Pesantren
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019
Kerangka Peraturan
Menimbang a Menimbang a UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2019 TENTANG PESANTREN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya serta memilih pendidikan dan pengajaran dalam satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, pcsantren yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan kekhasannya telah berkontribusi penting dalam mewujudkan Islam yang rahmatan lil'alamin dengan melahirkan insan beriman yang berkarakter, cinta tanah air dan berkemajuan, serta terbukti memiliki peran nyata baik dalam pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan maupun pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; bahwa untuk menjamin penyelenggaraan pesantren dalam fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat, diperlukan pengaturan untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi berdasarkan tradisi dan kekhasannya; b c d bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pesantren; e Mengingat Menetapkan Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, Pasal 288, Pasal 29, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; MEMUTUSKAN: UNDANG-UNDANG TENTANG PESANTREN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
- Pondok Pesantren, Dayah, Surau, Meunasah, atau sebutan lain yang selanjutnya disebut Pesantren adalah lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak mulia serta 2 memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil'alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah islamiah dengan pola pendidikan muallimin. Kitab Kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab atau kitab keislaman berbahasa lainnya yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di Pesantren Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin adalah kumpulan kajian tentang ilmu agama Islam yang terstruktur, sistematis, dan terorganisasi. Pendidikan Muadalah adalah Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan muallimin secara berjenjang dan terstruktur. Pendidikan Diniyah Formal adalah Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada ^jalur pendidikan formal sesuai dengan kekhasan Pesantren yang berbasis Kitab Kuning secara berjenjang dan terstruktur. 3 4 5 6 7. Mahad Pesantren. 9. Kiai, Trran Guru, Anre Gurutta, Inyiak, Syekh, Ajengan, Buya, Nyai, atau sebutan lain yang selanjutnya disebut Kiai adalah seorang pendidik yang memiliki kompetensi ilmu agama Islam yang berperan sebagai figur, teladan, dan/atau pengasuh Pesantren 10. Dewan Masyayikh adalah lembaga yang dibentuk oleh Pesantren yang bertugas melaksanakan sistem penjaminan mutu internal Pendidikan Pesantren. 1 1. Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan independen sebagai perwakilan Dewan Masyayikh dalam merumuskan dan menetapkan sistem penjaminan mutu Pendidikan Pesantren. 12. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah ^yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan ^yang menjadi kewenangan daerah otonomi. 14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
BAB II
BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Penyelenggaraan Pesantren berasaskan :
Ketuhanan Yang Maha Esa;
kebangsaan;
kemandirian;
keberdayaan e. kemaslahatan;
multikultural;
profesionalitas;
akuntabilitas;
keberlanjutan; dan
kepastian hukum
Pasal 3
Pesantren diselenggarakan dengan tujuan:
membentuk individu yang unggul di berbagai ^bidang yang memahami dan mengamalkan nilai ajaran agamanya danf atau menjadi ahli ilmu agama ^yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong-menolong, seimbang, dan moderat;
membentuk pemahaman agama dan keberagamaan yang moderat dan cinta tanah air serta membentuk perilaku yang mendorong terciptanya kerukunan hidup beragama; dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat ^yang berdaya dalam memenuhi kebutuhan ^pendidikan warga negara dan kesejahteraan sosial masyarakat.
Pasal 4
Ruang lingkup fungsi Pesantren meliputi a. pendidikan;
pemberdayaan masyarakat BAB III PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN PESANTREN Bagian Kesatu Umum Pasal 5 (1) Pesantren terdiri atas:
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian Kitab Kuning;
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin; atau
Pesantren yang menyelenggarakan ^pendidikan dalam bentuk lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum. (2) Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) harus memenuhi unsur paling sedikit:
Kiai;
Santri yang bermukim di Pesantren;
pondok atau asrama;
masjid atau musala; dan
kajian Kitab Kuning atau Dirasah ^Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin. Bagian Kedua Pendirian
Pasal 6
(1)Pesantren didirikan oleh perseorangan, ^yayasan, organisasi masyarakat Islam, danf atau ^masyarakat. (21 Pendirian ayat (1) wajib:
berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lil'alamin dan berdasarkan Pancasila, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia ^Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, ^serta Bhinneka Tunggal Ika;
memenuhi unsur Pesantren ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat ^(21;
memberitahukan keberadaannya ^kepada ^kepala desa atau sebutan lain sesuai dengan ^domisili Pesantren; dan
mendaftarkan keberadaan Pesantren ^kepada Menteri. (3) Dalam hal pendirian Pesantren ^sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terpenuhi, ^Menteri me mberikan izin terdaftar.
Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut mengenai ^pendirian ^Pesantren sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^6 ^diatur ^dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Penyelenggaraan Pasal 8 (1) Penyelenggaraan Pesantren wajib ^mengembangkan nilai Islam rahmatan lil'alamin ^serta ^berdasarkan Pancasila, Undang-Undang ^Dasar ^Negara Republik Indonesia Tahun L945, Negara ^Kesatuan ^Republik Indonesia, dan Bhinneka Trrnggal ^Ika. (21 Penyelenggaraan (2) Penyelenggaraan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap menjaga kekhasan atau keunikan tertentu yang mencerminkan tradisi, kehendak dan cita-cita, serta ragam dan karakter Pesantren. Pasal 9 (1) Dalam penyelenggaraan Pesantren, Kiai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a harus:
berpendidikan Pesantren;
berpendidikan tinggi keagamaan Islam, dan/atau;
memiliki kompetensi ilmu agama Islam. (2) Kiai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemimpin tertinggi Pesantre YanB mampu menjadi pengasuh, figur, dan teladan dalam penyelen ggaraan Pe santren. (3) Dalam penyelenggaraaan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kiai dapat dibantu oleh:
pendidik dan tenaga kependidikan dengan kompetensi sesuai dengan kebutuhan Pesantren; dan/atau b. pengelola Pesantren. (4) Pengelola Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b bertujuan membantu peran Kiai dalam fungsi administrasi pengelolaan Pesantren' Pasal 10 (1) Dalam penyelenggaraan Pesantren, Santri yang bermukim di Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menetap di dalam pondok atau asrama Pesantren.
(2)Selain 1945. Pasal 1 1 (1) Dalam penyelenggaraan Pesantren, pondok atau asrama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c merupakan tempat tinggal Santri yang bermukim selama masa proses pendidikan di Pesantren. (2) Pondok atau asrama sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) harus memperhatikan aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan. (3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memfasilitasi pondok atau asrama Pesantren untuk memenuhi aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan. Pasal 12 (1) Dalam hal penyelenggaraan Pesantren, masjid atau musala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d harus memperhatikan aspek daya tampung, kebersihan, dan kenyamanan. (2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memfasilitasi masjid atau musala Pesantren untuk memenuhi aspek daya tampung, kenyamanan, kebersihan, kesehatan, dan keamanan. Pasal 13 (1) Dalam penyelenggaraan Pesantren, kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e dilaksanakan secara sistematis, terintegrasi, dan komprehensif. (2) Kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan metode sorogan, bandongan, metode klasikal, terstruktur, berjenjang, dan/atau metode pembelajaran lain.
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Bagian Keempat Pesantren dalam Fungsi Pendidikan Paragraf 1 Umum
Pasal 15
Pesantren melaksanakan fungsi pendidikan sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional. Pasal 16 (1) Pesantren menyelenggarakan fungsi pendidikan berdasarkan kekhasan, tradisi, dan kurikulum pendidikan masing-masing Pesantren. (2) Fungsi Pendidikan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk membentuk Santri yang unggul dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan mampu menghadapi perkembangan zaman. Pasal 17 (1) Pesantren menyelenggarakan pendidikan formal danlatau nonformal. (2) Pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pendidikan Pesantren ^jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. (3) Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayal {2) berbentuk:
satuan Pendidikan Muadalah ula atau Pendidikan Diniyah Formal ula; dan/atau
satuan Pendidikan Muadalah wustha atau Pendidikan Diniyah Formal wustha.
(4)Pendidikan Pendidikan Diniyah Formal ulYa. (5) Jenjang Pendidikan Muadalah dapat diselenggarakan dalam waktu 6 (enam) tahun atau lebih dengan menggabungkan penyelenggaraan satuan Pendidikan Muadalah wustha dan satuan Pendidikan Muadalah ulYa secara berkesinambungan (6) Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 berbentuk Mahad A1y. (7) Pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk pengkajian Kitab Kuning.
(1)Kurikulum kurikulum umum. (2\ Kurikulum Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh Pesantren dengan berbasis Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin. (3) Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 19 (1) Santri satuan Pendidikan Muadalah yang telah menyelesaikan pendidikan dinyatakan lulus melalui penilaian oleh pendidik dan satuan Pendidikan Muadalah.
Pasal 18
Pendidikan Muadalah terdiri atas Pesantren dan kurikulum pendidikan (2) Santri a. melanjutkan ke ^jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik yang sejenis maupun tidak sejenis; dan/atau
mendapatkan kesempatan kerja. Pasal 20 (1) Kurikulum Pendidikan Diniyah Formal terdiri atas kurikulum Pesantren dan kurikulum pendidikan umum. (2) Penyusunan rumusan kerangka dasar dan struktur kurikulum Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berbasis Kitab Kuning dilakukan oleh Majelis Masyayikh. (3) Kurikulum pendidikan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 21 (1) Santri satuan Pendidikan Diniyah Formal yang telah menyelesaikan pendidikan dinyatakan lulus melalui penilaian oleh pendidik, satuan pendidikan formal, dan penilaian oleh Menteri. (21 Santri yang dinyatakan lulus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak:
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik yang sejenis maupun tidak sejenis; dan/atau
