Jasa Konstruksi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017

Kerangka<< >>

Menimbang: Menimbang: Mengingat: R E P u J.T,: ^t,',35|* = ^r, ^o UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan -lk*r. yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19a; b. bahwa sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan bangunan yang berlungsi sebagai pendukung atau prasarana at tirrit", "o.Irt ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwuj udnya tujuan pembarrguna., nasional ; c. bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum; d. bahwa Undang-undang Nomor 1g rahun Lggg tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan j asa konstruksi; e' bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,luruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang_Undang tentang Jasa Konstruksi; Pasal 20 dan pasal 2r undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun l94S; Dengan ^persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: $}ru **p,rq@ PRES IDEI..I .REPUBLIK II!DOI{ESIA Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaa., liorrstruksi. 2. Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan. 3. Pekerjaan Konstruksi adarah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoper..i".,, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan- kembali suatu bangunan. 4. Usaha Penyediaan Bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendirioleh peinerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerja sama untuk mewr-ijudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan kemanfaatan bangunan. 5. Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan Jasa Konstruksi. 6. Penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi. 7. subpenyedia Jasa ad.alah pemberi layanan Jasa Konstruksi kepada Penyedia Jasa. 8. Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara pengguna Jasa dan ^penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi. 9. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman teknis keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan perlindungan sosial tenaga kerja, ".it. tata lingkungan setempat dan pengeroraan lingkungan hidup daLm penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

  2. Kegagalan 10.

    1. t7.
  3. PRES IDL I{ REPUELIK INt)CINE.SIA -3- Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan seterah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi. sertifikat Badan usaha adalah tanda bukti pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan- badan usaha Jasa Konstruksi termasuk hasil penyetaraan kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi asing. sertifikasi Kompetensi Kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional, dan/atau standar khusus. sertifikat Kompetensi Kerja adalah tanda bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi. Tanda Daftar Usaha ^perseorangan adalah izin yang diberikan kepada usaha orang perseorangan untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi. Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebu t lzin Usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menladi kewenangan daerah otonom. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi. BAB II ASAS DAN TUJUAN

    Pasal 2

    Penyelenggaraan Jasa Konstruksi berrandaskan pada asas:

    1. kejujuran dan keadilan;

    2. manfaat;

    3. kesetaraan;

    4. kesetaraan;

    5. keserasian;

    6. keseimbangan;

    7. profesionalitas;

    8. kemandirian;

    9. keterbukaan' i. kemitraan;

    10. keamanan dan keselamatan;

    11. kebebasan;

    12. pembangunan berkelanjutan; dan

    13. wawasan lingkungan.


    Pasal 3

    Penyelenggaraan Jasa Konstruksi bertujuan untuk:

    1. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstrrrksi yang berkualitas;

    2. mewujudkan ketertiban penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    3. mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi;

    4. menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun;

    5. menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan

    6. menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. BAB III BAB III TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN Bagian Kesatu Tanggung Jawab


    Pasal 4
    (1)

    Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas:

    1. meningkatnya kemampuan dan kapasitas usaha Jasa Konstruksi nasional;

    2. terciptanya iklim usaha yang kondusif, penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang transparan, persaingan usaha yang sehat, serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa;

    3. terselenggaranya Jasa Konstruksi yang sesuai dengan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan;

    4. meningkatnya kompetensi, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja konstruksi nasional;

    5. meningkatnya kualitas penggunaan material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi dalam negeri;

    6. meningkatnya partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi; dan

    7. tersedianya sistem informasi Jasa Konstrrrksi. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, berkoordinasi dengan menteri teknis terkait. Bagian Kedua Kewenangan Paragraf 1 Kewenangan Pemerintah Pusat


    Pasal 5

    Untuk mencapai tujuan Pasal 4 ayat (1) huruf kewenangan: sebagaimana dimaksud dalam a, Pemerintah Pusat memiliki (1) a. mengembangkan a. mengembangkan struktur usaha Jasa Konstruksi;

    1. mengembangkan sistem persyaratan usaha Jasa Konstruksi;

    2. menyelenggarakan registrasi badan usaha Jasa Konstruksi;

    3. menyelenggarakan akreditasi bagi asosiasi perusahaan Jasa Konstruksi dan asosiasi yang terkait dengan rantai pasok Jasa Konstruksi;

    4. menyelenggarakan pemberian lisensi bagi lernbaga yang melaksanakan sertifikasi badan usaha;

    5. mengembangkan sistem rantai pasok Jasa Konstrtrksi;

    6. mengembangkan sistem permodalan dan sistem penjaminan usaha Jasa Konstruksi;

    7. memberikan dukungan dan pelindungan bagi pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional dalam mengakses pasar Jasa Konstruksi internasional;

    8. mengembangkan sistem pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi;

    9. menyelenggarakan penerbitan izin perwakilan badan usaha asing dan lzin Usaha dalam rangka penanaman modal asing;

    10. menyelenggarakan pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi asing dan Jasa Konstruksi kualifikasi besar;


  4. menyelenggarakan pengembangan layanan usaha Jasa Konstruksi;

    1. mengumpulkan dan mengembangkan sistem informasi yang terkait dengan pasar Jasa Konstruksi di negara yang potensial untuk pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional;

    2. mengembangkan sistem kemitraan antara usaha Jasa Konstruksi nasional dan internasional;

    3. menjamin terciptanya persaingan yang sehat dalam pasar Jasa Konstruksi;

    4. mengembangkan segmentasi pasar Jasa Konstrrrksi nasional;

    5. memberikan pelindungan hukum bagi pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional yang mengakses pasar Jasa Konstruksi internasional; dan

    6. menyelenggarakan registrasi pengalaman badan usaha Jasa Konstruksi.

      (2)

      Untuk a. mengembangkan sistem pemilihan penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

    7. mengembangkan Kontrak Kerja Konstruksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban .rrt"r. Pengguna Jasa dan penyedia Jasa;

    8. mendorong digunakannya alternatif penyelesaian sengketa penyelenggaraan Jasa Konstruksi di luar pengadilan; dan

    9. mengembangkan sistem kinerja penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi. (3) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, pemerintah pusat memiliki kewenangan:

    10. mengembangkan standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberranjutan daram penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

    11. menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatarr, dan keberranjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa Konstruksi;

    12. menyelenggarakan registrasi penilai ahli; dan

    13. menetapkan penilai ahli yang teregistrasi dalam hal terjadi Kegagalan Bangunan. (4) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, pEmerintah pusat memiliki kewenangan:

    14. mengembangkan standar kompetensi kerja dan pelatihan Jasa Konstruksi;

    15. memberdayakan rembaga pendidikan dan pelatihan kerja konstruksi nasional;

    16. menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan;

    17. mengembangkan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja konstruksi;

    18. menetapkan e. menetapkan standar remunerasi minimal kerja konstruksi;

    19. menyelenggarakan pengawasan sistem pelatihan, dan standar remunerasi minimal kerja konstruksi;

    20. menyelenggarakan akreditasi bagi asosiasi lisensi bagi lembaga sertifikasi profesi;

    21. menyelenggarakan registrasi tenaga keda konstmksi;

    22. menyelenggarakan registrasi pengalaman profesional tenaga kerja konstruksi serta lembaga pendidikan dan pelatihan kerja di bidang konstruksi;

    23. menyelenggarakan penyetaraan tenaga kerja konstruksi asing; dan

    24. membentuk lembaga sertifikasi profesi untuk melaksanakan tugas sertifikasi Kompetensi Kerja yang belum dapat dilakukan lembaga sertifikasi profLsi yang dibentuk oleh asosiasi profesi atau lembaga pendidikai dan pelatihan.

      (5)

      Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e, pemerintah pusat memiliki kewenangan: a- mengembangkan standar material dan peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi konstruksi;

    25. mengembangkan skema kerja sama antara institusi penelitian dan pengembangan dan seluruh pemangku kepentingan Jasa Konstruksi;

    26. menetapkan pengembangan teknologi prioritas; FRES IDEN REPUBLIK IIIDONESIA d. memublikasikan material dan serta teknologi konstruksi dalam pemangku kepentingan, baik internasional; bagi tenaga sertifikasi, bagi tenaga profesi dan peralatan konstruksi negeri kepada seluruh nasional maupun e. menetapkan dan meningkatkan penggunaan standar mutu material dan peralatan sesuai dengan standar Nasional Indonesia;

    27. melindungi kekayaan intelektuar atas material dan peialatan konstruksi serta teknorogi konstruksi hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan

    28. membangun sistem rantai pasok material, peralatan, dan teknologi konstruksi.

      (6)

      Untuk (7) (8) PRES IDEI.J REPUBLIK INIDONESIA\ (6) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:

    29. meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam pengawasan penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

    30. meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat Jasa Konstruksi;

    31. memfasilitasi penyelenggaraan forum Jasa Konstruksi sebagai media aspirasi masyarakat Jasa Konstruksi;

    32. memberikan dukungan pembiayaan terhadap penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi Kerja; dan

    33. meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam Usaha Penyediaan Bangunan. Dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:

    34. mengembangkan sistem informasi Jasa Konstruksi nasional; dan

    35. mengumpulkan data dan informasi Jasa Konstruksi nasional dan internasional. Pasal 6 (1) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:

    36. memberdayakan badan usaha Jasa Konstruksi;

    37. menyelenggarakan pengawasan proses pemberian lzin Usaha nasional;

    38. menyelenggarakan pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi di provinsi;

    39. menyelenggarakan pengawasan sistem rantai pasok konstruksi di provinsi; dan

    40. memfasilitasi 10 e. memfasilitasi kemitraan antara badan usaha Jasa Konstruksi di provinsi dengan badan usaha dari luar provinsi.

      (2)

      Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:

    41. menyelenggarakan pengawasan pemilihan penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi:

    42. menyelenggarakan pengawasan Konstruksi; dan Kontrak Keqja c. menyelenggarakan pengawasan tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan Jasa Konstruksi di provinsi. (3) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi kecil dan menengah. (41 Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan menyelenggarakan pengawasan:

    43. sistem Sertifikasi Kompetensi Kerja;

    44. pelatihan tenaga kerja konstruksi; dan

    45. upah tenaga kerja konstruksi. (5) untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e, gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:

    46. menyelenggarakan pengawasan penggunaan material, peralatan, dan teknologi konstruksi;

    47. memfasilitasi keda sama antara institusi penelitian dan pengembangan Jasa Konstruksi dengan seluruh pemangku kepentingan Jasa Konstruksi;

    48. memfasilitasi pengembangan teknologi prioritas;

    49. menyelenggarakan pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber material konstruksi; dan

    50. meningkatkan ,r",,.; S^ ^]_-1i,, ffi: * -$4ff PRES IDEI.I REPUBLIK INIDONESIA e. meningkatkan penggunaan standar mutu material dan peralatan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

      (6)

      Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:

    51. memperkuat kapasitas kelembagaan masyarakat Jasa Konstruksi provinsi;

    52. meningkatkan partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam pengawasan penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi; dan

    53. meningkatkan partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam Usaha Penyediaan Bangunan.

      (7)

      Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan mengumpulkan data dan informasi Jasa Iionstruksi di provinsi. Paragraf 2 Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi

      Pasal 7

      Kewenangan Pemerintah Daerah provinsi pada sub-urusan Jasa Konstrrrksi meliputi:


    54. penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli konstruksi; dan

    55. penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi cakupan daerah provinsi. Paragraf 3 Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten I Kota

      Pasal 8

      Kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota pada sub- uransan Jasa Konstruksi meliputi:


    56. penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi;

    57. penyelenggaraan b. c.

    58. PRES IDEI{ REPUBLIK II!DONESIA penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi cakupan daerah kabupaten/ kota; penerbitan rzin usaha nasional kualifikasi kecil, menengah, dan besar; dan pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan Jasa Konstruksi.

