Kepalangmerahan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018

Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :

a. b. bahwa kcgiatan kemanusiaan berupaya untuk mendukung tujuan ncgara dalam mclindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indoncsia untuk menciptakan kctertiban dunia dan berkeadilan sosial; bahwa untuk mclaksanakan kegiatan kemanusiaan ncgara mcmbentuk perhimpunan nasional yang menggunakan Lambang Kcpalangmerahan sebagai tanda pclindung dan tanda pcngcnal; bahwa dcngan tclah diratifikasinya Konvensi Jenewa Tahun 1949 dcngan Undang-Undang Nomor 59 Tahun l95U tentang Ikut-Serta Ncgara Rcpublik Indonesia dalam Scluruh Konpcnsi Jcnewa tanggal 12 Agustus 1949, mewajibkan ncgara untuk mcnerapkannya dalam sistem hukum nasional; bahwa pcngaturan mcngcnai Kepalangmerahan belum diatur dalam suatu Undang-Undang; bahwa bcrdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membcntuk Undang-Undang tentang Kcpalangmcrahan; Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 2O Undang-Undang Dasar Negara Rcpublik Indonesia Tahun 1945; C. d. e. Mengingat :

i. 2. Undang . R E P u J.T,[ t'tootf; * . r, o -2- 2. Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang ^Ikut- Serta Ncgara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jcncwa tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor ^109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ftafl; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ^KEPAI-ANGMERAIIAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini ^yang dimaksud ^dengan:

  1. Kepalangmerahan adalah hal-hal ^yang ^berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan, lambang ^palang merah, atau hal lain yang diatur berdasarkan konvensi. 2. Konvensi adalah Konvensi Jenewa Tahun ^1949 ^yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor ^59 Tahun 195i1 tentang lkut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. 3. Lambang Kepalangmerahan adalah simbol Kepalangmcrahan yang terdiri atas lambang palang merah dan lambang bulan sabit merah yang dilindungi bcrdasarkan Konvcnsi.

  2. Palang q,D R E P u J.Tot t,'^oSf; t . r, o -3- 4. Palang Merah indonesia yang selanjutnya ^disingkat PMI adalah perhimpunan nasional yang berdiri atas asas perikemanusiaan dan atas dasar ^sukarela dengan tidak membeda-bedakan bangsa, ^golongan, dan paham politik. 5. Kegiatan Kemanusiaan ^adalah ^kegiatan ^yang ^bersifat mcringankan penderitaan sesama manusia ^yang dengan tidak membedakan agama ^atau ^kepercayaan, suku, ^jenis kelamin, kcdudukan ^sosial, ^atau ^kriteria lain yang serupa. 6. Konflik Berscnjata ^adalah perang yang ^didahului ^oleh pcrnyataan dari suatu negara atau suatu ^sengketa antarnegara yang disertai ^pengerahan ^angkatan berscnjata ncgara. 7. Tanda Pelindung adalah ^lambang palang merah ^yang digunakan sebagai ^pelindung dalam ^penyelenggaraan Kepalangmerahan. 8. Tanda Pengenal adalah ^lambang palang merah ^yang digunakan scbagai ^pengenal untuk ^memberikan ^ciri dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan. 9. Setiap Orang adalah ^orang ^perseorangan ^atau korporasi.

  3. Pemerintah Pusat adalah ^Presiden ^Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan ^negara Republik Indonesia yang dibantu ^oleh ^Wakil ^Presiden dan mentcri sebagaimana dimaksud ^dalam ^Undang- Undang Dasar Ncgara Republik Indonesia ^Tahun 1945. 1 1. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah ^sebagai unsur penyclenggara Pemerintahan Daerah ^yang rnernimpin pclaksanaan urusan pemerintahan ^yang mcnjadi kewcnangan daerah otonom. BAB II REP,J.Tott ,?otf; tu'o -4- BAB Ii PENYELENGGARAAN KEPALANGMERAHAN

    Pasal 2

    Penyelenggaraan Kepalangmerahan ^dilakukan ^oleh:

    1. pemerintah; dan

    2. PMI.


    Pasal 3

    Penyelenggaraan Kepalangmerahan ^dilakukan ^dalam:

    1. masa damai; dan

    2. masa Konflik Bersenjata.