mendapatkan kesempatan kerja. Pasal 22 (1) Ma'had Aly menyelenggarakan pendidikan akademik pada program sarjana, magister, dan doktor. Indonesia. (6) Ma'had Aly memiliki otonomi untuk mengelola lembaganya sebagaimana tertuang dalam statuta Ma'had Aly. (7) Santri Ma?rad Aly yang telah menyelesaikan proses pembelajaran dan dinyatakan lulus berhak menggunakan gelar dan mendapatkan ijazah serta berhak melanjutkan pendidikan pada program yang lebih tinggi dan kesempatan kerja. Pasal 23 (1) Pendidikan Pesantren jalur pendidikan nonformal dapat diselenggarakan secara berjenjang atau tidak berjenjang. (21 Pendidikan Pesantren jalur pendidikan nonformal dapat menerbitkan syahadah atau ijazah sebagai tanda kelulusan. (3) Lulusan Pendidikan Pesantren jalur pendidikan nonformal diakui sama dengan pendidikan formal pada jenjang tertentu setelah dinyatakan lulus ujian.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pendidikan Pesantren diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 2 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren
Pasal 25
Dalam menjaga mutu pendidikan, Pesantren menyusun kurikulum. Pasal 26 (1) Untuk menjamin mutu Pendidikan Pesantren, disusun sistem penjaminan mutu. (2) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi:
melindungi kemandirian dan kekhasan Pendidikan Pesantren;
mewujudkan pendidikan yang bermutu; dan
memajukan penyelenggaraan Pendidikan Pesantren. (3) Sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan pada aspek:
peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya Pesantren;
penguatan pengelolaan Pesantren; dan
peningkatan dukungan sarana dan prasarana Pesantren. pada ayat (1) disusun oleh Majelis Masyayikh. (5) Rumusan penjaminan mutu yang disusun oleh Majelis Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri. Paragraf 3 Dewan Masyayikh Pasal 27 (1) Dalam rangka penjaminan mutu internal, Pesantren membentuk Dewan Masyayikh. (2) Dewan Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dipimpin oleh seorang Kiai. (3) Dewan Masyayikh memiliki tugas paling sedikit:
men)rusun kurikulum Pesantren;
melaksanakan kegiatan pembelajaran;
meningkatkan kompetensi dan ^profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan;
melaksanakan ujian untuk menentukan ^kelulusan Santri berdasarkan kriteria mutu yang ^telah ditetapkan; dan
menyampaikan data Santri yang lulus kepada ^Majelis Masyayikh. Paragraf 4 Majelis Masyayikh Pasal 28 (1) Majelis Masyayikh merupakan perwakilan dari Dewan Masyayikh. (2) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan Majelis Masyayikh diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 29
Pasal 29
Majelis Masyayikh bertugas:
menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum Pesantren;
memberi pendapat kepada Dewan Masyayikh dalam menentukan kurikulum Pesantren;
merumuskan kriteria mutu lembaga dan lulusan Pesantren;
merumuskan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan;
melakukan penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu; dan
memeriksa keabsahan setiap syahadah atau rjazah Santri yang dikeluarkan oleh Pesantren. Pasal 30 (1) Hasil penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf ^e disampaikan kepada Menteri. (21 Berdasarkan hasil penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan:
pemetaan mutu;
perencanaan target pemenuhan mutu berdasarkan pemetaan mutu; dan
pemberian fasilitasi dan afirmasi dalam pencapaian target pemenuhan mutu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemetaan mutu, perencanaan target pemenuhan mutu, dan pemberian fasilitasi dan afirmasi dalam pencapaian target pemenuhan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan melalui Peraturan Menteri. Pasal 31 (1) Majelis Masyayikh menyusun struktur, organisasi, dan tata kerja. (2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Majelis Masyayikh dibantu oleh sekretariat.
Pasal 32
Sumber pembiayaan Majelis Masyayikh dapat berasal dari bantuan Pemerintah Fusat, Pemerintah ^Daerah, masyarakat, danf atau sumber lain yang sah dan ^tidak mengikat. Paragraf 5 Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Pesantren Pasal 33 (1) Dalam penyelenggaraan Pendidikan Pesantren, Kiai dalam fungsinya sebagai pendidik berperan menjaga kultur dan kekhasan Pesantren. (2) Kultur dan kekhasan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ^pengembangan karakter dan nilai Islam rahmatan lil'alamin, toleran, keseimbangan, dan moderat yang berkomitmen ^pada kebangsaan, berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia ^Tahun 1945. Pasal 34 (1) Pendidik pada Pendidikan Pesantren ^jalur pendidikan formal harus memenuhi kualifikasi dan kompetensi sebagai pendidik profesional.
(2)Kualifikasi bertanggung ^jawab. (41 Penetapan pendidik sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
Pasal 35
Tenaga kependidikan pada Pendidikan Pesantren dapat berasal dari pendidik yang diberikan tugas tambahan dan tenaga lain sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidik dan tenaga kependidikan Pendidikan Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35 diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kelima Pesantren dalam Fungsi Dakwah
Pasal 37
Pesantren menyelenggarakan fungsi dakwah untuk mewujudkan I slam rahmatan lil' alamin.
Pasal 38
Fungsi dakwah oleh Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 meliputi:
upaya a b upaya mengajak masyarakat menuju ^jalan ^Allah Swt. dengan cara yang baik dan menghindari kemungkaran; mengajarkan pemahaman dan keteladanan pengamalan nilai keislaman yang rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila ^dan Undang-Undang Dasar Negara Republik ^Indonesia Tahun 1945; dan menyiapkan pendakwah Islam yang menjunjung tinggi nilai luhur bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar ^Negara Republik Indonesia Tahun 1945. C
Pasal 39
Pelaksanaan fungsi dakwah Pesantren ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat dilakukan ^oleh ^Kiai, Santri, dan/atau melalui lembaga dakwah ^yang ^dibentuk dan dikelola oleh Pesantren.
