Pekerja Sosial
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019
Kerangka Peraturan
No.182, 2019 KESRA. Pekerja. Sosial. (Penjelasan dalam No.182, 2019 KESRA. Pekerja. Sosial. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6397) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2019 TENTANG PEKERJA SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
bahwa negara bertanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang dilakukan melalui penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial saat ini belum optimal dan terjadi perubahan sosial di dalam masyarakat yang berdampak pada peningkatan jumlah dan kompleksitas permasalahan kesejahteraan sosial;
bahwa permasalahan kesejahteraan sosial perlu ditangani melalui praktik pekerjaan sosial yang profesional, terencana, terpadu, berkualitas, dan berkesinambungan untuk memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosial;
bahwa pengaturan pekerja sosial masih bersifat parsial dan belum sepenuhnya diatur dalam suatu ketentuan peraturan perundang-undangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pekerja Sosial;
Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEKERJA SOSIAL. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi.
Praktik Pekerjaan Sosial adalah penyelenggaraan pertolongan profesional yang terencana, terpadu, berkesinambungan dan tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Keberfungsian Sosial adalah suatu kondisi yang memungkinkan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat mampu memenuhi kebutuhan dan hak dasarnya, melaksanakan tugas dan peranan sosialnya, serta mengatasi masalah dalam kehidupannya.
Pencegahan Disfungsi Sosial adalah upaya untuk mencegah keterbatasan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam menjalankan keberfungsian sosialnya.
Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Pemberdayaan Sosial adalah upaya yang diarahkan untuk menjadikan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah sosial agar berdaya sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Pengembangan Sosial adalah upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan atau daya guna individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang sudah berfungsi dengan baik.
Pelindungan Sosial adalah upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial.
Klien adalah penerima manfaat pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial yang meliputi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan secara hukum terhadap kompetensi Pekerja Sosial untuk dapat menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah lulus Uji Kompetensi.
Uji Kompetensi adalah proses penilaian kompetensi secara terukur dan objektif untuk menilai capaian kompetensi dalam Praktik Pekerjaan Sosial dengan mengacu pada standar kompetensi.
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Pekerja Sosial yang memiliki Sertifikat Kompetensi untuk menjalankan Praktik Pekerjaan Sosial di Organisasi Pekerja Sosial.
Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Organisasi Pekerja Sosial kepada Pekerja Sosial yang telah diregistrasi.
Registrasi Ulang adalah pencatatan ulang terhadap Pekerja Sosial yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
Surat Izin Praktik Pekerja Sosial yang selanjutnya disingkat SIPPS adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Pekerja Sosial sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Pekerjaan Sosial.
Organisasi Pekerja Sosial adalah wadah berhimpun Pekerja Sosial yang bersifat independen, mandiri, dan berbadan hukum.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Pasal 2
Pekerja Sosial melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial dengan berasaskan:
nondiskriminatif;
kesetiakawanan;
keadilan;
profesionalitas;
kemanfaatan;
keterpaduan;
kemitraan;
aksesibilitas; dan
akuntabilitas.
Pasal 3
Pekerja Sosial melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial dengan tujuan:
mencegah terjadinya disfungsi sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
memulihkan dan meningkatkan Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi masalah kesejahteraan sosial;
meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam rangka mencapai kemandirian individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat; dan
meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan. BAB II PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL Bagian Kesatu Umum
Pasal 4
Praktik Pekerjaan Sosial meliputi:
Pencegahan Disfungsi Sosial;
Pelindungan Sosial;
Rehabilitasi Sosial;
Pemberdayaan Sosial; dan
Pengembangan Sosial.
Pasal 5
Praktik Pekerjaan Sosial harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana pelayanan sesuai dengan standar pelayanan dan standar operasional prosedur. Bagian Kedua Pencegahan Disfungsi Sosial
Pasal 6
(1)Pencegahan Disfungsi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk mencegah terjadinya disfungsi sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
(2)Pencegahan Disfungsi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
penyuluhan sosial;
bimbingan sosial;
pendampingan sosial;
peningkatan kapasitas;
pelatihan keterampilan;
pelayanan aksesibilitas;
advokasi sosial; dan/atau
Pencegahan Disfungsi Sosial bentuk lain.