    Pasal 4

    Penyelenggaraan Kepalangmerahan ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan ^berdasarkan prinsip:

    1. kemanusiaan;

    2. kesamaan;

    3. kenetralan;

    4. kemandirian;

    5. kesukarelaan;

    6. kesatuan; dan

    7. kesemestaan.


    Pasal 5

    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Kepalangmerahan sebagaimana dimaksud daiam Pasal ^2 diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB III . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -5- BAB III BENTUK DAN PENGGUNAAN LAMBANG PALANG MERAH Bagian Kesatu Umum


    Pasal 6

    Negara Indonesia menggunakan lambang palang merah sebagai Lambang Kepalangmerahan.


    Pasal 7

    Dalam pcnyelenggaraan Kepalangmerahan, lambang palang merah bcrfungsi sebagai:

    1. Tanda Pelindung; dan

    2. Tanda Pengenal.


    Pasal 8

    Lambang palang merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b harus berukuran lebih kecil daripada lambang palang merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 hurufa. Bagian Kedua Bentuk


    Pasal 9
    (1)

    Lambang palang merah dalam Pasal 6 berbentuk: sebagaimana dimaksud a. gambar . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -6- a. gambar palang dengan ketentuan ^panjang ^palang horizontal dan panjang palang vertikal berukuran sama berwarna merah di atas dasar ^putih; dan/atau

    1. kata-kata palang merah. (2) Lambang palang merah sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) tcrcantum dalam Lampiran I ^yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ^ini. Bagian Ketiga Penggunaan Paragraf 1 Tanda Pclindung


    Pasal 10

    Lambang palang mcrah sebagai Tanda ^Pelindung digunakan olch Satuan Kesehatan ^Tentara ^Nasional Indonesia pada masa Konflik Bersenjata. Pasal 1 1 Penggunaan lambang palang merah sebagaimana dimaksud dalam Pasai 10 hanya digunakan oleh:

    1. personcl;

    2. rohaniwan yang diperbantukan;

    3. sarana transportasi kesehatan; dan

    4. fasilitas dan peralatan kesehatan, pada Satuan Kesehatan Tentara Nasionai Indonesia. Selain digunakan oleh Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia, Tanda Pelindung pada masa Konflik Bcrscnjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat digunakan oleh:

      (1)
      (2)
      1. PMI (3) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 7- a. PMI yang diperbantukan pada Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia;

    5. tenaga kesehatan sipil;

    6. rumah sakit sipil; dan

    7. sarana transportasi kesehatan sipil. Penggunaan lambang palang merah sebagaimana dimaksud pada ayal (21huruf b, huruf c, dan huruf d dapat dilakukan setelah mendapat izin Panglima Tentara Nasional Indonesia. Tata cara pemberian rzin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indoncsia.


    Pasal 12

    Penggunaan Lambang palang merah sebagai ^Tanda Pelindung sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^11 ayat (1) dapat ^juga digunakan ^pada masa damai.


    Pasal 13
    (1)

    Tanda Pelindung yang digunakan oleh Satuan Keschatan Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a ^dan huruf b, serta selain Satuan Kesehatan ^Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dan huruf b terdiri atas:

    1. kartu identitas;

    2. tanda pelindung dada; dan

    3. ban lengan, yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia. (2) Tanda Pelindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sclama bertugas.