Pasal 40
Dakwah yang dilaksanakan oleh Pesantren ^harus:
menanamkan nilai ajaran agama dan ^menjaga moralitas umat;
memperhatikan tradisi dan kebudayaan ^masyarakat;
mengikuti perkembangan yang ada di ^masyarakat;
menjaga kerukunan hidup umat beragama;
selaras dengan nilai kebangsaan dan cinta ^tanah ^air; dan f. menjadikan umat Islam di Indonesia sebagai ^rujukan dunia dalam praktik keberagamaan ^yang ^moderat. Pasal 4 1 Dakwah yang dilaksanakan oleh Pesantren dilakukan dengan menggunakan pendekatan:
pengajaran dan pembelaj aran;
ceramah, kajian, dan diskusi;
media dan teknologi informasi;
seni dan budaya;
bimbingan dan konseling;
keteladanan;
pendampingan;dan/atau h. pendekatan lain.
Pasal 42
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ^memberikan dukungan pelaksanaan fungsi dakwah Pesantren ^dalam bentuk kerja sama program, fasilitasi kebijakan, ^dan pendanaan. Bagian Keenam Pesantren dalam Fungsi Pemberdayaan Masyarakat
Pasal 43
Pesantren menyelenggarakan fungsi ^pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada ^peningkatan kesejahteraan Pesantren dan masyarakat.
Pasal 44
Dalam menyelenggarakan fungsi pemberdayaan masyarakat, Pesantren melaksanakan aktivitas ^dalam menyiapkan sumber daya manusia ^yang mandiri ^dan memiliki keterampilan agar dapat berperan ^aktif ^dalam pembangunan.
Pasal 45
Pemberdayaan masyarakat oleh Pesantren dilaksanakan dalam bentuk:
pelatihan dan praktik kerja lapangan;
penguatan potensi dan kapasitas ekonomi Pesantren dan masyarakat;
pendirian koperasi, lembaga keuangan, dan lembaga usaha mikro, kecil, dan menengah;
pendampingan dan pemberian bantuan ^pemasaran terhadap produk masyarakat;
pemberian pinjaman dan bantuan keuangan;
pembimbingan manajemen keuangan, optimalisasi, dan kendali mutu;
pelaksanaan kegiatan sosial kemasyarakatan;
pemanfaatan dan pengembangan teknologi industri; dan/atau
pengembangan program lainnya. Pasal 46 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan dukungan dan fasilitasi ke Pesantren dalam melaksanakan fungsi ^pemberdayaan masyarakat. (2) Dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) ^paling sedikit berupa:
bantuan keuangan;
bantuan sarana dan prasarana;
bantuan teknologi; dan/atau
pelatihanketerampilan. (3) Dukungan dan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesllai dengan kemarnpuan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV BAB IV PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI Pasal 47 (1) Menteri mengembangkan sistem informasi dan manajemen untuk mengelola data dan informasi Pesantren. (2) Sistem informasi dan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan ^secara terpadu dengan pengelolaan data dan informasi ^oleh Menteri. (3) Data dan informasi hasil pengelolaan digunakan untuk pengembangan Pesantren. BAB V PENDANAAN
Pasal 48
(1)Sumber pendanaan penyelenggaraan ^Pesantren berasal dari masyarakat. (2) Pemerintah Pusat membantu pendanaan penyelenggaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan kemampuan keuangan negara d.q ^ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemerintah Daerah membantu ^pendanaan penyelenggaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai ^dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (41 Sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren dapat berasal dari sumber lain ^yang sah ^dan ^tidak mengikat sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan.
(5)Sumber Pesantren yang berasal dari diatur lebih lanjut dalam Pasal 49 (1) Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan. (2) Ketentuan mengenai dana abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. BAB VI KERJA SAMA Pasal 50 (1) Dalam meningkatkan peran dan mutu, Pesantren dapat melakukan kerja sama yang bersifat nasional dan/atau internasional. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dapat dilakukan dalam bentuk:
pertukaran peserta didik;
olimpiade;
sistem pendidikan;
kurikulum;
bantuan pendanaan;
pelatihan dan peningkatan kapasitas; dan/atau
bentuk kerja sama lainnya. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. BAB VII BAB VII PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 51 (1) Dalam pengembangan penyelenggaraan Pesantren, masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengembangan Pesantren. (2) Partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dapat berupa:
memberikan bantuan program dan/atau pembiayaan kepada Pesantren;
memberikan masukan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah daiam penyelenggaraan Pesantren ;
mendukung setiap kegiatan Yang dilaksanakan Pesantren;
mendorong pengembangan mutu dan ^standar Pesantren;
mendorong terbentuknya wahana ^pendidikan karakter dan pembinaan moral di ^dalam masyarakat dan di sekitar lingkungan Pesantren; dan
memperkuat kemandirian dan kemampuan ekonomi Pesantren. (3) Partisipasi dapat dilakukan secara ^perseorangan, kelompok, badan, dan/atau organisasi masyarakat. BAB VIII BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ^semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan Pesantren dinyatakan ^tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan ^atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan ^Undang- Undang ini. Pasal 53 (1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ^semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pesantren disesuaikan dengan ^ketentuan dalam Undang-Undang ini. (2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun ^terhitung ^sejak Undang-Undang ini diundangkan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 (1) Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ^ini harus ditetapkan paling lama I ^(satu) ^tahun terhitung sejak Undang-Undang ini ^diundangkan. (2) Pemerintah Pusat harus melaporkan ^pelaksanaan Undang-Undang ini kepada Dewan ^Perwakilan Rakyat paling lama 3 (tiga) tahun terhitung ^sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 55
