam dan karena lain-lain sebab diserahkan dengan hak medebewind. Adapun penyelenggaraan pendidikan anak-anak dan orang-orang ilat serta penderita cacat (invaliden), pemberantasan perdagangan perempuan dan anak-anak penerbitan cabul dan urusan-urusan mengenai pemulihan derajat hidup (rehabilitasi) bekas hukuman serta kesejahteraan pekerja, masih tetap dipegang Pemerintah Pusat, oleh karena keadaan pada waktu ini belum mungkin melaksanakan penyerahan dalam hal itu. Dalam lapangan pemberantasan perdagangan perempuan dan anak-anak penerbitan cabul dan pelacuran banyak sekali persetujuan-persetujuan internasional, diantaranya conventie Perserikatan Bangsa-Bangsa yang harus diperhatikan, sehingga penyerahan usaha-usaha ini kepada daerah- daerah otonom-harus ditinjau dan dipertimbangkan dahulu dengan seksama. Selain dari itu pemeliharaan anak-anak dan orang ilat serta penderita cacat meminta tenaga ahli dan keuangan yang pada dewasa ini tidak mungkin dapat dipikul oleh satu daerah otonom. Sedang urusan-urusan mengenai pemulihan derajat hidup (rehabilitasi) bekas hukuman dan kesejahteraan pekerja sementara masih tetap dipegang oleh Pemerintah Pusat ialah untuk mendapatkan suatu corak usaha. Dapat dicatat di sini, bahwa biaya-biaya untuk keperluan urusan-urusan rumah-tangga Propinsi (pasal 2) dengan sendirinya harus ditanggung oleh Propinsi. Pun untuk urusan-urusan yang dipasrahkan dengan hak medebewind (pasal 3, 4 dan 5) Propinsi menyediakan biaya-biaya seperlunya, untuk pelaksanaannya dengan mengingat biaya yang ditetapkan untuk keperluan itu oleh Pemerintah Pusat. Sedang urusan-urusan yang merupakan usaha dari Pemerintah Pusat, yang dimaksud dalam pasal 6 dan 7 dibiayai oleh Kementerian Sosial. Adapun sebagai diuraikan di atas urusan-urusan mana yang menurut sifatnya pada umumnya dapat diserahkan kepada Propinsi, dalam hubungan ini perlu ditegaskan, bahwa dengan penyerahan termaksud termasuk (pula) urusan-urusan sosial yang menurut sifatnya dikemudian hari mungkin harus diserahkan langsung kepada Pemerintah Daerah Kabupaten (Kota Besar d.s.b.) otonom. Teranglah kiranya, bahwa penyerahan termaksud ini adalah bersifat sementara, selama belum dapat ditetapkan urusan-urusan mana harus diserahkan kepada Daerah-daerah otonom dibawahnya (periksalah pula pasal 12). Penjelasan pasal demi pasal. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Ayat 1. ad a dan b jelas. ad c termasuk dalam pengertian "terlantar" di sini adalah mereka yang meskipun mempunyai tempat tinggal masih pula memerlukan bantuan, misalnya : orang "jompo", orang-orang tua yang senantiasa memerlukan pertolongan orang lain dalam penghidupannya sehari-hari, keluarga yang ditinggalkan penanggungnya dan lain-lain. Perlu diterangkan di sini bedanya antara "memberikan pertolongan", yang dimaksud dalam sub a dan b dan "menyelenggarakan pemeliharaan" yang dimaksud dalam sub b. Dengan "pertolongan" dimaksudkan semua jenis bantuan, baik moril maupun materil, yang diberikan kepada yang dibantu dengan tidak memandang, apakah mereka ada di luar atau di dalam asrama. Adapun "pemeliharaan" ialah bantuan yang diberikan dengan menyediakan asrama (tempat penampungan) kepada orang-orang yang diberi bantuan, dengan menyediakan segala keperluan hidupnya. Dengan