    (4)

    4E REPUJSott',?otf; *.r,o -8- (3) Bentuk dan tata cara penggunaan Tanda Pelindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia. Paragraf 2 Tanda Pengenal


    Pasal 14

    Lambang palang mcrah sebagai ^Tanda ^Pengenal digunakan oleh:

    1. Satuan Kcsehatan Tentara Nasional ^Indonesia ^pada masa damai; dan

    2. PMI pada masa damai dan masa ^Konflik ^Bersenjata.


    Pasal 15

    Lambang paiang merah sebagai ^Tanda ^Pengenal ^pada masa damai scbagaimana dimaksud ^dalam Pasal ^14 dapat digunakan oleh unit kesehatan ^non-PMI ^dalam fungsinya untuk pertolongan ^pertama ^secara ^temporer setelah mendapat pcrsetujuan tertulis ^dari ^Pengurus Pusat PMI.


    Pasal 16

    PMI menggunakan lambang palang merah ^sebagai Tanda Pengenal untuk mendukung:

    1. Kegiatan Kemanusiaan; dan

    2. pcnyebarluasan hukum humaniter ^internasional. Selain untuk mendukung kegiatan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PMI menggunakan ^lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal untuk sarana transportasi kcsehatan serta barang bantuan ^lainnya yang diberikan kepada korban Konflik Bersenjata dan korban bencana.

      (1)

      (2)


    Pasal 17

    (21 (1) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -9-


    Pasal 17
    (1)

    Lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal digunakan sebagai tanda:

    1. keterlekatan;

    2. dekoratif; dan

    3. asosiatif. Tanda asosiatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat digunakan setelah mendapat persetujuan tcrtulis dari Pengurus Pusat PMI.


    Pasal 18

    Tanda Pengcnal yang digunakan oleh Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud daiam Pasal 14 huruf a terdiri atas:

    1. identitas;

    2. ban lengan; dan/atau

    3. tanda lain, yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia. Tanda Pcngenal yang digunakan oleh PMI scbagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri atas:

    4. kartu identitas;

    5. bendera PMI; dan

    6. tanda lain, yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat PMI.


    Pasal 19
    (1)

    Tanda Pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dapat digunakan pada saat terjadi kcrusuhan atau gangguan keamanan, tetapi tidak menyerupai Tanda Pelindung. (21 (2) Ketentuan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 10- (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanda Pengenal yang digunakan pada saat terjadi kerusuhan atau gangguan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dcngan Peraturan Pemerintah. BAB IV PENGGUNAAN LAMBANG KEPALANGM ERAHAN I NTERNASI ONAL Pasal 2O Dalam masa damai, petugas Komite Internasional ^Palang Merah, pctugas Federasi Internasional ^Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit ^Merah, ^serta perhimpunan nasional Kepalangmerahan negara lain ^yang dalam me njalankan tugasnya menggunakan ^Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal ^wajib membawa kartu identitas yang dikeluarkan ^oleh organisasinya masing-masing dan dikoordinasikan ^oleh PMI. Pasal 2 1 Dalam hal terjadi Konflik Berscnjata, para ^pihak ^yang terlibat dalam pertikaian wajib menghormati dan/atau memberikan pelindungan kepada objek ^yang menggunakan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pelindung sesuai dengan ketentuan hukum humaniter internasional. BAB V m PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA BAB V PALANG MERAH INDONESIA " Bagian Kesatu Tugas


    Pasal 22

    PMI bertugas:

    1. memberikan bantuan Bersenjata, kerusuhan, lainnya;

    2. memberikan pelayanan darah sesuai ^dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    3. melakukan pembinaan relawan;

    4. melaksanakan pendidikan dan ^pelatihan ^yang berkaitan dengan Kepalangmerahan;

    5. menyebarluaskan informasi yang berkaitan ^dengan kegiatan Kcpalangmerahan;

    6. membantu dalam penanganan musibah ^dan/atau bencana di dalam dan di luar negeri;

    7. membantu pemberian pelayanan kesehatan dan sosial; dan

    8. melaksanakan tugas kemanusiaan lainnya ^yang diberikan oleh pemerintah. Bagian Kedua Lambang PMI


    Pasal 23

    Larnbang PMI berbentuk palang garis merah berbentuk bunga (lima) di atas dasar putih. kepada korban Konflik dan gangguan keamanan merah yang dilingkari melati berkelopak 5 (1) (2) Bentuk .

