Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2017

Kerangka<< >>

Menimbang : Menimbang :

  1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2OI7 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran ralgrat; bahwa Angglaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2OL8 termuat dalam Undang- Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018 yang disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; b.

  2. bahwa Mengingat :

  1. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (l) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018; Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (l), ayat (21, ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 1O4, Tambahan Lembaran Negara ^Republik Indonesia Nomor 442 1); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 ^tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Ralcyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan ^Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Talrun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ol4 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Ralryat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Ralryat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5650);

  2. Dengan Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan MEMUTUSI(AN: MenetapKan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGAM TAHUN ANGGARAN 2018.

    Pasal 1

    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

    1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah. 3. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional. 4. Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. 5. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.


  3. Penerimaan 6.

  4. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk pendapatan Sumber Daya Alam, pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan, pendapatan PNBP lainnya, dan pendapatan Badan Layanan Umum. Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, ^jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat ^yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih ^yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan ^Transfer ^ke Daerah dan Dana Desa. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, ^fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, ^fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi ^pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan ^fungsi perlindungan sosial. 10. Belanja Pemerintah Pusat Menurut ^Organisasi ^adalah ll. belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan ^kepada kementerian negara/lembaga dan Bagian ^Anggaran Bendahara Umum Negara. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program ^adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan ^untuk mencapai hasil (outcome) tertentu ^pada Bagian ^Anggaran kementerian negara/lembaga dan Bagian ^Anggaran Bendahara Umum Negara. Program Pengelolaan Subsidi adalah ^pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran ^kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah' atau ^pihak ketiga berdasarkan ^peraturan ^perundang-undangan yang berlaktr untuk menyediakan barang atau ^jasa ^yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup ^orang banyak sesuai kemampuan keuangan negara. t2.

  5. Transfer .

    1. t4.
  6. Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta. Dana Perimbangan adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus. Dana Transfer Umum adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan daerah gu.na mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada ^daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari ^pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam ^rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat ^DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN ^kepada daerah dengan tujuan pemerataan ^kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai ^kebutuhan daerah dalam rangka ^pelaksanaan desentralisasi. Dana Transfer Khusus adalah dana ^yang ^dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan ^untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik ^fisik maupun nonfisik yang merupakan urusan daerah. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat ^DAK adalah dana yang dialokasikan dalam ^APBN ^kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk ^membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan ^urusan daerah dan sesuai dengan ^prioritas nasional. Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat ^DID adalah dana yang dialokasikan dalam APBN ^kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan ^penghargaan atas ^perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang ^tata kelola keuangan daerah, pelayanan ^pemerintahan umum, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.

  7. Dana . {iD 23. 2t.

  8. Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 20O8 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta adalah dana yang dialokasikan dalam APBN untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta, sebagaimana ditetapkan dalam ^Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2O12 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta. Dana Desa adalah dana yang dialokasikan dalam ^APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja ^Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk ^membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, ^dan pemberdayaan masyarakat. Pembiayaan Anggaran adalah setiap ^penerimaan ^yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali ^atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran ^lebih, dan/atau pengeluaran ^yang akan diterima ^kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi ^pembiayaan anggaran atas realisasi defisit anggaran ^yang ^terjadi dalam satu periode pelaporan. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat ^SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa ^Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran ^yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan ^setelah ^ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi ^pembukuan.

  9. Surat. q,D 27.

  10. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian ^penyertaan terhadap ^aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun ^valuta asing. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan ^Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa Barang Mitik Negara ^yang berasal ^dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan ^oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita ^Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat ^pada ^laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau ^pada ^Badan Usaha Milik Negara. Penyertaan Modal Negara ^yang selanjutnya ^disingkat PMN adalah dana APBN yang dialokasikan ^menjadi kekayaan negara yang dipisahkan ^atau ^penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk ^dijadikan sebagai modal Badan Usaha Milik ^Negara dan/atau perseroan terbatas lainnya dan dikelola secara ^korporasi' 32. Dana Bergulir adalah dana ^yang dikelola ^oleh ^Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan ^dan digulirkan kepada masyarakat/ Iembaga ^dengan ^tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat ^dan ^tujuan ^lainnya. 33. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap ^pinjaman ^oleh Pemerintah yang diperoleh dari ^pemberi ^pinjaman ^dalam negeri yang harus dibayar ^kembali ^dengan ^persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.

  11. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang secara potensial menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian negara/lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam hal kementerian negara/lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri. Pinjaman T\rnai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan delisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pinjaman ^yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman ^yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah. Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran ^pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/Iembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung ^jawab Pemerintah.

  12. Persentase 40. Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. 41. Tahun Anggaran 2018 adalah masa I (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal I Januari sampai dengan tanggal 3l Desember 2O18.

    Pasal 2

    APBN terdiri atas anggaran Pendapatan Negara, anggaran Belanja Negara, dan Pembiayaan Anggaran.


    Pasal 3

    Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran ^2Ol8 direncanakan sebesar RpL.a94,720.327.977.OOO,OO ^(satu kuadriliun delapan ratus sembilan puluh empat triliun ^tqjuh ratus dua puluh miliar tiga ratus dua ^puluh tujuh ^juta sembilan ratus tujuh ^puluh tujuh ribu ^rupiah), ^yang ^diperoleh dari sumber:

    1. Penerimaan Perpajakan;

    2. PNBP; dan

    3. Penerimaan Hibah.


    Pasal 4

    (l) Penerimaan Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a direncanakan ^sebesar Rp 1.6 18.095. 493. 162.000,00 ^(satu kuadriliun ^enam ^ratus delapan belas triliun sembilan ^puluh lima ^miliar ^empat ratus sembilan puluh tiga ^juta seratus ^enam ^puluh ^dua ribu rupiah), ^yang terdiri atas:

    1. Pendapatan Pajak Dalam Negeri; dan

    2. Pendapatan Pajak Perdagangan ^Internasional.

      (2)

      Pendapatan. t2l Pendapatan Pajak Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp 1.579.395. 493.762.000,00 (satu kuadriliun lima ratus tujuh puluh sembilan triliun tiga ratus sembilan puluh lima miliar empat ratus sembilan puluh tiga juta seratus enam puluh dua ribu rupiah), yang terdiri atas:

    3. pendapatan pajak penghasilan;

    4. pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan ^jasa dan pajak penjualan atas barang mewah;

    5. pendapatan pajak bumi dan bangunan;

    6. pendapatan cukai; dan

    7. pendapatan pajak lainnya. Pendapatan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a direncanakan sebesar Rp855.133.462.162.000,00 (delapan ratus lima ^puluh ^lima triliun seratus tiga puluh tiga miliar empat ratus ^enam puiuh dua ^juta seratus enam puluh dua ribu rupiah) ^yang didalamnya termasuk pajak penghasilan ditanggung Pemerintah atas:

    8. komoditas panas bumi sebesar Rpl.837.960.000.000,00 (satu triliun delapan ^ratus tiga puluh tujuh miliar sembilan ratus ^enam puluh juta rupiah) yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

    9. bunga, imbal hasil, dan ^penghasilan ^pihak ^ketiga ^atas jasa yang diberikan kepada Pemerintah dalam penerbitan dan/atau pembelian kembali/penukaran SBN di pasar internasional, tetapi tidak ^termasuk ^jasa konsultan hukum lokal, sebesar Rp8.218.348.183.000,00 (delapan triliun dua ^ratus delapan belas miliar tiga ratus empat puluh delapan juta seratus delapan puluh tiga ribu rupiah) yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

      (3)
      1. penghasilan . (41 c. penghasilan dari penghapusan secara mutlak piutang negara nonpokok yang bersumber dari Pemberian Pinjaman, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah yang diterima oleh Perusahaan Daerah Air Minum sebesar Rp65,019.488.000,00 (enam puluh lima miliar sembilan belas juta empat ratus delapan puluh delapan ribu rupiah) yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; dan

    10. pembayaran Recurrent Cost SPAN yang dibiayai oleh rupiah murni sebesar Rp503.387.000,00 (lima ratus tiga ^juta tiga ratus delapan puluh tujuh ribu rupiah) yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan ^jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b direncanakan sebesar Rp541.801.130.000.000,00 ^(lima ratus empat ^puluh ^satu triliun delapan ratus satu miliar seratus tiga ^puluh ^juta rupiah). Pendapatan pajak bumi dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c direncanakan ^sebesar Rp17.369. 101.000.000,00 (tujuh belas triliun tiga ^ratus enam puluh sembilan miliar seratus satu ^juta ^rupiah). Pendapatan cukai sebagaimana dimaksud ^pada ayat (21 huruf d direncanakan sebesar Rp155.400.000.000.000,00 (seratus lima ^puluh ^lima triliun empat ratus miliar rupiah). Pendapatan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf e direncanakan sebesar Rp9.691.800.000.000,00 (sembilan triliun enam ^ratus sembilan puluh satu miliar delapan ratus ^juta ^rupiah). Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan ^sebesar Rp38. 700.000.000. 000,00 (tiga puluh delapan triliun tujuh ratus miliar rupiah), yang terdiri atas:

    11. pendapatan bea masuk; dan

    12. pendapatan bea keluar. (s) (6) t7t (8) (9) Pendapatan q.l,ry (9) Pendapatan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a direncanakan sebesar Rp35.700.000.000.000,00 (tiga puluh lima triliun tujuh ratus miliar rupiah) yang didalamnya termasuk fasilitas bea masuk ditanggung Pemerintah sebesar Rp646.358.978.000,O0 (enam ratus empat puluh enam miliar tiga ratus lima puluh delapan juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. (10) Pendapatan bea keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b direncanakan sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah). (1 1) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2018 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (8) diatur dalam Peraturan Presiden.


    Pasal 5
    (1)

    PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b direncanakan sebesar Rp275.427.969.415.000,00 (dua ratus tujuh puluh lima triliun empat ratus dua puluh tujuh miliar sembilan ratus enam puluh sembilan ^juta empat ratus lima belas ribu rupiah), yang terdiri atas:

    1. pendapatan Sumber Daya Alam;

    2. pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan;

    3. pendapatan PNBP lainnya; dan

    4. pendapatan Badan Layanan Umum. (2) Pendapatan Sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp1O3.674.868.751.000,00 (seratus tiga triliun enam ratus tujuh puluh empat miliar delapan ratus enam puluh delapan ^juta tujuh ratus lima puluh satu ribu rupiah), yang terdiri atas:

    5. pendapatan Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi; dan

    6. pendapatan Sumber Daya Alam Nonminyak Bumi dan Nongas Bumi.

    (3)

    Pendapatan (3) (4) (s) (6) Pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp44.695.387.920.000,00 (empat puluh empat triliun enam ratus sembilan puluh lima miliar tiga ratus delapan puluh tqiuh juta sembilan ratus dua puluh ribu rupiah). Untuk mengoptimalkan pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan di bidang usaha perbankan, penyelesaian piutang bermasalah pada Badan Usaha Milik Negara di bidang usaha perbankan dilakukan:

    1. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Perbankan;

    2. memperhatikan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; dan

    3. Pemerintah melakukan pengawasan penyelesaian piutang bermasalah pada Badan Usaha Milik Negara di bidang usaha perbankan tersebut. Pendapatan PNBP lainnya sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) hurufc direncanakan sebesar Rp83.753. 1 1 5.09 l. 000,00 (delapan puluh tiga triliun tujuh ratus lima puluh tiga miliar seratus lima belas ^juta sembilan puluh satu ribu rupiah). Pendapatan Badan Layanan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan sebesar Rp43.304.597.653.000,00 (empat puluh tiga triliun tiga ratus empat miliar lima ratus sembilan puluh tqiuh ^juta enam ratus lima puluh tiga ribu rupiah). (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian PNBP Tahun Anggaran 2018 sebagaimana dimaksud pada ayat ^(21, ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) diatur dalam Peraturan Presiden.


    Pasal 6

    Penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c direncanakan sebesar Rpi.196.865.4O0.0O0,00 ^(satu triliun seratus sernbilan puluh enam miliar delapan ratr.rs enam puluh lima ^juta empat ratus ribu rupiah).