Undang-Undang ini mulai berlaku ^pada ^tanggal diundangkan. Agar Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2Ol9 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2Ol9 PIt. MENTERI HUKUM DAN ^HAK ^ASASI MANUSIA TJAHJO KUMOLO LEMBARAN NEGARA RBPUBLIK ^INDONESIA TAHUN ^2019 ^NOMOR ^191 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2OI9 TENTANG PESANTREN UMUM Indonesia sebagai negara demokratis memberikan ^jaminan bagi setiap warga negara untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta memilih pendidikan dan pengajaran dalam satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Repubiik Indonesia Tahun 1945. Dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, Pesantren yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan kekhasannya telah berkontribusi penting dalam mewujudkan Islam yang rahmatan lil'alamin dengan melahirkan insan beriman yang berkarakter, cinta tanah air dan berkemajuan, serta terbukti memiliki peran nyata baik dalam pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan maupun pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pesantren sebagai subkultur memiliki kekhasan yang telah mengakar serta hidup dan berkembang di tengah masyarakat dalam menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Pesantren merupakan lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat yang menanamkan. I menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak mulia, serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil'alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan ^pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan Pesantren pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Jauh sebelum Indonesia merdeka, pendidikan ^yang diselenggarakan oleh Pesantren sudah lebih dahulu berkembang. Selain menjadi akar budaya bangsa, nilai agama disadari merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan. Pendidikan Pesantren juga berkembang karena mata pelajaran/kuliah pendidikan agama yang dinilai menghadapi berbagai keterbatasan. Secara historis, keberadaan Pesantren menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan masyarakat, terlebih lagi karena Pesantren bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya akan ^jenis layanan pendidikan dan layanan lainnya. Untuk menjamin penyelenggaraan Pesantren dalam menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat, diperlukan pengaturan untuk memberikan rekognisi, alirmasi, dan fasilitasi kepada Pesantren berdasarkan tradisi dan kekhasannya. Sementara itu, ^pengaturan mengenai Pesantren belum mengakomodasi perkembangan, aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat, serta belum menempatkan pengaturan hukumnya dalam kerangka peraturan perundang- undangan yang terintegrasi dan komprehensif. Hal tersebut menyebabnya perlakukan hukum yang tidak sesuai dengan norma berdasarkan kekhasan dan kesenjangan sumber daya yang besar dalam pengembangan Pesantren. Sebagai bagian strategis dari kekayaan tradisi dan budaya bangsa Indonesia yang perlu dijaga kekhasannya, Pesantren perlu diberi kesempatan untuk berkembang dan ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa, termasuk Pemerintah Fusat dan Pemerintah Daerah. Oleh Oleh karena itu, diperlukan undang-undang yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum yang kuat dan menyeluruh dalam penyelenggaraan Pesantren yang dapat memberikan rekognisi terhadap kekhasannya, sekaligus sebagai landasan hukum untuk memberikan afirmasi dan fasilitasi bagi pengembangannya. Undang-Undang tentang Pesantren mengatur mengenai penyelenggaraan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Melalui Undang-Undang tentang Pesantren, penyelenggaraan Pendidikan Pesantren diakui sebagai bagian dari penyelenggaran pendidikan nasional. Undang-Undang tentang Pesantren memberikan landasan hukum bagi ^rekognisi terhadap peran Pesantren dalam membentuk, ^mendirikan, membangun, dan menjaga Negara Kesatuan Republik ^Indonesia, tradisi, nilai dan norma, varian dan aktivitas, ^profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, serta proses dan metodologi penjaminan mutu. Undang-Undang tentang Pesantren ^juga menjadi landasan hukum afirmasi atas ^jaminan kesetaraan tingkat ^mutu lulusan, kemudahan akses bagi lulusan, dan independensi penyelenggaraan Pesantren, serta landasan hukum bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan fasilitasi dalam pengembangan Pesantren. Pesantren didirikan dan diselenggarakan untuk menyelenggarakan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Varian dan model penyelengaraan Pesantren diakui sebagaimana fakta yang ada di masyarakat sesuai dengan kekhasan masing-masing. Ketentuan mengenai ^penjaminan mutu serta pendidik dan tenaga kependidikan diatur secara khusus berdasarkan kekhasan tradisi akademik Pesantren. Dalam penjaminan mutu, Pesantren membentuk Dewan Masyayikh dan Majelis Masyayikh yang diakui oleh pemerintah dan independen dalam pelaksanaan tugasnya. Ketentuan mengenai pengeloiaan data dan informasi Pesantren yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kekhasan Pesantren, yaitu pengelolaan data dan informasi dilaksanakan untuk pengembangan Pesantren. Sebagai . Sebagai lembaga berbasis