Penetapan Undang-Undang Darurat No. 2 Tahun 1959 Tentang Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Garuda (Lembaran-Negara Tahun 1959 No. 19), Sebagai Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959

Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA Menimbang :

  1. bahwa Pemerintah berdasarkan pasal 96 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia telah menetapkan Undang-undang Darurat No. 2 tahun 1959 tentang pemberian tanda kehormatan Bintang Garuda (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 19);

  2. bahwa peraturan-peraturan yang termaktub dalam Undang- undang Darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai Undang- undang; Mengingat :

  1. pasal 89 dan 97 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

  2. Undang-undang No. 29 tahun 1957 (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 101); Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN UNDANG- UNDANG DARURAT NO. 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA (LEMBARAN- NEGARA TAHUN 1959 NO. 19), SEBAGAI UNDANG-UNDANG. Pasal I. Peraturan-peraturan yang termaktub dalam Undang-undang Darurat No. 2 tahun 1959 tentang pemberian tanda kehormatan Bintang Garuda (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 19) ditetapkan sebagai Undang-undang, dengan perubahan-perubahan, sehingga berbunyi sebagai berikut : BAB I. KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Kepada anggota Angkatan Udara Republik Indonesia yang bertugas di udara di masa kegiatan-kegiatan penerbangan dalam jangka waktu antara tahun 1945 sampai dengan akhir tahun 1949 dan yang secara aktif telah melakukan tugas-tugas penerbangan diberikan anugerah tanda kehormatan berupa suatu bintang jasa yang bernama "Bintang Garuda". Pasal 2.

    (1)

    Bintang Garuda berbentuk seperti dilukiskan dalam lampiran, ialah sebuah bintang berlapis tiga, dibuat dari logam berwarna perunggu dengan garis tengah 48 milimeter :

  3. Lapisan pertama sebagai dasar berbentuk bintang bersudut besar-kecil sepuluh dengan tiap ujung sudut besar terdapat bulatan kecil;

  4. lapisan kedua berbentuk bundar dengan garis tengah 25 milimeter dan terdapat tulisan "1945 Garuda 1949";

  5. lapisan ketiga berbentuk lukisan lambang Angkatan Udara Republik Indonesia "SWABHUWANA PAKSA" yang terdiri dari: seekor burung garuda yang menegakkan sayapnya setinggi-tingginya, 5 pucuk anak panah yang digenggam oleh cakar garuda, sebuah perisai dengan lukisan kepulauan Indonesia atas mana burung garuda berdiri; api yang menyala menjilat-jilat mengepung perisai, sebuah karangan manggar melingkari garuda, masing-masing terdiri dari 17 buah. Disebelah belakang bintang terdapat tulisan "Republik Indonesia".

    (2)

    Pita dari Bintang Garuda bercorak seperti dilukiskan dalam lampiran, berukuran lebar 35 milimeter, panjang 52 milimeter, berwarna dasar biru tua dengan satu strip-tegak-putih perak di tengah-tengah yang lebarnya 8 milimeter dan di tengah-tengah pita dilekatkan suatu tanda berbentuk pesawat kecil dibuat dari logam berwarna perunggu. BAB II. URUTAN TINGKATAN. Pasal 3. Kedudukan Bintang Garuda dalam urutan tingkatan tanda-tanda kehormatan akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB III. PEMBERIAN. Pasal 4. Bintang Garuda dianugerahkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi berdasarkan usul dari Menteri Pertahanan. Pasal 5. Tiap pemberian Bintang Garuda disertai dengan penyerahan suatu piagam menurut bentuk seperti dilukiskan dalam lampiran. Pasal 6. Penyerahan Bintang Garuda dilakukan dengan upacara militer menurut ketentuan Menteri Pertahanan. Pasal 7. Tata cara pengusulan dan pemberian Bintang Garuda ditetapkan oleh Menteri Pertahanan. Pasal 8. Pelaksanaan penyerahan Bintang Garuda dilakukan oleh Menteri Pertahanan atau oleh pejabat-pejabat yang ditunjuknya. BAB IV. PEMAKAIAN. Pasal 9. Dengan mengingat ketentuan tentang urutan tingkatan tersebut dalam pasal 3, maka Bintang Garuda dipakai pada waktu dan menurut cara yang berlaku untuk Bintang Sakti dan Bintang Darma seperti termaktub dalam BAB VII Undang-undang No. 65 tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 No. 116) tentang Pemberian Tanda-tanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Darma. BAB V. PENCABUTAN. Pasal 10. Hak atas Bintang Garuda dicabut apabila yang menerima :

