Pos

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1959

Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG POS Menimbang :

  1. bahwa "Postordonnantie 1935" (Staatsblad 1934 No. 720), sebagaimana sudah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang No. 30 tahun 1956 (Lembaran-Negara tahun 1956 No. 75) dalam beberapa hal tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tata-negara Republik Indonesia;

  2. bahwa berhubung dengan itu "Postordonnantie 1935" perlu dicabut dan diganti dengan Undang-undang baru;

    Mengingat:

    Pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN: A. Mencabut "Postordonnantie 1935" (Staatsbald 1934 No. 720), sebagaimana sudah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan undang-undang No. 30 tahun 1956 (Lembaran-Negara tahun 1956 No. 75). B. Menetapkan "Undang-undang tentang Pos". Pasal 1. Penyelenggaraan dinas Pos.

    1. Dalam Negara Republik Indonesia Dinas Pos dikuasai oleh Negara dan diselenggarakan oleh Jawatan Pos, Telegrap dan Telepon, selanjutnya disebut Jawatan P.T.T.

    2. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan pekerjaan-pekerjaan apa termasuk Dinas Pos. Pasal 2. Monopoli.

    3. Selain dari Jawatan P.T.T., siapapun juga tidak berwenang menyelenggarakan pengangkutan surat atau kartupos dengan memungut biaya.

    4. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan pengecualian- pengecualian atas ketentuan pada ayat 1. Pasal 3. Pengangkutan pos.

    5. Setiap pengusaha pengangkutan umum di darat, laut dan udara wajib menyelenggarakan pengangkutan pos yang diserahkan kepadanya 2. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan syarat- syarat yang berhubungan dengan pengangkutan pos yang harus dipenuhi oleh nakhoda kapal, sebelum ia berangkat dari atau pada waktu ia tiba disesuatu pelabuhan Indonesia.

    6. Kewajiban pengangkutan pos sebagaimana termaksud dalam ayat 2 dibebankan juga kepada nakhoda-nakhoda kapal yang digerakkan oleh uap atau motor yang khusus untuk sungai-sungai dan perairan dalam dan yang besar kotornya pling sedikit 20 meter-kubik. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap nakhoda kapal perang.

    7. Pengusaha bertanggungjawab atas keselamatan pos yang dirahkan kepadanya untuk diangkut. Tanggungjawab ini adalah hanya terhadap negara dan terbatas sampai jumlah uang ganti-kerugian yang menurut peraturan- peraturan yang berlaku harus dibayar oleh Jawatan P.T.T.

    8. Biaya pengangkutan pos dengan semua jenis alat angkutan ditetapkan dengan atau kuasa Peraturan Pemerintah. Pasal 4. Hak milik atas kiriman pos.

    9. Selama belum diserahkan kepada sialamat, kiriman pos tetap merupakan milik pengirim.

    10. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan peraturan- peraturan tentang:


  3. cara-cara meminta kembali atau mengubah alamat kiriman pos oleh pengirim;

  4. cara-cara mengerjakan kiriman pos yang ditolak oleh sialamat atau buntu karena sebab lain, dengan ketentuan bahwa pembukaan surat-surat buntu hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri ditempat kedudukan Pusat Jawatan P.T.T.;

  5. apa yang diartikan dengan kiriman pos.

    1. Penyitaan kiriman pos yang berada di dalam Jawatan P.T.T. tidak diperkenankan, kecuali dalam hal-hal yang dimaksudkan dalam pasal 13 dari Undang-undang ini dan peraturan-peraturan lain. Pasal 5. Tanggung-jawab terhadap pengirim 1. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan peraturan- peraturan tentang pemberian ganti-kerugian dengan mengambil sebagai dasar ketetapan-ketetapan yang bersangkutan dalam Perjanjian Pos Sedunia dan Persetujuan-persetujuannya.