masyarakat, sumber pendanaan utama Pesantren berasal dari masyarakat. Pemerintah Pusat membantu pendanaan penyelengaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan ketentuan peraturan perundang undangan. Pemerintah Daerah membantu pendanaan penyelenggaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang undangan. Selain itu, sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren dapat berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Pusat menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren untuk memastikan ketersediaan dan ketercukupan anggaran dalam pengembangan Pesantren. Undang-Undang tentang Pesantren ^juga mengatur kerja sama dan partisipasi masyarakat. Kerja sama dapat dilakukan oleh Pesantren dengan lembaga lainnya yang bersifat nasional dan/atau internasional. Kerja sama tersebut antara lain dilakukan dalam bentuk pertukaran peserta didik, perlombaan, sistem pendidikan, kurikulum, bantuan pendanaan, pelatihan dan peningkatan kapasitas, serta bentuk kerja sama lainnya, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam pengembangan Pesantren, masyarakat dapat berpartisipasi secara perseorangan, kelompok, badan, dan/atau melalui organisasi kemasyarakatan. Adapun partisipasi masyarakat dapat berupa memberi bantuan program dan pembiayaan, memberi masukan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mendukung kegiatan, mendorong pengembangan mutu dan standar, mendorong terbentuknya wahana pendidikan karakter dan pembinaan moral, serta memperkuat kemandirian dan kemampuan ekonomi Pesantren. Undang-Undang II Undang-Undang tentang Pesantren merupakan kesepakatan bersama dengan melibatkan pihak yang mewakili komunitas Pesantren, yang masing-masing telah memvalidasi rumusan ^norma hukum secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan Pesantren. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan asas "Ketuhanan ^Yang ^Maha ^Esa" adalah bahwa penyelenggaraan Pesantren dilaksanakan sebagai bentuk penghayatan dan ^pengamalan ^terhadap keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Huruf b Yang dimaksud dengan asas "kebangsaan" ^adalah ^bahwa penyelenggaraan Pesantren diiaksanakan untuk memupuk ^jiwa cinta tanah air dan bela ^negara. Huruf c Yang dimaksud dengan asas "kemandirian" ^adalah bahwa penyelenggaraan Pesantren dilakukan ^dengan mengoptimalkan sumber daya Pesantren. Huruf d Yang dimaksud dengan asas "keberdayaan" ^adalah bahwa bahwa penyelenggaraan ^Pesantren ^dilaksanakan untuk mengoptimalkan fungsi ^pendidikan, ^fungsi penyiaran agarna, dan memberdayakan ^masyarakat ^agar lebih sejahtera. Huruf e Huruf e Yang dimaksud dengan asas "kemaslahatan" adalah bahwa penyelenggaraan Pesantren dilaksanakan untuk sebesar-besar pemanfaatan bagi pembentukan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera ^yang diridai oleh Allah Swt. Huruf f Yang dimaksud dengan asas "multikultural" adalah bahwa dalam Pesantren terdapat keanekaragaman budaya yang harus dihormati. Huruf g Yang dimaksud dengan asas "profesionalitas" adalah bahwa penyelenggaraan Pesantren dilaksanakan dengan mengikuti prinsip manajemen pendidikan dan pengelolaan organisasi. Huruf h Yang dimaksud dengan asas "akuntabilitas" adalah bahwa pengelolaan Pesantren dilakukan ^secara bertanggung ^jawab. Huruf i Yang dimaksud dengan asas "keberlanjutan" adalah bahwa pengelolaan Pesantren tidak hanya ^ditujukan untuk kepentingan generasi sekarang, tetapi ^juga untuk kepentingan generasi yang akan datang. Huruf j Yang dimaksud dengan asas "kepastian hukum" adalah bahwa pengelolaan Pesantren berdasarkan ^peraturan perundang-undangan. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Cukup ^jelas
Pasal 5
Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Pesantren yang menyelenggarakan Pendidikan Pesantren dalam bentuk pengkajian Kitab Kuning dapat dinamakan sebagai Pesantren salafiah. Huruf b Pesantren yang menyelenggarakan Pendidikan Pesantren dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin dapat dinamakan sebagai Pesantren modern atau Pesantren muallimin. Pendidikan Pesantren dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin merupakan pendidikan yang bersifat integratif, memadukan ilmu agama Islam dan ilmu umum, dan bersifat komprehensif dengan memadukan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Nilai Islam rahmatan lil'alamin dan berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika dikembangkan sebagai ^jiwa Pesantren ^yang meliputi jiwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dan nasionalisme, ^jiwa keilmuan, ^jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa ukuwah, jiwa kemandirian, jiwa kebebasan, dan ^jiwa keseimbangan. Yang dimaksud dengan 'Jiwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dan nasionalisme" adalah ^jiwa yang merupakan prinsip utama dalam penyelenggaraan sistem pendidikan yang dikembangkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan 'Jiwa keilmuan" adalah ^jiwa yang melandasi seluruh pemangku kepentingan dan sivitas akademika Pesantren untuk menimba, mencari, dan mengembangkan ilmu ^pengetahuan yang tidak henti. Bagi kalangan Pesantren, mencari ilmu pengetahuan merupakan keharusan ^yang dilakukan hingga meninggal dunia. Demikian ^juga, semangat untuk mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat merupakan bagian dari ibadah ^sosial sebagai pengejewantahan iktikad meraih ^ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Yang dimaksud dengan 'Jiwa keikhlasan" ^adalah jiwa yang tidak didorong oleh ambisi apa pun untuk memperoleh keuntungan