    Pasal 7
    Pasal 7

    Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2018 direncanakan sebesar Rp2.22O.656.966.577.OOO,00 (dua kuadriliun dua ratus dua puluh triliun enam ratus lima puluh enam miliar sembilan ratus enam puluh enam ^juta lima ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah), yang terdiri atas:

    1. anggaran Belanja Pemerintah Pusat; dan

    2. anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

      (1)

      (21 (3) (41



    Pasal 8

    Anggaran Belanja Pemerintah Pusat ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a direncanakan ^sebesar Rp 1.454.494.390.020. 000,00 ^(satu ^kuadriliun ^empat ^ratus lima puluh empat triliun empat ratus ^sembilan puluh empat miliar tiga ratus sembilan ^puluh ^juta ^dua ^puluh ribu rupiah). Anggaran Belanja Pemerintah hrsat ^sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) termasuk program ^pengelolaan hibah negara yang dialokasikan ^kepada ^daerah ^sebesar Rp1.460.645.703.000,00 ^(satu triliun ^empat ^ratus ^enam puluh miliar enam ratus empat puluh ^lima ^juta ^tujuh ratus tiga ribu rupiah). Anggaran Belanja Pemerintah ^Pusat ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dikelompokkan ^atas:

    1. Belanja Pemerintah Pusat ^Menurut ^Fungsi;

    2. Belanja Pemerintah Pusat ^Menurut ^Organisasi; dan

    3. Belanja Pemerintah ^Pusat ^Menurut ^Program. Ketentuan lebih lanjut mengenai ^rincian ^anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, ^Organisasi, ^dan Program sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(3), ^diatur dalam Peraturan Presiden.


    Pasal 9

    (1)


    Pasal 9

    Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b direncanakan sebesar Rp766.162.576.557.000,00 (tujuh ratus enam puluh enam triliun seratus enam puluh dua miliar lima ratus tujuh puluh enam juta lima ratus lima puluh tujuh ribu rupiah), yang terdiri atas:

    1. Transfer ke Daerah; dan

    2. Dana Desa. Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) huruf a direncanakan sebesar Rp7 06. ^| ^62.57 ^6. ^557. ^000,00 (tujuh ratus enam triliun seratus enam ^puluh ^dua miliar lima ratus tujuh puluh enam ^juta lima ratus ^lima ^puluh tqiuh ribu rupiah), ^yang terdiri ^atas:

    3. Dana Perimbangan;

    4. DID; dan

    5. Dana Otonomi Khusus dan ^Dana ^Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta. Dana Desa sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(l) ^huruf ^b direncanakan sebesar ^Rp6O.000.00O.000.000,00 ^(enam puluh triliun rupiah). Dana Desa sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat ^(3) dialokasikan kepada setiap ^kabupaten/kota ^dengan ketentuan:

    6. Alokasi Dasar sebesar ^77% ^(tujuh ^puluh ^tujuh ^persen) dibagi secara merata kepada ^setiap ^desa;

    7. Alokasi Afirmasi sebesar ^3o/o ^(tiga ^persen) ^dibagi ^secara proporsional kepada desa tertinggal ^dan ^desa ^sangat tertinggal ^yang mempunyai ^jumlah ^penduduk miskin tinggi; dan

    8. Alokasi Formula sebesar ^2Oo/o ldua ^puluh ^persen) dibagi berdasarkan ^jumlah ^penduduk ^desa, ^angka penduduk miskin desa, luas wilayah ^desa, ^dan ^tingkat kesulitan ^geografis desa. (21 (3) (4) (5) Berdasarkan (s) (6) Berdasarkan alokasi Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), bupati/walikota menghitung rincian Dana Desa setiap desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan rincian Dana Desa setiap desa diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


    Pasal 10

    Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (21 huruf a direncanakan sebesar Rp676.6O2.993.371.000,00 (enam ratus tujuh puluh enam triliun enam ratus dua miliar sembilan ratus sembilan ^puluh tiga ^juta tiga ratus tujuh ^puluh satu ribu ^rupiah), ^yang ^terdiri atas:

    1. Dana Transfer Umum; dan

    2. Dana Transfer Khusus. Pasal 1l (1) Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal l0 huruf a direncanakan sebesar Rp49O.7 14.921.663.000,00 ^(empat ratus sembilan ^puluh triliun tujuh ratus empat belas miliar sembilan ^ratus ^dua puluh satu juta enam ratus enam puluh tiga ribu ^rupiah), yang terdiri atas:

    3. DBH; dan

    4. DAU. (2) DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ^a direncanakan sebesar Rp89.225.342.0 ^14.000,00 ^(delapan puluh sembilan triliun dua ratus dua puluh lima miliar tiga ratus empat puluh dua ^juta empat belas ribu ^rupiah), yang terdiri atas:

    5. DBH Pajak sebesar Rp56.683.966.194.000,00 ^(lima puluh enam triliun enam ratus delapan puluh tiga miliar sembilan ratus enam puluh enam ^juta seratus sembilan puluh empat ribu rupiah); dan

    6. DBH (3) l4l (s) b. DBH SDA sebesar Rp32.541.375.820.000,00 (tiga puluh dua triliun lima ratus empat puluh satu miliar tiga ratus tujuh puluh lima juta delapan ratus dua puluh ribu rupiah). DBH Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:

    7. Pajak Bumi dan Bangunan;

    8. Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri; dan

    9. Cukai Hasil Tembakau. DBH Sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(21 huruf b terdiri atas:

    10. minyak bumi dan gas bumi;

    11. mineral dan batubara;

    12. kehutanan;

    13. perikanan; dan

    14. panas bumi. DBH Kehutanan sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(4) huruf c, khusus Dana Reboisasi ^yang sebelumnya disalurkan ke kabupaten/kota ^penghasil, mulai ^Tahun Anggaran 2017 disalurkan ke provinsi ^penghasil ^dan digunakan untuk membiayai kegiatan ^rehabilitasi ^hutan dan lahan yang meliputi:

    15. perencanaan;

    16. pelaksanaan;

    17. monitoring;

    18. evaluasi; dan

    19. kegiatan pendukungnya. Kegiatan pendukung rehabilitasi hutan dan ^lahan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(5) meliputi:

    20. perlindungan dan pengamanan hutan;

    21. teknologi rehabilitasi hutan dan lahan;

      (6)
      1. pencegahan c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;

    22. penataan batas kawasan;

    23. pengembangan perbenihan;

    24. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat setempat dalam kegiatan rehabilitasi hutan;

    25. pembinaan; dan/atau

    26. pengawasan dan pengendalian. (7) Penggunaan DBH Cukai Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan DBH Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, diatur sebagai berikut:

    27. Penerimaan DBH Cukai Hasil Tembakau, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota dialokasikan untuk mendanai program sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai cukai, dengan prioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung program ^jaminan kesehatan nasional. b. Penerimaan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota digunakan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, kecuali tambahan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Provinsi Papua Barat dan Provinsi Aceh digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. DBH Kehutanan dari Dana Reboisasi yang merupakan bagian kabupaten/kota, baik yang disalurkan pada tahun 2016 maupun tahun-tahun sebelumnya yang masih terdapat di kas daerah dapat digunakan oleh organisasi perangkat daerah yang ditunjuk oleh bupati/wali kota untuk: I . pengelolaan taman hutan raya;


  13. pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan; dan/atau

  14. penanaman .

  15. penanaman pohon pada daerah aliran sungai kritis, penanaman bambu pada kanan kiri sungai, dan pengadaan bangunan konservasi tanah dan air. (8) DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b, dialokasikan sebesar 28,7o/o (dua puluh delapan koma tujuh persen) dari Pendapatan Dalam Negeri neto ^atau direncanakan sebesar Rp40 1.489.579.649.000,00 ^(empat ratus satu triliun empat ratus delapan puluh sembilan miliar lima ratus tujuh puluh sembilan ^juta enam ^ratus empat puluh sembilan ribu rupiah). (9) Pendapatan Dalam Negeri neto sebagaimana ^dimaksud pada ayat (8) dihitung berdasarkan ^penjumlahan antara Penerimaan Perpajakan dan ^PNBP, ^dikurangi ^dengan Penerimaan Negara yang Dibagihasilkan ^kepada ^Daerah dan persentase tertentu dari ^Pendapatan ^Negara ^yang di- earmark. (1O) Pagu DAU nasional dalam APBN tidak ^bersifat ^final ^atau dapat diubah sesuai ^perubahan Pendapatan Dalam ^Negeri neto dalam Perubahan APBN.

    (11)

    Dalam hal terjadi perubahan Pendapatan ^Dalam ^Negeri neto yang mengakibatkan ^penurunan ^pagu ^DAU nasional dan alokasi DAU per daerah, ^perlu ^perlakuan ^khusus terhadap daerah ^yang ^mempunyai ^kapasitas ^dan ^ruang fiskal yang sangat terbatas ^agar pagu alokasi daerah yang bersangkulan tetap, sehingga ^daerah ^yang ^bersangkutan -a*pu ^membiayai ^belanja ^pegawai ^dan ^kebutuhan operasionalnya.

    (12)

    Proporsi DAU antara provinsi ^dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan ^14,1olo ^(empat satu persen) dan 85,9% ^(delapan ^puluh sembilan persen).

    (13)

    Dalam rangka memperbaiki ^pemerataan ^kemampuan fiskal atau keuangan antar ^daerah, ^dilakukan ^penyesuaian alokasi DAU per daerah untuk ^provinsi ^dan kabupaten/ kota sebagai berikut:

    1. penyesuaian ke bawah ^secara proporsional ^untuk provinsi dan kabupaten/kota yang ^mengalami kenaikan alokasi DAU dengan ^tetap mempertahankan afirmasi terhadap provinsi dan ^kabupaten/ ^kota ^yang bercirikan kepulauan; dan belas koma lima koma b. penyesuaian b. penyesuaian ke atas untuk provinsi dan kabupaten/ kota yang mengalami penurunan alokasi DAU, sehingga tidak ada provinsi dan kabupaten/kota yang mengalami penurunan dibandingkan dengan alokasi DAU pada APBN Perubahan Tahun Anggaran 2OL7 .

    (14)

    Alokasi Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah.

    (15)

    Dana Transfer Umum diarahkan penggunaannya, yaitu paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) untuk belanja infrastruktur daerah yang langsung terkait ^dengan percepatan pembangunan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi dalam rangka meningkatkan ^kesempatan ^kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antardaerah.

    (16)

    Pedoman teknis atas penggunaan DBH Kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(5) ^dan penggunaan sisa DBH Kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(7) huruf ^c ^diatur ^lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan ^setelah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan ^Hidup ^dan Kehutanan.

    (17)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai ^penggunaan ^DBH Cukai Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(71 huruf a diatur dengan Peraturan ^Menteri ^Keuangan.

    Pasal 12

    (l) Dana Transfer Khusus sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal lO huruf b direncanakan sebesar Rp185.888.071.708.000,00 ^(seratus delapan ^puluh ^lima triliun delapan ratus delapan ^puluh ^delapan ^miliar tujuh puluh satu juta tujuh ratus delapan ribu ^rupiah), ^yang terdiri atas:

    1. DAK Fisik; dan

    2. DAK Nonfisik.


    (2)

    Pengalokasian. (2t (3) Pengalokasian DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a ditetapkan berdasarkan usulan daerah dengan memperhatikan prioritas nasional dan kemampuan keuangan negara. DAK Fisik sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) huruf ^a direncanakan sebesar Rp62.436.262.908.000'00 ^(enam puluh dua triliun empat ratus tiga puluh enam miliar dua ratus enam puluh dua ^juta sembilan ratus delapan ^ribu rupiah), yang terdiri atas:

    1. DAK Reguler sebesar Rp31.350.835.954.000,00 ^(tiga puluh satu triliun tiga ratus lima ^puluh miliar ^delapan ratus tiga puluh lima ^juta sembilan ^ratus lima Puluh empat ribu rupiah);

    2. DAK Penugasan sebesar ^Rp24.463.658.880.000,00 (dua puluh empat triliun empat ratus enam ^puluh ^tiga miliar enam ratus lima puluh ^delapan ^juta ^delapan ratus delapan puluh ribu rupiah); ^dan c. DAK Afirmasi sebesar ^Rp6.621.768.074.000'00 ^(enam triliun enam ratus dua ^puluh ^satu ^miliar ^tujuh ^ratus enam puluh delapan ^juta tujuh ^puluh ^empat ribu rupiah). (4) DAK Reguler sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(3) ^huruf ^a digunakan untuk mendanai ^kegiatan:

    3. Bidang Pendidikan sebesar ^Rp6.629.296.49f.000'00 (enam triliun enam ratus dua ^puluh ^sembilan ^miliar dua ratus sembilan ^puluh ^enam ^juta ^empat ^ratus sembilan ^puluh satu ^ribu ^ruPiah);

    4. Bidang Kesehatan dan ^Keluarga ^Berencana ^sebesar Rp10.511.805.920.000,00 ^(sepuluh triliun ^lima ^ratus sebelas miliar delapan ratus ^lima ^juta ^sembilan ratus dua puluh ribu rupiah);