  6. dengan putusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi, dikenakan hukuman berupa dikeluarkan dari dinas ketentaraan, dengan atau tidak dengan pencabutan hak untuk masuk dalam dinas Angkatan Bersenjata;

  7. dengan putusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi, dikenakan hukuman karena sesuatu kejadian terhadap keamanan Negara atau karena desersi;

  8. dengan putusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi, di-kenakan hukuman penjara yang lamanya lebih dari satu tahun, atau dikenakan macam hukuman yang lebih berat;

  9. diberhentikan dari dinas ketentaraan tidak dengan hormat;

  10. memasuki dinas angkatan perang negara asing dengan tidak mendapat izin dahulu dari Pemerintah Republik Indonesia. BAB VI. KETENTUAN KHUSUS. Pasal 11. Bintang Garuda dianugerahkan juga kepada warga-negara Indonesia bukan anggota Angkatan Udara dan kepada warga-negara asing yang melakukan suatu perintah Angkatan Udara dan memenuhi ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 1. Pasal 12. Bintang Garuda dianugerahkan juga secara anumerta kepada :

  11. anggota Angkatan Udara Republik Indonesia.

  12. warga-negara Indonesia bukan anggota Angkatan Udara dan c. warga-negara asing yang gugur atau meninggal dunia sebagai akibat langsung dari pelaksanaan tugas penerbangannya untuk kepentingan Angkatan Udara Republik Indonesia pada khususnya dan Negara pada umumnya. BAB VII. PENUTUP. Pasal 13. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri Pertahanan. Pasal II. Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Bintang Garuda" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta, pada tanggal 26 Juni 1959. Pejabat Presiden Republik Indonesia, ttd SARTONO. Diundangkan pada tanggal 4 Juli 1959. Menteri Kehakiman, ttd G.A. MAENGKOM. Menteri Pertahanan, ttd DJUANDA. LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NOMOR 67 MEMORI PENJELASAN MENGENAI UNDANG-UNDANG No. 23 TAHUN 1959 tentang PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT No. 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN TAHUN 1959 No. 19), SEBAGAI UNDANG-UNDANG. Pemerintah berpendapat, bahwa pelaksanaan tugas diudara mempunyai corak yang khas, sehingga perlu diadakan suatu peraturan yang merupakan dasar dari pada pemberian suatu tanda kehormatan berupa Bintang Garuda untuk menghargai pelaksanaan tugasnya diudara. Kegiatan-kegiatan penerbangan yang dilakukan dimasa tahun 1945 sampai/dengan akhir tahun 1949 tanpa kecualinya, adalah penerbangan yang sangat berbahaya ditinjau dari sudut militer (intercepting), "technik/navigasi penerbangan". Mereka yang melakukan penerbangan tersebut dapat dianggap sebagai pelopor penerbangan Republik Indonesia umumnya dan Angkatan Udara Republik Indonesia khususnya. Maka dari itu dan karena keadaan-keadaan yang mendesak, ketentuan-ketentuan yang termaksud diatas telah ditetapkan dalam Undang-undang Darurat No. 2 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 19). Termasuk Lembaran-Negara No. 67 tahun 1959. Diketahui: Menteri Muda Kehakiman. ttd SAHARDJO. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1811 Mengingat :

