Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2016

Kerangka<< >>

Menimbang : Menimbang :

  1. }"R E SIDE N 1{€PUt3L IK INOONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONWNTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak; bahwa Pemerintah Republik Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dan menjamin hak-hak dasar yang dimilikinya dengan tetap memperhatikan perkembangan industri pelayaran nasional dan internasional; bahwa Maitime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006) yang telah diadopsi pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional ke-94 tanggal 23 Februari 2006 di Jenewa, Swiss, menitikberatkan pada upaya Negara Anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional untuk memberikan perlindungan bagi awak kapal serta industri pelayaran; b. c.

  2. bahwa d. r)RESIOE N R T.PUBLIK INDONESIA bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan Pasal 8 Maritime Labour Conuention, 2006 (Konvensr Ketenagakerjaan Maritim, 2006), Konvensi tersebut perlu disahkan dengan Undang-Undang; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan Maritime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim,2006); Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 40 l2); Dengan e. Mengingat :

  1. r5RESIT}E N REPUBLI( INOON€SIA r) Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENST KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006).
    Pasal 1

    Mengesahkan Maritime Labour Conuention, 2O06 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006l yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan bahasa Perancis serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.


    Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . l,legS'OEN REPUBLIK INDONESIA Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2016 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2016 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 193 I. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KSIENAGAKERJAAN MARITIM, 2006) UMUM Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (International Labour Organization IILO) adalah organisasi internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memiliki kewenangan untuk memberikan perlindungan sesuai standar internasional kepada pekerja/buruh. Oleh karena itu ILO mempunyai tugas dan kewajiban untuk menyusun standar ketenagakerjaan internasional. Untuk memberikan perlindungan kepada pelaut dan para awak kapal yang bekerja di kapal yang berbendera asing, ILO telah mengadopsi Maritime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006) pada Sidang Ketenagakerjaan Internasional ke-94 yang telah diselenggarakan di Jenewa pada tanggal 23 Februari 2006, dan mulai berlaku secara internasional pada tanggal 20 Agustus 2013. Maitime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006) diadopsi oleh ILO untuk menciptakan suatu instrumen tunggal yang memuat semua prinsip dan standar ketenagakerjaan internasional yang berlaku di industri pelayaran, untuk selanjutnya dapat diratifikasi oleh Negara Anggota. Maritime tlRES}r)EN R E})UBLIK TNDONESIA Maitime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006) menjadi pilar ke-4 (empat) melengkapi 3 (tiga) pilar yang telah dihasilkan Intemational Maitime Organization (IMO) sebelumnya yaitu International Conuention for the Safetg of Life at Sea, 1974, Internotional Conuention for tLrc Preuention of Pollution from ^Ships, ^1973, dan ^Intemational ^Conuention ^on ^Standards ^of Tfaining, Certification and Watchkeeping for Seafarers, 1978 Annex III, IV dan W diadopsi oleh IMO. Sedangkan Intemational Ship and Port Facilitg Seanritg Code, 2004 dan Global Maitime Distress Safetg Sgstem menjadi bagian dari Intemational Conuention for the Safety of Ltfe at Sea, 1974. Keempat aturan perjanjian internasional tersebut kesemuanya memiliki tujuan yang sama antara lain menciptakan tata hubungan industrial yang kondusif di industri maritim dunia, meningkatkan kesejahteraan para awak kapal, serta membantu pemilik kapal dan industri kapal agar dapat bersaing dalam industri perkapalan dunia. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi 3 (tiga) pilar aturan internasional tersebut yatto Intemational Conuention for the Safetg of Lift at Sea, 1974 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980, Intemational Conuention on Standards of Training, Certiftcation and Watchkeeping for Seafarers, 7978 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1986, da: n International Conuention for tle Preuention of Pollution from Shrps, 1973 yang diratifikasi dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2012. Sebagai FRESII: }€N f{€}}UBL IK INDONSSIA a Sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah pelaut terbesar yang bekerja di kapal berbendera asing maupun berbendera Indonesia serta berlayar di wilayah perairan internasional, Indonesia perlu memberlakukan persyaratan terkait perlindungan bagi pelaut maupun awak kapal sebagaimana diatur dalam Maritime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006). Oleh karena itu, untuk memberikan perlindungan bagi pelaut dan awak kapal yang bekerja di atas kapal, Pemerintah berkomitmen untuk meratifikasi Maitime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim,2006). Secara umum, beberapa ketentuan peraturan perundang- undangan nasional Indonesia telah sesuai (complg) dengan substansi Maitime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006), antara lain sebagai berikut:

  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
  3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Conuention No. 105 concerning the Abolition of Forced Labou4 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Conuention No. 138 concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja) ;
  4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Conuention No. 111 concerning Discimination in Respect of Emplogment and Occupation (Konvensi ILO mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan);
  5. Undang-Undang 7. l5RES}OEN HEPUELIK TNOONESIA 5. Undang-Undang Nomor l Tahun 2000 tentang Pengesahan 1lO Conuention Nomor 782 conceming the Prohibition and Immediate Action for Elimination of the Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak);
  6. Undang-Undang Nomor Ketenagakerjaan; 13 Tahun 2003 tentang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Conuention No. 81 conceming Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan) ; Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2OO4 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
  7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengesahan llO Conuention No. 185 concemirLg Reuising the Seafarers' Identitg Documents Conuention, J958 (Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958); dan
  8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Melalui penerapan Articles/Pasal-Pasa1, Regulations/ Peraturan dan Code/Koda, Maitime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006), memiliki tiga maksud atau tujuan mendasar, yaitu: a. melalui pasal-pasa1 dan peraturannya, untuk menentukan atau menetapkan prinsip-prinsip dan hak-hak dasar;
    1. melalui b. melalui Koda, untuk memperkenankan derajat fleksibilitas yang signifrkan sebagai cara Negara Anggota menerapkan prinsip-prinsip dan hak-hak tersebut; dan