    5. Bidang Perumahan dan Permukiman sebesar Rp564.957.636.000,00 ^(lima ^ratus ^enam ^puluh empat miliar sembilan ratus lima ^puluh tujuh ^juta enam ratus tiga ^puluh enam ^ribu ^rupiah);

    6. Bidang Industri Kecil dan Menengah sebesar Rp563.689.O96.OOO,OO ^(lima ^ratus ^enam ^puluh tiga miliar enam ratus delapan ^puluh ^sembilan ^juta sembilan puluh enam ribu ruPiah);

    7. Bidang .

    8. Bidang Pertanian sebesar Rp1.681.685.100.000,00 (satu triliun enam ratus delapan puluh satu miliar enam ratus delapan puluh lima ^juta seratus ribu rupiah);

    9. Bidang Kelautan dan Perikanan ^sebesar Rp879.698.091.000,00 (delapan ratus tujuh ^puluh sembilan miliar enam ratus sembilan ^puluh ^delapan juta sembilan puluh satu ribu rupiah);

    10. Bidang Pariwisata sebesar Rp631.952.214.000,00 (enam ratus tiga puluh satu miliar sembilan ^ratus lima puluh dua juta dua ratus empat belas ribu rupiah);

    11. Bidang Jalan sebesar ^Rp8.002'200.000.000,00 (delapan triliun dua miliar dua ratus ^juta ^rupiah);

    12. Bidang Air Minum sebesar ^Rp500.673.469.000'00 (lima iatus miliar enam ratus tujuh ^puluh ^tiga ^juta empat ratus enam ^puluh ^sembilan ^ribu ^rupiah);

    13. Bidang Sanitasi sebesar Rp521.487.937.000'00 ^(lima ratus dua puluh satu ^miliar ^empat ^ratus ^delapan puluh tqiuh ^juta sembilan ^ratus ^tiga ^puluh tujuh ribu rupiah); dan

    14. Bidang Pasar sebesar ^Rp863.390.0O0.0O0,00 (delapan ratus Enam ^puluh tiga ^miliar ^tiga ^ratus ^sembilan ^puluh juta rupiah).

    (5)

    DAK Penugasan sebagaimana ^dimaksud pada ^ayat ^(3) huruf b digunakan untuk ^mendanai ^kegiatan:

    1. Bidang Pendidikan ^Sekolah ^Menengah ^Kejuruan sebesar Rp1.713.603.803.00O,00 ^(satu ^triliun ^tujuh ratus tiga belas miliar ^enam ^ratus ^tiga ^juta ^delapan ratus tiga ribu ruPiah);

    2. Bidang Kesehatan ^sebesar ^Rp4.241.656'425'000,00 (empai triliun dua ratus empat ^puluh ^satu ^miliar ^enam iatus lima puluh enam ^juta ^empat ^ratus dua ^puluh lima ribu rupiah);

    3. Bidang Air Minum ^sebesar Rpl.053.816'IO5'000'OO (satu triliun lima ^puluh tiga ^miliar ^delapan ^ratus ^enam belas ^juta seratus lima ^ribu ^rupiah);

    4. Bidang.

    5. Bidang Sanitasi sebesar RpL.O97.626.667.000,00 (satu triliun sembilan puluh tujuh miliar enam ratus dua puluh enam juta enam ratus enam puluh tujuh ribu rupiah);

    6. Bidang Jalan sebesar Rp10.200.656.356.000,00 (sepuluh triliun dua ratus miliar enam ratus lima puluh enam juta tiga ratus lima puluh enam ribu rupiah);

    7. Bidang Irigasi sebesar Rp4.246.177.000.000,00 ^(empat triliun dua ratus empat puluh enam miliar ^seratus tqiuh puluh tqjuh ^juta rupiah);

    8. Bidang Pasar sebesar Rp909.3O3.524.000,00 ^(sembilan ratus sembilan miliar tiga ratus ^tiga ^juta ^lima ^ratus dua puluh empat ribu rupiah);

    9. Bidang Energi Skala Kecil dan ^Menengah ^sebesar Rp500.100.000.000,00 ^(lima ratus ^miliar ^seratus ^juta rupiah); dan

    10. Bidang Lingkungan Hidup dan ^Kehutanan ^sebesar Rp500.719.000.000,00 ^(lima ratus ^miliar ^tujuh ^ratus sembilan belas ^juta ^ruPiah). (6) DAK Afirmasi sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(3) ^huruf ^c digunakan untuk mendanai ^kegiatan:

    11. Bidang Kesehatan sebesar ^Rp3.226.242.950'000'00 (tiga triliun dua ratus dua ^puluh enam ^miliar ^dua ^ratus empat puluh dua ^juta sembilan ^ratus lima ^puluh ^ribu rupiah);

    12. Bidang Perumahan dan ^Permukiman ^sebesar Rp46i.642.873.000,00 ^(empat ^ratus ^enam ^puluh empat miliar enam ratus empat ^puluh ^dua ^juta delapan ratus tujuh ^puluh ^tiga ^ribu ^rupiah);

    13. Bidang Transportasi ^sebesar Rp1.078.134.148'000'00 (satu triliun tujuh puluh delapan ^miliar ^seratus ^tiga puluh empat ^juta seratus empat ^puluh ^delapan ^ribu rupiah);

    14. Bidang Pendidikan sebesar ^Rp794.612.169'000,O0 (tujuh ratus sembilan puluh empat ^miliar ^enam ratus dul belas ^juta seratus enam ^puluh ^sembilan ^ribu rupiah);

    15. Bidang ^. (71 (8) (e) e. Bidang Air Minum sebesar Rp516.258.136.000,00 (lima ratus enam belas miliar dua ratus lima puluh delapan ^juta seratus tiga puluh enam ribu rupiah); dan

    16. Bidang Sanitasi sebesar Rp541.877.798.000,00 (lima ratus empat puluh satu miliar delapan ratus tujuh puluh tujuh juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu rupiah). Dalam rangka menjaga capaian output DAK ^Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) huruf a, huruf ^b, ^dan huruf c, Pemerintah Daerah menyampaikan ^rencana kegiatan anggaran sesuai dengan ^proposal ^DAK ^Fisik ^yang telah disepakati antara Pemerintah dan ^Dewan Perwakilan Ralryat dan petunjuk teknis ^yang ditetapkan ^dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata ^cara ^penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat (3) ^dan penyampaian rencana kegiatan anggaran ^sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(7) diatur ^dengan ^Peraturan ^Menteri Keuangan. DAK Nonfisik sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf b direncanakan ^sebesar R-p I 23.45 1.8O8.8OO.OOO,OO ^(seratus ^dua ^puluh ^tiga ^triliun empat ratus lima ^puluh ^satu ^miliar ^delapan ^ratus ^delapan juta delapan ratus ribu rupiah), yang terdiri atas:

    17. Dana Bantuan Operasional ^Sekolah ^sebesar Rp46.695.528.800.000,00 ^(empat ^puluh ^enam ^triliun enam ratus sembilan puluh ^lima miliar ^lima ratus dua puluh delapan juta delapan ratus ribu ^rupiah);

    18. Dana Bantuan Operasional ^Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini sebesar Rp4.O70.190.OOO.OOO,OO ^(empat ^triliun ^tujuh ^puluh miliar seratus sembilan ^puluh ^juta ^rupiah);

    19. Dana T\rnjangan ^Profesi Guru ^Pegawai ^Negeri ^Sipil Daerah sebesar Rp58.293.080.000'000,O0 ^(lima ^puluh delapan triliun dua ratus sembilan ^puluh ^tiga ^miliar delapan puluh ^juta ruPiah);

    20. Dana .

    21. Dana Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah sebesar Rp978. 110.000.000,00 (sembilan ratus tqluh puluh delapan miliar seratus sepuluh juta rupiah);

    22. Dana Bantuan Operasional Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana sebesar Rp10.360.020.000.000,00 (sepuluh triliun tiga ratus enam puluh miliar dua puluh ^juta rupiah);

    23. Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, sebesar Rp1O0.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

    24. Tunjangan Khusus Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah di Daerah Khusus sebesar Rp2.129.880.000.000,00 (dua triliun seratus dua puluh sembilan miliar delapan ratus delapan puluh ^juta rupiah); dan

    25. Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan ^sebesar Rp825.000.000.000,00 ^(delapan ratus dua ^puluh ^lima miliar rupiah).

    (10)

    Daerah penerima DAK tidak menyediakan ^dana pendamping.

    Pasal 13

    DID sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ^ayat ^(21 ^huruf ^b direncanakan sebesar Rp8.500.000.000.000,00 ^(delapan triliun lima ratus miliar rupiah). DID dialokasikan berdasarkan kriteria ^utama dan ^kategori kinerja. DID digunakan sesuai kebutuhan dan ^prioritas ^daerah.


    Pasal 14

    (1)

    Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal 9 ayat (21 huruf c direncanakan sebesar Rp21 .059.583. 186.000,00 (dua puluh satu triliun ^lima puluh sembilan miliar lima ratus delapan puluh tiga ^juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah), yang ^terdiri atas:

    (1)
    (2)
    (3)
    1. Dana .

    2. Dana Otonomi Khusus; dan

    3. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta. l2l ^Dana ^Otonomi ^Khusus ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (l) humf a direncanakan sebesar Rp20.059.583.186.000,00 (dua puluh triliun lima ^puluh sembilan miliar lima ratus delapan ^puluh tiga ^juta ^seratus delapan puluh enam ribu rupiah), ^yang terdiri atas:

    4. Alokasi Dana Otonomi Khusus ^Provinsi Papua ^dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp8.029. ^79 ^l. ^593.000,00 (delapan triliun dua puluh sembilan miliar tujuh ^ratus sembilan puluh satu ^juta lima ratus ^sembilan ^puluh tiga ribu rupiah) yang dibagi ^masing-masing ^untuk Provinsi Papua dan untuk Provinsi ^Papua ^Barat dengan rincian sebagai berikut:

  16. Dana Otonomi Khusus Provinsi ^Papua ^sebesar Rp5.620.854.115.000,00 ^(lima ^triliun ^enam ^ratus dua puluh miliar delapan ratus ^lima puluh ^empat juta seratus lima belas ribu rupiah); dan

  17. Dana Otonomi Khusus ^Provinsi Papua ^Barat sebesar Rp2.408.937.478.000,00 ^(dua ^triliun ^empat ratus delapan miliar sembilan ^ratus tiga ^puluh tujuh ^juta empat ratus tujuh ^puluh ^delapan ^ribu rupiah). b. Alokasi Dana Otonomi ^Khusus ^Provinsi Aceh ^sebesar Rp8.029.791.593.000,00 ^(delapan ^triliun ^dua ^puluh sembilan miliar tujuh ratus ^sembilan ^puluh ^satu ^juta Iima ratus sembilan ^puluh ^tiga ^ribu ^rupiah); ^dan c. Dana Tambahan Infrastruktur ^dalam rangka ^Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi ^Papua ^Barat sebesar Rp4. 000.000.000.000,00 ^(empat ^triliun ^rupiah) dengan rincian sebagai ^berikut:

  18. Dana Tambahan Infrastruktur ^bagi Provinsi ^Papua sebesar Rp2.400.000.000. ^000,00 (dua ^triliun ^empat ratus miliar rupiah); dan

  19. Dana Tambahan Infrastruktur ^bagi Provinsi ^Papua Barat sebesar Rp l.6OO.OO0.OOO.00O,OO ^(satu ^triliun enam ratus miliar ruPiah).

    (3)

    Dana .

    (1)

    (21 (3) (3) Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).

    Pasal 15

    Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal ^12, Pasal 13, dan Pasal 14 diatur dalam Peraturan Presiden. Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis pelaksanaan DAK Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal L2 ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Presiden. Ketentuan mengenai penyaluran anggaran Transfer ^ke Daerah dan Dana Desa diatur sebagai ^berikut:

    1. dapat dilakukan dalam bentuk tunai ^dan ^nontunai;

    2. bagi daerah yang memiliki uang kas ^dan/atau simpanan di bank dalam ^jumlah tidak ^wqiar, dilakukan konversi penyaluran DBH dan/atau ^DAU dalam bentuk nontunai;

    3. dilakukan berdasarkan kinerja ^pelaksanaan; dan

    4. dapat dilakukan ^penundaan dan/atau Pemotongan dalam hal daerah tidak memenuhi ^paling ^sedikit anggaran yang diwajibkan dalam ^peraturan perundang-undangan atau menunggak ^membayar iuran yang diwajibkan dalam ^peraturan ^perundang- undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai ^penyaluran ^anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa ^sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan ^Peraturan ^Menteri Keuangan. l4l


    Pasal 16

    (1)


    Pasal 16

    Program Pengelolaan Subsidi dalam Tahun Anggaran 2018 direncanakan sebesar Rp t56.228. 125. 1 07. 000,00 (seratus lima puluh enam triliun dua ratus dua puluh delapan miliar seratus dua puluh lima ^juta seratus tujuh ribu rupiah). Anggaran untuk Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan secara tepat sasaran. Anggaran untuk Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi ^pada tahun anggaran ^berjalan berdasarkan perubahan ^parameter, realisasi ^harga ^minyak mentah Indonesia, dan/atau nilai tukar ^rupiah. Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian ^Program Pengelolaan Subsidi dalam Tahun Anggaran ^2018 sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) diatur ^dalam Peraturan Presiden.