(3)Pencegahan Disfungsi Sosial bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h ditetapkan oleh Menteri. Bagian Ketiga Pelindungan Sosial Pasal 7
(1)Pelindungan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
(2)Pelindungan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
bantuan sosial;
advokasi sosial; dan/atau
pemberian akses bantuan hukum. Bagian Keempat Rehabilitasi Sosial
Pasal 8
(1)Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
(2)Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, dan koersif.
Pasal 9
Rehabilitasi Sosial terdiri atas:
Rehabilitasi Sosial dasar; dan
Rehabilitasi Sosial lanjut.
Pasal 10
(1)Rehabilitasi Sosial dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a merupakan upaya yang dilakukan untuk memulihkan Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat.
(2)Rehabilitasi Sosial dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
motivasi dan diagnosis psikososial;
perawatan dan pengasuhan;
bimbingan mental spiritual;
bimbingan fisik;
bimbingan sosial dan konseling;
pelayanan aksesibilitas;
bantuan dan asistensi sosial; dan/atau
rujukan.
Pasal 11
(1)Rehabilitasi Sosial lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b merupakan upaya yang dilakukan untuk mengembangkan Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
(2)Rehabilitasi Sosial lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
motivasi dan diagnosis psikososial;
perawatan dan pengasuhan;
pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
pelayanan aksesibilitas;
bantuan dan asistensi sosial;
bimbingan resosialisasi;
bimbingan lanjut; dan/atau
rujukan.
(3)Selain bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Rehabilitasi Sosial lanjut juga dilakukan dalam bentuk:
terapi fisik;
terapi mental spiritual;
terapi psikososial;
terapi untuk penghidupan;
pemenuhan hidup layak;
dukungan aksesibilitas; dan/atau
bentuk lainnya yang mendukung Keberfungsian Sosial.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Pemberdayaan Sosial
Pasal 13
(1)Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk:
memberdayakan individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami masalah sosial agar mampu meningkatkan kualitas kehidupannya secara mandiri; dan
meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
(2)Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
identifikasi permasalahan dan sumber daya yang dapat dikembangkan;
penumbuhan kesadaran dan pemberian motivasi;
pelatihan keterampilan;
penguatan kelembagaan dalam masyarakat;
pendampingan;
kemitraan dan penggalangan dana;
pemberian akses terhadap stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha;
peningkatan akses pemasaran hasil usaha;
supervisi dan advokasi sosial;
penguatan keserasian sosial; dan/atau
bimbingan lanjut. Bagian Keenam Pengembangan Sosial
Pasal 14
(1)Pengembangan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas kehidupan serta Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat melalui partisipasi aktif atas prakarsa perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
(2)Pengembangan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
pemetaan sosial;
advokasi sosial;
pendidikan psikoedukasi;
kampanye sosial;
pengembangan kemitraan;
peningkatan aksesibilitas;
supervisi sosial;
penguatan integrasi sosial;
pengembangan inovasi pekerjaan sosial; dan/atau
Pengembangan Sosial bentuk lain.
(3)Pengembangan Sosial bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j ditetapkan oleh Menteri. BAB III STANDAR PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 15
(1)Praktik Pekerjaan Sosial dilaksanakan berdasarkan standar Praktik Pekerjaan Sosial.
(2)Standar Praktik Pekerjaan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
standar operasional prosedur;
standar kompetensi Pekerja Sosial; dan
standar layanan. Bagian Kedua Standar Operasional Prosedur
Pasal 16
(1)Standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a meliputi:
pendekatan awal;
asesmen;
perencanaan intervensi;
intervensi; dan
evaluasi, rujukan, dan terminasi.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Standar Kompetensi Pekerja Sosial Pasal 17
(1)Standar kompetensi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b meliputi standar:
pengetahuan;
keterampilan; dan
nilai, dalam Praktik Pekerjaan Sosial.