      Pasal 9

      Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan pasal 8, pemerintah pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat melibatkan masyarakat Jasa Konstruksi.


      Pasal 10

      Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 9 diatur dalam Peraturan tanggung jawab dan dalam Pasal 4 sampai Pemerintah. BAB IV USAHA JASA KONSTRUKSI Bagian Kesatu Struktur Usaha Jasa Konstruksi Paragraf 1 Umum Pasal 11, Struktur usaha Jasa Konstruksi meliputi:


    59. ^jenis, sifat, klasifikasi, dan layanan usaha; dan

    60. bentuk dan kualifikasi usaha. Paragraf 2 PRES I DEN REFUEI-lK ll.lDONESlA Paragraf 2 Jenis, Sifat, Klasifikasi, dan Layanan Usaha

      Pasal 12

      Jenis usaha Jasa Konstruksi meliputi:


    61. usaha ^jasa Konsultansi Konstruksi;

    62. usaha Pekerjaan Konstruksi; dan

    63. usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi.

      (1)

      Pasal 13 Sifat usaha ^jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi:

    64. umum; dan

    65. spesialis. Klasifikasi usaha ^jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:

    66. arsitektur;

    67. rekayasa;

    68. rekayasa terpadu; dan

    69. arsitektur lanskap dan perencanaan wilayah. Klasifikasi usaha ^jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:

    70. konsultansi ilmiah dan teknis; dan

    71. pengujian dan analisis teknis. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh ^jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    72. pengkajian;

    73. perencanaan;

    74. perancangan;

    75. pengawasan; dan/atau

    76. manajemen penyelenggaraan konstruksi.

      (2)
      (3)
      (4)
      (5)

      Layanan ."; .,#S i{,: ,,. EJil'-- A ".,38't, ffi,x,M -f6r44# FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA (s) Layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    77. survei;

    78. pengujian teknis; dan/atau

    79. analisis.

      Pasal 14

      Sifat usaha Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:


    80. umum; dan

    81. spesialis. Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    82. bangunan gedung; dan

    83. bangunan sipil. Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstrr.rksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:

    84. instalasi;

    85. konstruksi khusus;

    86. konstrrrksi prapabrikasi;

    87. penyelesaian bangunan; dan

    88. penyewaan peralatan. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    89. pembangunan;

    90. pemeliharaan;

    91. pembongkaran; dan/atau

    92. pembangunan kembali. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh pekerjaan Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pekerjaan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lainnya.

      (3)
      (1)
      (2)

      (41 (s)

      Pasal 15

      PRES I DEN REPUELIK INDONESIA


      Pasal 15

      (1)

      Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c meliputi:

    93. bangunan gedung; dan

    94. bangunan sipil. {2) ^Layanan ^usaha ^yang dapat ^diberikan ^oleh ^Pekedaan Konstruksi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    95. rancang bangun; dan

    96. perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.

      Pasal 16

      Perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 dilakukan dengan memperhatikan perrrbahan klasifikasi produk konstruksi yang berlaku secara internasional dan perkembangan layanan usaha Jasa Konstruksi.


      Pasal 17

      Kegiatan usaha Jasa Konstruksi didukung dengan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi. Sumber daya konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan berasal dari produksi dalam negeri.


      Pasal 18

      Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, sifat, klasifikasi, layanan usaha, perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha, dan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

      (1)

      (2t Paragraf 3 ,.}St^ ^q.{!,i, ffi*$ *ffi45q# PRES IDEI{ REPUE!LIK INDONESI,A _ 16_ Paragraf 3 Bentuk dan Kualifikasi Usaha


      Pasal 19

      Usaha Jasa Konstruksi berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Pasal 20 (1) Kualifikasi usaha bagi badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 terdiri atas:


    97. kecil;

    98. menengah; dan

    99. besar.

      (2)

      Penetapan kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penilaian terhadap:

    100. penjualan tahunan;

    101. kemampuan keuangan;

    102. ketersediaan tenaga kerja konstrrrksi; dan

    103. kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi. (3) Kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan batasan kemampuan usaha dan segmentasi pasar usaha Jasa Konstruksi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat {2) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Kedua Segmentasi Pasar Jasa Konstruksi Pasal 2 1 (1) usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) huruf a hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang:

    104. berisiko )!*? sin. j?,,,tf" ^' l --'=: .}\ir ffi: *)$ -*f=*aya,affi PIQtrS IDFiN REI-JtJBLIl( INDONESIA a. berisiko kecil;

    105. berteknologi sederhana; dan

    106. berbiaya kecil. (2) usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan y.rg sesuai dengan bidang keahliannya. Pasal 22 Badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi menengah sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) huruf b haiya dapat menyelenggarakan Jasa Konstrrrk"i p"a^ segmen p; ; , yang:

    107. berisiko sedang;

    108. berteknologi madya; dan/atau

    109. berbiaya sedang.

      Pasal 23

      Badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi besar sebagaimana dimaksud dalam ^pasal 20 ayat (1) huruf c yang berbadan-hukum dan perwakilan usaha Jasa Konstruksi "Jirrg hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang:


    110. berisiko besar;

    111. berteknologi tinggi; dan/atau

    112. berbiaya besar. Pasal 24 (1) Dalam hal penyelenggaraan Jasa Konstruksi menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta memenuhi kriteria berisiko kecil sampai dengan sedang, berteknologi sederhana sampai dengan madya, dan 6erbiaya tceclt sampai dengan sedang, pemerintah Daerah provinsi dapat membuat kebijakan khusus. (2) Kebijakan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (r) meliputi:

    113. keda sama ,r*: ii(t^ ^+l!.,in, ii*B *F.)gyqgW 18 a. kerja sama operasi dengan badan usaha Jasa Konstruksi daerah; dan/atau

    114. penggunaan Subpenyedia Jasa daerah. Pasal 25 Ketentuan lebih lanjut mengenai segmentasi pasar serta kriteria risiko, teknologi, dan biaya sebagaimana dimaksud d.alam pasal 21 sampai dengan Pasal 24 diatur dalam peraturan pemerintah. Bagian Ketiga Persyaratan Usaha Jasa Konstruksi Paragraf 1 Umum Pasal 26 Setiap usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal L9 yang akan memberilian layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Tanda Dafiar Usaha Perseorangan. setiap badan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Izin Usaha. randa Dartar ,".n"tiJl5fl"1gan dan rzin usaha Pasal 2T Tanda Daftar Usaha Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) diberikan oleh pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada usaha orang perseorangan yang berdomisili di wilayahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (1)
      (2)

      Pasal 28 rzin Usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota badan usaha yang berdomisili di wilayahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. ayat (2) kepada dengan

      Pasal 29

      ,*J.b -,rrr.. ,Y,l'-,I'!\t , ^SriS. #ffi -Fp4ffi FRES IDEI{ REPUELIK INDONIESIA 19


      Pasal 29

      (1)

      Izin Usaha dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan berlaku untuk melaksanakan kegiatan usaha Jasa Konstruksi di seluruh wilayah Republik Indonesia. (2) Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Fasal 27 dan Pasal 28 membentuk peraturan di daerah mengenai lzin Usaha dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan. Paragraf 3 Sertifikat Badan Usaha Pasal 30 (1) Setiap badan usaha yang mengerjakan Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha. (2) Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui suatu proses sertifikasi dan registrasi oleh Menteri. (3) Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    115. ^jenis usaha;

    116. sifat usaha;

    117. klasifikasi usaha; dan

    118. kualifikasi usaha. (4) Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha Jasa Konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri melalui lembaga Sertifikasi Badan Usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi. (5) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Menteri kepada asosiasi badan usaha yang memenuhi persyaratan:

    119. jumlah dan sebaran anggota;

    120. pemberdayaan kepada anggota;

    121. pemilihan pengurus secara demokratis;

    122. sarana d. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan

    123. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (6) setiap asosiasi badan usaha yang mendapatkan akreditasi wajib menjalankan kewajiban yang diatur dalam peraturan Menteri. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan registrasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan akreditasi asosiasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 4 Tanda Daftar Pengalaman Pasal 31 (1) Untuk mendapatkan pengakuan pengalaman usaha, setiap badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi menengah dan besar harus melakukan registrasi pengalaman kepada Menteri. (21 Registrasi pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tanda daftar pengalaman. (3) Tanda daftar pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

    124. nama paket pekerjaan;

    125. PenggunaJasa;

    126. tahun pelaksanaan pekerjaan;

    127. nilai pekerjaan; dan

    128. kinerja Penyedia Jasa. (4) Pengalaman yang diregistrasi ke dalam tanda daftar pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pengalaman menyelenggarakan Jasa Konstruksi yang sudah melalui proses serah terima. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keempat Bagian Keempat Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing dan Usaha Perseorangan Jasa Konstruksi Asing

      Pasal 32

      Badan usaha Jasa Konstruksi asing atau usaha perseorangan Jasa Konstruksi asing yang akan melakukan usaha Jasa Konstruksi di wilayah Indonesia wajib membentuk:


    129. kantor perwakilan; dan/atau

    130. badan usaha berbadan hukum Indonesia melalui kerja sama modal dengan badan usaha Jasa Konstruksi nasional.

      Pasal 33
      (1)

      Kantor perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a wajib: berbentuk badan usaha dengan kualifikasi yang setara dengan kualifikasi besar; memiliki izin perwakilan badan usaha Jasa Konstruksi asing;


    131. membentuk kerja sama operasi dengan badan usaha Jasa Konstruksi nasional berkualifikasi besar yang memiliki Izin Usaha dalam setiap kegiatan usaha Jasa Konstrrrksi di Indonesia;

    132. mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing;

    133. menempatkan warga negara Indonesia sebagai pimpinan tertinggi kantor perwakilan;

    134. mengutamakan penggunaan material dan teknologi konstruksi dalam negeri;

    135. memiliki teknologi tinggi, mutakhir, efisien, berwawasan lingkungan, serta memperhatikan kearifan lokal;

    136. melaksanakan proses alih teknologi; dan

    137. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundan g-undangan. (2) lzin perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b.

      (3)

      Kerja sama PRES IDEI.I REPUBLIK INDOI''IESIA (1) (21 (3)

      Pasal 34

      Ketentuan mengenai kerja sama modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam rangka kerja sama modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 huruf b harus memenuhi persyaratan kualifikasi besar sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (l) huruf c. Badan usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam rangka kerja sama modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki Izin Usaha. Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 35

      Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin perwakilan, tata gara kerja sama operasi, dan penggunaan lebitr- banyak tenaga kerja Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam pasal ^-ss ayat 1i1 huruf b, huruf c, huruf d, dan pemberian rzin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Kelima Pengembangan Usaha Jasa Konstruksi Pasal 36 (1) Pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ^pasal L2 dapat dilakukan melalui Usaha Penyediaan Bangunan.


      (4)
      (2)

      Usaha PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 23 (2) Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Usaha Penyediaan Bangunan gedung dan Usaha Penyediaan Bangunan sipil.

      (3)

      Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai melalui investasi yang bersumber dari:

    138. Pemerintah Pusat;

    139. Pemerintah Daerah;

    140. badan usaha; dan/atau

    141. masyarakat. (41 Perizinan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (5)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden. Bagian Keenam Pengembangan Usaha Berkelanj utan

      Pasal 37

      Setiap badan usaha Jasa Konstruksi harus melakukan pengembangan usaha berkelanj utan. Pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:


    142. meningkatkan tata kelola usaha yang baik; dan

    143. memiliki tanggung ^jawab profesional termasuk tanggung jawab badan usaha terhadap masyarakat. Pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh asosiasi badan usaha Jasa Konstruksi. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

      (1)
      (2)
      (3)

      (41 BAB V F]RES IDEI'I REPUBLIK INDOI.IESIA BAB V PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI Bagian Kesatu Umum Pasal 38 (1) Penyelenggaraan penyelenggaraan Jasa Konstruksi terdiri atas usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan. (21 Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi. (3) Penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi yang dikerjakan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden. Bagian Kedua Pengikatan Jasa Konstruksi Paragraf 1 Pengikatan Para Pihak

      Pasal 39

      Para pihak dalam pengikatan Jasa Konstruksi terdiri atas:


    144. PenggunaJasa; dan

    145. Penyedia Jasa. Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    146. orang perseoranganl atau b. badan.

      (1)
      (2)
      (3)

      Pengikatan (3) Pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat dan dapat dipertanggungj awabkan secara keilmuan.