    Pasal 18

    (1)

    Perubahan anggaran Belanja Pemerintah Pusat ^berupa:

    Pasal 17

    Dalam rangka efisiensi dan efektivitas ^anggaran kementerian negara/ lembaga, Pemerintah memberikan ^insentif ^atas ^kineda anggaran kementerian negara/lembaga ^yang ^diatur ^lebih lanjut dalam Peraturan Menteri ^Keuangan. (2t (3) (41 a. perubahan anggaran PNBP;

    1. perubahan anggaran pinjaman dan hibah yang diterushibahkan; belanja yang bersumber ^dari belanja yang bersumber dari termasuk pinjaman dan ^hibah c. pergeseran (21 (3) c. pergeseran Bagian Anggaran 999.08 (Bendahara Umum Negara Pengelola Belanja Lainnya) ke Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga atau antarsubbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN);

    2. pergeseran anggaran belanja yang dibiayai dari PNBP antarsatuan kerja dalam 1 (satu) program yang sama;

    3. perubahan anggaran belanja yang bersumber ^dari SBSN untuk pembiayaan kegiatan/proyek kementerian negara/lembaga;

    4. pergeseran anggaran antarprogram dalam 1 ^(satu) Bagian Anggaran yang bersumber dari rupiah ^murni untuk memenuhi kebutuhan belanja ^operasional;

    5. pergeseran anggaran antarprogram dalam I ^(satu) Bagian Anggaran untuk memenuhi ^kebutuhan ineligible expendihtre atas kegiatan ^yang dibiayai ^dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri;

    6. pergeseran anggaran antara ^program ^lama ^dan program baru dalam rangka ^penyelesaian ^administrasi bafiar Isian Pelaksanaan ^Anggaran ^sepanjang ^telah disetujui oleh Dewan Perwakilan ^Rakyat; ^dan/atau i. pergeseran anggaran dalam ^rangka ^penyediaan ^dana untuk penyelesaian restrukturisasi ^kementerian negara/lembaga, ditetapkan oleh Pemerintah. Perubahan lebih lanjut ^Pembiayaan ^Anggaran ^berupa perubahan pagu Pemberian Pinjaman ^akibat dari lanjutan, percepatan penarikan Pemberian ^Pinjaman, ^dan pengesahan atas Pemberian Pinjaman ^yang ^telah ^closing date, ditetapkan oleh ^Pemerintah. Perubahan anggaran Belanja ^Pemerintah Pusat ^berupa perubahan pagu untuk pengesahan ^belanja ^dan penerimaan pembiayaan dan/atau ^pendapatan hibah yang bersumber dari pinjaman/hibah termasuk pinjaman/hibah yang diterushibahkan ^yang telah ^closing date, ditetapkan oleh Pemerintah.


    (4)

    Perubahan.

    (4)

    (s) Perubahan anggaran Belanja Pemerintah Pusat berupa penambahan pagu karena luncuran Rupiah Murni Pendamping dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2Ol7 yang tidak terserap untuk pembayaran uang muka kontrak kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri, ditetapkan Pemerintah. Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018.

    Pasal 19

    Pemerintah dapat memberikan hibah ^kepada pemerintah/ lembaga asing dan menetapkan pemerintah/lembaga asing penerima untuk tujuan kemanusiaan dan tujuan lainnya. Pemerintah dapat memberikan hibah kepada Pemerintah Daerah dalam rangka rehabilitasi dan ^rekonstruksi pascabencana.


    Pasal 20

    (1)

    Anggaran Pendidikan direncanakan sebesar Rp444.131.393.403.000,00 (empat ratus empat ^puluh empat triliun seratus tiga puluh satu miliar tiga ^ratus sembilan puluh tiga ^juta empat ratus tiga ^ribu ^rupiah).

    (2)

    Persentase Anggaran Pendidikan adalah sebesar 20,07o (dua puluh koma nol persen), yang merupakan perbandingan alokasi Anggaran Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran ^Belanja Negara sebesar Rp2.22O.656.966.577.000,00 ^(dua kuadriliun dua ratus dua puluh triliun enam ratus ^lima puluh enam miliar sembilan ratus enam puluh enam ^juta lima ratus tqluh puluh tujuh ribu rupiah).

    (1)

    (21 (3) Alokasi $*D (3) (4) Alokasi Anggaran Pendidikan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) termasuk alokasi untuk Dana Pengembangan Pendidikan Nasional sebesar Rp15.000.O00.000.0O0,00 (lima belas triliun rupiah). Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian Anggaran Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (l), diatur dalam Peraturan Presiden.

    Pasal 21

    Jumlah anggaran Pendapatan Negara Tahun ^Anggaran 2018, sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^3, ^lebih ^kecil dari pada ^jumlah anggaran ^Belanja ^Negara ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^7 ^sehingga ^dalam ^Tahun ^Anggaran 2Ol8 terdapat defisit anggaran sebesar Rp325.936.638.600.000,O0 ^(tiga ^ratus ^dua puluh ^lima triliun sembilan ratus tiga ^puluh ^enam ^miliar ^enam ^ratus tiga puluh delapan ^juta enam ^ratus ^ribu ^rupiah) ^yang ^akan dibiayai dari Pembiayaan Anggaran. Ketentuan mengenai alokasi ^Pembiayaan ^Anggaran sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1), ^tercantum ^dalam Lampiran I ^yang merupakan ^bagian ^tidak ^terpisahkan dari Undang-Undang ini. Ketentuan lebih lanjut ^mengenai ^rincian ^alokasi Pembiayaan Anggaran ^yang ^tercantum dalam ^Lampiran ^I Undang-Undang ini diatur ^dalam Peraturan ^Presiden.


    (1)

    (21 (3) (1)

    Pasal 22

    Dalam hal anggaran diperkirakan ^defisit ^melampaui target yang ditetapkan dalam ^APBN, Pemerintah ^dapat *"ngg,r.r"1ia. dana SAL, ^penarikan ^Pinjaman ^T: nai, dan/atau penerbitan SBN ^sebagai ^tambahan ^pembiayaan. Kewajiban yang timbul dari ^penggunaan ^dana ^SAL, penarikan Pinjaman Tunai, dan/atau ^penerbitan ^SBN sebagai tambahan ^pembiayaan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dibebankan ^pada ^anggaran ^negara. (21 (3) Penggunaan {iD (3) Penggunaan dana SAL, Pinjaman T\rnai, dan/atau penerbitan SBN sebagai tambahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2018. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perkiraan defisit melampaui target serta penggunaan dana SAL, Pinjaman T-rnai, dan/atau penerbitan SBN sebagai tambahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


    Pasal 23

    (1)

    Pemerintah dapat menggunakan program kementerian negara/ lembaga yang bersumber dari Rupiah Murni dalam alokasi anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan/atau Barang Milik Negara untuk digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN.

    (2)

    Rincian program kementerian negara/ lembaga dan/atau Barang Milik Negara yang digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah pengesahan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2018 dan penetapan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2018.

    (3)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan program kementerian negara/lembaga dan/atau Barang Milik Negara sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 24

    (1)

    Pemerintah dapat menggunakan sisa dana penerbitan SBSN untuk pembiayaan kegiatan/ proyek kementerian negara/lembaga yang tidak terserap pada Tahun Anggaran 2Ol7 untuk membiayai pelaksanaan lanjutan kegiatan/proyek tersebut pada Tahr.n Anggaran 20 18.

    (2)

    Penggunaan $*D pembiayaan kegiatan/ proyek kementerian negara/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaporkan oleh Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sisa dana penerbitan SBSN untuk pembiayaan kegiatan/ proyek kementerian negara/ lembaga sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri ^Keuangan.

    Pasal 25

    Dalam hal terjadi krisis ^pasar SBN domestik, ^Pemerintah dengan ^persetujuan Dewan ^Perwakilan ^Ralcyat ^diberikan kewenangan menggunakan SAL untuk ^melakukan stabilisasi pasar SBN domestik ^setelah memperhitungkan kebutuhan anggaran sampai dengan akhir ^tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran ^berikutnya. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ^keputusan ^yang tertuang di dalam kesimpulan ^Rapat ^Kerja ^Badan Anggaran Dewan Perwakilan ^Ralryat dengan ^Pemerintah, yang diberikan dalam waktu tidak lebih ^dari ^1x24 ^(satu kali dua puluh empat) ^jam ^setelah ^usulan ^disampaikan Pemerintah kepada Dewan ^Perwakilan ^Rakyat. Jumlah penggunaan SAL ^dalam rangka stabilisasi ^pasar SBN sebagaimana dimaksud pada ^ayat ^(l) ^dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan ^Tahun ^Anggaran ^2018 dan/atau Laporan Keuangan ^Pemerintah Pusat ^Tahun 2018.


    (2)

    Penggunaan sisa dana penerbitan SBSN untuk penggunaan SAL dalam domestik sebagaimana Peraturan Menteri (1) t2) (3) (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rangka stabilisasi pasar SBN dimaksud pada ayat ^(1) diatur ^dengan Keuangan. Pasal 26

    (1)

    (2t

    Pasal 26

    Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu, kekurangannya dapat dipenuhi dari dana SAL, penerbitan SBN, atau penyesuaian Belanja Negara. Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar dan ^pengelolaan ^kas dengan tetap memperhatikan ^jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan. Dalam hal terdapat instrumen ^pembiayaan dari ^utang yang lebih menguntungkan dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen ^pembiayaan dari ^utang, ^Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi ^instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ^ketahanan ekonomi dan fiskal. Dalam hal diperlukan realokasi anggaran ^bunga ^utang sebagai dampak perubahan komposisi ^instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(3), Pemerintah dapat melakukan realokasi dari ^pembayaran bunga utang luar negeri ke ^pembayaran ^bunga ^utang dalam negeri atau sebaliknya. Untuk menurunkan biaya ^penerbitan ^SBN ^dan memastikan ketersediaan ^pembiayaan ^melalui ^utang, Pemerintah dapat menerima ^jaminan ^penerbitan ^utang dari lembaga ^yang dapat menjalankan ^fungsi ^penjaminan, dan/atau menerima fasilitas dalam ^bentuk ^dukungan pembiayaan. Pasal 2T


    (1)

    Dalam rangka menjamin ketersediaan ^anggaran ^di ^awal Tahun Anggaran 2018, Pemerintah ^dapat ^melakukan penerbitan SBN pada triwulan keempat tahun 2017.

    (6)

    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (l) sampai dengan ayat (5) ditetapkan oleh Pemerintah ^dan dilaporkan dalam APBN Perubahan ^Tahun ^Anggaran 2018 dan/atau Laporan Keuangan ^Pemerintah Pusat ^Tahun 20t8.

    (3)
    (4)

    (s) (2) Penerbitan (2) Penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilaporkan oleh Pemerintah dalam ^APBN ^Perubahan Tahun Anggaran 2018 dan/atau Laporan ^Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018.

    Pasal 28

    (l) Dalam rangka pembayaran ^gaji dan ^DAU ^bulan ^Januari 2Ol8 yang dananya harus ^disediakan pada ^akhir ^Tahun Anggaran 2017, Pemerintah ^dapat ^melakukan ^pinjaman SAL dan/atau menggunakan ^dana ^dari ^hasil ^penerbital SBN sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^27 ayat ^(l) ^pada akhir tahun 2017.