demikian, maka orang-orang yang dapat bantuan itu menerima bantuan yang ditetapkan oleh para penyelenggara, sedang orang- orang yang dapat pertolongan di luar asrama dapat menentukan sendiri bagaimana pertolongan itu dipergunakannya untuk memenuhi kebutuhannya masing- masing. Ayat (2) dan (3) cukup jelas. Pasal 3. Meskipun usaha-usaha terhadap orang-orang yang tersebut dalam pasal 2 diserahkan menjadi hak otonomi daerah, tetapi penyelenggaraan usaha pendidikannya hanya diserahkan dengan hak medebewind, agar didapat suatu corak pendidikan yang sama. Pasal 4. ad a dan b cukup jelas. ad c yang dimaksud dengan penyelenggaraan organisasi- organisasi dilapangan sosial adalah usaha-usaha kemasyarakatan umpanya: perbaikan anak-anak nakal di dalam desa, kampung atau daerah-daerah lainnya. ad d ketentuan ini bermaksud mengadakan usaha untuk membantumendapatkan pemondokan anak-anak bekas rawatan sosial. ad e usaha perbaikan anak-anak nakal ialah segala usaha yang ditujukan untuk mendidik anak-anak, yang karena keadaan menjadi gangguan masyarakat, agar mereka menjadi warga- negara yang berguna. Usaha ini umpamanya dilaksanakan dengan kepanduan dan lain-lain usaha. ad f yang dimaksud dengan "keburukan sosial" di sini dipakai dalam pengertian keburukan kemaksiatan yang terdapat dalam masyarakat, umpamanya : menarik bunga dari uang pinjaman terlalu tinggi (woeker) dan lain- lain. ad g pertolongan tempat tinggal ini dimaksudkan sebagai usaha untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, umpamanya asrama-asrama atau rumah-rumah kecil untuk orang-orang, diantaranya mereka, yang walaupun mempunyai mata pencaharian tertentu, akan tetapi oleh karena beberapa sebab terpaksa tidur di bawah pohon- pohon, jembatan-jembatan d.s.b., hal mana merendakahkan derajat, warga-negara dari suatu negara yang merdeka dan berdaulat. Pasal 5. ad a yang dimaksud dengan "korban perjuangan" adalah:

  4. keluarga korban perjuangan kemerdekaan;

  1. orang-orang yang menderita sebagai akibat perjuangan kemerdekaan (segala harta benda habis terbakar dan sebagainya). Termasuk dalam pengertian ini adalah juga usaha pemutaran (pemindahan) jenazah korban perjuangan kemerdekaan); ad b yang dimaksud dengan"korban kekacauan" adalah korban- korban yang disebabkan oleh akibat gangguan-gangguan dari gerombolan bersenjata sebagaimana terjadi di beberapa daerah. ad c yang dimaksud dengan ketentuan ini ialah umpamanya korban ini: "akibat dari berjangkitnya wabah penyakit". ad d yang dimaksud dengan ketentuan ini ialah umpamanya korban dari serangan binatang buas, seperti macan, gajah, dan lain-lain. Termasuk pula dalam ketentuan ini pemulihan dari warga-negara yang hidup terlantar diperantauan, jika tugas itu tidak termasuk dalam lingkungan kementerian lain. Umpamanya bekas heiho, romusha. Perlu dicatat, bahwa bekas kontrak tidak termasuk dalam urusan ini. Pasal 6. ad a yang dimaksud dengan anak-anak dan orang-orang ilat adalah orang-orang buta, tuli, gagu, lembek ingatan, lumpuh. Yang dimaksud dengan "penderita cacat" adalah mereka yang kehilangan anggota badannya, baik karena perjuangan maupun karena kelahiran atau kecelakaan. ad b cukup jelas. ad c tentang pemulihan derajat hidup (rehabilitasi) dapat diterangkan pertolongan