    2. Mengenai ganti-kerugian yang tersebut dalam ayat 1, Negara hanya bertanggung-jawab terhadap pengirim.

    3. Untuk kerugian yang tidak langsung atau keuntungan yang tidak didapat, yang disebabkan oleh sesuatu kesalahan dalam penyelenggaraan dinas Pos, begitu pula jika kerugian diakibatkan oleh sebab kabar tidak diberikan ganti-kerugian. Pasal 6. Porto, bea dan ukuran kiriman pos. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan:

  6. porto-porto dan bea-bea kiriman pos dalam dan luar negeri, dengan ketentuan bahwa porto dan bea dalam negeri tidak akan melebihi porto dan bea luar negeri;

  7. batas-batas dari ukuran, berat dan isi kiriman pos. Pasal 7. Bebas porto. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan peraturan- peraturan yang berhubungan dengan kebebasan porto-yang mengenai dinas-dinas pemerintahan dan yang mengenai kepentingan umum.

    Pasal 8

    Hubungan pos internasional. Peraturan-peraturan tentang hubungan pos internasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dengan memperhatikan ketentuan- ketentuan dalam perjanjian dan persetujuan-persetujuan tentang pos internasional yang berlaku. Pasal 9. Larangan-larangan. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan jenis benda- benda yang pengirimannya melalui Pos dilarang. Pasal 10. Urusan-urusan lain. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah, maka Dinas Pos dapat diserahi pekerjaan-pekerjaan lain daripada yang disebut pada Pasal 1, ayat 2. Pasal 11. Peraturan hukuman.

    1. Dihukum dengan hukuman kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling tinggi seribu lima ratus rupiah:


  8. barangsiapa melanggar wewenang yang dimaksud dalam pasal b. setiap pengusaha pengangkutan atau nahkoda kapal yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang dimaksud dalam pasal 3, ayat 1 dan 2 .

  9. pengiriman dari kiriman pos berisi benda-benda yang termasuk larangan-larangan yang dimaksud dalam pasal 9, yang telah memberikan perincian yang tidak benar mengenai isinya;

  10. barangsiapa mempergunakan kebebasan porto di luar wewenang yang telah diberikan padanya.

    1. Jika sesuatu pelanggaran yang disebut pada ayat 1 diulang di dalam masa dua tahun sesudah suatu hukuman yang lebih dahulu diberikan pada yang bersalah karena pelanggaran yang sama mendapat kekuatan sah maka hukuman kurungan dapat ditambah dengan sepertiga dan denda dengan separohnya.

    2. Peraturan Pemerintah yang ditetapkan atas kuasa atau untuk menyelenggarakan Undang-undang ini, dapat mengancam hukuman yang tidak melebihi hukuman-hukuman yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.

    3. Jika perbuatan pidana dilakukan oleh atau atas tanggungjawab sesuatu badan hukum, maka tuntutan dilakukan terhadap dan hukuman diberikan pada para anggauta pengurus, kecuali jika mereka dapat membuktikan bahwa perbuatan itu tidak disebabkan oleh kesalahan mereka.

    4. Perbuatan-perbuatan pidana yang disebut dalam Undang- undang ini dianggap sebagai pelanggaran. Pasal 12. Tanggung-jawab dari pengirim. Barangsiapa melakukan pelanggaran termaksud dalam pasal 11, ayat 1 sub c maka selain diancam dengan hukuman, ia diwajibkan pula membayar ganti-kerugian dalam hal pelanggaran tersebut menimbulkan kerugian bagi Negara. Pasal 13. Pegawai-pegawai pengusut tindak-pidana.

    5. Selain pegawai-pegawai yang bertugas mengusut perbuatan pidana, pengusutan atas pelanggaran Undang-undang ini serta peraturan- peraturan penyelenggaraannya dapat dilakukan juga oleh pegawai- pegawai Jawatan P.T.T. dan Jawatan Bea dan Cukai.

    6. Untuk pengusutan itu mereka boleh menahan dan menggeledah alat- alat angkutan yang diduga dipergunakan untuk pelanggaran itu serta menyita kiriman pos-kiriman pos yang bersangkutan, tetapi hanya sesudah mereka mendapat perintah dari pihak penguasa yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal-hal lain yang berhubungan dengan pengusutan itu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 14. Ketentuan-ketentuan guna menjamin kelancaran penyelenggaraan Undang-undang ini. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan segala sesuatu yang perlu guna menjamin kelancaran penyelenggaraan Undang-undang ini.