    (1)

    (21 (2) Bentuk lambang PMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang- Undang ini.


    Pasal 24

    Lambang PMI hanya digunakan oleh personel, unit pelaksana teknis, fasilitas dan peralatan kesehatan, bangunan, sarana transportasi kesehatan, serta sarana lain yang berkaitan dengan kegiatan PMI.


    Pasal 25

    Lambang PMI hanya dapat digunakan oleh pihak lain untuk tujuan yang mendukung kegiatan Kepalangmerahan setelah mendapat persetujuan Pengurus Pusat PMI. Dalam hal pihak lain menggunakan Lambang PMI bersama dcngan logo atau merek suatu produk barang atau jasa untuk kepentingan mendukung kegiatan Kcpalangmerahan, persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat PMI. Bagian Ketiga Organisasi


    Pasal 26

    PMI terdiri atas:

    1. PMI Pusat;

    2. PMI Provinsi;

    3. PMI Kabupaten/kota; dan

    4. PMI Kecamatan.


    Pasal 27
    Pasal 27
    (1)

    PMI Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a berkedudukan di ibukota negara dan memiliki wilayah ^'kerja meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia. (2) PMI Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b berkedudukan di ibukota provinsi memiliki wilayah kcrja meliputi wilayah provinsi. (3) PMI Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c berkedudukan di ibukota kabupaten/kota memiliki wilayah kerja meliputi wilayah kabupaten / kota. (4) PMI Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d berkedudukan di kecamatan memiliki wilayah kerja meliputi wilayah kecamatan.



    Pasal 28

    Ketentuan mengenai struktur organisasi, kepengurusan, unit pelaksana teknis, wewenang, tanggung ^jawab PMI, serta tata cara pcnggunaan lambang PMI ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PMI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bagian Keempat Kerja Sama dan Koordinasi


    Pasal 29
    (1)

    Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, PI|vII bekerja sarna dan berkoordinasi dengan organisasi internasional dan organisasi nasional yang bergerak di bidang kemanusiaan serta instansi pemerintah terkait. (21Kerja PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -14- (2) Kerja sama dan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Pendanaan


    Pasal 30

    Pendanaan PMI dapat diperoleh dari:

    1. donasi masyarakat yang tidak mengikat; dan

    2. sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain pendanaan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1), Pemerintah Pusat dan Pemerintah ^Daerah dapat memberikan dukungan dana dari ^anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

      (1)

      (21 (1) (2)


    Pasal 31

    Pengelolaan pcndanaan PMI dilaksanakan transparan, tertib, dan akuntabel sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengelolaan pendanaan PMI diaudit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT secara dengan dengan Peran Pasal 32 serta masyarakat dalam kegiatan Kepalangmerahan dapat dilakukan dengan cara:

    1. memberikan a. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 15- memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana; mengawasi kegiatan Kepalangmerahan; memberikan masukan terhadap kebijakan Kepalangmerahan; dan

    2. menyampaikan informasi danlatau laporan penyalahgunaan lambang dan nama Kepalangmerahan. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


    Pasal 33

    Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Kepalangmerahan.


    Pasal 34

    Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Kcpalangmerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan terhadap orang perseorangan, kelompok orang, dan organisasi atau lembaga kemanusiaan iainnya yang terdaftar.


    Pasal 35

    Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 33, Ketua Umum PMI melaporkan kegiatan Kepalangmerahan kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau secara insidental. b. c. BAB VIII (1) (2) BAB VIII LARANGAN ' Pasal 36 Setiap Orang dilarang menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung selain sebagaimana ^yang ^diatur dalam Undang-Undang ini. Setiap Orang dilarang menyalahgunakan ^nama ^dan Lambang Kepalangmerahan scbagai Tanda ^Pengenal atau Tanda Pelindung dengan tujuan ^untuk mempcroleh keuntungan pribadi. Setiap Orang dilarang menggunakan nama ^dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang ^PMI sebagai merek suatu produk barang, ^jasa, atau ^nama suatu badan hukum tertentu atau ^organisasi ^tertentu danlatau menggunakan Lambang ^Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau ^iklan komersial. Setiap Orang dilarang meniru atau ^menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau ^nama dan lambang PMI yang berdasarkan bentuk ^dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan kesalahpengertian terhadap pcnggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI, kecuali lambang yang telah diatur dalam hukum internasional.