      Pasal 40

      Ketentuan mengenai pengikatan di antara para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perrrndang-undangan yang mengatur mengenai hukum keperdataan kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Paragraf 2 Pemilihan Penyedia Jasa


      Pasal 41

      Pemilihan Penyedia Jasa hanya dapat diikuti oleh Penyedia Jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 34.


      Pasal 42

      Pemilihan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4l yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan Negara dilakukan dengan cara tender atau seleksi, pengadaan secara elektronik, penunjukan langsung, dan pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tender atau seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui prakualifikasi, pascakualifikasi, atau tender cepat. Pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa yang sudah tercantum dalam katalog. Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:


    147. penanganan darurat untuk kearnanan dan keselamatan masyarakat;

      (1)
      (2)
      (3)
      (4)
      1. pekerjaan PRES IDEI{ REPUELII( IND(f, ^t'lESlA c. d.

    148. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh Penyedia Jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak; pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara; pekerjaan yang berskala kecil; dan/atau kondisi tertentu. (5) Pengadaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk paket dengan nilai tertentu. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dan nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 43 (1) Pemilihan Penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam pengikatan hubungan keda Jasa Konstruksi dilakukan dengan mempertimbangkan:

    149. kesesuaian antara bidang usaha dan ruang lingkup pekerjaan;

    150. kesetaraan antara kualifikasi usaha dan beban kerja;

    151. kinerja Penyedia Jasa; dan

    152. pengalaman menghasilkan produk konstruksi sejenis. (2) Dalam hal pemilihan penyedia layanan jasa Konsultansi Konstruksi yang menggunakan tenaga kerja konstruksi pada jenjang jabatan ahli, Pengguna Jasa harus memperhatikan standar remunerasi minimal. (3) Standar remunerasi minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (21ditetapkan oleh Menteri.

      Pasal 44

      Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dilarang menggunakan Penyedia Jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa melalui tender atau seleksi, atau pengadaan secara elektronik. b.


      Pasal 45
      (1)
      (2)

      PRES IDEI\ REPUBLIK II{DOI{ESIA


      Pasal 45

      Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam hubungan kerja Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Fasal 4i sampai dengan Pasal 44 diatur dalam peraturan pemerintah. Paragraf 3 Kontrak Kerja Konstruksi Pasal 46 Pengaturan hubungan kerja antara pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus dituangkan dalam ^- Kontrak Kerja Konstruksi. Bentuk Kontrak Kerja Konstrtrksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dJngan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 47 Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:


    153. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;

    154. rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;

    155. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;

    156. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak pengguna Jasa untuk memperoleh hasil Jasa Konstruk"i-d"r, kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta hak penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan iasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Klnstruksi;

    157. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat;

    158. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya jaminan atas pembayaran;

      (1)
      1. wanprestasi F'RES IDEN REPUBLI}( INT]ONESIA 28 g. wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewqi iban sebagaimana diperj anj ikan;

    159. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;

    160. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;

    161. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;

    162. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;

  1. pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
    1. pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;

    2. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan;

    3. ^jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan

    4. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi. (2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif. Pasal 48 Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ^pasal 47, Kontrak Kerja Konstruksi:

    5. untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak kekayaan intelektual;

    6. untuk b.

    7. PRES IDEI.J REPUBLIK INDOITIESIA untuk kegiatan pelaksanaan layanan Jasa Konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang subpenyedia Jasa serta pemaiok bahan, komponen bangunan, danf atau peralatan yans harus memenuhi standar yang berlaku; dan yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.

      Pasal 49

      Ketentuan mengenai Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4T berlaku juga dalam Kontrak Kerja Konstruksi antara Penyedia Jasa aan suupenyedia Jasa. Pasal 50 (1) Kontrak Kerja Konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia. (2) Dalam hal Kontrak Kerja Konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat dalam bahasa Indonesia a.r, bahasa Inggris. (3) Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan Kontrai Kerja Konstruksi dalam bahasa Indonesia. Pasal 51 Ketentuan lebih lanjut mengenai sebagaimana dimaksud dalam pasal diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kontrak Kerja Konstruksi 46 sampai dengan Pasal 50 Bagian Ketiga Pengelolaan Jasa Konstruksi Paragraf 1 Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa Pasal 52 Penyedia Jasa dan subpenyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus:


    8. sesuai dengan perjanjian dalam kontrak;

    9. memenuhi b. c.

      (1)

      (2t PRES IDEI'.I REPUELIK II\DONESIA memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan; dan mengutamakan warga negara Indonesia sebagai pimpinan tertinggi organisasi proyek.

      Pasal 53

      Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, pekerjaan utama hanya dapat diberikan kepada Subpenyedia Jasa yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan Pasal 14. Pemberian pekerjaan utama kepada Subpenyedia Jasa yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan Pengguna Jasa. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa dengan kualifikasi menengah dan/atau besar mengutamakan untuk memberikan pekerjaan penunjang kepada Subpenyedia Jasa dengan kualifikasi kecil. Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa wajib memenuhi hak dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi. Pasal 54 (1) Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, penyedia Jasa dan/atau Subpenyedia Jasa wajib menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan tepat waktu sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi. (2) Penyedia Jasa dan/atau Subpenyedia Jasa yang tidak menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan/atau tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Keda Konstruksi.


      (3)

      (41 Paragraf 2 FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA Paragraf 2 Pembiayaan Jasa Konstruksi Pasal 55 (1) Pengguna Jasa . bertanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi. (2) Biaya Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (r) dapat bersumber dari dana pemerintah pusat, pemerintah Daerah, badan usaha, dan/atau masyarakat. (3) Tl"sq".rg jawab atas biaya Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan:

    10. kemampuan membayar; dan/atau

    11. komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi. (4) Kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibuktikan dengan dokumen dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bani, dokumen ketersediaan anggararT, atau dokumen lain yang disepakati dalam Kontrak Kerja Konstruksi. (5) Komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b didukung dengan jaminan melalui perjanjian kerja sama. Pasal 56 (1) Dalam hal tanggung jawab atas dibuktikan dengan kemampuan dimaksud dalam ^pasal 55 ayat (3) wajib melaksanakan pembayaran pekerjaan ^penyedia Jasa secara waktu. (2) Pengguna Jasa yang tidak menjamin ketersediaan biaya dan tidak melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jlmlah dan tepai waktu sebagaimana dimaksud pada ayai 1r; a"pat aike'nai qgnti kerugian sesuai dengan k"s.p.katan daram Kontrak Kerja Konstruksi. biaya Jasa Konstruksi membayar sebagaimana huruf a, Pengguna Jasa atas penyerahan hasil tepat jumlah dan tepat (3) Dalam (1) (21 (3) (41 IsRES IDEN REPUELIK II{DOF.IESIA (3) Dalam hal tanggung jawab atas layanan Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa harus mengetahui risiko mekanisme komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi dan memastikan fungsionalitas produk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 57

      Dalam pemilihan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Penyedia Jasa menyerahkan ^jaminan kepada Pengguna Jasa untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen pemilihan Penyedia Jasa. Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


    12. ^jaminan penawaran;

    13. ^jaminan pelaksanaan;

    14. ^jaminan uang muka;

    15. ^jaminan pemeliharaan; dan/atau

    16. ^jaminan sanggah banding. Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat dicairkan tanpa syarat sebesar nilai yang dijaminkan dan dalam batas waktu tertentu setelah pernyataan Pengguna Jasa atas wanprestasi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa. Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikeluarkan oleh lembaga perbankan, perusahaan asuransi, dan/atau perusahaan penjaminan dalam bentuk bank garansi dan/atau perjanjian terikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perubahan atas jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan dengan memperhatikan dinamika perkembangan penyelenggaraan Jasa Konstruksi baik nasional maupun internasional. Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perrrbahan atas ^jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden. (s) (6) Bagian Keempat ,,r..4$ *Jr-,r, lL: ..,.-' t': : : !i: ,ii\ * trt{ESlDEl'l t{EPU ELI l( ll.l Dol'.1 ^ESI/\ Bagian Keempat Perj anj ian Penyediaan Bangunan

      Pasal 58
      (1)

      Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau oleh pihak lain. (21 Dalam hal dikerjakan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan dilakukan melalui perjanjian penyediaan bangunan.

      (3)

      Para pihak dalam perjanjian penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (21terdiri atas:


    17. pihak pertama sebagai pemilik bangunan; dan

    18. pihak kedua sebagai penyedia bangunan. {4) ^Para ^pihak ^sebagaimana ^dimaksud pada ^ayat ^(3) ^terdiri atas:

    19. orang perseorangan; atau

    20. badan.

      (5)

      Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kerja sama Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan badan usaha dan/atau masyarakat.

      (6)

      Dalam perjanjian penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus dilakukan oleh Penyedia Jasa.

      (7)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden. BAB VI PRES IDEI'I REPUELIK II"IDONESIA BAB VI KEAMANAN, KESELAMATAN, KESEHATAN, DAN KEBERLANJUTAN KONSTRUKSI Bagian Kesatu standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan Pasal 59

      (1)

      Dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, pengguna Jasa dan Penyedia Jasa wajib memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan. (2) Dalam memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengguna Jasa dan/atau ^penyedia Jasa harus memberikan pengesahan atau persetujuan atas:

    21. hasil pengkajian, perencanaan, dan/atau perancangan;

    22. rencana teknis proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali;

    23. pelaksanaan suatu proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali;

    24. penggunaan material, peralatan dan/atau teknologi; dan/atau

    25. hasil layanan Jasa Konstruksi. (3) Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    26. standar mutu bahan;

    27. standar mutu peralatan;

    28. d. e.

    29. o b.

    30. standar keselamatan dan kesehatan kerja; standar prosedur pelaksanaan Jasa Konstrr.rksi; standar mutu hasil pelaksanaan Jasa Konstruksi; standar operasi dan pemeliharaan; pedoman pelindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan standar pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (4)

      Standar (41 (s) (1) (2) If RES IDEN REPUBLIK INDONESIA Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan untuk setiap produk Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh menteri teknis terkait sesuai dengan kewenangannya. Dalam men5rusun Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan untuk setiap produk Jasa Konstruksi, menteri teknis terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan kondisi geografis yang rawan gempa dan kenyamanan lingkungan terbangun. Bagian Kedua Kegagalan Bangunan Paragraf 1 Umum Pasal 60 Dalam hal penyelenggaraan Jasa Konstruksi tidak memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap Kegagalan Bangunan. Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penilai ahli. Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (21ditetapkan oleh Menteri. Menteri harus menetapkan penilai ahli dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya Kegagalan Bangunan. Paragraf 2 Penilai Ahli

      Pasal 61

      Penilai ahli sebagaimana dimaksud harus: dalam Pasal 60 ayat (21 (3) (41 (1) a. memiliki (2) PRES I DEN REPUELIK INDONESIA a. memiliki Serffikat Kompetensi Kerja pada jedang jabatan ahli di bidang yang sesuai dengan klasifikasi produk bangunan yang mengalami Kegagalan Bangunan;


    31. memiliki pengalaman sebagai perencana, pelaksana, dan/atau pengawas pada Jasa Konstruksi "."r"i dengan klasifikasi produk bangunan yang mengalami Kegagalan Bangunan; dan

    32. terdaftar sebagai penilai ahli di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi. Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas antara lain:

    33. menetapkan tingkat kepatuhan terhadap Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

    34. menetapkan penyebab terjadinya Kegagalan Bangunan;

    35. menetapkan tingkat keruntuhan dan/atau tidak berfungsinya bangunan;

    36. menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan;

    37. melaporkan hasil penilaiannya kepada Menteri dan instansi yang mengeluarkan izin membangufl, paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung- sejak tanggal pelaksanaan tugas; dan

    38. memberikan rekomendasi kebijakan kepada Menteri dalam rangka pencegahan terjadinya Kegagalan Bangunan. Pasal 62 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) penilai ahli dapat berkoordinasi dengan pihak berwenang yang terkait. Penilai ahli sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) wajib bekerja secara profesional dan tidak menjadi bagian dlri salah satu pihak.