(2)Standar kompetensi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Menteri dengan memperhatikan usulan dari Organisasi Pekerja Sosial.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar kompetensi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Standar Layanan Pasal 18
(1)Standar layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c dilandaskan pada fungsi Praktik Pekerjaan Sosial.
(2)Fungsi Praktik Pekerjaan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
mencegah disfungsi sosial;
melaksanakan Pelindungan Sosial;
melaksanakan Rehabilitasi Sosial;
melaksanakan Pemberdayaan Sosial; dan
melaksanakan Pengembangan Sosial.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IV PENDIDIKAN PROFESI PEKERJA SOSIAL
Pasal 19
Pendidikan profesi Pekerja Sosial merupakan pendidikan setelah sarjana yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bekerja sama dengan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau organisasi profesi yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.
Pasal 20
Untuk menyelesaikan pendidikan profesi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, peserta didik harus lulus Uji Kompetensi yang bersifat nasional.
Pasal 21
Syarat untuk mengikuti pendidikan profesi Pekerja Sosial:
sarjana kesejahteraan sosial;
sarjana terapan pekerjaan sosial; atau
sarjana ilmu sosial lainnya terkait kesejahteraan sosial.
Pasal 22
Untuk melakukan Praktik Pekerjaan Sosial, seseorang harus lulus Uji Kompetensi.
Pasal 23
(1)Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan melalui:
pendidikan profesi Pekerja Sosial; atau
rekognisi pembelajaran lampau.
(2)Uji Kompetensi melalui pendidikan profesi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperuntukkan bagi peserta didik pendidikan profesi Pekerja Sosial.
(3)Uji Kompetensi melalui rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperuntukkan bagi setiap orang yang sudah bekerja, mempunyai pengalaman di bidang pelayanan sosial, dan/atau telah mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang pelayanan sosial.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan rekognisi pembelajaran lampau untuk mengikuti Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi.
Pasal 24
Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial.
Pasal 25
Peserta yang lulus Uji Kompetensi dalam pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a berhak mendapatkan sertifikat profesi dari perguruan tinggi dan Sertifikat Kompetensi dari Organisasi Pekerja Sosial serta berhak melakukan Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 26
Peserta yang lulus Uji Kompetensi melalui rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b berhak mendapatkan Sertifikat Kompetensi dan dinyatakan sebagai Pekerja Sosial serta berhak melakukan Praktik Pekerjaan Sosial. __
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan profesi Pekerja Sosial dan Uji Kompetensi diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi berkoordinasi dengan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Organisasi Pekerja Sosial. BAB V REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK Bagian Kesatu Registrasi
Pasal 28
(1)Setiap Pekerja Sosial yang melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial wajib memiliki STR.
(2)STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Organisasi Pekerja Sosial.
Pasal 29
Untuk memperoleh STR Pekerja Sosial harus memenuhi persyaratan:
memiliki Sertifikat Kompetensi;
memiliki surat keterangan kondisi jasmani dan rohani;
memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Pekerja Sosial; dan
membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik Pekerja Sosial.
Pasal 30
(1)STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
(2)Persyaratan untuk Registrasi Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
memiliki STR lama;
memiliki Sertifikat Kompetensi;
memiliki surat keterangan kondisi jasmani dan rohani;
membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik Pekerja Sosial; dan
telah mengabdikan diri sebagai Pekerja Sosial.
Pasal 31
STR tidak berlaku karena:
habis masa berlakunya dan Pekerja Sosial tidak mendaftar ulang;
atas permintaan sendiri;
Pekerja Sosial meninggal dunia; atau
dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi Ulang diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Registrasi Pekerja Sosial Lulusan Luar Negeri
Pasal 33
(1)Pekerja Sosial lulusan luar negeri yang akan melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial di Indonesia harus dilakukan evaluasi dan/atau verifikasi oleh Organisasi Pekerja Sosial.