    (2)

    Ketentuan lebih tanjut ^mengenai penggunaan pinjaman SAL sebagaimana ^dimaksud pada ^ayat ^(1) ^sesuai ^dengan Peraturan Menteri ^Keuangan mengenai pengelolaan ^SAL'

    Pasal 29

    Dalam rangka ^mempercepat ^pelaksanaan ^kegiatan ^yang dibiayai deigan ^Pinjaman ^Luar ^Negeri, ^penarikan ^rupiah *.rtt i penJampin[ ^untuk ^pembayaran Yang ^muka kontrak kegiatan ^yang dibiayai ^Pinjaman ^Luar ^Negeri dalam DIP,{ Tatrun ^enggaran ^2018, dapat ^dilanjutkan sampai dengan ^tanggal ^31 Maret 2019' Pengajuan usulan ^lanjutan ^penarikan ^rupiah ^murni p."i"*pi"g untuk ^pembayaran ^ua18 ^mu].<a ^kontrak I.u"s"i-"; dimaksuh ^pada ^ayat ^(1) ^disampaikan ^kepada tut".ri"ti Keuangan ^dalam ^bentuk revisi ^anggaran ^paling lambat tanggal ^31 ^Januari ^2019. Ketentuan lebih ^lanjut ^mengenai pelaksanaan ^revisi "rgg"r". sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(2), ^diatur dengan Peraturan ^Menteri Keuangan' (1) (2t (3) Pasal 3O (21 (3)


    Pasal 30

    (1)

    Investasi pada organisasi/ lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional yang akan dilakukan dan/atau telah tercatat ^pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagai investasi perrnanen, ditetapkan untuk dijadikan investasi ^pada organisasi/ lembaga keuangan internasional/ ^badan ^usaha internasional tersebut. Pemerintah dapat melakukan ^pembayaran ^investasi ^pada organisasi/lembaga keuangan ^internasional/ ^badan usaha internasional melebihi pagu ^yang ditetapkan ^dalam Tahun Anggaran 2Ol8 yang diakibatkan oleh ^selisih ^kurs, ^yang selanjutnya dilaporkan dalam ^APBN ^Perubahan ^Tahun Anggaran 2018 dan/atau Laporan ^Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018. Pelaksanaan investasi ^pada organisasi/lembaga ^keuangan internasional/badan usaha internasional ^sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan ^dengan ^Peraturan Menteri Keuangan.

    Pasal 31

    Dalam rangka elisiensi ^dan efektivitas pelaksanaan pemberian bantuan internasional, ^dana ^bantuan internasional ^ditetapkan sebesar Rpl.000.0OO.OOO.O00,00 ^(satu ^triliun ^rupiah) ^yang pe.rggut "annya diatur sesuai dengan ^ketentuan ^perundang- undangan.


    Pasal 32

    (1)

    Dalam rangka meningkatkan ^kapasitas ^usaha terutama di bidang penelitian, ^pengembangan, ^dan ^penyediaan benih perkebunan, Pemerintah melakukan ^PMN ^kepada ^PT Perkebunan Nusantara III ^(Persero) ^yang ^berasal ^dari Barang Milik Negara Kementerian ^Pertanian ^yang dimanfaatkan oleh PT ^Riset ^Perkebunan Nusantara.

    (2)

    Penambahan PMN sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ditetapkan dengan Peraturan ^Pemerintah.

    Pasal 33

    (1)


    Pasal 33

    Barang Milik Negara yang berasal dari Daftar ^Isian Kegiatan/Daftar Isian Proyek/Daftar Isian ^Pelaksanaan Anggaran kementerian negara/lembaga ^yang dipergunakan dan/atau dioperasikan ^oleh Badan ^Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas ^yang di ^dalamnya terdapat saham milik ^negara dan ^telah ^tercatat ^pada laporan posisi keuangan Badan ^Usaha ^Milik Negara/ Perseroan Terbatas ^yang di ^dalamnya ^terdapat saham milik negara sebagai ^BPYBDS ^atau akun ^yang sejenis, ditetapkan untuk dijadikan ^PMN ^pada ^Badan Usaha Milik Negara/Perseroan ^Terbatas yang ^di ^dalamnya terdapat saham milik ^negara ^tersebut ^menggu.nakan ^nilai realisasi anggaran ^yang ^telah ^direviu ^oleh ^Badan ^Pengawas Keuangan dan Pembangu.nan. Barang Milik Negara ^yang ^dihasilkan ^dari ^belanja ^modal pada baftar Isian Pelaksanaan ^Anggaran ^kementerian negara/lembaga yang akan ^dipergunakan ^oleh ^Badan Usaha Uilik Negara/ ^Perseroan ^Terbatas yang ^di ^dalamnya terdapat saham milik ^negara ^sejak ^pengadaan ^Barang Milik Negara dimaksud, ^ditetapkan ^menjadi ^PMN ^pada Badan Usaha Milik ^Negara/ ^Perseroan ^Terbatas ^yang ^di dalamnya terdapat saham ^milik ^negara ^yang menggunakan Baiang Milik ^Negara menggunakan ^nilai realisasi anggaran ^yang ^telah ^direviu ^oleh ^Badan ^Pengawas Keuangan dan Pembangunan.


    (3)

    Pelaksanaan PMN pada Badan ^Usaha ^Mitik Negara/ Perseroan Terbatas ^yang ^didatamnya ^terdapat safiam'milik negara ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(l) dan ayat (2) ditetapkan ^dengan ^Peraturan Pemerintah' Pasal 34

    (1)

    Menteri Keuangan diberikan ^kewenangan ^untuk ^mengelola anggaran Kewajiban ^Penjaminan Pemerintah ^untuk:

    1. penugasan Percepatan ^Pembangunan ^Infrastruktur Nasional, yang terdiri dari: 1 . percepatan pembangr.rnan ^pembangkit ^tenaga ^listrik yang menggunakan batu bara;

  20. percepatan ^penyediaan ^air ^minum; (21 3. penjaminan . ^. t2l (3) 3. penjaminan infrastruktur dalam proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha penjaminan infrastruktur;

  21. pembiayaan infrastruktur melalui ^pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada Badan Usaha Milik Negara;

  22. percepatan pembangunan ^jalan tol di Sumatera. b. penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara. Dalam hal anggaran Kewajiban Penjaminan ^Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) telah ^dicairkan, diperhitungkan sebagai piutang/tagihan ^kepada ^entitas terjamin atau belanja kementerian ^negara/ lembaga. Dalam hal terdapat anggaran Kewajiban ^Penjaminan Pemerintah yang telah dialokasikan ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) tidak habis ^digunakan ^dalam tahun berjalan, anggaran Kewajiban ^Penjaminan Pemerintah dimaksud dapat diakumulasikan ^dengan mekanisme ^pemindahbukuan ^ke dalam ^rekening ^Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah dan ^rekening ^Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan ^Infrastruktur ^Daerah yang dibuka di Bank Indonesia. Dana yang telah dipindahbukukan ^dalam rekening ^Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah ^sebagaimana ^dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan untuk ^pembayaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah ^antarProgram penjaminan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ^huruf ^a pada tahun anggaran yang akan datang. Dana yang telah dipindahbukukan ^dalam ^rekening ^Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur ^Daerah sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(3) ^dapat ^digunakan untuk pembayaran atas ^penjaminan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf ^b.

    (6)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai ^pelaksanaan ^anggaran Kewajiban Penjaminan dan ^penggunaan ^Dana ^Cadangan Penjaminan Pemerintah atau rekening ^Dana ^Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur ^Daerah ^sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat ^(5) diatur ^dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    (4)

    (s)

    Pasal 35

    (r) (21


    Pasal 35

    Pemerintah dapat melakukan pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang melebihi pagu ^yang ditetapkan dalam Tahun Anggaran 2018, yang selanjutnya dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018. Pemerintah dapat melakukan transaksi Lindung ^Nilai dalam rangka mengendalikan risiko fluktuasi ^beban pembayaran kewajiban utang, dan/atau melindungi ^posisi nilai utang, dari risiko yang timbul maupun ^yang diperkirakan akan timbul akibat adanya ^volatilitas ^faktor- faktor pasar keuangan. Pemenuhan kewajiban yang timbul dari transaksi ^Lindung Nilai sebagaimana dimaksud ^pada ayat l2l ^dibebankan pada anggaran pembayaran bunga utang dan/atau pengeluaran cicilan pokok utang. Kewajiban yang timbul sebagaimana dimaksud ^pada ayat (3) bukan mempakan kerugian keuangan negara. Ketentuan tebih lanjut mengenai ^pelaksanaan transaksi Lindung Nilai sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(2) ^diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


    Pasal 36

    (1)

    Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang instansi Pemerintah ^yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan ^Piutang Negara/ Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, ^khususnya piutang terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan piutang berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana, meliputi dan ^tidak terbatas pada restrukturisasi dan ^pemberian ^keringanan utang pokok sampai dengan ^l OOo/o ^(seratus ^persen).

    (3)
    (4)

    (s) .#*D (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian piutang instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud ^pada ayat (l) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    Pasal 37

    (l) Pada pertengahan Tahun Angg aran 2018, ^Pemerintah men1rusun laporan pelaksanaan APBN ^Semester ^Pertama Tahun Anggaran 2018 mengenai:

    1. realisasi Pendapatan ^Negara;

    2. realisasi Belanja Negara; dan

    3. realisasi Pembiayaan Anggaran. Dalam laporan sebagaimana ^dimaksud Pemerintah menyertakan ^prognosis ^untuk berikutnya. Laporan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat disampaikan kepada ^Dewan ^Perwakilan lambat pada akhir bulan Juli ^2018' bersama antara Dewan ^Perwakilan Pemerintah. (2t (3) pada ayat (1) 6 (enam) bulan (l) dan ayat (21 Rakyat paling untuk dibahas Rakyat dan


    Pasal 38

    (1)

    Penyesuaian APBN Tahun Anggaran ^2018 ^dengan - perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas b.t""*a Dewan Perwakilan ^Rakyat dengan ^Pemerintah dalam rangka ^penJrusunan ^perkiraan ^perubahan ^atas APBN Tahun Anggaran 2018, ^apabila ^terjadi:

    1. perkembangan indikator ^ekonomi ^makro ^yang ^tidak sesuai dengan asumsi ^yang digunakan ^dalam ^APBN Tahun Anggaran 2018;

    2. perubahan ^pokok-pokok kebijakan ^fiskal;

    3. keadaan (2t (3) c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram; dan/atau

    4. keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan SAL yang ada di rekening Bank Indonesia ^yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggunglawaban pelaksanaan APBN. Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2018 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (l) untuk mendapatkan ^persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran ^2018 berakhir. Pasal 39

    (1)

    Dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

    1. proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah ^asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro ^lainnya ^yang menyebabkan turunnya pendapatan negara dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan; dan/atau

    2. kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil SBN secara signifikan, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan langkah-langkah:

  23. pengeluaran (21 (3) (4) 1. pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran2OlS;

  24. pergeseran anggaran belanja antarprogram dalam satu bagian anggaran dan/atau antarbagian Ernggaran dengan mempertimbangkan sasaran program prioritas nasional yang tetap harus tercapai;

  25. pengurangan pagu Belanja Negara dalam rangka peningkatan efisiensi, dengan tetap menjaga sasaran program prioritas yang tetap harus tercapai;

  26. penggunaan SAL untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN, dengan terlebih dahulu memperhitungkan ketersediaan SAL untuk kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjatan dan awal tahun anggaran berikutnya; dan/atau

  27. penambahan utang yang berasal dari penarikan pinjaman dan/atau penerbitan SBN. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (l) adalah keputusan yang tertuang di dalam kesimpulan Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah, yang diberikan dalam waktu tidak lebih dari lx24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan, Pemerintah dapat mengambil langkah-langkah s6lagaimana dimaksud pada ayat (1). Pemerintah menyampaikan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018.

    Pasal 40
    (1)

    (21


    Pasal 40

    Dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan likuiditas, Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan. Sumber dana untuk pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:

    1. penggunaan SAL untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN, dengan terlebih dahulu memperhitungkan ketersediaan SAL untuk kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya; dan/atau

    2. penambahan utang yang berasal dari penarikan pinjaman dan/atau penerbitan SBN. Pemberian pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penggunaan sumber dana untuk pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah keputusan yang tertuang di dalam kesimpulan Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah, yang diberikan dalam waktu tidak lebih dari Lx24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) karena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan, Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan ss[agaimana dimaksud pada ayat (1) dan penggunaan sumber dana untuk pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

      (3)
      (4)

      (s) (6) Dalam . q,D f,,D (6) (71 Dalam hal terjadi pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah melaporkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun berjalan dan/atau dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun berkenaan. Sumber dana untuk pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun berjalan dan/atau dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun berkenaan.


    Pasal 41

    Setelah Tahun Anggaran 2OLB berakhir, Pemerintah men5rusun pertanggungiawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2018 berr.rpa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan. Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan ^APBN Tahun Anggaran 2018, setelah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, ^paling lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2018 ^berakhir untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat.