    c. melalui Judul area 5: Kepatuhan dan Penegakan, untuk memastikan atau menjamin bahwa prinsip-prinsip dan hak- hak dipatuhi dan ditegakkan sebagaimana mestinya. POKOK-POKOK KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006 1. Definisi dan Ruang Lingkup Dalam Maitime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006l, istilah " seafaref' pada Konvensi ini, dalam terjemahan mempunyai 2 (dua) makna yaitu "pelaut" dan "awak kapal". Hal ini juga sesuai dalam pelaksanaannya menggunakan istilah pelaut dan awak kapal. Konvensi ini berlaku untuk semua kapal yang dimiliki oleh umum dan perseorangan, yang biasa digunakan dalam kegiatan komersial selain daripada kapal-kapal yang digunakan dalam penangkapan ikan atau melakukan kegiatan yang serupa dan kapal-kapal yang dibangun secara tradisional yang dibuat seperti dhous dan pnhs. Konvensi ini tidak berlaku pada kapal perang atau kapal angkatan laut.

  9. Tujuan Dalam rangka memberikan perlindungan kepada pelaut dan awak kapal terkait dengan pemenuhan hak dasar antara lain upah, syarat kerja termasuk waktu kerja dan waktu istirahat, perawatan medik, jaminan kesehatan, perekrutan dan penempatan, pelatihan, dan pengawasan, maka J. $,RES}PEN F{ EPUelLIK INOONESIA maka Pemerintah berkewajiban menyusun pedoman yang akan menjadi panduan bagi pemilik kapal serta awak kapal dan pelaut. Pedoman-pedoman tersebut antara lain:
  10. Pedoman Perlindungan Syarat dan Kondisi Kerja;
  11. Pedoman Perekrutan dan Penempatan;
  12. Pedoman Pelatihan dan Kompetensi Kerja; dan
  13. Pedoman Penegakan Hukum. Kewaj iban Negara Setiap Negara Anggota wajib memberlakukan secara penuh ketentuan-ketentuan dalam Maitime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006). Negara-negara Anggota wajib saling bekerja sama dengan maksud untuk memastikan pelaksanaan dan penegakan Maitime Labour Conuention, 2OO6 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006) ini secara efektif. Hak Dasar Pekerja di dalam Maitime Labour Conuention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006) Setiap orang yang berprofesi sebagai pelaut dan awak kapal dan bekerja di atas kapal yang berlayar melewati wilayah perairan internasional, mempunyai hak yang sama sebagaimana pekerja/buruh yang bekerja di darat. Hak-hak tersebut sebagaimana tercantum dalam 8 (delapan) Konvensi Dasar ILO dan telah diakomodir dalam ketentuan peraturan perundang-undangan nasional.
  14. Hak-hak r)R ESIOgN R E''UBLIK INDONESIA Hak-hak tersebut antara lain hak untuk bebas dari perbudakan, hak untuk terhindar dari diskriminasi, hak untuk mendapatkan upah yang sama untuk jenis pekerjaan yang sama nilainya, hak untuk berunding bersama dan berserikat, hak untuk tidak mempekerjakan anak dalam jenis pekerjaan terburuk. Selain hak dasar, maka pelaut dan awak kapal juga berhak mendapatkan perlindungan atas pekerjaan dan sosial, antara lain hak untuk mendapatkan tempat kerja yang aman, hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, hak untuk mendapatkan jaminan sosial, dan hak untuk mendapatkan perawatan medik, fasilitas dan akomodasi termasuk rekreasi.
  15. Peraturan dan Koda Maitime Labour Conuention, 2 0 0 6 (Konv ensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006) terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu Articles/Pasal- Pasal, Regulations / Peraluxan dan Code / Koda. Pasal-pasal dan peraturan menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip dasar dan kewajiban-kewajiban dasar Negara Anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional yang meratilikasi Maitime Labour Conuention, 2 0 0 6 (Konv ensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006l sedangkan Code/Koda memuat rincian-rincian bagi penerapan peraturan-peraturan. Code/Koda memuat 2 (dua) bagian yaitu Bagian A berisi standar-standar yang sifatnya mandatory f wajib yang harus diterapkan oleh negara yang meratifikasi Konvensi dan Bagian B berisi pedoman-pedoman yang sifatnya non mandatory / tidak wajib untuk diterapkan oleh negara yang meratifikasi Konvensi. Regulotions,/Peraturan dan Code/Koda mengatur mengenai:
  16. ketentuan 1. ketentuan minimum bagi para pelaut untuk bekerja di kapal; kondisi kerja; akomodasi, fasilitas-fasilitas rekreasi, makanan dan katering; perlindungan kesehatan, perawatan medik, kesejahteraan dan ^jaminan sosial; kepatuhan dan penegakan. II. PASAL DEMI PASAL
    Pasal 1

    Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia, maka digunakan salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris.


    Pasal 2 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5931 2. .r.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):