      (1)

      (2)

      Pasal 63

      PRES IDEI{ REPUBLIK INDONESIA Pasal 63 Penyedia Jasa wajib mengganti atau memperbaiki Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) yang disebabkan kesalahan Penyedia Jasa. Pasal 64 Ketentuan lebih lanjut mengenai penilai ahli dan penilaian Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 3 Jangka Waktu dan Pertanggungiawaban Kegagalan Bangunan Pasal 65 (1) Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan rencana umur konstruksi. (21 Dalam hal rencana umur konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih dari 10 (sepuluh) tahun, Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penyerahan akhir layanan Jasa Konstruksi.


      (3)

      Pengguna Jasa bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan yang terjadi setelah jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

      (4)

      Ketentuan jangka waktu pertanggungjawaban atas Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dinyatakan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

      (5)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban dan pertanggungjawaban Penyedia Jasa atas Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 66

      (1)
      (2)

      pasal 66 Pengguna Jasa dan/atau pihak rain yang dirugikan akibat Kegagalan Bangunan dapat melapoiku.n" terjatinya suatu Kegagalan Bangunan kepada Menteri. Ketentuan lebih l."jt mengenai tata cara pelaporan terjadinya Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Menteri. pasal 67 Penyedia Jasa dan/atau pengguna Jasa wajib memberikan ganti kerugian dalam_ hal terjadi Kegagilan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal O5 firat (l), ay; t e), dan ayat (3).

      (2)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur daram Peraturan ^pemerintah. I-JRES IDEI{ REPUBLIK II{DONtrSIA BAB VII TENAGA KERJA KONSTRUKSI Bagian Kesatu Klasifikasi dan Kualifikasi pasal 6g fgl"g" ^kerja ^konstruksi ^diklasifikasikan berdasarkan bidang keilmuan yang terkait Jasa Konstruksi. Tenaga Kerja Konstruksi terdiri atas kualifikasi dalam jabatan:

    39. operator;

    40. teknisi atau analis; dan

    41. ahli.

      (1)
      (1)
      (2)
      (3)

      Kualifikasi (3) (4) (3) (41 (1) (2) Kualifikasi dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki jenjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi dan kualifikasi _tenaga ^keda kon'struksi ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan Menteri. Bagian Kedua Pelatihan Tenaga Kerja Konstruksi

      Pasal 69

      Pelatihan tenaga keqia konstruksi diselenggarakan dengan metode pelatihan kerja yang relevan, erJltfi dan efisien sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Standar Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelatihan tenaga keda konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh rembaga pendidikan dan pelatihan kerja sesuai dengan ketentrlan peraturan perundang-undangan. Lembaga pendidikan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diregistrasi oleh Menteri. Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan registrasi terhadap lembaga pendidikan d"r, pelatihan kerja yang telah memiliki iiin dan/atau terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih.. lanjut mengenai tata cara registrasi lembaga pendidikan dan p.r.tihu"r, kerja sebagiimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam peraiuran Menteri. (s) (6) (7) Bagian Ketiga .*.l!r *r1.. 'u: $tx. ^{}\il. , -gy4W PRES IDEI\ REFUBLIK INDOI.'IESIA 40 (1) (2) (3) Bagian Ketiga Sertifikasi Kompetensi Kerja


      Pasal 70

      setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Kompetensi Keda. Setiap Pengguna Jasa dan/atau penyedia Jasa wajib mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1). sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui uji kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja. sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diregistrasi oleh Menteri. Pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi. Lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib mengikuti ketentuan pelaksanaan uji kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 71

      Lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (5) dapat dibentuk oleh:


    42. asosiasi profesi terakreditasi; dan

    43. lembaga pendidikan dan pelatihan yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Akreditasi terhadap asosiasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan oleh Menteri kepada asosiasi profesi yang memenuhi persyaratan:

    44. jumlah dan sebaran anggota;

    45. pemberdayaan kepada anggota;

      (4)

      (s) (6) (1) (2) c. pemilihan (3) (4) (s) (6) (1) (2) (3) FRES IDEN REPUELIK INDONESIA c. pemilihan pengurus secara demokratis;

    46. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan

    47. pelaksanaan kewqiiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri. Dalam hal lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk profesi tertentu belum terbentuk, Menteri dapat melakukan Sertifikasi Kompetensi Kerja. Setiap asosiasi profesi yang mendapatkan akreditasi wajib menjalankan kewajiban yang diatur dalam peraturan Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara akreditasi asosiasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara Menteri melakukan sertifikasi Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keempat Registrasi Pengalaman Profesional Pasal 72 Untuk mendapatkan pengakuan pengalaman profesional, setiap tenaga kerja konstruksi harus melakukan registrasi kepada Menteri. Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tanda daftar pengalaman profesional. Tanda daftar pengalaman profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

    48. ^jenis layanan profesional yang diberikan;

    49. nilai pekerjaan konstruksi yang terkait dengan hasil layanan profesional;

    50. tahun pelaksanaan pekerjaan; dan

    51. nama Pengguna Jasa.

      (4)

      Ketentuan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi dan tata cara pemberian tanda daftar pengalaman profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayai (2) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Kelima Upah Tenaga Kerja Konstruksi Pasal 73 setiap tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat Kompetensi Kerja berhak atas imbalan yang layak atas layanan jasa yang diberikan. Imbalan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk upah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam Tenaga Kerja Konstruksi Asing

      Pasal 74

      Pemberi kerja tenaga kerja konstruksi asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing dan izin mempekerjakan tenaga kerja asing. Tenaga keda konstruksi asing dapat melakukan pekerjaan di bidang Jasa Konstruksi di Indonesia hanya pada jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tenaga kerja konstruksi asing pada jabatan ahli di bidang Jasa Konstruksi yang akan dipekerjakan oleh pemberi kerja harus memiliki surat tanda registrasi dari Menteri. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan berdasarkan sertifikat kompetensi tenaga kerja konstruksi asing menurut hukum negaranya. Tenaga kerja konstruksi asing pada jabatan ahli wajib melaksanakan alih pengetahuan dan alih teknologi kepada tenaga kerja pendamping sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      (1)
      (2)
      (1)
      (2)
      (3)
      (4)

      (s) (6) Pengawasan #.'ffi$ *ffi4y@ FRES IDEI{ REFUBLIK INDONESIA 43 (6) Pengawasan penggunaan tenaga kerja konstruksi ^asing dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan ^sesuai ^dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (71 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata ^cara ^registrasi ^bagi tenaga kerja konstruksi asing ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (4) diatur dalam Peraturan ^Menteri. Bagian Ketujuh Tanggung Jawab Profesi Pasal 75 (1) Tenaga kerja konstruksi ^yang ^memberikan ^layanan ^Jasa Konsiruksi harus bertanggung ^jawab ^secara ^profesional . ^terhadap ^hasil ^PekerjaannYa. (21 Pertanggungjawaban ^secara profesional ^terhadap ^hasil layanan Jasa Konstruksi ^dapat ^dilaksanakan ^melalui mekanisme penjaminan. BAB VIII PEMBINAAN Bagian Kesatu Penyelenggaraan Pembinaan Pasal 76

      (1)

      Pembinaan Jasa ^Konstruksi yang menjadi ^tanggung ^jawab Pemerintah Pusat diselenggarakan ^melalui:

    52. penetapan kebijakan ^pengembangan ^Jasa ^Konstruksi nasional;

    53. penyelenggaraan kebijakan ^pengembangan ^Jasa Konstruksi yang bersifat ^strategis, ^lintas ^negara, ^lintas provinsi, dan/atau berdampak ^pada ^kepentingan nasional;

    54. pemantauan dan ^evaluasi terhadap ^penyelenggaraan kebijakan pengembangan ^Jasa ^Konstruksi ^nasional;

      (2)
      1. pengem.bangan kerja sama dengan pemerintah Daerah provinsi dalam - menyelenggarakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Fisal T; d.an e. dukungan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat. Pembinaan Jasa Konstruksi yang dilaksanakan oleh gubernur- sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diselenggarakan meralui:

    55. penetapan pedoman teknis pelaksanaan kebijakan Jasa Konstruksi nasional di wilayah provinsi;

    56. penyelenggaraan kebijakan Jasa Konstruksi yang berdampak lintas kabupaten/kota di wilayah provinsi; ^- c. pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan kebijakan pengembangan Jasa Konstruksi nasional di wiiayah provinsi; dan

    57. penyelenggaraan pemberdayaan pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Pembinaan yang menjadi tanggung jawab pemerintah Daerah dilakukan oleh gubernur dan/atau walikota/bupati. Pembinaan Jasa Konstruksi oreh pemerintah Daerah di kabupaten/ kota dilaksanakan melalui:

    58. penyelenggaraan kebijakan Jasa Konstruksi yang berdampak hanya di wilayah kabupaten/kota; dan

    59. pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan kebijakan Jasa Konstruksi nasional di wilayah kabupaten/kota.

      Pasal 77

      Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Pernerintah Pusat dapat mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi.

      (3)

      (4) Bagian Kedua ffi rgyrqffi (1) (2) (1) (2) r]RES IDEI'J REPI"JBLIK II!DONESIA Bagian Kedua pendanaan pasal 78 Penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dan sub-urusan Jasa Konstruksi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat sebagaimanf dimaksud dalam pasal s dan pasal 6 didanai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara. Penyelenggaraan sub-urusan Jasa Konstruksi yang menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal T dan pasal g didanai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Bagian Ketiga Pelaporan


      Pasal 79

      Gubernur melaporkan penyelenggaraan sub-urusan Jasa Konstruksi kepada Menteri yang menjadi satu kesatuan {ang ^tidak ^terpisahkan ^dengan ^laporan ^penyelenggaraan Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan kelentuan peraturan perundang-undangan. Bupati dan walikota melaporkan penyelenggaraan sub- urusan Jasa Konstruksi kepada gubernur yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan lapo--ran penyelenggaraan Pemerintah Daerah kabupateilt ota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Pengawasan Pasal 80 Pemerintah Pusat dan/atau pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan terhalap penyelenggaraan Jasa Konstruksi meliputi:


    60. tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

    61. tertib . b.

    62. R E P u J,-T,i ^t",35|* u u, o tertib usaha dan perizinan tata bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan_undangan; dan tertib pemanfaatan dan kinerja penyedia Jasa daram menyelenggarakan Jasa Kon struksi. Pasal 81 selain melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pemerintah pusat melakufan pengawasan terhadap penyelenggaraan Jasa Konstruksi pada: a- bangunan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan

    63. bangunan perwakilan asing di wilayah Indonesia. Pasal 82 mengenai pembinaan sebagaimana sampai dengan ^pasal 81 diatur dalam BAB IX SISTEM INFORMASI JASA KONSTRUKSI Pasal 83 (1) Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dalam penyelenggaraan i."" Konstruksi dibentuk suatu sistem informasi yang terintegrasi. Ketentuan lebih lanjut dimaksud dalam Pasal 76 Peraturan Pemerintah.

      (2)

      sistem informasi yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data dan informasi yang berkaitan dengan:

    64. langgung jawab dan kewenangan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah; b' tugas pembinaan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan Pemerintah pusat dan pemerintah oaerahj dan c. tugas layanan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan oleh masyarakat jasa konstruksi.