(2)Evaluasi dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
bukti penyetaraan ijazah oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi;
surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan Sertifikat Kompetensi;
surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Pekerja Sosial;
surat keterangan kondisi jasmani dan rohani; dan
surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik Pekerja Sosial.
(3)Pekerja Sosial lulusan luar negeri yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan STR.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai Registrasi Pekerja Sosial lulusan luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Registrasi Pekerja Sosial Warga Negara Asing Pasal 34
(1)Pekerja Sosial warga negara asing dapat melakukan Praktik Pekerjaan Sosial di Indonesia.
(2)Pekerja Sosial warga negara asing yang melakukan Praktik Pekerjaan Sosial di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
(3)Pekerja Sosial warga negara asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan STR sementara oleh Organisasi Pekerja Sosial. Pasal 35
(1)STR sementara dapat diberikan kepada Pekerja Sosial warga negara asing yang melakukan kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pelayanan di bidang kesejahteraan sosial yang bersifat sementara di Indonesia.
(2)STR sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh STR sementara diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Izin Praktik
Pasal 37
(1)Pekerja Sosial yang menjalankan Praktik Pekerjaan Sosial mandiri wajib memiliki izin.
(2)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPPS.
(3)SIPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota tempat Pekerja Sosial menjalankan praktik mandirinya.
(4)Untuk mendapatkan SIPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pekerja Sosial harus melampirkan:
salinan STR yang masih berlaku; dan
surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan tempat Pekerja Sosial berpraktik.
(5)SIPPS masih berlaku apabila:
STR masih berlaku; dan
Pekerja Sosial berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPPS.
Pasal 38
(1)SIPPS hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik mandiri.
(2)SIPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja Sosial paling banyak untuk 2 (dua) tempat praktik mandiri.
Pasal 39
SIPPS tidak berlaku karena:
dicabut berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang- undangan;
habis masa berlakunya;
atas permintaan Pekerja Sosial; atau
Pekerja Sosial meninggal dunia.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak dan Kewajiban Pekerja Sosial
Pasal 41
Pekerja Sosial dalam melaksanakan pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial berhak:
memperoleh pelindungan hukum dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial;
memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien, keluarga, dan/atau pihak lain yang terkait;
meningkatkan kompetensi melalui pendidikan, pelatihan, dan pengembangan profesi;
mendapatkan promosi dan/atau penghargaan sesuai dengan prestasi kerja;
memiliki kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Pekerja Sosial; dan/atau
menerima imbalan jasa atas pelayanan yang telah dilakukan.
Pasal 42
Pekerja Sosial dalam melaksanakan pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial wajib:
memberikan pelayanan sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial;
memberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai pelayanan kepada Klien, keluarga, dan/atau pihak lain sesuai dengan kewenangannya;
menjaga kerahasiaan Klien;
merujuk Klien kepada pihak lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan sesuai dengan penanganan masalah;
meningkatkan mutu pelayanan pekerjaan sosial;
meningkatkan dan mengembangkan kompetensi serta pengetahuan secara berkelanjutan dan/atau keterampilan melalui pendidikan dan/atau pelatihan; dan g. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, latar belakang keluarga, disabilitas, dan status sosial ekonomi kepada Klien dalam menjalankan tugas keprofesionalan. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Klien
Pasal 43
Klien dalam menerima pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial berhak:
memperoleh pelayanan sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial;
memperoleh informasi secara benar dan jelas mengenai rencana intervensi Praktik Pekerjaan Sosial;
memberi persetujuan atau penolakan terhadap rencana intervensi yang akan dilakukan;
memperoleh jaminan kerahasiaan identitas dan kondisi Klien; dan
mengajukan keberatan atas pelayanan yang tidak sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 44
(1)Kerahasiaan identitas dan kondisi Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d dapat diungkapkan atas dasar:
kepentingan Klien;
permintaan aparatur penegak hukum;
persetujuan Klien; dan/atau
perintah undang-undang.
