Hukuman Jabatan

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1952 TENTANG HUKUMAN JABATAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : Bahwa pada waktu ini untuk berbagai golongan pegawai Negeri berlaku dua peraturan mengenai hukuman jabatan sehingga perlu diadakan satu peraturan mengenai hal itu, yang berlaku untuk semua pegawai Negeri; Mengingat :

  1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia dahulu Nr 18 tahun 1950;

  1. Staatsblad 1935 No. 441; Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 15 Pebruari 1952; Memutuskan : Dengan membatalkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia dahulu Nr 18 tahun 1950 dan peraturan termuat dalam Staatsblad 1935 No. 441, dan segala ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini. Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HUKUMAN JAHATAN. Pasal 1. Dalam peraturan ini :
    1. yang disebut pegawai, ialah mereka yang diangkat tetap atau untuk sementara dalam jabatan Negeri;

    2. yang berhak menghukum ialah penjabat yang berhak mengangkat dan memperhentikan pegawai yang bersangkutan menurut peraturan yang Berlaku. Pasal 2.

      (1)

      Pegawai yang melalaikan kewajiban selama atau diluar jam bekerja dapat dijatuhi hukuman jabatan.

      (2)

      Melalaikan kewajiban, meliputi baik melanggar sesuatu aturan jabatan maupun melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat atau mengabaikan sesuatu hal yang seharusnya dilakukan oleh pegawai yang baik-baik dalam keadaan sedemikian. Pasal 3.

      (1)

      Hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pegawai, adalah sebagai berikut :

    3. tegoran tertulis, b. pernyataan tidak puas dengan surat ketetapan, c. dipindahkan kelain tempat, d. menunda kenaikan gaji selama tidak lebih dari satu tahun, e. menurunkan gajinya sebesar satu kali kenaikan gaji yang telah ditentukan selama tidak lebih dari satu tahun, menurunkan tingkatan jabatannya ketingkatan yang terdekat tidak lebih dari satu tahun, g. dilepas dari pekerjaannya, h. dilepas dari jabatan Negeri.

      (2)

      Jika dijatuhkan hukuman tersebut pada ayat 1 huruf f Pembesar yang berwajib harus mengatur supaya pangkat semula dikembalikan sesudah waktu yang ditentukan itu lampau, sekalipun tidak ada tempat terbuka dalam pangkat itu. Pasal 4. Sebelum hukuman dijatuhkan, maka pegawai yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dengan tertulis dalam waktu 14 hari sesudah menerima pemberitahuan tentang hukuman yang akan dijatuhkan itu. Pasal 5.

      (1)

      Hukuman yang dijatuhkan diberitahukan dengan tertulis kepada pegawai yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan- alasannya.

      (2)

      Terhadap tiap-tiap hukuman yang dijatuhkan, pegawai yang bersangkutan dapat menyatakan perlawanan dengan tertulis dalam waktu 14 hari seterimanya pemberitahuan tersebut di atas kepada pembesar tersebut dalam pasal 1 sub (b), yang berhak membentuk satu panitia yang akan memeriksa perlawanan terhadap hukuman yang dijatuhkan.

      (3)

      Pembentukan Panitia itu segera dilaksanakan pada tiap kali surat pembelaan diterima oleh :

    4. Presiden Republik Indonesia, jikalau pegawai yang dihukum itu diangkat atau diberhentikn oleh Presiden tersebut, dan b. Menteri yang bersangkutan atau oleh Pembesar yang diserahi untuk itu masing-masing dalam lingkungan pekerjaannya, jikalau pegawai yang dihukum itu diangkat atau diberhentikan oleh Menteri tersebut atau oleh penjabat yang diserahi untuk pengangkatan atau pemberhentian pegawai.

      (4)

      Panitia itu terdiri dari :

    5. seorang anggota ditunjuk oleh pegawai yang dijatuhi hukuman.

    6. seorang anggota yang ditunjuk oleh yang berhak menjatuhi hukuman.

    7. seorang anggota merangkap ketua ditunjuk oleh anggota- anggota tersebut sub a dan b. Jika dalam hal ini tidak mendapat persesuaian, maka Ketua Badan Pengadilan Negeri setempat menunjuk ketua.

      (5)

      Perlawanan tersebut dalam ayat (2) oleh pegawai yang bersangkutan diberitahukannya juga dengan tertulis kepada yang menjatuhkan hukuman.

      (6)

      Apa yang ditentukan dalam ayat (2) tidak berlaku:

    8. jika hukuman yang dimaksudkan itu adalah hukuman yang tersebut dalam pasal 3 ayat 1 huruf a.

    9. jika pegawai yang bersangkutan oleh hakim telah dihukum karena hal-hal sedemikian juga, dan keputusan hakim itu sudah mendapat kekuatan pasti.

    10. jika pegawai yang bersangkutan melarikan diri.

      (7)

      Kecuali dalam hal termaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6), maka pegawai yang dihukum harus tunduk pada putusan dari yang berhak memberi hukuman. Pasal 6.

      (1)

      Panitia termaksud dalam pasal 5 ayat (2) memilih salah seorang anggotanya sebagai penulis dan menentapkan sendiri tempat dan caranya memeriksa perkara.

      (2)

      Pemeriksaan perkara tidak terbuka untuk umum. Pasal 7.

      (1)

      Untuk kepentingan pemeriksaan, Panitia berhak mendatangkan pegawai yang dihukum, penjabat yang menghukum atau wakil yang ditunjuk olehnya dan orang-orang lain untuk memberikan keterangan atau meminta keterangan tertulis pada mereka itu.