  1. Pasal 89 dan pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

  2. Surat ...

b. Surat keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia tanggal 28 Desember 1954 No. 166/PM/Vll-l 954; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG "PENGHAPUSAN PERATURAN UMUM KORBAN PERANG" YANG DAHULU DISEBUT "ALGEMENE OORFOGSONGE-VALLEN REGELING". Pasal 1. Peraturan Umum Korban Perang dahulu disebut "Algemene Oorlogsongevallen Regeling" Staatsblad 1942 No. 59 jo. Staatsblad 1946 No. 48 yang diubah dan ditambah dengan Staatsblad 1946 No. 118 dan Staatsblad 1948 No. 164, No. 290 dan 308, dihapuskan. Pasal 2. Kedudukan pegawai, keuangan dan segala sesuatu yang merupakan akibat dari Undang-undang Penghapusan Peraturan Umum Korban Perang ini diatur oleh Menteri Sosial. Pasal 3. Semua tunjangan kepada korban atau keluarga korban perang/ kekacauan berdasarkan Staatsblad tersebut pada pasal 1 dihentikan terhitung 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini mulai berlaku. Pasal 4. (1) Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Penghapusan Peraturan Umum Korban Perang". (2) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal satu bulan berikutnya setelah diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 2 April 1959. Presiden Republik Indonesia, ttd SOEKARNO. Diundangkan pada tanggal 14 April 1959. Menteri Kehakiman, ttd G. A. MAENGKOM. Menteri Sosial, ttd MULJADI DJOJOMARTONO. LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NOMOR 18 PENJELASAN UNDANG-UNDANG No. 7 TAHUN 1959 tentang PENGHAPUSAN PERATURAN UMUM KORBAN PERANG, DAHULU DISEBUT "ALGEMENE OORLOGSONGEVALLEN-REGELING. UMUM. Peraturan Umum Perang dahulu disebut Algemene Ooorlogsongevallen-Regeling dikeluarkan oleh pemerintah Belanda dengan maksud memberi tunjangan sementara berupa uang kepada golongan/ orang-orang partikelir yang menjadi korban perang dunia ke-II. Setelah perang dunia ke-II berakhir pemerintah pendudukan Belanda memperluas berlakunya Peraturan Umum Korban Perang tersebut diatas terhadap golongan partikelir yang menjadi korban kekacauan yang timbul setelah tanggal 15 Agustus 1945. Setelah kedaulatan Republik Indonesia pulih kembali, peraturan ini dipergunakan pula untuk membantu golongan orang-orang partikelir yang karena taat kepada Pemerintah Republik Indonesia menjadi korban gerombolan bersenjata yang menentangnya. Sebagai ketegasan atas uraian alinea kedua dan ketiga diatas dibawah ini dicantumkan inti maksud Staatsblad 1946-118 sebagai berikut : I. Tunjangan diberikan kepada : A. Orang-orang partikelir yang mendapat kecelakaan karena kekacauan yang ditimbulkan oleh para pejuang kemerdekaan, yaitu sejak 15 Agustus 1945 sampai 17 Agustus 1950. Dalam hal kepala keluarga meninggal dunia karena kecelakaan tersebut, maka yang diberi adalah keluarganya yang menjadi tanggungan sepenuhnya sikorban. Korban-korban, demikian pula keluarga, yang menjadi anggota pejuang kemerdekaan, tidak diberi tunjangan. II. Tunjangan diberikan kepada : B. Orang-orang partikelir yang mendapat kecelakaan karena kekacauan yang ditimbulkan oleh gerombolan yang tidak bertanggung jawab terhadap Pemerintah Republik Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1950 sampai sekarang. Dalam hal kepala keluarga meninggal dunia karena kecelakaan tersebut, maka yang diberi adalah keluarganya yang menjadi tanggungan