      (3)
      (4)

      (s) (6) (1) (21 (3) PRES I DEN REPUELIK INDONESIA Setiap Pengguna Jasa dan penyedia Jasa serta institusi yang terkait dengan Jasa Konstruksi harus memberikan data dan informasi dalam rangka tugas pembinaan dan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pembiayaan .yang diperlukan dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem informasi yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara. Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi yang terintegrasi diatur dalam Peraturan Menteri. BAB X PARTI SIPASI MASYARAKAT

      Pasal 84

      Penyelenggaraan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi. Keikutsertaan masyarakat Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri. Unsur pengurus lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diusulkan dari:


    65. asosiasi perusahaan yang terakreditasi;

    66. asosiasi profesi yang terakreditasi;

    67. institusi pengguna Jasa Konstruksi yang memenuhi kriteria; dan

    68. perguruan tinggi atau pakar yang memenuhi kriteria. Selain unsu.r sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengurus lembaga dapat diusulkan dari asosiasi terkait rantai pasok konstruksi yang terakreditasi. (41 (5) Pengurus (71 (s) (6) (e) (1) PRES I DEN REPUBLIK INDONIESIA Pengurus lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri setelah mendapatkan pr.""tqru.r, dari Dewan Perwakilan Ralryat. Asosiasi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan oleh Menteri kepada yang memenuhi persyaratan:

    69. jumlah dan sebaran anggota;

    70. pemberdayaan kepada anggota;

    71. pemilihan pengurus secara demokratis;

    72. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan

    73. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh lembaga dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Biaya yang diperoleh dari masyarakat atas layanan dalam penyelenggaraan sebagian kewenangan yang dilakukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai penyelenggaraan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat yang mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstrrrksi dan pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 85 Masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengawasan penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan cara:

    74. mengakses informasi dan keterangan terkait dengan kegiatan konstruksi yang berdampak pada kepentingan masyarakat;

    75. melakukan pengaduan, gugatan, dan upaya mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan Jasa Konstruksi; dan

      (8)
      1. membentuk (2) PF{IISIDEI{ REPUEJLII( II\DOI\ESIA c. membentuk asosiasi profesi dan asosiasi badan usaha di bidang Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain berpartisipasi dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat jrgJ dapat memberikan masukan kepada pemerintah pusat dan/atau Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan Jasa Konstruksi. Partisipasi masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaduan, gugatan, dan upaya mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dalam Peraturan Pemerintah.

        Pasal 86

        Dalam hal terdapat pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf b akan adanya dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran yang disengaja dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, proses pemeriksaan hukum terhadap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dilakukan dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Dalam hal terdapat pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf b terkait dengan kerugian negara dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, proses pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan dalam hal:


    76. terjadi hilangnya nyawa seseorang; dan/atau

    77. tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi.

      (3)
      (4)
      (1)

      (21 (3) Pasal 87

      (1)
      (2)

      Pasal 87 selain penyelenggaraan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal g5, partisipasl masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat Jasa Konstiuksi melalui fomm Jasa Konstruksi. BAB XI PENYELESAIAN SENGKE-TA Pasal 88 Sengketa yang terjadi dalam Kontrak Kerja Konstruksi diselesaikan dengan prinsip dasar *r=ya: *"."h untuk . mencapai kemufakatan. Dalam hal musyawarah para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat *.r""p"i suatu kemufakatan, para pihak menemiuh tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi. !{am ^hal ^upaya ^penyelesaian sengketa ^tidak ^tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), para pihak yang bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis ,r,"rrge.rai tata cara penyelesaian sengketa yang akan dipilili. Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

    78. mediasi;

    79. konsiliasi; dan

    80. arbitrase. Selain upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b, paa pihak dapat membentuk dewan sengketa Dalam hal-upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan sengketa sebagiimana dimaksud pla" 1{"! ^(5), ^pemilihan ^keanggotaan dewan "".rgk"tu. dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian dari salah satu piirak.

      (3)
      (4)

      (s) (6) (7) Ketentuan.

      (7)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 89 setiap usaha orang perseorangan yang tidak memiliki Tanda Daftar usaha Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

    81. peringatantertulis;

    82. denda administratif; dan/atau

    83. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi. Setiap badan usaha dan badan usaha asing yang tidak memenuhi kewajiban memiliki lzin Usaha yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3), dikenai sanksi administratif berupa:

    84. peringatantertulis;

    85. denda administratif; dan/atau

    86. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi. Pasal 90 setiap badan usaha yang mengerjakan Jasa Konstruksi tidak memiliki sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

    87. dendaadministratif;

    88. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi; dan/atau

    89. pencantuman dalam daftar hitam. Setiap asosiasi badan usaha yang tidak melakukan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (6) dikenai sanksi administratif berupa:

      (1)
      (2)
      (1)

      (21 a. peringatan a-. b.

    90. PRES IDEhI REPUBLIK INDONESIA peringatan tertulis; pembekuan akreditasi; dan/atau pencabutan akreditasi. Pasal 91 Setiap badan usaha Jasa Konstruksi asing atau usaha orang perseorangan Jasa Konstruksi asing yanE akan melakukan usaha Jasa Konstruksi tidak ".rrrhi ketJntuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 dikenai sanksi administratif berupa:

    91. peringatantertulis;

    92. denda administratif; dan/atau

    93. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.

      Pasal 92

      setiap kantor perwakilan badan usaha asing yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksua aatam iasal 33 ayat (1) dikenai sanksi administratif bempa:


    94. peringatantertulis;

    95. denda administratif;

    96. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;

    97. pencantuman dalam daftar hitam;

    98. pembekuan izin; dan/atau

    99. pencabutan izin. Pasal 93 setiap Pengguna Jasa yang menggunakan layanan profesional tenaga kerja konstruksi pada kualifikasi jenjang jatatan ahri yang tidak memperhatikan standar rlmlnerasi minimal sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:

    100. peringatan tertulis; dan/atau

    101. denda administratif.

      Pasal 94

      PRES IDEI\ REIJUBLIK INDONESI,A 53


      Pasal 94

      Setiap Pengguna Jasa yang menggunakan penyedia Jasa yang terafiliasi untuk pembangunan kepentingan umum tanpa melalui tender atau seleksi, atau pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal +4 dikenai sanksi administratif berupa:


    102. peringatan tertulis; dan/atau

    103. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi. Pasal 95 setiap Penyedia Jasa yang melanggar ketentuan pemberian pekerjaan utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

    104. peringatantertulis;

    105. dendaadministratif;

    106. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi; dan/atau

    107. pembekuan izin.

      Pasal 96

      Setiap Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa yang tidak memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:


    108. peringatantertulis;

    109. denda administratif;

    110. penghentian sementara Konstruksi; kegiatan layanan Jasa d. pencantuman dalam daftar hitam;

    111. pembekuan izin; dan/atau

    112. pencabutan izin. Setiap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa yang dalam memberikan pengesahan atau persetujuan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:

      (1)
      (2)
      1. peringatan PRES IDEI\ REPUELIt'r INDONESIA 54 a. peringatantertulis;

    113. denda administratif;

    114. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;

    115. pencantuman dalam daftar hitam;

    116. pembekuan izin; dan/atau

    117. pencabutan izin. Pasal 97 Setiap penilai ahli yang dalam melaksanakan menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:

    118. peringatan tertulis; tugasnya tidak dalam Pasal 62 b. pemberhentian dari tugas; dan/atau

    119. dikeluarkan dari daftar penilai ahli yang teregistrasi. Pasal 98 Penyedia Jasa yang tidak memenuhi kewqiiban untuk mengganti atau memperbaiki Kegagaran Bangunar, "lb"g"imana dimilsud dalam Pasal 63 dikenai sanksi administratif biupa:

    120. peringatantertulis;

    121. denda administratif;

    122. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;

    123. pencantuman dalam daftar hitam;

    124. pembekuan izin' dan/atau f. pencabutan izin.

      (1)

      pasal 99 s_etiap tenaga kerja konstruksi yang bekeda di bidang Jasa Konstruksi tidak memiliki sertifikat Ktmpetensi -Kerja sebagaimana dimaksud dalam pasar zo ayit (1) dikenli sanksi administratif berupa pemberhentia-n aaii tempat kerja. Setiap Pengguna Jasa dan/atau penyedia Jasa yang mempekerjakan ^.-tenaga kerja konstmksi yang tidak memiliki sertifikat Kompetensi Kerja "Lb"!"i*".r" dimaksud daram pasal io ayat (2i dikenai sanksi administratif berupa:

      (2)
      1. denda (3) b. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi. setiap lembaga sertifikasi profesi yang tidak mengikuti ketentuan pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:

    125. peringatan tertulis;

    126. denda administratif;

    127. pembekuan lisensi; dan/atau

    128. pencabutan lisensi. Pasal 1OO Setiap asosiasi profesi yang tidak melakukan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis; pembekuan akreditasi; dan/atau pencabutan akreditasi. Pasal 101 Setiap pemberi kerja tenaga kerja konstruksi asing yang tidak memiliki rencana penggunaan tenaga kerja konstruksi asing dan izin mempekerjakan tenaga kerja konstruksi asing sebagaimana dimaksud dalam pasal T4 ayat (1) dan mempekerjakan tenaga kerja konstruksi asing yang tidak memiliki registrasi dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3), dikenai sanksi administratif berupa:

    129. peringatantertulis;

    130. denda administratif;

    131. penghentian sementara Konstruksi; dan/atau kegiatan layanan Jasa d. pencantuman dalam daftar hitam. Setiap tenaga kerja konstruksi asing pada jabatan ahli yang tidak melaksanakan kewajiban alih pengetahuan dan alih teknologi sebagaimana dimaksud dalam pasal T4 ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa: a. b. c.

      (1)
      (2)
      1. peringatan

        Pasal 102

        Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan administratif sebagaimana dimaksud dalam ^-pasal g9 dengan Pasal 101 diatur dalam peraturan pemerintah. PRES I DEN REPUELIK INDONESIA b. dendaadministratif;


    132. pemberhentian dari pekerjaan; dan/atau

    133. pencantuman dalam daftar hitam. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN sanksi sampai

      Pasal 103

      Lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan dari undang-undang Nomor 18 Tahun Lggg tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Lggg Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833) tetap menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi badan usaha dan tenaga kerja konstruksi sampai I..rgun terbentuknya lembaga sebagaimana dimaksud dalam Unda"ng- Undang ini. BAB XIV ffi -ffiqy4ff BAB XIV KETENTUAN PENUTUP


      Pasal 104

      Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:


    134. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1g Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor s4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3s33) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan

    b. undang-Undang Nomor 18 Tahun lggg tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 105 Peraturan pelaksanaan dari undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diundangkan. Pasal 106 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap pengundangan dalam Lembaran orang mengetahuinya, memerintahkan Undang-Undang _ini dengan penempatannya Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2OlZ ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal L2 Januari 2OLZ MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 11 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2OI7 TENTANG JASA KONSTRUKSI I. UMUM Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut maka kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik memiliki peranan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa Konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan secara luas mendukung perekonomian nasional. Oleh karena penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum, sedangkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun lggg tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi, maka perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan bidang Jasa Konstruksi. Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesionalitas, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan, kebebasan, pembangunan berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan tujuan untuk memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan strrrktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas; mewujudkan tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan PRES I DEN REPU*.'1r'NDol{EStA dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; mewujudkan peningkatan partisipasi masyarak.t ai bidarig Jasa Konstruksi; menata sistem J""" Konstruk-si yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin tata kelola penyelengg.rr."r, Jasa Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi nilai ^-fambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Pengaturan penyelenggaraan Jasa Konstruksi dalam Undang-Undang ini dilakukan beberapa penyesuaian guna mengakomodasi kebutuhan |rukum ^yang ^terjadi ^dalam ^praktik ^empiris ^di ^masyarakat ^dan dinamika legislasi yang terkait dengan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Berkembangnya sektor Jasa Konstruksi yang semakin kompleks dan semakin tingginya tingkat persaingan layanan Jasa Konstruksi baik di tingkat nasional maupun internasional membutuhkan payung hukum yang dapat menjamin kepastian hukum dan kepastian u"afr. di bid.rrg Jasa Konstruksi terutama pelindungan bagi pengguna Jasa, penyedia Jasa, tenaga kerja konstruksi, dan masyarakat Jasa Konstruksi. Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat beberapa materi muatan yang diubah, ditambahkan, drn disempurnakan dalam Undang-Undang ini antara lain cakupan Jasa Konstruksi; kualifikasi usaha Jasa Konstruksi; pengembu.rrgan layanan usaha Jasa Konstruksi; pembagian tanggung jiwa6 dan t.*".ru.rrgr.r, antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaia, Jasa Konstruksi; penguatan Standar Keamanan, Keselamaian,- Kesehltan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; pengaturan tenaga kerja konstruksi yang komprehensif baik tenaga kerja konstruksi lokal maupun asing; dibentuknya sistem informasi Jisa Kontruksi yang terintegrasi; dan perubahan paradigma kelembagaan sebagai Uentut< keikutsertaan masyarakat Jasa Konstruksi dalam penyelenggu.ru", Jasa Konstruksi; serta penghapusan ketentuan pidana dengan menekankan pada sanksi administratif dan aspek keperdataan dalam hal terjadi sengketa antar para pihak. Untuk menjamin keberlanjutan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Undang-Undang ini juga mengatur bahwa terhadap adanya dugaan kejahatan dan/atau p"1"ngg"ran oleh Pengguna Jasa dan/atau penyedia Jasa, proses pem-eriksaan hukum dilakukan dengan tidak mengganggu atau rnenghentikan proses penyelenggaran Jasa Konstruksi. Dalam hal dugaan kejahatan danTatau pelanggaran terkait dengan kerugian negara, pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lernbaga negara yang berwenang. Secara FRES IDEIJ REPU u.'l.u' r! Do t{ ES tA. Secara umum materi muatan dalam Undang-Undang ini meliputi tanggung jawab dan kewenangan; usaha Jasa Konstruksi; penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi; keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi; tenaga kerja konstruksi; pembinaan; sistem informasi Jasa Konstruksi; pirtirip."i masyarakat; penyelesaian sengketa; sanksi administratif; dan ketentuan peralihin - Tanggung jawab dan kewenangan mengatur tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusai, Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota daram penyelenggaraan Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan dalam ^-undang-fndang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam pengaturan usaha Jasa Konstruksi diatur mengenai struktur usaha Jasa Konstruksi, segmentasi pasar Jasa Konstruksi; persyaratan usaha Jasa Konstruksi; badan usaha Jasa Konstruksi dan usaha perseorangan Jasa Konstruksi asing; pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi yakni Usaha Penyediaa-n Bangunan; dan pengembangan usaha berkelanjutan. selanjutnya Undang-undang ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang memuat penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha penyediaan Bangunan. Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi, sedangkan penyelenggaraan usaha Penyediaan Bangunan dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan. Pentingnya pemenuhan standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan Konstruksi oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dimaksudkan untuk mencegah terjadinya Kegagalan Bangunan. Penguatan sumber daya manusia Jasa Konstruksi dalam rangka menghadapi persaingan global membutuhkan penguatan secara regulisi. Undang-Undang ini mengatur mengenai klasifikasi dan kualifikasi; pelatihan tenaga kerja konstruksi; sertifikasi kompetensi kerja; registrasi pengalaman profesional; upah tenaga kerja konstruksi; dan pengaturan tenaga kerja konstruksi asing serta tanggung jawab profesi. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, pemerintah pusat melakukan pembinaan yang mencakup penetapan kebijakan, penyelenggaran kebijakan, pemantauan dan evaluasi, ^- serta penyelenggaraan pemberdayaan terhadap Pemerintah Daerah. Selain itu diatur tentang pendanaan, pelaporarl dan pengawasannya. Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegraii dibentuk suatu sistem informasi Jasa Konstruksi yang terintegrasi dan dikelola oleh Pemerintah Pusat. Untuk REPUJSout,',?Sf; *u'o -4- Untuk mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, pemerintah pusat dapat mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi dalam menyelenggu.."k"r, sebagian kewenangan Pemerintah Pusat di bidang Jasa Konstru-i<li yang dilakukan melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri, yang ,rr"r.I unsurnya ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari ^- Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia. Dalam hal terjadi sengketa antar para pihak, Undang-Undang ini mengedepankan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakitan. Terhadap pelanggaran administratif dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, sedangkan untuk menghindari kekosongan hukum Undang-Undang ini mengatur bahwa lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tetap menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi terhadap badan usaha dan tenaga kerja konstruksi sampai terbentuknya lembaga yang dimaksud dalam Undang-Undang ini. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan "asas kejujuran dan keadilan" adalah bahwa kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan tertib Jasa Konstruksi serta bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya. Huruf b Yang dimaksud dengan "asas manfaat" adalah bahwa segala kegiatan Jasa Konstruksi harus dilaksanakan berlandaskan pada prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektivitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan bagi kepentingan nasional. Huruf c Yang dimaksud dengan "asas kesetaraan" adalah bahwa kegiatan Jasa Konstruksi harus dilaksanakan dengan memperhatikan kesetaraan hubungan kerja antara pengguna Jasa dan Penyedia Jasa. Huruf d FJRES IDEI\ REPU ELI K I I.I DOI..I ES II\ -5- Huruf d Yang dimaksud dengan ^,,asas keserasian,, adalah bahwa harmoni dalam interaksi antara pengguna Jasa dan penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang berwawasan- ringkungan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi. Huruf e Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan,, adalah bahwa penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan ^penyedia Jasa dan beuan kerjanyal p..rggr.r" Jasa dalam menetapkan penyedia Jasa wajib mematuhi .""" ini, untuk menjamin terpilihnya penyedia Jasa yang paling sesuai, dan di sisi lain dapat memberikan pelu.rrg p"ri.ot .., yang proporsional dalam kesempatan kerja pada penyedia Jasa. Huruf f Yang dimaksud dengan "asas profesionalitas,, adalah bahwa penyelenggaraan Jasa Konstruksi merupakan kegiatan profesi yang menjunjung tinggi nilai profesionalisme. Huruf g Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah bahwa penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya nasional di bidang Jasa Konstruksi. Huruf h Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan,, adalah bahwa ketersediaan informasi dapat diakses oleh para pihak sehingga terwujudnya transparansi dalam penyelengg.r..., Jasa Konstruksi yang memungkinkan para pftr"t dapat melaksanakan kewajibannya secara optimal, memperoleh kepastian 1k"l haknya, dan merakukan koreksi ""hirrgg" dapat dihindari adanya kekurangan dan penyimpangan. Huruf i Yang dimaksud dengan "asas kemitraan" adalah bahwa hubungan kgrjl para pihak yang bersifat timbal balik, harmonis, terbuka, dan sinergis. Huruf j PRES IDEI\ REPLIBLIK INDONESIA -6- Huruf j Yang dimaksud dengan "asas keamanan dan keselamatan,, adalah bahwa terpenuhinya tertib penyerenggaraan Jasa Konstruksi, keamanan lingkungan dan keseliiratan kerja, serta pemanfaatan hasil Jasa Konstruksi dengan tetap memperhatikan kepentingan umum. Huruf k Yang dimaksud dengan "asas kebebasan,, adalah bahwa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi terdapat kebebasan berkontrak antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang_undangan. Huruf I Yang dimaksud dengan "asas pembangunan berkelanjutan,, adalah bahwa penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan dengan memikirkan dampak yang ditimbulkan pada lingkungan yang terjaga secara terus menerus ..ry..rgkrt aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Huruf m Yang dimaksud dengan "wawasan lingkungan,, adalah bahwa penyelenggaraan Jasa Konstruksi memperhatikan dan mengutamakan pelindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Pasal 3 Huruf a Jasa Konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam sistem pembangunan nasional, untuk mendukung berbagai bidang kehidupan masyarakat dan menumbuhkembangkan berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi. Huruf b Salah satu upaya untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dilakukan dengan menertibkan penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria termasuk penerapan dokumen pelelangan dan dokumen kontrak standar. Huruf c F]RES IDEN REPUELIK INDO[!ESIA -7 - Huruf c Partisipasi masyarakat meliputi partisipasi baik yang bersifat langsung sebagai ^penyedia Jasa, pengguna Jasa, masyarakat Jasa Konstruksi, dan pemanfaat hasil penyelenggaraan Jasa Konstruksi, maupun partisipasi yang bersifat tid; k langsung sebagai warga negara yang berkewajiban turut melaksanakan pengawasan untuk menegakkan ketertiban penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan melindungi kepentingan umum. Huruf d Yang dimaksud dengan "kenyamanan ringkungan terbangun" adalah suatu kondisi bangunan sebagai hasil penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan yang direncanakan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "masyarakat Jasa Konstruksi" adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan Jasa Konstruksi antara lain asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, pengguna jasa, pergururan tinggi, pakar, pelaku rantai pasok, dan pemerhati konstruksi. Huruf g ffi -rp44ff Huruf g Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "menteri teknis terkait" adalah menteri lain yang memiliki keterkaitan dengan bidang Jasa Konstruksi. Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "rantai pasok Jasa Konstruksi" adalah alur kegiatan produksi dan distribusi material, peralatan, dan teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup ^jelas. PRES IDEI{ REPUELIK INDONESIA -9 - Huruf I Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan antara lain pemberian pelatihan bagi penerapan teknologi, metode, dan standar kompetensi baru. Huruf d Cukup jelas. Huruf e PRES I DEN REPUELII( INDOI\ESIA 10 Huruf e standar remunerasi minimal ditetapkan dengan mempertimbangkan kompleksitas dari lenis layanan profesional, biaya, risiko, dan teknorogi dari penyelenggaraan Jasa Konstrr.rksi yang terkaii dengan hasil- layanan profesional, dan/atau harga pasar yang berlaku di provinsi tempat diselenggarakannya Jasa Konstruksi. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Teknologi prioritas meliputi:

  1. teknologi sederhana tepat guna dan padat karya;

  2. teknologi yang berkaitan dengan posisi geografis Indonesia;

  3. teknologi konstruksi berkelanjutan;