    Pasal 42

    Postur APBN Tahun Anggaran 2018 yang memuat rincian besaran Pendapatan Negara, Belanja Negara, surplus/defisit anggaran, dan Pembiayaan Anggaran tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

    (1)

    (21 (3)


    Pasal 43
    Pasal 43

    Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2Ol8 yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang ini hams ditetapkan paling lambat tanggal 30 November 2017.



    Pasal 44

    Pemerintah dalam melaksanakan ^APBN ^Tahun ^Anggaran 2018 mengupayakan ^pemenuhan sasaran ^pertumbuhan ^ekonomi yang berkualitas, yang tercermin dalam:

    1. penurunan kemiskinan ^menjadi ^sebesar ^9,5o/o ^- ^lO,Oo/o (sembilan koma lima persen sampai dengan sepuluh ^koma nol persen);

    2. tingkat ^pengangguran terbuka ^menjadi ^sebesar ^5,Oo/o - S,S"t" (lima koma nol ^persen ^sampai dengan ^lima ^koma tiga persen);

    3. penurunan Gini ^Ratio ^menjadi ^sebesar ^0,38 ^(nol koma tiga puluh delapan); dan

    4. peningkatan Indeks ^Pembangunan Manusia mencapai 71,5 (tujuh puluh satu koma lima).


    Pasal 45

    Ketentuan sebagaimana ^dimaksud dalam ^Pasal ^27 ^dan ^Pasal 28 mulai beilaku ^pada ^tanggal ^Undang-Undang ini diundangkan.


    Pasal 46

    Undang-Undang ini mulai ^berlaku pada tanggal ^l ^Januari 2014. Agar . R E P u J'lT,i t,'S, 55n . o, o -46- Agar setiap orang mengetahuinya, pengundangan Undang-Undang ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. memerintahkan penempatannya Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 November 2Ol7 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2Ol7 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OL7 ^NOMOR 233 PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2OI8 Upaya menjaga stabilitas ekonomi makro tersebut ditempuh melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi. Terjaganya stabilitas ekonomi makro akan tercermin pada i) rata-rata nilai tukar rupiah yang akan stabil pada kisaran Rp13.4O0,OO (tiga belas ribu empat ratus rupiah) per satu dolar Amerika Serikat; ii) laju inflasi diperkirakan dapat dikendalikan pada tingkat 3,5% (tiga koma lima persen); dan iii) rata- rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 (tiga) bulan akan mencapai 5,2o/o (Lima koma dua persen). Namun demikian, kondisi stabilitas ekonomi makro tersebut akan menghadapi potensi risiko gejolak likuiditas pasar keuangan global sebagai dampak ketidakpastian kebijakan moneter di negara maju khususnya Amerika Serikat dan Eropa. Sejalan dengan tren stagnasi harga komoditas dunia, ^rata-rata ^harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price-lCPl di ^pasar internasional dalam tahun 2018 masih akan berada ^pada ^kisaran ^USD48 (empat puluh delapan dolar Amerika Serikat) per barel. Sementara itu, lifting minyak mentah diperkirakan mencapai sekitar 8O0.0O0 ^(delapan ratus ribu) barel per hari, sedangkan lifiing ^gas diperkirakan ^mencapai ^1,2 (satu koma dua) juta barel setara minyak per hari. Strategi pelaksanaan ^pembangunan Indonesia didasarkan ^pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ^2OO5-2O25. ^Pelaksanaan strategi Rencana Pembangunan Jangka Panjang ^Nasional ^dibagi ke ^dalam empat tahap Rencana Pembangunan Jangka ^Menengah Nasional ^yang ^tiap- tiap tahap memuat rencana dan strategi ^pembangunan untuk ^lima ^tahun yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah. Tahun 2018 merupakan tahun keempat dalam ^agenda ^Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahap ^ke-3. ^Berdasarkan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai kelanjutan dari ^Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahap ke-l ^(200$-2009) ^dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah ^Nasional ^ke-2 I2OLO-2OI4|, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ke-3 ^(201$-2019) ^yang ditujukan untuk lebih memantapkan ^pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif ^perekonomian yang berbasis sumber daya alam yang tersedia, sumber daya manusia ^yang berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi ^serta inovasi. Upaya pencapaian tujuan-tujuan tersebut akan diimplementasikan melalui pencapaian sasaran pembangunan di tiap tahun dengan ^fokus yang berbeda, sesuai dengan tantangan dan kondisi yang ada. Fokus kegiatan tersebut diterjemahkan dalam Rencana Kerja Pemerintah di tiap-tiap tahun. Sembilan Sembilan agenda (Nawa Cita) merupakan rangkuman program- program yang tertuang dalam visi-misi Presiden/Wakil Presiden yang dijabarkan dalam strategi pembangunan yang digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2OL5-2OL9 yang terdiri atas empat bagian utama, yaitu i) Norma Pembangunan; ii) Tiga Dimensi Pembangunan; iii) Kondisi Perlu, agar pembangunan dapat berlangsung; dan iv) Program-Program Quick Mns. Tiga dimensi pembangunan dan kondisi perlu dari strategi pembangunan memuat sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2018 berikut ini. Pertama, Dimensi Pembangunan Manusia merupakan ^penjabaran agenda pembangunan nasional yang tercantum dalam Nawa Cita, meliputi antara lain peningkatan kuatitas hidup manusia Indonesia, ^melakukan revolusi karakter bangsa, memperteguh kebhinekaan, dan ^memperkuat restorasi sosial Indonesia. Prioritasnya adalah sektor ^pendidikan ^dengan melaksanakan Program Indonesia Pintar, sektor ^kesehatan ^dengan melaksanakan Program Indonesia Sehat, ^perumahan ^ralryat, melaksanakan revolusi karakter bangsa, memperteguh ^kebhinekaan ^dan memperkuat restorasi sosial Indonesia, dan ^melaksanakan revolusi mental. Kedua, program-program ^pembangunan ^dalam ^Dimensi ^Pembangunan Sektor Unggulan merupakan ^penjabaran dari ^Nawa ^Cita ^yang menghadirkan kembali negara untuk melindungi ^segenap ^bangsa ^dan memberikan rasa aman kepada seluruh ^warga ^negara ^meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, ^dan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan ^menggerakkan ^sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Prioritas ^pembangunan ^sektor ^unggulan meliputi kedaulatan pangan, kedaulatan ^energi dan ^ketenagalistrikan, kemaritiman, pariwisata, industri, serta ^ilmu ^pengetahuan dan ^teknologi. Ketiga, seluruh penduduk telah memperoleh ^manfaat ^dari pertumbuhan pendapatan nasional yang dicerminkan oleh ^meningkatnya konsumsi per kapita penduduk. Oleh karena itu, ^melalui ^Dimensi Pembangunan Pemerataan dan Kewilayahan, untuk ^peningkatan kualitas hidup diupayakan melalui prioritas ^pada ^pemerataan ^antarkelompok pendapatan, dan pengurangan kesenjangan ^pembangunan antarwilayah' Program-program dalam dimensi ini merupakan ^penjabaran ^Nawa Cita membangu.n Indonesia dari ^pinggiran dengan ^memperkuat ^daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, ^meningkatkan ^kualitas ^hidup manusia Indonesia, dan meningkatkan ^produktivitas ^ralgrat dan ^daya saing di pasar internasional. Untuk mendukung pelaksanaan tiga dimensi pembangunan tersebut, perlu ada suatu Kondisi Perlu. Program-program pembangunan untuk menciptakan Kondisi Perlu merupakan penjabaran Nawa Cita menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa ^dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara, mengembangkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis, ^dan ^terpercaya, serta memperkuat kehadiran negara dalam ^melakukan ^reformasi ^sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, ^dan ^terpercaya. Kondisi Perlu meliputi ^program peningkatan kepastian ^dan ^penegakan hukum, keamanan dan ketertiban, ^politik ^dan demokrasi, serta ^tata ^kelola dan reformasi birokrasi. Agar prioritas sasaran ^pembangunan ^nasional ^dan prioritas ^nasional lainnya tersebut dapat tercapai, salah ^satu ^hal ^yang ^perlu ^dilakukan Pemerintah adalah mengoptimalkan ^Penerimaan Perpajakan ^dan ^PNBP' peningkatan Penerimaan Pirpajakan dilakukan melalui ekstensifikasi dan intensilikasi pajak. L€bih lanjut, ^pencapaian ^prioritas ^sasaran pembangunan ^-juga dicapai melalui ^langkah-langkah ^elisiensi ^surnber pembiay-aan yang diantaranya dengan ^mengutamakan ^pembiayaan dalam negeri, -pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif, serta pemanfaatan piijaman luar negeri secara selektif ^yang ^diutamakan ^untuk ^pembangunan infrastruktur dan energi. Dalam rangka mendukung ^pemenuhan ^kebutuhan ^energi ^dalam ^negeri yang bersumb"i d.ri minyak ^dan ^ga" ^bumi ^yang semakin ^berkurang, perlu iufrka, peningkatan sumber-sumber ^panas ^bumi ^melalui: i) intensifika"i a"rr- ekstensifikasi ^eksplorasi; ^ii) ^penyempurnaan. dalam peraturan perundang-undangan di ^bidang panas ^bumi ^yang ^memberikan manfaat dan keadilan ^kepada daerah serta ^untuk ^menjaga ^iklim ^investasi di bidang panas ^bumi; ^dan ^iii) ^pemberlakuan ^kebijakan ^Pajak ^Penghasilan yang Oiianggung Pemerintah ^bagi ^pengusaha ^panas ^bumi ^yatg ^izinnya iit.iUitt"r, "iU.t,rm Undang-Undang Nomor ^27 ^Tahut ^2003 ^tentang ^Panas Bumi berlaku. Pembahasan Rancangan ^Undang-Undang ^tentang ^APBN ^Tahun Anggaran 2018 dilakukan ^bewan ^Perwakilan ^Rakyat ^bersam.a ^Pemerintah aeii"" memperhatikan ^pertimbangan ^Dewan ^Perwakilan ^Daerah sebigaimana tJrcantum ^dalam Surat Keputusan ^Dewan ^Perwakilan ^Daerah Nomor 08/DPD Rllll2)l7-2018, ^tanggal ^19 ^September ^2OL7 ' pembahasan Undang-undang ini dilaksanakan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat ^dengan ^memperhatikan Putusan ^Mahkamah Konstitusi Nomor ^35 /PUU-X'II2O ^13 ^tanggal ^22 ^I&lei ^2Ol4 ' II. PASAL. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas.


    Pasal 2

    Cukup ^jelas.


    Pasal 3

    Cukup ^jelas.


    Pasal 4

    Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Pihak ketiga yang pajak penghasilannya ditanggung Pemerintah adalah pihak ketiga yang memberikan ^jasa kepada Pemerintah dalam rangka penerbitan dan/atau pembelian kembali/penukaran SBN di pasar internasional, yang antara lain jasa agen penjual dan ^jasa konsultan hukum internasional dan ^jasa agen penukar/pembeli. Huruf c Cukup ^jelas. Hunrf d Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) Cukup ^jelas. Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (11) Cukup ^jelas.


    Pasal 5

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Pendapatan Sumber Daya Alam Nonmigas ^yang bersumber dari sektor kehutanan tidak hanya ditujukan sebagai target penerimaan negara melainkan lebih ditujukan untuk pengamanan kelestarian hutan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Ayat (4) Sambil menunggu dilakukannya perubahan atas Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Unrsan Piutang Negara, dan dalam rangka mempercepat penyelesaian piutang bermasalah pada Badan Usaha Milik Negara di bidang usaha perbankan, dapat dilakukan pengurusan piutangnya melalui mekanisme pengelolaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas dan di bidang perbankan. Sedangkan terkait dengan pemberian kewenangan kepada Rapat Umum Pemegang Saham dan pengawasan Pemerintah dalam penyelesaian piutang bermasalah pada Badan Usaha Milik Negara di bidang usaha perbankan didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Badan Usaha Milik Negara. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Pendapatan Badan Layanan Umum termasuk dalam hal terdapat penerimaan yang diperoleh dari penyelengqaraan Asian Games 2018 oleh Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (INASGOC) melalui satuan kerja di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga yang mengelola dana dari usaha keolahragaan. Ayat (7) Cukup ^jelas.


    Pasal 6

    Cukup ^jelas.


    Pasal 7

    Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas.