(2)Kepentingan Klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan ketentuan:
memperhatikan prinsip etik dalam keadaan darurat dan/atau keselamatan hidup; atau
harus dengan persetujuan Klien atau keluarga dalam keadaan tidak darurat.
Pasal 45
(1)Klien dalam menerima pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial wajib:
memberikan informasi yang lengkap, jelas, dan jujur mengenai kondisinya;
mematuhi nasihat dan petunjuk Pekerja Sosial; dan
memberikan imbalan jasa atas pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial yang diterima.
(2)Imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku jika Klien merupakan orang atau sekelompok orang yang tergolong miskin atau sedang dalam musibah. BAB VII ORGANISASI PEKERJA SOSIAL Pasal 46
(1)Pekerja Sosial membentuk Organisasi Pekerja Sosial yang bersifat independen, mandiri, dan berbadan hukum.
(2)Organisasi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan kompetensi, karier, pelindungan, dan kesejahteraan Pekerja Sosial.
(3)Pekerja Sosial wajib menjadi anggota Organisasi Pekerja Sosial.
(4)Pembentukan Organisasi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi Organisasi Pekerja Sosial dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan Pekerja Sosial.
Pasal 47
Organisasi Pekerja Sosial bertugas:
menyusun kode etik Pekerja Sosial;
melaksanakan Registrasi Pekerja Sosial;
meningkatkan pengetahuan, kompetensi, dan martabat Pekerja Sosial; dan
melakukan pelindungan dan pengawasan terhadap Pekerja Sosial yang melakukan Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 48
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Organisasi Pekerja Sosial berwenang:
menetapkan dan menegakkan kode etik Pekerja Sosial;
memberikan bantuan hukum kepada Pekerja Sosial;
melakukan pembinaan dan pengembangan Pekerja Sosial;
menyatakan terpenuhi atau tidaknya persyaratan Registrasi Pekerja Sosial;
menerbitkan, memperpanjang, membekukan, dan mencabut STR;
menyatakan terjadi atau tidaknya suatu pelanggaran kode etik Pekerja Sosial berdasarkan hasil investigasi;
menjatuhkan sanksi terhadap Pekerja Sosial yang tidak memenuhi standar Praktik Pekerjaan Sosial;
menjatuhkan sanksi terhadap Pekerja Sosial yang melakukan pelanggaran kode etik Pekerja Sosial; dan
melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial. BAB VIII DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK
Pasal 49
(1)Dewan kehormatan kode etik dibentuk oleh Organisasi Pekerja Sosial untuk menegakkan kode etik Pekerja Sosial.
(2)Dewan kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik Pekerja Sosial dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik Pekerja Sosial.
(3)Rekomendasi dewan kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaksanakan oleh Organisasi Pekerja Sosial.
(4)Rekomendasi dewan kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar Organisasi Pekerja Sosial serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
peringatan tertulis;
pembekuan sementara STR; dan/atau
pencabutan STR.
Pasal 50
Ketentuan mengenai keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan kode etik diatur dengan anggaran dasar Organisasi Pekerja Sosial. BAB IX TUGAS DAN WEWENANG Bagian Kesatu Umum
Pasal 51
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya Praktik Pekerjaan Sosial yang bermutu dan melindungi masyarakat penerima pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial. Bagian Kedua Pemerintah Pusat
Pasal 52
(1)Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 bertugas:
menyusun standar operasional prosedur, standar kompetensi, dan standar layanan;
menyusun standar pendidikan Pekerja Sosial;
menyusun tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi;
melakukan pembinaan terhadap penyelenggaran Praktik Pekerjaan Sosial bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial;
melakukan pengawasan penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial oleh Organisasi Pekerja Sosial;
mendorong tersedianya sarana pendidikan dan sumber daya dalam rangka percepatan penyelenggaraan pendidikan profesi Pekerja Sosial; dan g. melakukan pengelolaan basis data penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial skala nasional.
(2)Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Pemerintah Pusat dapat bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial.