    (3)

    (4) BAB IX REPu JrT,: t,',35f; * r.,o -t7- BAB IX KETENTUAN PIDANA


    Pasal 37

    Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


    Pasal 38

    Setiap Orang yang menyalahgunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


    Pasal 39
    (1)

    Setiap Orang yang menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan hukum tertentu atau organisasi tertentu dan/atau menggunakan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) dipidana dcngan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 10.OOO.OOO.OO0,O0 (scpuluh miliar rupiah).

    (2)

    Selain REPuJrTntt,',?Sf; *u'o - 18- (2) Selain pidana pokok yang dijatuhkan, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa ^penarikan ^produk barang yang beredar dari peredaran.


    Pasal 40

    Setiap Orang yang meniru atau menggunakan ^nama ^dan Lambang Kepalangmerahan atau nama ^dan ^lambang ^PMI yang berdasarkan bentuk dan warna, ^baik ^sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan ^kerancuan ^dan kesalahpengertian terhadap ^penggunaan ^Lambang Kepalangmerahan atau lambang ^PMI ^sebagaimana dimaksud d,alam Pasal 36 ayat ^(a) ^dipidana ^dengan ^pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun ^dan/atau ^pidana denda paling banyak ^Rp100.000.000,00 ^(seratus ^juta rupiah). BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 4 1 Pada saat Undang-Undang ^ini ^mulai berlaku, ^penggunaan Lambang Kepalangmerahan ^yang telah ^digunakan ^oleh Setiap Orang yang tidak ^berhak ^berdasarkan ^Undang- Undang ini wajib diganti dalam ^waktu paling ^lama ^2 ^(dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ^ini ^diundangkan' BAB XI KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 42

    Pada saat Undang-Undang ini ^mulai ^berlaku:

    1. perhimpunan a. perhimpunan PMI yang diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 ditetapkan sebagai PMI berdasarkan Undang- Undang ini; PMI sebagaimana dimaksud dalam huruf a menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini.


    Pasal 43

    Organisasi kemanusiaan lain tetap dapat melaksanakan Kegiatan Kemanusiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 44

    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pcrundang-undangan yang mengatur Kepalangmerahan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini.


    Pasal 45

    Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.


    Pasal 46

    Undang-Undang ini mulai berlaku diundangkan. pada tanggal b. Agar . PRES IDEI{ REPUBLII( INDONESIA Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 9 Januari 2018 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Januari 2018 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 ^NOMOR ^4 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN ^2OL8 TENTANG KEPALANGMERAHAN I. UMUM Salah satu tujuan pembangunan nasional ^yang ^tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang ^Dasar ^Negara ^Republik ^Indonesia Tahun 1945 adalah ikut melaksanakan ^ketertiban ^dunia. ^Salah ^satu cara yang dapat digunakan untuk mendukung ^ketertiban ^dunia adalah melalui penyelenggaraan ^Kepalangmerahan, ^baik ^di ^dalam maupun di luar negeri. Penyelenggaraan ^Kepalangmerahan merupakan salah satu pelaksanaan ^perikemanusiaan ^yang ^adil ^dan beradab, wajib mendapatkan ^pelindungan. ^Pelindungan ^tersebut, terutama untuk menjamin ^penggunaan ^Lambang ^Kepalangmerahan oleh pihak-pihak yang melakukan ^penyelenggaraan Kepalangmerahan. Secara internasional, ^Konvensi Jenewa ^telah menetapkan tanda pembeda yang digunakan oleh para petugas ^penolong ^korban peperangan, yaitu dalam:

    1. Konvensi Jenewa I Tahun 1949;

    2. Konvensi Jenewa II Tahun 1949;

    3. Protokol Tambahan I Tahun 1977;

    4. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah ^XX ^Tahun ^1965; dan e. Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan ^Bulan Sabit Merah Internasional Tahun 1991. Konvensi Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh kurang lebih 192 negara, termasuk Indonesia melalui ratifikasi Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Ikut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Konvensi terscbut tidak memberikan pengesahan terhadap peperangan, tetapi untuk menetapkan ketentuan yang harus ditaati oleh negara-negara untuk mengurangi penderitaan akibat perang. Pengaturan penggunaan Lambang Kepalangmerahan dalam sebuah Undang-Undang merupakan salah satu kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak untuk diimplementasikan karena pada saat ini penggunaan Lambang Kepalangmerahan di Indonesia rancu dan tidak dapat dipastikan bahwa lambang tersebut sebagai tanda pembeda bagi petugas dan sarana relawan kemanusiaan tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh Konvensi Jenewa Tahun 1949. Perlunya pertimbangan untuk menggunakan satu lambang sesuai dengan hasil pertemuan pertemuan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20 di Wina Tahun 1965 dan direvisi oleh Dewan Dclegasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Budapest Tahun 1991. Kedua pertemuan telah menghasilkan pengaturan penggunaan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah oleh Perhimpunan Nasional (Regulation on the Use of Emblem of the Red Cross or the Red Crescent by the National Societies). Penyelenggaraan Kepalangmerahan berdasarkan Konvensi dilaksanakan oleh PMl. Perhimpunan PMI yang diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 ditetapkan sebagai PMI berdasarkan Undang- Undang ini dan menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini. Dalam penyelenggaraan Kepalangrnerahan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dan melindungi terhadap penyelenggaraan Kepalangmerahan yang dilaksanakan oleh PMI. II. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Dalam ketentuan ini penyelenggaraan ^Kepalangmerahan ^oleh pemerintah disesuaikan dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga. Pasal 3 yang dimaksud dengan "penyelenggaraan Kepalangmerahan dalam masa damai" antara ^lain ^adalah kegiatan ^penanggulangan akibat bencana alam, ^pengungsian, ^dan ^pemberian ^bantuan kemanusiaan, serta ^pencarian dan pertolongan korban. Yang dimaksud dengan ^"penyelenggaraan ^Kepalangmerahan dalam masa Konflik ^Bersenjata" ^antara ^lain ^adalah ^melindungi dan menolong korban ^perang, ^merawat ^orang ^yang ^sakit ^dan terluka, serta melaksanakan ^Kegiatan ^Kemanusian ^terkait ^dengan perdamaian dunia. Pasal 4 Huruf a Yang dimaksud dengan "prinsip ^kemanusiaan" ^adalah prinsip yang menekankan Kegiatan ^Kemanusiaan ^dalam ^hal memberikan bantuan tanpa diskriminasi ^kepada ^para korban perang, mencegah, dan mengurangi ^penderitaan manusia di mana pun dengan memanfaatkan ^kemampuannya, ^baik secara nasional maupun internasionai. ^Tujuannya ^adalah untuk melindungi ^jiwa dan ^kesehatan ^serta ^menjamin penghargaan bagi manusia dengan mengedepankan ^saling pengertian, persahabatan, kerja sama ^dan ^perdamaian ^abadi di antara umat manusia. Huruf b 3- Huruf b Yang dimaksud dengan "prinsip kesamaan" adalah ^prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan menyamakan ^dan tidak membedakan atas dasar kebangsaan, ^ras, ^agama, status, ataupun pandangan ^politik. ^Tujuannya ^meringankan penderitaan individu dan hanya membedakan ^korban menurut keadaan kesehatannya ^sehingga ^prioritas ^diberikan kepada korban yang keperluannya ^paling ^mendesak. Huruf c Yang dimaksud dengan "prinsip ^kenetralan" adalah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan ^dalam ^rangka menjaga kepercayaan ^para ^pihak ^dengan ^tidak ^berpihak ^di dalam perselisihan atau terlibat ^dalam ^kontroversi ^yang bersifat politis, rasial, keagamaan, ^atau ^ideologis. Huruf d yang dimaksud dengan "prinsip kemandirian" adalah prinsip yang menekankan Kegiatan ^Kemanusiaan ^yang ^mandiri. Perhimpunan Nasional, ^yang ^melakukan ^jasa-jasa kemanusiaan dan membantu ^Pemerintah ^Pusat ^dan Pemerintah Daerah serta tunduk ^pada ^hukum ^nasional di negaranya, harus selalu mempertahankan ^kemandiriannya sehingga mereka setiap saat ^dapat ^bertindak ^sesuai ^dengan prinsip-prinsip Gerakan. Huruf e yang dimaksud dengan "prinsip kesukarelaan" adalah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan ^bersifat ^sukarela dan tidak bermaksud sama sekali untuk ^mencari keuntungan. Huruf f Yang dimaksud dcngan "prinsip kesatuan" ^adalah ^hanya dapat didirikan satu perhimpunan ^palang ^merah ^atau ^bulan sabit merah nasional di dalam suatu negara. ^Palang ^merah atau bulan sabit merah tersebut harus terbuka ^bagi ^semua orang dan harus melaksanakan ^pelayanan kemanusiaannya di seluruh wilayah negara. 4- Huruf g . Huruf g Yang dimaksud dengan "prinsip kesemestaarr" ^adalah anggota-anggota gerakan Kegiatan Kemanusiaan ^diakui ^di seluruh negara. Masing-masing negara ^memiliki status ^atau kedudukan yang sama dan berbagi ^tanggung ^jawab ^dan kewajiban yang sama guna saling ^membantu ^di ^seluruh dunia. Pasal 5 Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas.