    Pasal 9
    Pasal 9

    Ayat (1) Cukup ^je1as. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan 'desa tertinggal dan desa sangat tertinggal' adalah status desa yang ditetapkan oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Yang dimaksud dengan "desa tertinggal dan desa sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin tinggi" adalah desa tertinggal dan desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak yang berada pada kelompok desa desil ke 8 (delapan), 9 (sembilan), dan 10 (sepuluh). Huruf c Data jumlah desa, ^jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografis desa bersumber dari kementerian yang berwenang dan/atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik. Dalam hal data tidak tersedia, perhitungan Dana Desa menggunakan data tahun sebelumnya dan/atau menggunakan rata-rata data desa dalam satu kecamatan dimana desa tersebut berada. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 1O Pasal l0 Cukup ^jelas. Pasal l1 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan bagian Pusat sebesar 10olo (sepuluh persen) dibagi secara merata kepada seluruh kabupaten / kota. Bagian daerah yang berasal dari biaya pemungutan, digunakan untuk mendanai kegiatan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. Huruf b DBH ini termasuk DBH dari Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang pemungutannya bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2Ol3 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu. Dalam rangka pengendalian pelaksanaan APBN, penyaluran DBH dapat disalurkan tidak seluruhnya dari pagu alokasi, dan selanjutnya diperhitungkan sebagai kurang bayar DBH. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) . *. r, J.Tnt t,',?otf; * r' o _ 10_ Ayat (5) Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari perubahan keb{jakan berupa pengalihan kewenangan di bidang kehutanan dari kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Dengan ketentuan ini daerah tidak lagi diwajibkan untuk mengalokasikan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar 0,5% (nol koma lima persen) untuk tambahan anggaran pendidikan dasar. Kebijakan penggunaan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Provinsi Papua Barat dan Provinsi Aceh dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2l Tahun 20Ol tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang- Undang, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Huruf c Yang dimaksud dengan "penelitian dan pengembangan" antara lain pemanfaatan areal, penanaman pohon hutan unggulan lokal, dan penerapan sistem tebang pilih tanam jalur. Kebijakan r J.Tn=t,"?o=|^.r,o - 1l - Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari perubahan kebijakan berupa pengalihan kewenangan ii bidang kehutanan dari kabupaten/kota menjadi kewenanga.i provinsi sebagaimana diatur dalam Undang_Undang Noiror 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daeiah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang_-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang peruBahan KeJua ataf Undang-Undang Nomor 2A Tahun 2OL4 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Pendapatan Dalam Negeri neto sebesar Rp 1.398.9 1 8. 395.989.000,00 (satu kuadriliun tiga ratus sembilan puluh delapan triliun sembilan ratus delapan belas miliar tiga ratus._sembilan puluh lima juta sembilan ratus delapan putrih sembilan ribu rupiah) dihitung berdasarkan penjumlahan antara Penerimaan ^perpajakan sebesar Rp1.61S.095.499.162.000,00 (satu kuadriliun enam ratus delapan bilas triliun sembilan puiuh lima_miliar empat ratus sembilan puluh tiga juta seratus inam puluh dua ribu rupiah) dan pNBp sebesar Rp275.427.969.415.000,00 (dua ratus tujuh puluh lima triliun empat ratus dua puluh tqjuh miliar sembilan ratus enam puluh sembilan _juta empat ratus lima belas ribu rupiah), dilrurangi dengan faktor pengurang, yang terdiri atas:

    1. Penerimaan Negara yang Dibagihasilkan, terdiri atas:



  28. Pendapatan Pajak ^penghasilan pasal 21, pasal 25 dan pasal 29 Wajib P4jak Orang pribadi Dalam Negeri sebesar Rp187.142.340.000.000,00 (seratus delapan puluh tqjuh triliun seratus empat puluh dua miliar tiga iatus em-pat puluh juta rupiah);

  29. Pendapatan ^pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp17.369. 101.000.000,00 (tujuh belas triliun tiga ratus enam puluh sembilan miliar seratus satu juta rupiatrl;

  30. Pendapatan Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp148.230.000.000.000,00 (seratus empat puluh delapan triliun dua ratus tiga puluh miliar rupiah);

  31. Pendapatan Sumber Daya Alam Minyak dan Gas sebesar Rp80.349.O40.O0O.000,00 (delapan puluh triliun tiga ratus empat puluh sembilan miliar empat puluh juta rupiafrl; *. " u J,-Tnt t,',?5| *. r, o 12 5. Pendapatan Sumber Daya Alam Mineral dan Batu Bara sebesar Rp17.858.522.076.00O,00 (tujuh belas triliun delapan ratus lima puluh delapan miliar lima ratus dua puluh dua juta tujuh puluh enam ribu rupiah);

  32. Pendapatan Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp2.985.638.618.000,00 (dua triliun sembilan ratus delapan puluh lima miliar enam ratus tiga puluh delapan juta enam ratus delapan belas ribu rupiah);

  33. Pendapatan Sumber Daya Alam Perikanan sebesar Rp600.000.810.000,00 (enam ratus miliar delapan ratus sepuluh ribu rupiah); dan

  34. Pendapatan Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar Rp700.594.406.000,00 (tujuh ratus miliar lima ratus sembilan puluh empat ^juta empat ratus enam ribu rupiah). b. Pendapatan Negara yang di-earmark dengan bobot sebesar 5oo/o (lima puluh persen), terdiri atas:

  35. Pendapatan PNBP kementerian negara/lembaga sebesar Rp24.666.871.668.000,00 (dua puluh empat triliun enam ratus enam puluh enam miliar delapan ratus tujuh ^puluh satu ^juta enam ratus enam puluh delapan ribu rupiah);

  36. Pendapatan Badan Layanan Umum sebesar Rp43.304.597.653.000,00 (empat puluh tiga triliun ^tiga ratus empat miliar lima ratus sembilan puluh tujuh ^juta enam ratus lima puluh tiga ribu rupiah); dan

  37. Penerimaan Perpajakan ditanggung Pemerintah sebesar Rp10.768.190.036.000,00 (sepuluh triliun tduh ^ratus enam puluh delapan miliar seratus sembilan ^puluh ^juta ^tiga puluh enam ribu rupiah). Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (11) Cukup ^jelas. Ayat (12) Cukup ^jelas. Ayat (13) Cukup ^jelas. Ayat (14) Ayat (14) Cukup ^jelas. Ayat (15) Cukup ^jelas. Ayat (16) Cukup ^jelas. Ayat (17) Cukup ^jelas.

    Pasal 12

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Pengalokasian DAK Fisik bertujuan untuk membantu daerah tertentu, mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat, dan percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional. Ayat (3) Huruf a DAK Reguler dialokasikan kepada daerah provinsi/kabupaten/kota berdasarkan usulan daerah kepada kementerian negara/ lembaga yang menjadi prioritas nasional. Besaran alokasi DAK Reguler dihitung berdasarkan usulan daerah dan data teknis, dengan memperhatikan ^prioritas nasional, dan kemampuan keuangan negara. Huruf b DAK Penugasan dialokasikan untuk mendanai kegiatan khusus dalam rangka pencapaian sasaran prioritas nasional dengan menu terbatas dan lokus yang ditentukan. Besaran alokasi DAK Penugasan untuk masing-masing daerah dihitung berdasarkan usulan daerah dan data teknis, dengan memperhatikan prioritas nasional dan kemampuan keuangan negara. Huruf c . q,,D Huruf c DAK Afirmasi dialokasikan untuk daerah kabupaten/kota yang termasuk kategori daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal, daerah kepulauan, dan/ a-tau daJrah transmigrasi. Kabupaten/kota daerah perbatasan, daerah tertinggal, daerah kepulauan, dan daerah transmigrasi ditetaiian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang_undangan. Besaran alokasi DAK Afirmasi masing_masing daerah dihitung berdasarkan usulan daerah dan data tekn-ls dengan memperhatikan karakteristik daerah dan kemampuan keuangan negara. Ayat (a) Penetapan pagu DAK Reguler per bidang didasarkan pada kebutuhan daerah dan pencapaian- prioritas nasional, Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas.


    Pasal 13

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) *.", J.Tn",',35f; n .r,o -15- Ayat(2) Kriteria utama merupakan kriteria yang harus dimiliki oleh suatu daerah sebagai penentu kelayakan daerah penerima, yang terdiri atas:

    1. Opini Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Wajar Tanpa Pengecualian;

    2. Penetapan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tepat waktu; dan

    3. Penggunaan e-proanrement. Sedangkan kategori kinerja merupakan jenis kategori penilaian terhadap perbaikan dan pencapaian kinerja daerah di bidang:

    4. Pengelolaan keuangan daerah, yang dicerminkan dari kategori Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Daerah;

    5. Pelayanan dasar publik, yang dicerminkan dari kategori:

    6. Pelayanan Dasar Publik Bidang Pendidikan;


  38. Pelayar: an Dasar Publik Bidang Kesehatan; dan

  39. Pelayanan Dasar Publik Bidang Infrastruktur;

    1. Pelayanan pemerintahan umum, yang dicerminkan dari kategori:

    2. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

  40. Perencanaan Daerah;

  41. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;

  42. Inovasi Pelayanan Publik; dan

  43. Kemudahan Investasi; d, Kesejahteraan masyarakat yang dicerminkan dari kategori Kesej ahteraan Masyarakat. Ayat (3) Kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah dapat berupa antara lain:

    1. penyediaan layanan dasar publik;

    2. pembangunan, termasuk rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana di bidang pemerintahan; atau

    3. peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan di daerah.

      Pasal 14
      Pasal 14

      Cukup jelas. Pasal l5 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) huruf a Cukup ^jelas. hunrf b Cukup ^jelas. huruf c Cukup ^jelas. huruf d Anggaran yang diwajibkan dalam peraturan perundang- undangan antara lain anggaran pendidikan, anggaran kesehatan, alokasi dana desa, dan iuran jaminan kesehatan. Ayat (4) Cukup ^jelas.



      Pasal 16

      Cukup jelas.


      Pasal 17

      Cukup ^jelas.


      Pasal 18
      Pasal 18

      Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Humf f Cukup ^jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan 'ineligible expendifiire" adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperkenankan dibiayai dari dana pinjaman/hibah luar negeri karena tidak sesuai dengan kesepakatan dalam Perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "perubahan pagu Pemberian Pinjaman" adalah peningkatan pagu Pemberian Pinjaman akibat adanya Ianjutan Pemberian Pinjaman yang bersifat tahun ^jamak, percepatan penarikan Pemberian Pinjaman yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan Pemberian Pinjaman dan/atau penambahan pagu Pemberian Pinjaman untuk penerbitan Surat Perintah Pembukuan/ Pengesahan atas transaksi dokumen bukti penarikan pinjaman dan/atau hibah yang dikeluarkan oleh pemberi pinjaman dan/atau hibah (jVotice of DisbursemenFNOD). Perubahan pagu Pemberian Pinjaman tersebut tidak termasuk Pemberian Pinjaman baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2O18. Yang Yang dimaksud dengan "closing d.ateo adalal^ tanggal batas akhir penarikan dana pinjaman/hibah luar negeri melalui penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Ayat (3) Perubahan pagu ini dipergunakan untuk penerbitan Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan atas transaksi dokumen bukti penarikan Pinjaman dan/atau Hibah yang dikeluarkan oleh pemberi Pinjaman dan/atau Hibah (Notie of Disbursement-NOD). Ayat (4) Yang dimaksud dengan "uang muka kontrak kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri' adalah Alokasi Rupiah Murni ^yang wajib disediakan pemerintah dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Kementerian/ Lembaga Pengguna Pinjaman Luar Negeri, untuk membayar sejumlah tertentu kepada ^penyedia barang dan/atau ^jasa sebagai salah satu ^persyaratan ^pengefektifan kontrak. Tanpa pembayaran uang muka, ^pinjaman luar ^negeri yang perjanjian pinjamannya telah ditandatangani tidak dapat dicairkan. Ayat (5) Yang dimaksud dengan ^ndilaporkan Pemerintah kepada ^Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN ^Perubahan ^Tahun ^Anggaran 2018" adalah melaporkan ^perubahan ^rincian/ ^pergeseran anggaran Belanja Pemerintah Pusat ^yang dilakukan ^sebelum APBN Perubahan Tahun Anggaran 2OL8 kepada ^Dewan Perwakilan Ralryat. Yang dimaksud dengan "dilaporkan Pemerintah kepada ^Dewan Perwakilan Ratqyat dalam Laporan Keuangan ^Pemerintah ^Pusat tahun 2018" adalah melaporkan ^perubahan rincian/pergeseran anggaran Belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan ^sepanjang tahun 2018 setelah APBN Perubahan Tahun ^Anggaran ^2018 kepada Dewan Perwakilan Ralcyat.