Pasal 53
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pemerintah Pusat berwenang menetapkan:
program pemberdayaan dan pengembangan Pekerja Sosial skala nasional;
kebijakan sistem Registrasi Pekerja Sosial;
standar operasional prosedur, standar kompetensi, dan standar layanan; dan
tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi.
Pasal 54
Tugas dan wewenang Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53 dilaksanakan oleh menteri sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Ketiga Pemerintah Daerah
Pasal 55
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 bertugas:
melakukan pemberdayaan dan pengembangan Pekerja Sosial;
melakukan pengelolaan pangkalan data pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial di lingkup Pemerintah Daerah;
memfasilitasi pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial; dan
melakukan pengawasan pelaksanaan Praktik Pekerjaan Sosial bersama-sama dengan Organisasi Pekerja Sosial di daerah.
Pasal 56
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pemerintah Daerah berwenang:
menetapkan program pemberdayaan dan pengembangan Pekerja Sosial di lingkup Pemerintah Daerah;
mendapatkan data pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial dari pemangku kepentingan;
menetapkan program fasilitasi pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial; dan
memberikan dan mencabut izin praktik Pekerja Sosial setelah mendapatkan rekomendasi dari dewan kehormatan kode etik Organisasi Pekerja Sosial. BAB X PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 57
Masyarakat dapat berperan aktif dalam penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 58
Peran aktif masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 meliputi paling sedikit:
berpartisipasi dalam upaya pencegahan masalah sosial;
menyampaikan laporan adanya masalah sosial yang perlu penanganan Pekerja Sosial;
menyampaikan laporan terjadinya malpraktik yang dilakukan Pekerja Sosial;
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial; dan/atau
menyampaikan usulan perbaikan kebijakan terkait dengan pelaksanaan Praktik Pekerjaan Sosial. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Pekerja Sosial yang merupakan kelompok jabatan fungsional sebelum Undang-Undang ini diundangkan tetap diakui sebagai Pekerja Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Istilah pekerja sosial profesional yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai Pekerja Sosial, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 60
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967):
Pekerja sosial profesional yang telah melakukan pelayanan sosial tetapi belum mengikuti Uji Kompetensi, masih diberikan kewenangan melakukan pelayanan sosial untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan;
Pekerja sosial profesional yang belum tersertifikasi, tenaga kesejahteraan sosial, penyuluh sosial, dan relawan sosial yang telah melakukan pelayanan sosial diakui sebagai Pekerja Sosial setelah lulus Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan c. Pekerja sosial profesional yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi sebelum Undang-Undang ini diundangkan, tetap diakui sebagai Pekerja Sosial menurut Undang- Undang ini.
Pasal 61
Rekognisi pembelajaran lampau dilakukan dengan ketentuan:
setiap orang yang sudah mempunyai pengalaman dalam pelayanan sosial tetapi tidak berlatar belakang pendidikan sarjana kesejahteraan sosial atau sarjana terapan pekerjaan sosial harus mengikuti pendidikan profesi Pekerja Sosial; dan
b. setiap orang yang sudah bekerja, mempunyai pengalaman di bidang pelayanan sosial, dan/atau telah mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang pelayanan sosial dapat langsung mengikuti uji kompetensi sepanjang belum ada pendidikan profesi Pekerja Sosial dan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 62 Institusi yang melaksanakan Uji Kompetensi Pekerja Sosial sebelum Undang-Undang ini diundangkan masih dapat melakukan tugas dan wewenangnya sampai dengan Uji Kompetensi diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 63 Organisasi Pekerja Sosial yang sudah ada harus menyesuaikan tugas dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 64 Pendidikan Profesi Pekerja Sosial harus terselenggara di perguruan tinggi paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 65 Pelaksanaan Uji Kompetensi Pekerja Sosial harus diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 66 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai pekerja sosial profesional dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 33 ayat (2), Pasal 52 ayat (3) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 67 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan Praktik Pekerjaan Sosial, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini dan belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru. Pasal 68 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan. Pasal 69 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2019 ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Oktober 2019 PLT. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd TJAHJO KUMOLO
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.