    Pasal 10

    Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "personel" ^adalah ^orang perseorangan, baik anggota Tentara Nasional ^Indonesia maupun pegawai negeri sipil ^yang ^bertugas ^pada Satuan Kesehatan Tentara ^Nasional ^Indonesia' Huruf b PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -6- Huruf b Yang dimaksud dengan "rohaniwan" adalah pemuka agama atau anggota Tentara Nasional Indonesia yang karena keahlian dan pengetahuannya memperoleh tugas dalam melakukan pelayanan kerohanian sesuai dengan agama yang dianut. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "tenaga kesehatan sipil" ^adalah tenaga kesehatan selain tenaga kesehatan ^pada ^Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia. Huruf c Yang dimaksud dengan "rumah sakit sipil" ^adalah rumah sakit di luar rumah sakit Tentara ^Nasional Indonesia, termasuk rumah sakit Kepolisian ^Negara Republik Indonesia. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 12 Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas.


    Pasal 14

    PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Pasal i4 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Ayat (1) Huruf a CukuP ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "hukum ^humaniter internasional" adalah hukum ^yang ^mengatur pelindungan korban perang yang meliputi ^Konvensi Den Haag dan Konvensi Jenewa, ^berikut ^yurisprudensi, perjanjian, dan hukum kebiasaan ^internasional' Ayat (2) CukuP ^jelas. Pasal 17 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "tanda ^keterlekatan", ^misalnya adalah pada lencana atau ^plat ^nomor kendaraan ^yang hanya boleh dikenakan ^pada personel ^dan ^barang ^milik PMI. Huruf b Yang dimaksud dengan "tanda dekoratif', ^misalnya adalah pada medali atau ^pamflet ^dan ^spanduk, ^hanya boleh dicantumkan oleh PMI sesuai ^dengan tujuan kegiatannya. Huruf c 7- PRES I DEN REPUt.'f r'NDoNESTA Huruf c Yang dimaksud dengan "tanda asosiatif', adalah lambang yang tampak pada pos pertolongan ^pertama pada kecelakaan, misalnya di pinggir ^jalan, di dalam stadion, atau ruang publik lainnya, atau ^pada ^sarana transportasi bukan milik PMI, tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya ^kepada warga sipil yang cedera atau sakit. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 18 Ayat (1) Huruf a CukuP ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "tanda rompi, ^jaket, dan heim. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "tanda rompi, ^jaket, dan helm. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 2O Cukup ^jelas. lain", antara lain toPi, lain", antara lain topi,