      Pasal 19

      Cukup ^jelas. Pasal 2O Ayat (l) Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Dana Pengembangan Pendidikan Nasional merupakan akumulasi dari alokasi anggaran pendidikan tahun-tahun sebelumnya sebagai dana abadi pendidikan (endowment fundl yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan sebagai Souereign Wealth Fund Pendidikan. Hasil pengelolaan dana abadi pendidikan dimaksud digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggunglawaban antargenerasi, antara lain dalam bentuk pemberian beasiswa dan pendanaan riset. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 2l Cukup ^jelas.


      Pasal 22

      Ayat (l) Yang dimaksud dengan ^udefisit' adalah defisit sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas.


      Pasal 24
      Pasal 24

      Cukup ^jelas.



      Pasal 25

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "krisis pasar Surat Berharga Negara domestik" adalah kondisi krisis pasar Surat Berharga Negara berdasarkan indikator Protokol Manajemen Krisis (Cnsis Management Protocol-CMPI pasar Surat Berharga Negara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Penggunaan dana SAL untuk melakukan stabilisasi pasar SBN dapat ditakukan apabila kondisi pasar SBN telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada level krisis. Krisis di pasar SBN tersebut dapat memicu krisis di ^pasar keuangan secara keseluruhan, mengingat sebagian besar lembaga keuangan memiliki SBN. Situasi tersebut ^juga dapat memicu krisis fiskal, apabila Pemerintah harus melakukan upaya ^penyelamatan lembaga keuangan nasional. Stabilisasi pasar SBN domestik dilakukan melalui ^pembelian ^SBN di pasar sekunder oleh Menteri Keuangan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.


      Pasal 26

      Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Ayat (a) {iD Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang meliputi perubahan SBN neto, penarikan pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penarikan Pinjaman Luar Negeri. ^penarikan pinjaman Luar Negeri meliputi penarikan Pinjaman T\rnai dan ^pinjaman Kegiatan. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri tidak tersedia dapat digantikan dengan penerbitan SBN atau sebaliknya dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal. Ayat (6) Cukup ^jelas.


      Pasal 27

      Cukup ^jelas.


      Pasal 28

      Cukup ^jelas.


      Pasal 29

      Cukup ^jelas.


      Pasal 30

      Cukup ^jelas. Pasal 3 I Yang dimaksud dengan ^*Dana Bantuan Internasional" adalah dana yang dialokasikan untuk pembentukan endowment fund yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan pemberian bantuan internasional yang mandiri sebagai alat diplomasi politik dan ekonomi Indonesia yang pengelolaannya dilakukan oleh Badan Layanan Umum di bidang pengelolaan dana bantuan internasional.


      Pasal 32
      Pasal 32

      Ayat (1) Salah satu upaya pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan adalah dengan cara meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pangan melalui peningkatan penelitian, pengembangan, dan penyediaan benih perkebunan. Untuk itu, perlu dilakukan penyertaan modal negara kepada PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang berasal dari barang milik negara Kementerian Pertanian yang dimanfaatkan oleh PT Riset Perkebunan Nusantara berdasarkan usulan yang diajukan oleh Kementerian Pertanian. Ayat (21 Cukup ^jelas.



      Pasal 33

      Ayat (l) Yang dimaksud dengan "Barang Milik Negara" yaitu berupa tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan. Penetapan BPYBDS sebagai PMN pada Badan Usaha Milik Negara meliputi antara lain BPYBDS sebagaimana tercatat dalam laporan keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang telah diserahterimakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menjadi tambahan PMN bagi PT PLN (Persero). Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


      Pasal 34

      Ayat (l) Ketentuan mengenai penjaminan Pemerintah untuk masing- masing program diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "entitas terjamin" adalah pihak yang memperoleh ^jaminan Pemerintah. Ayat (3) Ayat (3) Pembentukan rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah ditujukan terutama untuk menghindari pengalokasian anggaran penjaminan Pemerintah dalam jumlah besar dalam satu tahun anggaran di masa yang akan datang, menjamin ketersediaan dana yang ^jumlahnya sesuai kebutuhan, menjamin pembayaran klaim secara tepat waktu, dan memberikan kepastian kepada pemangku kepentingan (termasuk Kreditur/lnvestor). Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas.


      Pasal 35

      Ayat (1) Pengeluaran melebihi pagu anggaran antara lain dapat disebabkan oleh:


  44. Kondisi ekonomi makro yang tidak sesuai dengan kondisi yang diperkirakan pada saat pen5rusunan APBN Perubahan dan/atau laporan realisasi pelaksanaan APBN Semester Pertama Tahun Anggaran 2018;

  45. Dampak dari restrukturisasi utang dalam rangka pengelolaan portofolio utang;

  46. Dampak dari percepatan penarikan pinjaman;

  47. Dampak dari transaksi Lindung Nilai atas pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang; dan/atau

  1. Dampak dari perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang. Ayat (2) Pelaksanaan transaksi Lindung Nilai dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2O18. Ayat (3) q,D Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Kewajiban yang timbul dari transaksi Lindung Nilai bukan merupakan kerugian keuangan negara karena ditujukan untuk melindungi pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang dari risiko fluktuasi mata uang dan tingkat bunga. Selain itu, transaksi Lindung Nilai tidak ditqjukan untuk spekulasi mendapatkan keuntungan. Ayat (5) Cukup ^jelas.
    Pasal 36

    Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Pengaturan mengenai penyelesaian piutang instansi Pemerintah termasuk mengenai tata cara dan kriteria penyelesaian piutang eks-BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).


    Pasal 37

    Cukup ^jelas.


    Pasal 38

    Cukup ^jelas.


    Pasal 39

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" adalah keadaan yang menyebabkan prognosis penurunan Pendapatan Negara yang berasal dari Penerimaan Perpajakan dan PNBP, dan adanya perkiraan tambahan beban kewajiban negara yang berasal dari pembayaran pokok dan bunga utang, subsidi bahan bakar minyak dan iistrik, serta belanja lainnya. Huruf a Huruf a Yang dimaksud dengan "proyeksi' adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi paling rendah 1olo (satu persen) di bawah asumsi dan/atau proyeksi asumsi ekonomi makro lainnya mengalami deviasi paling rendah sebesar l0o% (sepuluh persen) dari asumsi yang telah ditetapkan, kecuali prognosis lifiing dengan deviasi paling rendah 5% (lima persen). Huruf b Kenaikan biaya utang yang bersumber dari kenaikan imbal hasil (gield) SBN adalah terjadinya peningkatan imbal hasil secara signifikan yang menyebabkan krisis di pasar SBN, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan parameter dalam Protokol Manajemen Krisis /Cn: sis Management Protoal-CMP) pasar SBN. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud "karena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan" adalah apabila Badan Anggaran belum dapat melakukan rapat kerja dan/atau mengambil kesimpulan di dalam rapat kerja, dalam waktu lx24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat (4) Cukup ^jeias.


    Pasal 40

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kmbaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan likuiditas" adalah dalam hal perkiraan kas yang dapat diperoleh dari sumber daya keuangan Lembaga penjamin Simpanan tidak mencukupi pada saat kebutuhan dana harus dipenuhi oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (s) Yang dimaksud ^okarena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan' adalah apabila Badan Anggaran belum dapat melakukan rapat kerja dan/atau mengambil kesimpulan di dalam rapat kerja, dalam waktu 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Pasal 4 I Cukup ^jelas.


    Pasal 42

    Cukup ^jelas.


    Pasal 43

    Cukup ^jelas.


    Pasal 44

    Huruf a Penetapan tingkat kemiskinan sesuai dengan metodologi penghitungan Garis Kemiskinan Nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas.


    Pasal 45

    Cukup ^jelas.


    Pasal 46 Cukup ^jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2OI7 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 RINCIAN PEMBIAYAAN ANGGARAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 (Ribuan Rupiah) I 1.1 t.2 r.2.1 1.2. 1. 1 1.2.r.2 t.2.2 r.2.2.r t.2.2.r.1 r.2.2.t.2 1.2.2.t.2.1 r.2.2.r.2.1.L 1.2.2.1.2.1.2 7.2.2.r.2.2 t.2.2.2 ALOKASI PEMBIAYAAI{ ANGGARAN Pemblayaan Utang Surat Berharga Negara (Neto) Pinjaman (Neto) Pinjaman Dalam Negeri (Neto) Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri Pinjaman Luar Negeri (Neto) Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) Pinjaman Tunai Pinjaman Kegiatan Pinjaman Kegiatan Pemerintah Pusat Pinjaman Kegiatan Kementerian Negara/kmbaga Pinjaman Kegiatan Diterushibahkan Pinjarnan Kegiatan kepada BUMN/Pemda Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri 325.936.638.600 399.2L9.360.2A2 414.520.685.000 -15.301.324.718 3.137.930.000 4.500.000.000 -1.362.070.000 - 18.439.254.7t8 51.345.9t7.282 13.400.000.000 37.945.917.282 27.370.830.462 27.2t0.896.7s9 159.933.703 10.575.O86.820 -69.785.t72.OOO 2. Pembiayaan 2 2.1 2.1.1 2.2 2.2.1 2.3 2.3.1 2.3.1. 1 2.3.1.2 2.3.1.3 2.3.1.4 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.4 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.4.5 3 3. 1. Penblayaan Investa3l Investasi Kepada BUMN PMN kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) Investasi Kepada Lembaga I ^Badan Lainnya PMN kepada Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat Investasi Kepada BLU Dana Bergulir Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) Pusat Investasi Pemerintah ^(PIP) Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan ^(Pusat ^P2H) Dana Pengembangan Pendidikan ^Nasional ^(DPPN) Lembaga Manajemen Aset Negara ^(LMAN) Lembaga Pengelola Dana Bantuan Internasional (LPDBT) Investasi kepada Organisasi/ ^l,embaga ^Keuangan Internasional/Badan Usaha Internasional Islamic Development Bank ^(lDB) The Islamic Corporation for the ^Development of ^the Private Sector ^(ICD) International Fund for Agricultural ^Development (IFAD) Intemational Development Association ^(lDA) Asian Infrastructure Investment Bank ^(AIIB) Pcmberlsrr PlrJaroarr Pinjaman kepada BUMN/Pemda/Lembaga/Badan Ia.innya -66.664.319.274 -3.600.000.000 -3.600.000.000 -2.500.000.000 -2.500.000.000 -57.433.160.000 -6.0s0.000.000 -2.180.000.000 -850.O00.000 -2.500.000.000 -500.000.000 -r5.000.000.000 -35.403.160.000 -1.000.000.000 -2.t21.153.274 -72.106.274 -4r.339.000 -53.600.000 - 152.880.000 -1.801.228.000 -6.69(,.O93.4()4 -6.690.093.408 3.1. 1 3.1. r 3.1.1.1 3.t,t.2 4 5 5.1 Pinjaman kepada BUMN/Pemda (Neto) Pinjaman kepada BUMN/ Pemda (Bruto) Penerimaan cicilan pengembalian pinjaman kepada BUMN/Pemda Kewqiiban PenJaminan Pembiayaan Lainnya Hasil Pengelolaan Aset -6.690.093.408 -10.575.086.820 3.884.993.4t2 -1.121.315.OOO 183.O00.OOO 183.000.000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. JOKO WIDODO PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2OI7 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 POSTUR APBN TAHUN ANGGARAN 2018 A. PENDAPATAN NEGARA I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1. PENERIMAANPERPAJAKAN O PENERIMAAN NEGARA BUKAN a' PAJAK II. PENERIMAAN HIBAH BELANJA NEGARA I, BELANJA PEMERINTAH PUSAT II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA KESEIMBANGAN PRIMER SITRPLUS/ (DErISrTl ANGGARAT{ (A ^- Bl o/o Defisit Anggaran terhadap PDB PEMBIAYAAN ANGGARAN (I+II+III+IV+VI I. PEMBIAYAAN UTANG II. PEMBIAYAANINVESTASI III. PEMBERIAN PINJAMAN IV. KEWAJIBANPENJAMINAN V. PEMBIAYAAN LAINNYA (Ribuan Ruptahl 1.894.720.327.977 1.893.523.462.577 1.618.095.493.162 275.427.969.415 1.196.865.400 2.220.656.966.577 1.454.494.390.020 766.t62.576.5s7 -a7,3.29.517.23(, -325.936.638.600 2,19 325.936.638.600 399.219.360.282 -65.654.3 13.274 -6.690.093.408 - 1.121.315.000 183.000.000 B. c. D. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. JOKO WIDODO Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Asisten Deputi Bidang Perekonomian, i Bidang Hukurn dan E.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):