tertentu, ^tetapi semata-mata demi ibadah kepada Allah ^Swt. Jiwa keikhlasan termanifestasi dalam segala ^rangkaian sikap dan tindakan yang selalu dilakukan ^secara ritual oleh komunitas Pesantren. Jiwa ini ^terbentuk oleh adanya suatu keyakinan bahwa ^perbuatan baik akan dibalas oleh Allah Swt. dengan ^balasan yang baik pula, bahkan mungkin sangat ^lebih ^baik. Yang dimaksud dengan 'Jiwa ukuwah" adalah ^jiwa demokratis yang tergambar dalam situasi dialogis dan akrab antarkomunitas Pesantren ^yang dipraktikkan sehari-hari. Disadari atau tidak, keadaan ini akan mewujudkan suasana damai, senasib sepenanggungan, yang sangat membantu dalam membentuk dan membangun idealisme Santri. Perbedaan yang dibawa oleh Santri ketika masuk Pesantren tidak menjadi penghalang dalam jalinan yang dilandasi oleh spiritualitas Islam yang tinggi. Yang dimaksud dengan 'Jiwa kemandirian" bukanlah kemampuan dalam mengurusi ^persoalan internal, melainkan kesanggupan membentuk kondisi Pesantren sebagai institusi ^pendidikan Islam yang independen dan tidak menggantungkan diri pada bantuan dan pamrih kepada pihak ^lain. Pesantren harus mampu berdiri di atas kekuatannya sendiri. Yang dimaksud dengan 'Jiwa kebebasan" ^adalah bebas dalam memilih alternatif ^jalan hidup ^dan menentukan masa depan dengan ^jiwa besar ^dan sikap optimistis menghadapi segala ^problematika hidup berdasarkan nilai Islam. Kebebasan ^juga berarti tidak terpengaruh atau tidak mau ^didikte oleh dunia luar. Yang adalah ^jiwa yang dalam Pesantren dimanifestasikan atas kesadaran yang mendasar atas fungsi manusia baik sebagai hamba Allah Swt. maupun sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai hamba Allah Swt., manusia diwajibkan untuk beribadah dan menjalin hubungan personal secara vertikal dengan Allah SWT melalui serangkaian ibadah mahdlah dan fasilitasi ibadah lainnya. Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diwajibkan untuk menjalin komunikasi, kerja sama, dan hubungan sosial horizontal di antara sesama serta memanfaatkan alam semesta secara harmonis untuk kepentingan kemanusiaan secara luas. Kedua fungsi itu senantiasa mendasari sikap dan perilaku keberagamaan, pola pikir, dan kegiatan sehari-hari secara seimbang. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas PREStDEt\i REPUBLIK INDONESIA - 11- Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "pendidikan tinggi keagamaan Islam" adalah program studi bidang keagamaan Islam. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "santri lain" adalah peserta didik yang mengikuti pendidikan di Pesantren, tetapi bukan merupakan bagian dari unsur Pesantren. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pondok atau asrama" adalah tempat tinggal Santri selama masa proses pendidikan di Pesantren. Pondok atau asrama rnisalnya rlrang yang ada di lingkungan Pesantren sebagai tempat tinggal Santri sebagaimana tradisi dan kondisi Pesantren tersebut dan tidak selalu berupa gedung atau bangunan khusus. Ayat (2) . Ayat (2\ Cukup ^jelas Ayat (3) Cukup ^jelas Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "masjid atau musala" adalah ruang yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan ibadah dan pembelajaran Santri dan dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat di sekitar Pesantren. Masjid atau musala dapat berupa ruang yang ada di lingkungan Pesantren sebagai tempat pelaksanaan ibadah dan pelaksanaan proses belajar mengajar Santri sebagaimana tradisi dan kondisi Pesantren tersebut dan tidak selalu berupa gedung atau bangunan khusus. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal i3 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "sistematis" adalah kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin yang disusun dalam bentuk bahan kajian terstruktur untuk mencapai kompetensi tertentu. Yang dimaksud dengan "terintegrasi" adalah kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan pola pengasuhan di Pesantren. Yang dimaksud dengan "komprehensif' adalah kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin yang mencakup keseluruhan aspek pengetahLlan, wawasan, dan sikap. Ayat (2) . Ayat (2) Yang dimaksud dengan "sorogan" adalah sistem belajar secara individual, yaitu seorang Santri berhadapan dengan seorang Kiai atau pendidik; sehingga terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya. Seorang Kiai atau pendidik menghadapi Santri satu per satu secara bergantian. Yang dimaksud dengan "bandongan" adalah sistem belajar pengkajian kitab yang dibaca dengan halaqah, yaitu dalam pengkajian itu, kitab yang dibaca dan didalami oleh Kiai atau pendidik hanya satu, sedangkan Santri membawa kitab yang sama, lalu Santri mendengarkan dan menyimak bacaan dan penjelasan Kiai atau pendidik. Metode pembelajaran lainnya antara lain metode bahtsul masail. Pasal 14 Cukup ^jelas Pasal 15 Cukup ^jelas Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Penyelenggaraan pendidikan formal dan/atau nonformal Pesantren diselenggarakan dalam bentuk kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin. Dalam Dalam penyelenggaraan fungsi pendidikan, Pesantren dapat menyelenggarakan satuan/program pendidikan lainnya yang diintegrasikan dengan kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas Pasal 19 Ayat (1) Penilaian oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan yang bertujuan memantau ^proses dan kemajuan belajar peserta didik. Penilaian oleh satuan Pendidikan Muadalah dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran dan kompetensi lulusan peserta didik di setiap jenjang. Ayat (2) Cukup ^jelas.