      Pasal 15

      . Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Pos" dan mulai berlaku pada tanggal yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran- Negra Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta. pada tanggal 9 Maret 1959. Presiden Republik Indonesia, ttd SOEKARNO Diundangkan pada tanggal 14 Maret 1959. Menteri Kehakiman, ttd G.A. MAENGKOM Menteri Perhubungan, ttd SUKARDAN. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1959 NOMOR 12 PENJELASAN UNDANG-UNDANG No. 4 TAHUN 1959 tentang POS. I.UMUM.


    7. Hingga kini Dinas Pos masih bekerja atas dasar peraturan-peraturan dari zaman penjajahan yang disana-sini telah diubah, dicabut atau ditambah, sesuai dengan konstellasi kenegaraan baru: selanjutnya beberapa perubahan telah terjadi berhubung dengan peraturan-peraturan internasional baru yang ditetapkan oleh Kongres Union Postale Universelle ke-XVIII di Brussel dalam tahun 1952. Peraturan-peraturan itu adalah sebagai berikut :

  11. Postordonnantie 1935 (Staatsblad 1934 - No. 720 ) sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang No. 30 tahun 1956 (Lembaran-Negara 1956 No. 75);

  12. Postverordening 1935 (Staatsblad 1934 No. 721) sebagaimana telah diubah dan ditambah yang terakhir sekali dengan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1955 (Lembaran-Negara 1955 No. 45);

  13. Postbesluit Dienststukken 1935 (Staatsblad 1934 No. 722);

  14. Internationaal Postbesluit 1948 (Staatsblad 1949 No. 75);

  15. Intemationale Postverordening 1948 (Staatsblad 1949 No. 76);

  16. Akte-akte Brussel 1952 yang telah disahkan dengan Undang-undang No.25 tahun 1954 (Lembaran-Negara 1954 No. 79). Akte-akte ini ialah Convention Postale Universelle, Arrangement concernant les lettres et les boltes avee valeur declaree, Arrangement concernant les colis postaux Arrangement concemant les mandats de poste et les bons postaux de voyage, Arrangement concemant les virements postaux, Arrangement concemant les envois contre reboursement dan Arrangement concemant les recouvrements, serta Reglements dari arrangement-arrangement tersebut.

    1. Peraturan-peraturan lama seperti dimaksud diatas perlu dibaharui, bukan saja untuk menyesuaikan bentuk dan isinya dengan konstellasi kenegaraan yang baru, melainkan juga untuk khususnya dilapangan Pos - mengadakan pembagian yang lebih praktis antara pekerjaan-pekerjaan perundang-undangan dan penyelenggaraan.

    2. Maka, berbeda dengan Postordonnantie yang memuat soal- soal detail yang kecil- kecil, Undang-undang Pos ini hanya memuat soal-soal pokok, yang sedikit sekali memerlukan perubahan. Pula terutama memuat hal-hal yang harus ditetapkan dengan Undang-undang, karena mengenai hubungan yang mengikat dan memaksa terhadap rakyat dan masyarakat, seperti monopoli Pos, kewajiban-kewajiban mengangkut Pos, bebas porto, peraturan hukuman dan lain sebagainya. Wewenang untuk mengatur hal-hal teknis postal dan detail yang merupakan peraturan penyelenggara Undang-undang Pos, didelegasikan kepada Peraturan Pemerintah. Hal- hal ringan yang sering memerlukan perubahan cepat-cepat, seperti misalnya bea- udara, penetapannya dapat dikuasakan kepada Direktur Jenderal P.T.T., sesuai dengan Undang-undang Dasar Sementara pasal 98 dan 99. Tujuan dari susunan baru ini ialah :

  17. Undang-undang tidak terlampau panjang dan hanya memuat soal-soal pokok, sehingga tidak akan sering memerlukan perubahan;