sosial, baik moril maupun materil, dapat diberi bantuan sebagai usaha agar mereka dapat kembali sebagai warga masyarakat yang baik. ad d yang dimaksud dengan "usaha kesejahteraan pekerja" adalah usaha yang ditujukan pada kehidupan buruh, terutama buruh wanita, sepanjang hal itu tidak termasuk dalam lingkungan pekerjaan Kementerian Perburuhan atau lain-lain instansi. Usaha ini meliputi masalah-masalah, bagaimanakah buruh itu mempergunakan waktu lepas kerja, bagaimanakah perumahannya, bagaimanakah penghidupannya dan sebagainya. Pasal 7 dan 8. Cukup jelas. Pasal 9. Di antara pegawai-pegawai Negeri ada yang diperbantukan kepada Propinsi dan ada yang diserahkan kepada Propinsi untuk diangkat menjadi pegawai Propinsi. Selain dari pada pegawai-pegawai yang disebut dalam kalimat di muka ini perlu ditegaskan, bahwa sebagai akibat dari pasal 12 maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan praktis (periksalah "Penjelasan Umum") untuk sementara waktu kepada Propinsi diperbantukan pula pegawai-pegawai Negeri yang pada waktu penyerahan dipekerjakan pada kantor-kantor Sosial, Kabupaten (Kota Besar d.s.b.), akhirnya dijelaskan, bahwa segala perubahan dalam kedudukan-hukum dari pegawai- pegawai Negeri yang diperbantukan kepada Propinsi sesuai dengan prinsip ayat (2) dan (3) diputuskan oleh Menteri Sosial. Dalam hal penyerahan pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 sub a akan diperhatikan keinginan para pegawai yang bersangkutan, sepanjang dapat dijalankan dan tidak merugikan kepentingan dinas menurut pendapat Menteri Sosial. Pasal 10 dan 11. Cukup jelas. Pasal 12. Segala urusan sosial yang sebenarnya harus diurus dengan hak otonomi oleh daerah-daerah otonom di bawah tingkat Propinsi, dengan Peraturan Pemerintah ini untuk sementara waktu diserahkan kepada Propinsi, dengan maksud supaya Propinsi lebih lanjut menyerahkan urusan itu kepada daerah-daerah otonom yang berkepentingan. Untuk menjaga agar Pemerintah Daerah Propinsi, yang dikuasakan untuk melaksanakan kewajiban tersebut betul-betul menjalankannya, maka dalam hal penyerahan lanjutan itu, Pemerintah Daerah Propinsi memperhatikan petunjuk-petunjuk dari Menteri Sosial setelah mendengar pertimbangan- pertimbangan Pemerintah Daerah bawahan yang bersangkutan, sedang peraturan-peraturan Daerah Propinsi yang mengatur penyerahan lebih lanjut itu dapat dijalankan jikalau sudah mendapat persetujuan dari Menteri Sosial dan Menteri Dalam Negeri. Pasal 13. Peraturan Pemerintah ini memberi kesempatan kepada Pemerintah Daerah Propinsi untuk menyerahkan sebagian dari hal-hal yang termasuk dalam urusan rumah-tangga Propinsi sendiri kepada Daerah-daerah otonom bawahan. Pasal 14. Sebagaimana halnya dengan urusan-urusan sosial yang sebenarnya harus diurus dengan hak otonomi oleh daerah-daerah otonom bawahan tugas kewajiban yang diserahkan dengan hak medebewind kepada Propinsi yang tersebut pada pasal 6 mengandung pula tugas kewajiban yang sebenarnya harus diselenggarakan oleh daerah-daerah otonom bawahan. Pasal 15 s/d 19. Cukup jelas. MENTERI DALAM NEGERI, ttd. (MOH.ROEM) MENTERI SOSIAL, ttd. (ANWAR TJOKROAMINOTO) -------------------------------- CATATAN Kutipan: LN 1952/73; TLN NO. 305

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):