  4. teknologi material baru yang berpotensi tinggi di Indonesia; dan

  5. teknologi dan manajemen pemeliharaan aset infrastruktur. Huruf d rb'j*? r $#iE *4y1,#- REPUJiT,f ^t i?S,luEsrn - 11- Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 1 1 Cukup jelas. Pasal 12 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c FRES IDtrN REPUBLIK II\DONESIA -L2- Huruf c Pekerjaan Konstruksi terintegrasi merupakan gabungan antara Pekerjaan Konstruksi dan jasa Konsultansi Konstruksi. Pasal 13 Ayat (1) Huruf a Usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat umum harus memenuhi kriteria yang mampu memberikan jasa konsultansi secara utuh yang menghasilkan dokumen pengkajian, perencanaan, perancangan, dan pengawasan. Huruf b Usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis harus memenuhi kriteria yang mampu melaksanakan bagian tertentu dari proses konsultansi yang menghasilkan dokumen pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan/atau manajemen penyelenggaraan konstruksi. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 14 Ayat (1) Huruf a Usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum harus memenuhi kriteria yang mampu mengerjakan bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain, mulai dari penyiapan lahan sampai dengan penyerahan akhir atau berfungsinya bangunan. Huruf b Usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat spesialis harus memenuhi kriteria yang mampu mengerjakan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain. Ayat (2) ffi R E P u JtT,: ^t",35|* = ^r, ^o -13- Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Pekerjaan Konstruksi rancang bangun menunjukkan integrasi penyediaan jasa antara pekerjaan Konstruksi dengan Konsultansi Konstruksi yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan Jasa Konstruksi, tetapi tidak mencakup proses pengadaan. Huruf b Cukup jelas. Pasal 16 Perubahan klasifikasi produk konstruksi yang berlaku secara internasional dan perkembangan layanan usahi Jasa Konstruksi antara lain perubahan skema klasifikasi-subklasifikasi-produk berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan/atau Central Product Classifications (CPC) untuk ktasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi. Pasal 17 Ayat (1) Dukungan rantai pasok sumber daya kontruksi diselenggarakan dalam rangka menjamin klcukupan dan keberlanjutan pasokan sumber daya konstruksi. Usaha rantai pasok sumber daya konstruksi antara lain usaha pemasok bahan bangunan, usaha pemasok peralatan konstruksi, usaha pemasok teknologi konstruksi, din usaha pemasok sumber daya manusia. Ayat (21 ffi *ffi9y419. PRES I DEN REPUBLII( INDONESIA t4 Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Yang dimaksud yang dilakukan badan usaha. Pasal 20 Ayat (1) Kualifikasi usaha menentukan batasan kemampuan suatu usaha Jasa Konstruksi dalam melaksanakan Jasa Konstruksi pada saat yang bersamaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Kebijakan khusus dimaksudkan untuk mengembangkan badan usaha Jasa Konstruksi dan tenaga kerja konstiuksi yang berdomisili di provinsi dengan tetap mengedepankan prinsif persaingan sehat. Ayat (2) Cukup jelas. dengan "usaha orang perseorangan,, adalah usaha langsung oleh orang tersebut tanpa membentuk

    Pasal 25

    PRES IDEI\ RETJIJBLIl( INDOI\ESIA -15- Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup ^jelas. Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Sertifikasi oleh Menteri merupakan proses pemberian sertifikat atas penilaian untuk mendapatkan pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan badan usaha di bidang Jasa Konstruksi. Registrasi oleh Menteri merupakan pendataan dan pencatatan sertifikat badan usaha dalam rangka pembinaan Jasa Konstruksi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "sertifikasi Badan Usaha" adalah proses pemberian sertifikat atas penilaian untuk mendapatkan pengakuan terhadap klasifikasi dan kuarifikasi atas kemampuan badan usaha di bidang Jasa Konstruksi termasuk penyetaraan badan usaha Jasa Konstruksi asing. Pengajuan permohonan Sertifikasi Badan Usaha kepada lembaga sertifikasi badan usaha dilakukan tanpa menghambat proses pemohonan dan dengan tujuan agar proses Sertifikasi Badan Usaha dapat dijangkau oleh badan usaha Jasa Konstruksi yang berdomisili di kabupaten/kota. Ayat (5) PRES IDEI.I REPUBLIK INDONESIA - 16- Ayat (5) Persyaratan akreditasi asosiasi badan usaha ditetapkan dengan mempertimbangkan kategori asosiasi sesuai anggaran dasar/anggaran rumah tangga yang meliputi asosiasi yang bersifat umum atau khusus serta asosiasi yang memiliki cabang atau tidak memiliki cabang. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pemberdayaan kepada anggota antara lain dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, diseminasi, dan sosialisasi yang terkait dengan usaha Jasa Konstruksi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengalaman usaha,, adalah pengalaman sebagai Penyedia Jasa atau Subpenyedia Jasa, termasuk pengalaman sebagai Penyedia Jasa dalam rangka kerja sama operasi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) PRES IDEI{ REPUELII( INDONESIA -17- Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "tanggung renteng" adalah kerja sama operasi yang dimutai saat mengikuti proses pemilihan, pelaksanaan, sampai dengan pengakhiran ^-pekerjaan konstruksi secara bersama-sama dan secara sendiri-senai.i dengan tanggung jawab yang sama kepada pengguna jasa. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengembangan usaha berkelanjutan" adalah upaya terus-menerus yang dilakukan untuk minjaga atau meningkatkan kemampuan badan usaha, sehingga badan usaha tersebut tetap mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan sertifikat badan usaha yang dimilikinya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) r]RES IDEI\ REPUE'LIK INDONESIA. -18- Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 38 Ayat (1) Penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang dikerjakan sendiri merupakan kegiatan yang pekerjaannya direncanakan, dikerjakan, dan/atau diawasi sendiri oleh kementerian, lembaga, dinas, atau instansi sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain, dan/atau kelompok masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "perjanjian penyediaan bangunan" adalah perjanjian yang dilakukan antara pemilik dan/atau penanggung jawab bangunan dengan pemilik modal atau pengembang untuk mewujudkan bangunan yang dibiayai dengan dana investasi badan usaha dan/atau masyarakat. ^yang termasuk dalam perjanjian penyediaan bangunan antara lain perjanjian kerjasama antara Pemerintah dengan badan usaha, perjanjian kerjasama antara pengembang dengan badan usaha Jasa Konstruksi, yang pembayarannya dilakukan melalui pengembalian investasi dalam tenggang waktu yang disepakati. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "badan" adalah sekumpulan or€!.ng dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi, kolektif dan bentuk usaha tetap. Ayat (3) Ayat (3) Yang dimaksud dengan "dipertanggungiawabkan secara keilmuan" adalah dipertanggungjawabkin sesuai kaidah yang sudah ada dan/atau sesuai prinsip atau teori pertanggungjawaban yang dikembangkan sesuai dengan ilmu pengetahuan. Kaidah dalam pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi meliputi antara lain teknik dan keseliamatan bangunan, keuangan, kontrak, dan manajemen. prinsip p".rg: ik"t"r, hubungan kerja Jasa Konstruksi berlaku untuk p".rgit "tal yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah Daerah, BUMN, BUMD maupun Swasta. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 4 1 Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "prakualifikasi" adalah proses penilaian kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan ierhadap badan usaha sebelum pemasukan dokumen penawaran. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "katalog" adalah informasi yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, tingkat komponen dalam negeri, produk dalam negeri, produk sNI, produk hijau, negara asal, harga, penyedia, dan informasi lainnya terkait barang atau jasa tertentu. Ayat (a) Huruf a Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dalam keadaan darurat dapat dilakukan tidak hanya untuk bangunan yang bersifat sementara namun dapat juga untuk bangunan yang bersifat permanen. Huruf b Cukup jelas. Huruf c PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -20- Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Standar remunerasi minimal ditetapkan dengan mempertimbangkan kompleksitas dari jenis layanan profesional, biaya, risiko, dan teknologi dari pekerjaan konstruksi yang terkait dengan hasil layanan profesional, dan/atau harga pasar yang berlaku di provinsi tempat diselenggarakannya Jasa Konstruksi. Pengguna Jasa menjamin bahwa penyedia jasa yang melaksanakan layanan jasa konsultasi menerapkan Standar Remunerasi Minimal. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 44 Yang dimaksud dengan "Penyedia Jasa yang terafiliasi" adalah Penyedia Jasa yang memiliki suatu hubungan/pertalian dengan pihak Pengguna Jasa karena:

    1. hubungan kekerabatan/kekeluargaan karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua baik secara horizontal maupun vertikal; atau

    2. hubungan usaha dan/atau hubungan kerja, atau pihak yang mempengaruhi pengelolaan perusahaan pengguna Jasa. Pasal 45 Cukup jelas.


    Pasal 46

    #ffi -f 4br4g PRES IDEI{ REPUBLIK INDONESIA -27- Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kontrak Keda Konstruksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan untuk mengakomodasi bentuk-b"rt t Kontiak Kerja Konstruksi yang berkembang di masyarakat. Bentuk kontrak mengikuti detiuery sgstem penyelenggaraan konstruksi yaitu antara lain: rancang-penawara.r-Grrgrl (design-bid-build); rancang_bangun (design_bila\ perekayasaan-pengadaan-pelaksanaan (engineeri"g'- procurement-constntction); manajemen konstruksi; dan kemitraan. selain deliuery sgstem, bentuk kontrak juga mengikuti sistem pembayaran dan sistem perhitung"n fr."it pekerjaan. Sistem pembayaran jasa mencakup antara lain: di muka, progress, milestone, dan turnkeg. sedangkan sistem perhitungan hasil pekerjaan mencakup antara lain: lumsum, harga satuan, gabungan harga lumsum dan harga satuan, presentase nilai, cost reimbursable, dan target cost. Pasal 47 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "identitas para pihak,' adalah nama, alamat, kewarganegaraan, penandatanganan, dan domisili. Huruf b Lingkup kerja meliputi hal-hal berikut: wewenang 1) Volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan termasuk volume pekerjaan tambah atau kurang. Dalam mengadakan perubahan volume pekerjaan, perlu ditetapkan besaran perubahan volume yang tidak memerlukan persetujuan para pihak terlebih dahulu. Bagi pekerjaan perencanaan dan pengawasan, lingkup pekerjaan dapat berupa laporan hasil Pekerjaan Konstruksi yang wajib dipertanggungjawabkan yang mempakan hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis.


  6. Persyaratan REPuJ'T,: t"'355*u'o -22_ 2) Persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam .rrgr.d"kr., interaksi. 3) Persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh ^penyedia Jasa. 4l Pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat. perlindungan tersebut dapat berupa antara lain asuransi atau jaminan yang diterbitkan oleh bank atau lembaga bukan bank. 5) Laporan hasil Pekerjaan Konstruksi dan/atau Konsultansi Konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Nilai pekerjaan, yakni jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh Penyedia Jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keselurrrhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "informasi" adalah dokumen yang lengkap dan benar yang harrrs disediakan ^pengguna Jasa bagi Penyedia Jasa agar dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Dokumen tersebut, antara lain meliputi izin mendirikan bangunan dan dokumen penyerahan penggunaan lapangan untuk bangunan beserta fasilitasnya. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Pembayaran dapat dilaksanakan secara berkala, atau atas dasar persentase tingkat kemajuan pelaksanaan pekerjaan, atau cara pembayaran yang dilakukan sekaligus setelah proyek selesai. Huruf g REP,J',5': =",YSIu'o -23- Huruf g Yang dimaksud dengan "wanprestasi" adalah suatu keadaan apabila salah satu pihik dalam Kontrak Kerja Konstruksi:

  7. tidak melakukan apa yang diperjanjikan; dan/atau

  8. melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan; dan/atau

  9. melakukan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat; dan/atau

  10. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Tanggung jawab antara lain berupa pemberian kompensasi, penggantian biaya dan/atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, atau pemberian ganti rugi. Huruf h Penyelesaian perselisihan memuat ketentuan tentang tatacara penyelesaian perselisihan yang diakibatkan antara lain oleh ketidaksepakatan dalam hal pengertian, penafsiran, atau pelaksanaan berbagai ketentuan dalam Kontrak Kerja Konstruksi serta ketentuan tentang tempat dan cara penyelesaian. Penyelesaian perselisihan ditempuh melalui antara lain musyawarah, mediasi, arbitrase, ataupun pengadilan. Huruf i Cukup ^jelas. Huruf j Keadaan memaksa mencakup:

  1. keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yakni bahwa para pihak tidak, mungkin melaksanakan hak dan kewajibannya;dan 2) keadaan memaksa yang bersifat tidak mutlak (relatif), yakni bahwa para pihak masih dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Risiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para pihak, antara lain melalui lembaga pertanggungan (asuransi). Huruf k REPU JLTF=,lTLu =r,o -24- Huruf k Cukup jelas. Huruf I Pelindungan pekeda disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang_undangan yang mengatur mengenai keselamatan dan kesehaian kerja, ^"serta jaminan sosial tenaga kerja. Huruf m Pelindungan terhadap pihak ketiga berlaku selama masa pertanggungan. Huruf n Aspek lingkungan meliputi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Huruf o Jaminan akibat dari Kegagalan Bangunan tidak harus berbentuk jaminan terkait langsung dengan keuangan. Huruf p Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "insentif' adalah penghargaan yang diberikan kepada Penyedia Jasa atas prestaiinya, antara lain, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih ^-awal daripada yang diperjanjikan dengan tetap menjaga mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan. Insentif dapat berupa uang ataupun bentuk lainnya. Pasal 48 Yang dimaksud "kekayaan intelektual,, adalah hasil inovasi perencana konstruksi dalam suatu pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi baik bentuk hasil akhir perencanaan dan/atau bagian bagiannya yang kepemilikannya dapat diperjanjikan. Penggunaan hak atas kekayaan intelektual yang telah terdaftar harus dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 49 Cukup jelas. Pasa1 50 PRES IDEI\I REPUBLIK II'JDOl...IESIA -25- Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Pengikutsertaan Subpenyedia Jasa dibatasi oleh adanya tuntutan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dan ditempuh melalui mekanisme subkontrak, dengan tidak mengurangi tanggung jawab Penyedia Jasa terhadap seluruh hasil pekerjaannya. Pengikutsertaan Subpenyedia Jasa bertujuan memberikan peluang bagi subpenyedia jasa yang mempunyai keahlian spesifik melalui mekanisme keterkaitan dengan Penyedia Jasa. Yang dimaksud dengan "pekerjaan utama" adalah rangkaian kegiatan dalam suatu penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang memiliki tingkat risiko terbesar dalam mengakibatkan terj adinya keterlambatan penyelesaian Jasa Konstruksi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "pekerjaan penunjang,, adalah rangkaian kegiatan dalam suatu penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang bukan merupakan bagian dari pekerjaan utama. Ayat (a) Hak subpenyedia Jasa, antara lain adalah hak untuk menerima pembayaran secara tepat waktu dan tepat jumlah yang harus dijamin oleh penyedia Jasa. Daram hal ini Pengguna Jasa mempunyai kewajiban untuk memantau pelaksanaan pemenuhan hak subpenyedia jasa oleh Penyedia Jasa. Hak dan kewajiban ^penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa memuat tanggung jawab atas biaya konstruksi yang dilaksanakan oleh Subpenyedia Jasa.
    Pasal 54

    -tt..i,.,s^ ^-: 'i; "' ffi*,ry *#gyry.gt PRES IDEI.I REPUBLIK INDOI.IESIA -26- Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstrr.rksi" adalah janji pembayaran dalam kurun waktu yang disepakati kedua belah pihak dan dibuktikan secara tertulis dari pemilik, penguasa, dan/atau pengembang bangunan kepada penyedii uasa atas pembayaran Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui pola bagi hasil pengusahaan bangunan tersebut. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "dokumen lain,' antara lain jaminan dalam bentuk barang bergerak dan/atau tidak bergerali. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Ayat (1) Jaminan ini hanya berlaku bagi penyedia Jasa utama, yaitu Penyedia Jasa yang langsung melakukan pengikatan kontrak dengan Pengguna Jasa. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan Jaminan penawaran,, adalah jaminan yang diberikan peserta pemilihan kepada kelompok kerja unit layanan pengadian sebelum batas akhir pemasukan penawaran. Huruf b R E P u J.Tnu ^=,',?5| * = =, ^o -27 - Huruf b Yang dimaksud dengan laminan peraksan aa,,n adarah jaminan bahwa penyedia Jasa "k"r, menyeresaikan pekerjaan sesuai dengan ketentuan Kontiak Kerja Konstruksi. Huruf c Yang dimaksud dengan "jaminan uang muka,, adalah jaminan yang diberikan penyedia Jasa kipada pengguna Jasa sebelum Penyedia Jasa menerima uang muka untut memulai Pekerjaan Konstruksi. Huruf d Yang dimaksud dengan 'Jaminan pemeliharaan,, adalah jaminan yang diberikan penyedia Jasa kepada pengguna Jasa selama masa pertanggungan yaitu waktu anta.a penyerahan pertama kalinya hasil akhir pekerjaan dan penyerahan kedua kalinya hasil akhir pekerjaan. Huruf e Yang dimaksud dengan taminan sanggah banding" adalah jaminan yang harus diserahkan oleh penyedia Jasa yang akan melakukan sanggah banding. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "perjanjian terikat" (surety bond) adalah asuransi penjaminan antara penjamin dengan pelaksana pekerjaan. Penjamin akan menjamin pelaksana pekeijaan atas pekerjaan atau tanggung jawab yang diberikan pemitit< proyek kepada pelaksana pekerjaan. Asuransi penjaminan ini biasanya dikeluarkan oleh perusahaan asuransi kerugian. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas.


    Pasal 59

    PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 28 Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud "penilai ahli" adalah penilai ahli di bidang konstruksi. Penetapan Kegagalan Bangunan oleh penilai ahli dimaksudkan untuk menjaga objektivitls dalam penilaian dan penetapan suatu kegagalan Ayat (3) Penilai ahli dapat terdiri atas orang perseorangan, atau kelompok orang atau lembaga. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pihak berwenang yang terkait,, antara lain aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga lainnya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas.


    Pasal 67

    PRES IDEI..I REPUBLIK II!DONESIA -29 - Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Ayat (1) Bidang keilmuan yang terkait arsitektur, sipil, mekanikal, tata pelaksanaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 69 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan 'diregistrasi" adalah proses pencatatan untuk pangkalan data lembaga pendidikan dan pelatihan kerja dalam rangka pengembangan tenaga kerja konstruksi. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 70 Ayat (1) Tenaga kerja konstruksi yang wajib memiliki sertifikat kompetensi adalah tenaga kerja konstruksi yang memiliki jabatan kerja sebagai operator, teknisi atau analis, dan/atau ahli. Jasa Konstruksi antara lain . lingkungan, dan manajemen Ayat (2) ffi RE trLr ; i5[ n,',Y5]n, u =,, ^o -30- Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Persyaratan asosiasi profesi ditetapkan dengan mempertimbangkan antara lain kategori asosiasi sesuai anggaran dasar/anggaran rumah tangga, yang meliputi asosiasi yang bersifat umum atau khusus serta asosiasi yang memiliki cabang atau tidak memiliki cabang. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 72 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang -dimaksud dengan "tanda daftar pengalaman profesional,, adalah dokumen yang memuat dan menjelaskan pengalaman tenaga kerja konstruksi yang telah didaftarkrn "L""ra resmi kepada Menteri. Ayat (3) PRES IDEI\t REPUBLIK INDONESIA -31 - Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pemberi kerja" adalah badan hukum yang mempekerjakan tenaga kerja konstruksi asing dengan membayar upah atau imbalan. Yang dimaksud dengan "rencana penggunaan tenaga kerja asing" adalah rencana penggunaan tenaga kerja asirrg p"d. jabatan tertentu yang disahkan oleh menteri ^- y"ng menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk. Yang dimaksud dengan "izirt memperkerjakan asing" adalah izin tertulis yang diberikan oleh tenaga kerja menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja tenaga kerja asing. Ayat (2) Yang dimaksud dengan tabatan tertentu" adarah jabatan komisaris, direksi, manajer, dan ahli tertentu yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerj aan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) PRES IDEI\ REPUBLI}( INDOI\ESIA -32- Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 75 Ayat (1) Tanggung jawab dilaksanakan berdasarkan prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan prLfesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum. Tanggung jawab tenaga kerja konstruksi sesuai dengan kode etik masing-masing profesi yang terlibat. Ayat (2) Pertanggungjawaban secara profesional terhadap hasil layanan Jasa Konstruksi dapat dilaksanakan melalui mekanisme penjaminan yakni penjaminan keahlian. Pasal 76 Ayat (1) Huruf a Kebijakan pengembangan Jasa Konstrrrksi nasional ditetapkan secara terstruktur, tegas, dan dapat menjawab kebutuhan riil di lapangan. pembinaan merupakan tugas negara. Segala bentuk pembinaan Jasa Konstruksi yang dilakukan memiliki tujuan untuk mengembangkan kinerja setiap elemen dan proses penyelenggaraan dalam sistem Jasa Konstruksi nasional yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum dan melindungi masyarakat umum. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan pengembangan Jasa Konstruksi nasional dari serta analisis dampak setiap kebijakan terhadap pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi daerah maupun nasional sebagai bahan untuk perbaikan berkelanjutan kebijakan yang sudah berjalan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e ffffi R E Fr rr J5ou ^t,',?55*. u' o -33- Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Pedoman yang diterbitkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah trusat hanya bersifat teknis tata laksana dalam pelaksanaan kebijakan nasional Jasa Konstruksi di wilayah provinsi. Perumusan pedoman tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan kebijakan pengembangan Jasa Konstruksi nasional serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemerintah Daerah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (1) Yang didanai dengan anggaran pendapatan dan belanja Negara adalah pelaksanaan kewenangan pemerintah pusat dan gubernur sebagai pemerintah pusat. Ayat (2) Yang didanai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah pelaksanaan kewenangan sub-urusan Jasa Konstuksi yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah.


    Pasal 79

    frRESlDEl'l i?EF!LJBI-ll( INDOt.JEStA -34- Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup ^jelas. Pasal 83 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Data dan informasi yang berkaitan dengan tugas pembinaan antara lain data tentang berbagai kebijakan dalam pengembangan sumber daya manusia, usaha Jasa Konstruksi, material dan teknologi konstruksi, penyelenggaraan jasa konstruksi, Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan, serta partisipasi masyarakat. Huruf c Data dan informasi yang berkaitan dengan layanan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan oleh masyarakat Jasa Konstruksi antara lain data hasil sertifikasi dan registrasi terhadap usaha Jasa Konstruksi dan tenaga kerja konstruksi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Penyelenggaraan sebagian kewenangan pemerintah pusat antara lain registrasi badan usaha Jasa Konstmksi, akreditasi bagi asosiasi perusahaan Jasa Konstruksi dan asosiasi terkait rantai pasok Jasa Konstruksi, registrasi pengalaman badan usaha, registrasi penilai ahli, menetapk.r, p"-"itai ahli yang teregistrasi dalam hal terjadi Kegagalan Bangunan, akreditasi bagi asosiasi profesi dan lisensi bagi lembaga Iertifikasi profesi, registrasi tenaga kerja, registrasi prrrg"l""r, profesional tenaga keda serta lembaga pendidikan aan pelatihan kerja di bidang konstruksi, penyetaraan tenaga kerja ."irrg, membentuk lembaga sertifikasi profesi untuk -.i"k""rrakan tugas sertifikasi kompetensi kerja yang belum dapat dilakukan lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk oleh asosiasi profesi/lembaga pendidikan dan pelatihan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ^.,lembaga" adalah pengembangan Jasa Konstruksi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Asosiasi terkait rantai pasok konstruksi antara lain asosiasi terkait material dan peralatan konstruksi. Ayat (5) Dalam proses untuk mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia, Menteri menyampaikan calon pengurus lembaga sebanyak dua kali lipat dlri jumlah pengurus lembaga yang akan ditetapkan oleh MLnteri. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. lembaga Ayat (8) ...,cr.; ({ .$r-r.. q i}, s ryi.>)sg, R E F u J',-T,? t,',f55,u r r, ^ -36- Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Pengaturan pembentukan lembaga antara lain tata cara pemilihan pengurus, masa bakti, tug." pokok aan rung"i, "; ; mekanisme kerja lembaga. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Yang dimaksud dengan "forum Jasa Konstruksi" adalah media bagi masyarakat jasa konstruksi untuk menyampaikan aspirasi kepad! pemerintah dan/atau lembaga. Pasal 88 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "dewan sengketa,, adalah tim yang dibentuk berdasarkan kesepakatan para pihak se3af pengikatan Jasa Konstruksi untuk *.n""gah dan -.rr.rgu.hi sengketa lang terjadi di dalam pelaksanlan Kontrak r<"e4a Konstruksi. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas.


    Pasal 90 Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 1O2 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 1O5 ffi PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -38- Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):