  18. Soal-soal teknis postal dan detail dimasukkan dalam Peraturan Pemerintah sehingga perubahan-perubahan dapat dilaksanakan lebih cepat daripada perubahan Undang-undang;

c. Soal-soal yang lebih kecil lagi dan yang perubahannya memerlukan gerak II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Ayat 1: oleh Undang-undang untuk menyelenggarakan Dinas Pos. Ayat 2: Apa yang dimaksud dengan Dinas Pos akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, misalnya: urusan suratpos-suratpos yang meliputi surat, kartupos, barang cetakan, surat kabar, tambahan, dokumen, fonopos, braile; urusan-urusan pospaket, poswesel, tebusan dan lain sebagainya. Pasal 2. Ayat 1: Monopoli angkutan .urat dan kartupos oleh Jawatan P.T.T. terdapat disemua Negara diseluruh dunia. Angkutan suratpos jenis lain tidak dilarang, jadi boleh dilakukan oleh fihak partikelir. Tetapi hal ini kiranya tidak akan menarik, karena tidak akan mendatangkan keuntungan, mengingat taripnya yang sangat rendah. Tujuan monopoli Pos adalah terutama :

  1. Melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang Dasar Sementara pasal 17 tentang jaminan rahasia surat-menyurat oleh Negara.

  2. Menjamin perhubungan pos diseluruh Negara sampai kepelosok-pelosok dan pulau-pulau yang terpencil, dengan biaya yang seragam dan yang dapat terbayar oleh rakyat. Hal ini dapat dilaksanakan karena Negara berkuasa mempergunakan segala alat angkutan yang ada. Bila perusahaan partikelir dibolehkan menyelenggarakan hal ini, yang akan diurusnya tentu hanya daerah-daerah yang ramai yang dapat mendatangkan keuntungan. Daerah-daerah terpencil hanya akan diurus dengan pembayaran biaya yang tinggi.