    Pasal 21

    Pasal 21 Yang dimaksud dengan "objek" adalah tenaga kesehatan dan rohaniwan Tentara Nasional Indonesia, personel PMI, tenaga kesehatan dan rohaniwan sipil, organisasi kemanusiaan lain, sarana dan tranportasi kesehatan, serta fasilitas dan peralatan kesehatan. Pasal 22 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Dalam ketentuan ini pelayanan darah yang dilakukan oleh PMI melalui Unit Donor Darah (UDD) PMI. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas.


    Pasal 25

    Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas.


    Pasal 28

    Cukup ^jelas. Pasal 29 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "organisasi ^internasional", antara lain Komite Internasional Paiang Merah ^dan ^Federasi Internasional Perhimpunan ^Nasional ^Palang ^Merah dan Bulan Sabit Merah. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup ^jelas. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup ^jelas.


    Pasal 34

    Cukup ^jelas. Pasal 35 Cukup ^jelas. Pasal 36 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "lambang ^yang hukum internasional" antara ^lain ^tanda digunakan pada lambang ^obat ^narkotika.


    Pasal 37

    Cukup ^jelas. Pasal 38 Cukup ^jelas.


    Pasal 39

    Cukup ^jelas.


    Pasal 40

    Cukup ^jelas. Pasal 41 Cukup ^jelas. telah diatur dalam palang merah Yang Pasal 42 .


    Pasal 42

    Cukup ^jelas.


    Pasal 43

    Cukup ^jelas.


    Pasal 44

    Cukup ^jelas.


    Pasal 45

    Cukup ^jelas.


    Pasal 46

    Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -t2- NEGARA REPBULIK INDONESIA ^NOMOR ^6180 LAMPIMN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN ^2018 TENTANG KEPALANGMERAHAN LAMBANG PALANG MERAH Penjelasan: 1, Umum a. Tanda palang berwarna merah di atas ^dasar ^warna ^putih. b. Ukuran panjang palang horizontal sama ^dengan panjang ^palang vertikal. 2. Perbandingan ukuran a. Ukuran ^jarak antara titik-titik: a sampai dengan b = b sampai dengan c ^= c ^sampai dengan ^d sampai dengan e = e sampai dengan f = f ^sampai ^dengan ^g sampai dengan h = h sampai dengan i = i ^sampai ^dengan ^j sampai dengan k = k sampai dengan I = I sampai ^dengan ^a. =d =j atr b. Apabila. ffi b. PRES IDEI{ REPUBLII( INDONESIA Apabila ditarik garis imajiner dari titik-titik: I sampai dengan c; c sampai dengan. f; sampai dengan 1; seakan-akan diperoleh sangkar yang sama. f sampai dengan i; i 5 (lima) buah bujur ttd. JOKO WIDODO PRES IDEI.I REPUBLII( INDONESIA LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG KEPALANGMERAHAN LAMBANG PALANG MERAH INDONESIA Penjelasan:


  4. Umum Tanda Palang Merah dengan Lingkaran Bunga harus selalu berwarna merah dan terletak di atas dasar warna putih. 2. Perbandingan ukuran a. Perbandingan ukuran Palang Merah sama seperti pada ketentuan Lampiran I;

    1. Lingkaran Bunga dibuat dengan menggabungkan 5 (lima) buah busur dan lingkaran bulat seperti membentuk gambar bunga berkelopak lima; c, Perbandingan antara lebar bidang palang dan kontur bunga (A: B) adalah 5:

  1. ttd. JOKO WIDODO

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):