      (2)

      Setiap orang wajib memenuhi permintaan Panitia tersebut dalam ayat (1) di atas.

      (3)

      Panitia berhak memeriksa segala surat-surat yang berhubungan dengan perkara yang diselidikinya. Terhadap surat-surat rahasia harus lebih dahulu didapat izin dari yang bertanggungjawab atas surat-surat rahasia itu.

      (4)

      Anggota-anggota Panitia wajib merahasiakan segala sesuatu yang dapat diketahuinya, baik dari pemeriksaan surat-surat yang dapat diketahuinya maupun dari keterangan orang-orang yang didengarnya, demikian juga pendapat masing-masing anggota. Pasal 8.

      (1)

      Atas hasil pemeriksaan yang dijalankan, Panitia menetapkan putusannya dengan disertai keterangan lengkap, yang diberitahukan dengan tertulis kepada yang menghukum dan yang dihukum.

      (2)

      Putusan Panitia itu berupa : membatalkan, menetapkan, mengurangi, menambah atau mengganti hukuman yang dijatuhkan itu. Pasal 9.

      (1)

      Dalam waktu 14 hari sesudah diterima putusan Panitia termaksud dalam pasal 8 ayat (2), oleh pegawai yang dihukum atau penjabat yang menghukum dapat dimintakan pemeriksaan ulangan kepada Ketua Pengadilan Tinggi yang mempunyai daerah di mana pegawai yang dihukum bertempat tinggal. Pembesar tersebut segera membentuk sebuah Panitia terdiri dari :

    11. seorang hakim Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tinggi itu sebagai anggota merangkap Ketua.

    12. seorang anggota, yang ditunjuk oleh Panitia tersebut dalam pasal 3 dengan persetujuan pegawai yang dijatuhi hukuman.

    c. seorang anggota yan ditunjuk oleh Menteri Urusan Pegawai. (2) Panitia termaksud dalam pasal ini memilih salah seorang lain sebagai penulis atau mengangkat seorang penulis dari salah seorang Pegawai Pengadilan Tinggi dengan Persetujuan Ketua Pengadilan Tinggi itu. (3) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 6 tentang tempat dan cara pemeriksaan perkara dan pasal 7 ayat 2 dan pasal 8 berlaku juga terhadap Panitia ini. (4) Baik penjabat yang menghukum, maupun pegawai yang dihukum harus tunduk pada putusan Panitia itu. Pasal 10. Mereka yang didatangkan oleh Panitia berdasarkan atas pasal 7 ayat (1) berhak atas penggantian biaya perjalanan menurut peraturan yang berlaku. Pasal 11. Peraturan ini tidak berlaku terhadap polisi Negara. Pasal 12. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta, Pada tanggal 20 Pebruari 1952. Presiden Republik Indonesia, SOEKARNO. Menteri Urusan Pegawai, SOEROSO. Diundangkan Pada tanggal 22 Pebruari 1952. Menteri Kehakiman, MOEHAMMAD NASROEN. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 1952 TENTANG HUKUMAN JABATAN. Seperti ternyata dari pertimbangannya, maka maksud Peraturan Pemerintah ini, ialah untuk menghentikan keadaan, bahwa pada waktu ini berlaku dua peraturan mengenai hukuman jabatan, dan menetapkan satu peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua pegawai Negeri. Sebagai dasar peraturan-persatuan itu diambil Peraturan Pemerintah R.I. bentuk lama No. 18 tahun 1950. Perbedaan dengan Peraturan Pemerintah tersebut terdapat hanya dalam 2 hal, ialah sebagai berikut. Pertama, menurut peraturan R.I. dahulu maka Panitia termaksud dalam pasal 5 terdiri dari 5 anggota. Jumlah anggota ini dipandang terlalu banyak dan pada pelaksanaannya Peraturan ini akan sangat memperlambat penyelesaian hal-hal yang bersangkutan. Jumlah sebesar 3 anggota dianggap sudah menjadi satu jaminan cukup bagi hal ini, terutama jika diperhatikan bahwa mengenai keputusan Panitia ini dapat diminta pemeriksaan ulangan pada satu Panitia yang lebih tinggi, yang dimaksudkan dalam pasal 9. Kedua, usaha serikat2 sekerja dalam peraturan sekarang tidak disebut-sebut lagi, karena hal ini dipandang tidak perlu diutamakan. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa kedudukan serikat- serikat sekerja oleh peraturan ini dikurangi, sebab berdasar atas peraturan sekarang pun pegawai yang bersangkutan tidak dilarang dan mempunyai hak untuk menunjuk wakilnya dari kalangan serikat sekerja, tepat seperti menurut peraturan R.I. dahulu. Hasilnya perobahan ini, ialah bahwa penyusunan pasal 9 menjadi lebih sederhana tapi jelas. Perobahan lain yang penting tidak terdapat. -------------------------------- CATATAN RALAT. Dalam Lembaran-Negara Nr 16 tahun 1952, halaman 2, baris ketiga dari bawah, pada pasal 5 ayat (2) kata-kata yang berbunyi "pasal 2 ayat 2" seharusnya dibaca "pasal 1 sub b". Diketahui : Sekretaris Kementerian Kehakiman. Mr. ABIMANJOE. Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1952 YANG TELAH DICETAK ULANG Sumber : LN 1952/16; TLN NO. 202

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):