  1. Berbeda dengan monopoli-monopoli lain dan monopoli- monopoli partikelir, yang terutama ditujukan pada hal-hal financieel-ekonomis, monopoli pos ini terutama ditujukan pada penyelenggaraan kesejahteraan rakyat dan Negara, dan baru dalam taraf kedua bersumber pada pertimbangan keuangan. Pasal 3. Ayat 1: Keharusan mengangkut pos bagi alat-alat angkutan umum didarat pada waktu ini telah diletakkan dasarnya dalam Wegverkeersordonnantie 1933 pasal 29, ayat 3. Dengan ketentuan pasa ayat 1 ini dimaksudkan untuk meletakkan dasar bagi soal yang sangat penting untuk Pos ini didalam Undang-undang Pos sendiri, satu dan lain dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan-peraturan lain. Ayat 2: Dalam Peraturan Pemerintah akan dimuat kewajiban- kewajiban nakhoda kapal, dengan bersandar pada ayat ini. Misalnya: 24 jam sebelum sesuatu kapal berangkat, nakhoda harus memberitahukannya hal itu kepada kantor Pos setempat; bila kapal tiba disesuatu pelabuhan, nakhoda harus menyerahkan pos yang diangkutnya dalam waktu 6 jam kepada kantor Pos setempat, dan lain sebagainya. Ayat 3: Tidak memerlukan penjelasan. Ayat 4: Kalimat kedua dari ayat ini antara lain memuat penegasan, bahwa pengangkut pos hanya bertanggung-jawab terhadap negara. Hal ini adalah untuk menjaga agar pengangkut yang bersangkutan, terutama dalam hal angkutan laut, tidak harus membayar ganti-kerugian dua kali, pertama kepada Jawatan P.T.T., dan kedua kepada pengirim kirimanpos atau pihak ketiga yang kerugiannya lebih besar dari ganti-kerugian yang didapatnya dari Jawatan P.T.T. Ayat 5: Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 4. Ayat 1: Tidak memerlukan penjelasan. Ayat 2,huruf b: Untuk pembukaan surat-surat buntu diperlukan perintah/izin Ketua Pengadilan Negeri berhubung dengan jaminan rahasia surat. Dalam praktek hingga sekarang, perintah/izin ini berlaku terus- menerus, hingga tidak perlu tiap kali diminta Ayat 3: Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 5. Ayat 1: Tidak memerlukan penjelasan. Ayat 2: Ketentuan ini adalah untuk menegaskan bahwa pihak ketiga tidak ada hak menuntut ganti-kerugian. Ayat 3: Dengan sebabkahar (force majeure) dimaksud misalnya bencana alam, tindakan-tindakan perang dan hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh perundang-undangan umum. Pasal 6. Dalam sistim lama batas-batas tertinggi dari porto dan bea disebutkan satu per satu. Dengan ketentuan pada pasal 6 sub a sekarang ini, maka penetapan batas-batas tertinggi dari masing-masing porto dan bea tidak perlu lagi. Porto dan bea dalam negeri telah ditetapkan tidak boleh melebihi porto dan bea luar negeri, sedang batas-batas dari porto dan bea luar negeri telah ditetapkan didalam Convention Postale Universelle, yang sama besarnya untuk seluruh dunia dan dinyatakan dalam uang fictief francs emas. Pasal 7. Tidak perlu penjelasan. Pasal 8. Didalam zaman penjajahan hak untuk mengadakan traktat-traktat antara-negara terletak pada Kepala Negara Nederland seperti pula halnya dengan traktat-traktat tentang Pos internasional. Ratifikasi serta pengundangan traktat-traktat itu agar jadi berlaku didalam negeri dilakukan dengan perundang-undangan Belanda. Dasar-dasar itu kini perlu ditetapkan dalam Undang-undang Pos. Pasal 9. Ayat I : Peraturan Pemerintah akan menetapkan larangan-larangan sesuai dengan yang termuat dalam Perjanjian Pos dan Persetujuan-persetujuannya. Pasal 10. Maksud pasal ini ialah untuk membuka kemungkinan, agar beberapa pekerjaan tertentu yang tidak spesifik pos, dapat diserahkan penyelenggaraannya kepada Dinas Pos misalnya: pemungutan pajak radio, pekerjaan kas negeri, pekerjaan tabungan pos, rekening-koran pos. Pasal 11. Ayat 1 dan 2: Ancaman-ancaman hukuman sebagai yang berlaku sekarang ini tidak sebanding dengan besarnya pelanggaran dan kerugian, yang bila hal itu terjadi, akan harus diderita oleh masyarakat. Mengingat uraian tersebut diatas, maka ditetapkan suatu ancaman hukuman yang lebih sepadan. Ayat 3 : Ketentuan ini adalah sesuai dengan Undang-undang Dasar Sementara pasal 98, ayat 2. Ayat 4 dan 5: Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 12. Contoh : Seseorang mengirim pospaket atau bungkusan yang berisi alat peledak. Sebagai isi dinyatakannya "tepung gandum". Dalam pengangkutan dengan otobis, pos meledak dan otobis terbakar. Dari penyelidikan terbukti bahwa bencana itu disebabkan oleh pospaket tadi. Dalam hal ini, maka pengirim selain dihukum berdasarkan pasal 11 ayat 1 sub c, juga harus membayar seluruh ganti kerugian yang harus dibayar oleh Pasal 13. Ayat 1: Untuk menjamin ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, maka dianggap perlu untuk menunjuk pegawai-pegawai Jawatan P.T.T. dan pegawai-pegawai Jawatan Bea dan Cukai untuk melakukan pengusutan atas pelanggaran Undang-undang ini serta peraturan-peraturan penyelenggaraannya, disamping pegawai-pegawai yang biasanya bertugas mengusut perbuatan pidana. Ayat 2: Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 14. Ketentuan-ketentuan ini bermaksud memberikan kuasa kepada Peraturan Pemerintah atau peraturan-peraturan yang lebih rendah, untuk mengatur hal-hal yang perlu guna menjamin penyelenggaraan dinas-dinas pos,. yang tidak telah diatur secara khusus dalam Undang- undang ini. Pasal 15. Undang-undang Pos, Peraturan Pemerintah tentang Pos dan Keputusan Direktur Jenderal P.T.T., yang memuat perubahan-perubahan susunan yang sangat radikal ini harus serempak mulai berlakunya. Untuk inilah, maka ketentuan ini dianggap perlu. Termasuk Lembaran-Negara No. 12 tahun 1959. Diketahui: Menteri Kehakiman, ttd G. A. MAENGKOM. TAMBAGHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1747.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):