Pasal 20
Pasal 20 Cukup ^jelas Pasal 2 1 Ayat (1) Penilaian oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan yang bertujuan memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik. Penilaian oleh satuan Pendidikan Diniyah Formal dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi ^peserta didik pada semua mata pelajaran dan kompetensi lulusan peserta didik di setiap ^jenjang. Penilaian oleh Menteri dilakukan dalam bentuk ujian akhir Pendidikan Diniyah Formal berstandar nasional. Ayat (2) Cukup ^jelas Pasal 22 Ayat (i) Program sarjana pada Ma?rad Aly disebut marhalah ula (M-1). Program magister pada Mahad Aly disebut ^marhalah tsaniyah (M-2). Program doktor pada Ma'had Aly disebut ^marhalah tsalisah (M-3). Ayat (2) Rumpun ilmu agama Islam yang dikembangkan ^oleh Ma'had Aly meliputi:
Alquran dan ilmu Alquran;
tafsir dan ilmu tafsir;
hadis dan ilmu hadis;
fikih dan ushul fikih;
tasawuf dan tarekat;
ilmu falak;
sejarah dan peradaban Islam; dan
bahasa dan sastra Arab. Ayat (3) Cukup.jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Materi muatan Pancasila dan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk Santri ^yang ^memiliki pemahaman dan penghayatan mengenai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia serta menjadi ^manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Materi muatan Bahasa Indonesia diberikan ^dengan pertimbangan bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi nasional yang digunakan di ^seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Pasal 23 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "ujian" adalah ujian ^untuk menilai kompetensi lulusan pada ^jenjang ^pendidikan tertentu berdasarkan kriteria ^yang ditetapkan. Ayat (4) . Ayat (a) Cukup ^jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup ^jelas Pasal 26 Ayat (1) Sistem penjaminan mutu Pendidikan Pesantren ^terdiri atas sistem penjaminan mutu internal dan ^sistem penjaminan mutu eksternal. Sistem tersebut mencakup penilaian Iembaga Pendidikan Pesantren berdasarkan kriteria mutu yang ditetapkan, rekognisi ^lulusan, rekognisi pendidik, dan tenaga kependidikan ^sebagai tenaga profesional, rekognisi kesetaraan kualifikasi ^dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan ^dengan pendidikan formal melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau, afirmasi dalam melindungi kekhasan Pendidikan Pesantren, serta fasilitasi ^dalam mengembangkan Pendidikan Pesantren. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Penetapan oleh Menteri dimaksudkan sebagai ^pengakuan negara atas putusan Majelis Masyayikh sebagai aspek administratif.
Pasal 27
Pasal 27 Cukup ^jelas Pasal 28 Cukup ^jelas Pasal 29 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "kriteria mutu" adalah acuan mutu yang dikembangkan berdasarkan kekhasan Pendidikan Pesantren dan dapat berbentuk standar nasional pendidikan danf atau bentuk lain yang sejenis. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Pasal 30 Cukup ^jelas Pasal 31 Cukup ^jelas Pasal 32 Cukup ^jelas Pasal 33 Cukup ^jelas.
Pasal 34
Pasal 34 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Penetapan sebagai tenaga pendidik ^profesional ^dapat berbentuk pemberian sertifikat ^pendidik, ^pemberian nomor registrasi pendidik, atau bentuk lain ^yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 35 Yang dimaksud dengan "tenaga ^lain" adalah ^tenaga kependidikan yang diangkat dari anggota ^masyarakat ^untuk menunjang kegiatan pendidikan. Pasal 36 Cukup ^jelas Pasal 37 Cukup ^jelas Pasal 38 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Pendakwah Islam dapat ^juga disebut ^sebagai ^dai ^atau mubalig.
Pasal 39 Pasal 39 Yang dimaksud dengan "melalui lembaga dakwah ^yang dibentuk dan dikelola oleh Pesantren" adalah dakwah ^yang dilakukan melalui pengorganisasian secara terstruktur ^dan terencana dalam bentuk lembaga dakwah yang diselenggarakan oleh Pesantren. Pasal 40 Cukup ^jelas Pasal 41 Cukup ^jelas Pasal 42 Cukup ^jelas Pasal 43 Cukup ^jelas. Pasal 44 Cukup ^jelas Pasal 45 Cukup ^jelas Pasal 46 Cukup ^jelas Pasal 47 Cukup ^jelas Pasal 48 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Sumber lain yang sah antara lain hibah ^luar ^negeri, hibah dalam negeri, badan usaha, dan ^pembiayaan internal. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 49 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dana abadi ^Pesantren" ^adalah dana yang dialokasikan khusus untuk ^Pesantren. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 50 Cukup ^jelas Pasal 51 Cukup ^jelas Pasal 52 Cukup ^jelas Pasal 53 Cukup ^jelas Pasal 54 Cukup ^jelas. Pasal 55 Cukup ^jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK ^INDONESIA ^NOMOR 6406
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.