sepenuhnha sikorban. Korban-korban yang membantu gerombolan tersebut, demikian pula keluarganya tidak diberi tunjangan. Faktor lain yang merupakan kenyataan ialah bahwa P.U.K.P. tidak dipergunakan secara merata diseluruh tanah air, misalnya saja di Aceh, hal mana telah menandakan suatu kepincangan hukum. Sebaliknya apabila P.U.K.P. dipergunakan merata, alangkah banyaknya kesulitan yang timbul, karena tidak semua kejadian dapat dikontrol lagi, dan pula, terang benar memberatkan budget negara. Nyatalah bahwa hal-hal diatas tak dapat dipertanggungjawabkan. Disamping itu Kementerian Sosial telah pula mengeluarkan pedoman bantuan sosial yang berbentuk instruksi untuk menolong/ membantu korban-korban akibat keganasan gerombolan-gerombolan bersenjata. Dengan demikian terdapatlah dua peraturan dan dua pos (I 2.7 dan 12.4 tahun 1958) pengeluaran anggaran belanja yang diperuntukkan bagi tunjangan, yang sama, tetapi masing-masing dengan cara/dasar berlainan. Oleh karena itu timbul keganjilan dan rasa ketidakadilan disebabkan pemberian tunjangan bantuan yang berbeda-beda, walaupun kedua-duanya termasuk satu golongan, yaitu korban dari keganasan gerombolan. Demikian Pemerintah berpendapat untuk menyederhanakan peraturan, menghapuskan P.U.K.P. yang dahulu disebut "Algemene Oorlogsongevallen-Regeling". PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Setelah penghapusan P.U.K.P. (A.O.O.R.), maka Menteri Sosial mengatur bukan saja aparatur-aparatur P.U.K.P., melainkan juga permohonan-permohonan dari mereka yang sedianya akan mendapat tunjangan berdasarkan peraturan yang dihapuskan dan/atau permohonan-permohonan dari mereka yang memerlukan bantuan sosial. Pasal 3. Adalah sulit sebenarnya untuk menentukan batas waktu peraturan ini. Setelah ditinjau dri segala sudut, maka dirasa batas waktu 6 bulan itu cukup dapat dipertanggungjawabkan. Mungkin sekali akan timbul rasa ketidak-adilan, misalnya bagi mereka yang semestinya masih harus menerima tunjangan melewati waktu 6 bulan, bila dibandingkan dengan mereka yang berhak kurang dari batas waktu itu, sedangkan jangka waktu disama- ratakan. Dorongan kuat bagi penciptaan pasal ini dalah keganjilan-keganjilan yang sungguh- sungguh dirasakan daari A.O.O.R. Rasa tersebut lebih-lebih meningkat lagi apabila difahamkan peraturan-peraturan bantuan sosial menurut instruksi-instruksi Kementerian Sosial (c.q. Jawatan Bimbingan dan Perbaikan Sosial) kepada korban-korban kekacauan dan sebagainya (vide instruksi-instruksi tanggal 14 Januari 1956 No. Ba I-IK- 106 dan tanggal 19 Oktober No. Ba I-IK- 1416), yang jauh lebih rendah dari pada tunjangan- Penjelasan khusus mengenai batas waktu 6 bulan adalah sebagai berikut :

  1. Barangsiapa berdasarkan atas peraturan A.O.O.R. hanya mendapat tunjangan kurang dari 6 bulan dihitung mulai hari tanggal Undang-undang ini berlaku, masih berhak menerima tunjangan penuh hingga batas akhir waktu yang ditetapkan Undang-undang ini.

  1. Sebaliknya barangsiapa menurut peraturan A.O.O.R., 6 bulan setelah Undang- undang ini berlaku semestinya masih menerima tunjangan, maka atas dasar peraturan baru, pemberian tunjangan, tidak dapat meliwati batas waktu peralihan 6 bulan itu. Pasal 4. Cukup jelas. Diketahui: Menteri Kehakiman, ttd G. A. MAENGKOM. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1811

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):